Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK POTENSIAL DARI KEGAGALAN PENGELOLAAN RISIKO

Risk event akan berdampak pada bank (berupa kerugian finansial), stakholder bank tersebut (pemegang
sham, karyawan, nasabah) dan perekonomian.

Dampak pada Pemegang Saham


Kegagalan dalam mengelolaa risiko selain merugikan bank juga berdampak langsung pada para
pemegang saham, dalam bentuk antara antara lain:
· hilangnya seluruh investasi mereka – bangkrutnya perusahaan;
· penurunan nilai investasi – harga saham yang turun karena reputasi yang buruk atau penurunan laba,
· hilangnya dividen sebagai akibat dari penurunan laba perusahaan,
· pemegang saham bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi pada perusahaan.

Dampak pada Pegawai


Baik pegawai yang terlibat maupun yang tidak terlibat risk event tetap akan terkena dampaknya, seperti:
· Tindakan indisipliner karena kesengajaan atau kealpaan.
· Kehilangan pendapatan, misalnya penurunan bonus ata penundaan peningkatan upah, karena dampak
pada pendapatan perusahaan.
· Kehilangan pekerjaan.

Dampak pada Nasabah


Dampak terhadap nasabah memang tidak langsung dan tidak terlihat jelas namun tetap dirasakan,
seperti:
· Penuruan kualitas layanan konsumen,
· Penurunan ketersediaan produk,
· Krisis likuiditas
· Perubahan peraturan.

Risiko Operasional dan Pelayanan Nasabah


Jenis risiko yang berdampak pada nasabah sehari-hari adalah risiko operasional. Suatu operasional event
akan mempengaruhi secara langsung nasabah melalui kesalahan atau kelemahan kualitas pelayanan,
gangguan pelayanan, ketidakamanan yang bersifat persepsi maupun kenyataan, dan tidak adanya
pelayanan yang memadai.
Gangguan layanan kepada nasabah berdampak pada reputasi bank, yang akhirnya berdampak pada
profitabilitas bank tersebut, karena nasabah pindah ke bank lain. Dampak pada nasabah dapat berakibat
terjadinya kerugian finansial lainnya terhadap bank, yaitu ganti rugi pembayaran kepada nasabah
sebagai kompensasi, ongkos litigasi, dan denda.

Dampak Ekonomi dari Suatu Kejadian Risiko

Procyclicality
Bank yang “over lent” (terlalu banyak menyalurkan kredit) pada saat boom (ekonomi tumbuh pesat),
akan “under lent” (kurang mampu menyalurkan kredit) pada saat resesi. Dampak dari resesi akan
mengurangi permodalan, karena bank terpaska melakukan kredit macet. Modal yang rendah
mengurangi kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Hal ini dapat jelas terlihat pada fenomena
“asset bubles” (misalnya properti dan pasar saham di seluruh dunia). Basel II telah dikritik atas
meningkatnya “procyclicality” pada penyaluran kredit bank. Basel mengaitkan credit grading models
(peringkat) dengan persyaratan permodalan bank, sehingga memburuknya peringkat pada kredit akan
berdampak pada peningkatan modal (regulatory capital).

B.3. Dampak Dari Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah

Sebagai dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk loss)
pada suatu bank dapat berdampak pada pemangku kepentingan (stakeholders) bank, yaitu
pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada perekonomian secara
umum.

Pengaruh risk loss pada pemegang sahaman karyawan adalah langsung, sementara pengaruh
terhadap nasabah dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan diuraikan dampak potensial
terhadap stakeholders dan ekonomi.

a. Dampak terhadap Pemegang Saham

Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain:

1. Penurunan nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh terhadap penurunan harga dan/atau
penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai perusahaan yang berarti turunnya
kesejahteraan pemegang saham;

2. Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima sebagai akibat dari turunnya
keuntungan perusahaan;

3. Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling parah adlah kebangkrutan
perusahaan yang melenyapkan nilai semua moal disetor.

b. Dampak terhadap Karyawan

Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang menimbulkan risk
loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh tersebut dapat berupa:

1. Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan kerugian;

2. Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau pemotongan gaji;

3. Pemutusan hubungan kerja.

c. Dampak terhadap Nasabah


Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang terjadi
dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat diidentifikasikan. Pengaruh
risk event yang berlangsung secara berkelanjutan, pada gilirannya akan menimbulkan risk loss
terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri. Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap
nasabah bank, adalah:

1. Merosotnya tingkat pelayanan;

2. Berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan;

3. Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana;

4. Perubahan peraturan.

d. Dampak terhadap Perekonomian

Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko yang
melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu bank akan menimbulkan
dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap
nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut dinamakan
risiko sistemik (systemic risk).

B.4. Manajemen Risiko Bank Syariah

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal
perbankan yang mengalami perkembangan yang pesat, perbankan pada umumnya dan perbakan
syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat
kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.

Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena
itu perbankan, dan bank syariah khusunya memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
yang timbul dari kegiatan usahanya[8] (Adiwarman, 2006: 255). Dalam pelaksanaannya, proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendali risiko memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

1. Pemetaan Risiko Bisnis

Bank mengembangkan pemetaan risiko usaha(business risk mapping) untuk mengidentifikasi


risiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu bank untuk mengetahui dan
menentukan tempat dimana risiko berada. Manajemen harus mengkuantifikasi magnitude dari
risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada nbeberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:
– Membuat daftar berbagai risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah
kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak kepada
rugi yang besar atau kecil.

– Membuat peta yang menyajikan kaji9an perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko Pasar,
Risiko Likuiditas, dan Risiko Operasional yang dihadapi Bank. Dengan membandingkan risiko
pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya, manajemen akan dapat melihat gambaran
menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama lain. Beberapa sumber informasi
awal dapat diperoleh dari:

– Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial,
budaya, hokum, dan lain sebagainya.

– Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-
dokumen keuangan lain sebagai sumber informasi awal untuk melakukan analisis.

– Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada
hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.

– Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan
SKAI, merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala dari
proses Manajemen Risiko yang berkelanjutan.

– Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung dengan
para pegawai.

– Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi
simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system, kerugian yang terjadi,
dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia secara internal.

– Benchmarking/best practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian risiko.

– Jasa konsultasi yang memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai
klasifikasi Risiko.

2. Alat Modeling

Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian. Analisis
scenario dan model proyeksi merupakan model yang paling sering digunakan. Beberapa contoh
diantaranya adalah:

– Pemakaian analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan


perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini dapat diterapkan dalam menyiapkan
contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
– Menggunakan analisis statistic dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi variasi
kerugian yang mungkin terjadi di masa datang. Potensi rugi ini diproyeksikan kedalam arus kas
yang akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress testing (sebagai pelengkap
pengukuran risiko suku bungs untuk melihat dampak terburuk), dan berbagai simulasi lain.

– Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Risiko keuangan dn dampak dari berbagai
scenario pada portofolio kredit dan modal.

– Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya karena


kelalaian atau bencana alam, system pengolahan data tidak berfungsi. Back-up data dan latihan
(drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat mengantisipasi apabila hal tersebut
terjadi.

– Menilai Risiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara mengidentifikasi sedini
mungkin potensi adanya kesalahan dalam proses pembangunmannya.

3. Teknik mengidentifikasi dan menilai risiko

Kelompok teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal menetapkan focus/memberikan
perhatian dan mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan Risiko.

Beberapa diantaranya yang lazim digunakan adalah:

– Brainstorming groups. Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul untuk
mendiskusikan atau menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa isu.

– Workshop. Bank sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Risiko yang akn
menolonh pegawai untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan, mengidentifikasikan, dan
menilkai Risiko.

– Questionnaires. Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang berisi tujuan
dan risiko yang mungkin timbul.

– Self–assessment. Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari SKAI, Divisi
Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.

– Filters. Risiko dikaji terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar, Risiko yang
terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.

– Assessment matrix. Matrik ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi elemem-
elemen dari Manajemen Risiko dan pengendalian intern. Termasuk didalamnya, best practices.

– Risk identification templates. Satuan Kerja mendapatkan template yang akan membimbing
mereka untuk mengidentifikasi dan mengkaji Risiko mulai saat mereka merencanakan dan
menjalankan proses.
– “Bottom up” risk assessments. Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Risiko. Hasilnya
diakumulasi di tingkat pusat.

– Value at Risk (VaR) model and worst case model. Model ini digunakan untuk menilai Risiko
dengan cara mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi atau portofolio dalam satu
jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada di pasar.

– Prioritizing risks. Risiko akan ditempatkan atau diatasi berdasarkan jenjang (rank) masing-
masing.

4. Peran Internet/Intranet

Pemakaian Internet/Intranet semakin meningkat dalam mengelola Risiko. Alat ini digunakan
untuk mempromosikan kewaspadaan dan pengelolaan Risiko, untuk mendapatkan informasi
mengenai Risiko untuk area tertentu, berkomunikasi dengan pegawai, berbagai informasi
mengenai Manajemen Risiko dengan Bank lain, dan mengkomunikasikan tujuan Manajemen
Risiko Bank kepada publik.[9]

[1]Ahmad Selamet dan Hoscaro, Manajemen Risiko Bank Syariah, 2008,


<http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen_risiko_bank_syariah.html> Diakses
pada 01 November 2008.

[2]Asep Ali Hasan Wahyu Ari Nugroho, Manajemen Risiko,


2008,<http://hendrakholid.net/blog/manajemen_

risiko.html> Diakses pada 10 Desember 2008

[3] Ahmad Selamet dan Hoscaro, Manajemen Risiko Bank Syariah, 2008,
http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen_risiko_bank_syariah.html. Diakses
pada 01 November 2008

[4] Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, dalam Rahmani Timorita Yulianti, Manajemen Risiko
Perbankan Syariah,2009,
<http://master.islamic.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=45&Itemid
=57>. Diakses Pada 30 April 2009

[5] Ibid

[6] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,(Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004), cet. Ke-3, h. 260-271

[7] Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar


Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008), h. 23-25
[8] Adiwarman Karim, ….. (belum nyaho halam berapa judul juga gak tahu) he…

[9] Robert Tampubolon,Risk Management ,Manajemen Risiko:Pendekatan Kualitatif untuk Bank


Komersial, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), cet. Ke-3, h. 105-108

Iklan
Report this ad
Report this ad
Pos ini dipublikasikan di Manajemen Risiko Perbankan Syariah. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

 Tulisan Terakhir
o Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia
o Upaya Peningkatan Keamanan pada Kartu Kredit dengan Teknologi Chip
o Tinjauan Kebijakan Moneter – Februari 2010
o Badai Century Menghantam Ekonomi Penanganan Century Pada 2008 Relatif
Tidak Menimbulkan Guncangan
o Law Enforcement Dalam Tindak Pidana Perbankan
 Blogroll
o WordPress.com
o WordPress.org

Iklan
Report this ad

Dampak Potensial Dari Kegagalan Pengelolaan Risiko


Risk event akan berdampak pada bank (berupa kerugian finansial), stakeholder bank tersebut
(pemegang sham, karyawan, nasabah) dan perekonomian.

a. Dampak pada Pemegang Saham


Kegagalan dalam mengelola risiko selain merugikan bank juga berdampak langsung pada para
pemegang saham, dalam bentuk antara lain:
1). Hilangnya seluruh investasi mereka – bangkrutnya perusahaan;
2). Penurunan nilai investasi – harga saham yang turun karena reputasi yang buruk atau penurunan
laba;
3). Hilangnya dividen sebagai akibat dari penurunan laba perusahaan;
4). Pemegang saham bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi pada perusahaan.

b. Dampak pada Pegawai


Baik pegawai yang terlibat maupun yang tidak terlibat risk event tetap akan terkena
dampaknya, seperti:
1). Tindakan indisipliner karena kesengajaan atau kealpaan;
2). Kehilangan pendapatan, misalnya penurunan bonus ata penundaan peningkatan upah, karena
dampak pada pendapatan perusahaan;
3). Kehilangan pekerjaan.

c. Dampak pada Nasabah


Dampak terhadap nasabah memang tidak langsung dan tidak terlihat jelas