Anda di halaman 1dari 3

1.

Tau Samawa Penduduk Pulau Sumbawa bagian barat yang mendiami Kabupaten Sumbawa dan
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sekarang ini mengaku bahwa dirinya adalah Tau Samawa. Dua
kabupaten ini mencakup lebih dari separuh luas Pulau Sumbawa. Etnik mBojo di sebelah timurnya
mendiami Kabupaten Dompu dan Bima. Di sebelah baratnya, dibatasi oleh Selat Alas ada suku Sasak
yang mendiami seluruh Pulau Lombok, di samping suku Bali yang banyak berdiam di Lombok barat.
Posisi, struktur alam dan asal usul penduduk Sumbawa (Tau Samawa) sangat berpengaruh membentuk
watak dan budaya Samawa. Sebagai sebuah etnis, Tau Samawa memiliki adat istiadat yang terbentuk
dari akulturasi budaya maritim. Jauh sebelum bangsa Barat mengenal Indonesia, pelaut-pelaut Arab,
Cina, Melayu, Banjar, Bugis, Makassar sudah mengenal dan memanfaatkan Sumbawa sebagai titik
pertemuan. Ketika mereka kehabisan bekal air, maka pantai utara Sumbawa yang kaya mata air itulah
tempat singgalh mereka. Lebih-lebih di musim angin barat, para pelaut itu berlindung di balik pulau-
pulau kecil yang berjejer sepanjang pantai utara Kabupaten Sumbawa, sampai dengan Teluk Saleh.
Hutan-hutan Sumbawa juga kaya dengan kayu yang dipakai untuk memperbaiki dan membuat perahu.

BAB III PENGARUH ISLAM DALAM ADAT DAN RAPPANG SAMAWA Menurut bukti arkeologis, ternyata
Islam telah masuk ke Sumbawa jauh sebelum Maklumat Utan Kadali (Wathan) tahun 1623. Kepercayaan
animisme dan dinamisme maupun Hindu (kalau ada) gugur dengan sendirinya di kalangan penduduk asli.
Kebenaran dan kemuliaan Islam dengan cepat diterima melalui sikap pembawaan pendatang baru yang
budayanya dianggap lebih bermartabat. Pendatang- pendatang yang datang sejak abad ke-7 itu adalah
niagawan yang merangkap mubalig, menyebar jauh sampai ke pelosok Sumbawa Kepercayaan kuno
berasimilasi dengan keyakinan Islam yang disublimasikan melalui simbol-simbol tertentu. Sebagai salah
satu contoh terlihat bagaimana para dukun menyíapkan ramuan pengobatan. Mulai dari menentukan
ahan sampai kepada bagaimana meramu obat tidak bisa prinsip siapa yang mengobati, siapa yang diobat
opa yang diobati dan dengan apa diobati, semuanya bermuansa sufistis. Artinya dukun tidaklah
memposisikan tinya sebagai yang memiliki kemampuan tetapi hanya ekedar perantara, sedang si sakit
adalah pelengkap yang diterpa ujian dan cobaan lalu diobati melalui kedekatan kepada Allah karena
penyakit itu.

BAB IV STRUKTUR ADAT DAN RAPPANG TANA SAMAWA Seperti dijelaskan di muka bahwa Tau Samawa
terdiri dari kelompok keluarga yang memiliki tatanan nilai budaya tersendiri. Pada masa sebelum
kerajaan, kelompok- kelompok tersebut berkembang berdasarkan asal-usul keturunan sesuai dengan
tempat tinggal masing-masing, Dapat dilihat bagaimana dialek yang ada sampai sakarang pada tiap-tiap
kecamatan maupun desa. "Din eta din araq, lin desa lin cara", lain desa lain cara adalah perbedaan-
perbedaan yang menyatu dalam sebuah kesatuan Tano Samawa. Raja-raja kerajaan kecil sebelum
kesultanan Sumbawa terbentuk sebetulnya eksis sebagai Datu-datu. Datu bersama keluarganya tetap
dihormati sebagai warga ningrat, dan berperan menjaga tatanan adat di lingkungannya masing.
Sementara tatanan pemerintahan yang bertumpu pada raja (sultan) adalah sebuah sistem yang
mencakup adat, pemerintahan dan hukum. Sebagai pucuk pimpinan Jaan, raja sekaligus menjadi
pimpinan adat dan hukum. Keputusan adat tertinggi dihasilkan oleh menteri Telu yang ordinir
Pengantong Dua Olas. Pengantong Dua Olas dari Mamanca lima dan Lelurah Pitu. Raja yang orang awa
menyebutnya dengan Dewa Maraja atau Dewa merupakan figur pemersatu yang menentukan keputusan
tertinggi.

BAB V LINTASAN SEJARAH PEMIMPIN DI SUMBAWA Sepanjang sejarah eksistensi Tau Samawa baik sejak
prasejarah, masa sejarah maupun di zaman modern ini para pemimpinnya selalu mampu menciptakan
kedamaian dalam kemakmuran. Hal itu bersumber dari rasa malu (ilaq) apabila tidak sama dengan orang
lain. Prinsip "tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah" sudah lama dipegang oleh orang Sumbawa.
Sikap seperti itu merasuk dan berkembang terus sampai masa kini yang mengesankan bahwa Tau
Samawa sok gengsi, malu jadi peminta-minta meskipun dia itu sebenarnya miskin. Pemimpin-pemimpin
lokal menekankan kepada warganya menjaga "10 saleng" yaitu:

BAB VI KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN TAU SAMAWA Sebagaimana prinsip dasar adat dan rappang Tona
Samawa yang bertumpu pada sendi-sendi syarak, tentunya mengacu kepada kitab Alquran dan Hadist.
Setiap individu berperan sebagai khalifah pengelola alam yang kelak akan dimintai
pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Khalifah sebagai "pengganti Tuhan" di muka bumi ini akan
mengaktualisasikan sifat ketuhanan mengelola alam ini agar menjadi aman dan damai dan lestari. Siapa
yang berbuat ingkar di muka bumi maka kelak ia akan mendapat azab yang pedih di akhirat kelak, karena
dia akan dimintai pertanggungjawaban kekhalifahannya semasa di muka bumi aja sebagai pemimpin
tertinggi pemerintahan, hukum dan adat adalah "orang yang dituakan". Dia menjadi sentral hgur yang
menjadi pemersatu seluruh kekuatan rakyat Tana Samawa, dan suara rakyat adalah suara Tuhan. Oleh
sebab itu pada seluruh titah dan perintah raja akan selalu didahului dengan menyebut: "Kasuka Dewa
asmawa serta Tana Samawa"..,. karena tanggung jawab keselamatan negeri bersama rakyat merupakan
beban manah di atas pundak pemimpin/pemerintah. Pemimpin dalam kedudukannya sebagai
pengemban amanah terikat oleh sumpah, tentunya tidak menghendaki terjadinya kebinasaan dab
kesengsaraan di kalangan rakyat.

BAB VII PEMIMPIN YANG DIHARAPKAN OLEH TAU DAN TANA SAMAWA Dalam usaha memajukan
kesejahteraan dan kemakmuran Tau Samawa, tidak mungkin hanya diharapkan dari hasil pengolahan
potensi alamnya saja, tetapi juga bagaimana interaksi rakyat dengan pemimpinnya. Pemimpin yang
bagaimanakah yang dikehendaki hendaknya sesuai dengan tujuan pengelolaan potensi, sumber daya
sehingga dibutuhkan adanya standarisasi minimal untuk menentukannya i dari lintasan sejarah, filosofis
dan berbagai macam pertimbangan, maka penentuan kriteria pemimpin yang sesuai dengan harapan
rakyat sebetulnya bukanlah hal yang sulit. Namun kadang-kadang dan bahkan lebih sering terjadi
pencampuran antara kebutuhan dan keinginan. Pemimpin seperti apa yang kita butuhkan berbeda
dengan pemimpin yang kita inginkan karena persoalan-persoalan kemasyarakatan dan sosial budaya
rakyat akan selalu dinamis dan berkembangan sesuai dengan zamannya. Namun satu hal perlu dingat,
bahwa bentuk dan rupa boleh Derubah tetapi nilai-nilai luhur kemanusiaan yang diusung ula dalam
kelompok harus tetap dipertahankan dan diperkuat.

BAB VIII TAU SAMAWA MASA KINI Eksistensi Tau Samawa sampai kapanpun masih dapat dibanggakan
dan dipertahankan sebagai sebuah etnis. Belum pernah dalam sejarah Tau Samawa menodai nama baik
Samawa, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Kalaupun mungkin ada, maka
dapat dipastikan dia orang yang numpang lahir tanpa terimbas oleh budaya Samawa, atau mereka yang
berasal dari Pulau Sumbawa namun bukan etnis Samawa. Hal itu dapat dipastikan karena Tau Samawa
selalu terikat dengan keinginan untuk "Sampanang rowe" yaitu keinginan untuk menjaga ahli-kerabat
dan keturunannya dari perbuatan- perbuatan keji dan mungkar. Kendatipun saat ini mereka bukan
keturunan ningrat, tetapi pada bawah sadarnya mereka merasa sebagai bagian keturunan orang-orang
berbangsa (bangsawan) Mereka tahu bahwa sejarah Kerajaan Samawa terbentuk dari kesepakatan Datu-
datu terdahulu. Datu-datu pada masanya bukanlah para penguasa, tetapi para pemilik lar-lamat yang
gigih mengayomi warganya dari pelecehan orang lain. Untuk itu mereka harus mampu dan giat berbuat
dan beramal baik kepada orang lain. Sikap itu merasuk sangat dalam pada tiap Tou Samawa, sehingga
terkesan sebagai "sok gengsi" Pandangan seperti itu tentunya sangat subyektif. Tau Samawa tahu apa
yang harus diperbuat dan bagaimana seharusnya berbuat untuk menghadapi masalah- masalahnya.
"Balong boat balong dapat" sebuah ungkapan yang menyiratkan usaha bersikap dan berbuat baik, tanpa
ingin merugikan orang lain seharusnya terus-menerus ditanamkan pada generasi mendatang untuk
mengingatkan mereka agar pada saatnya dapat mempersembahkan karya terbaik dalam hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai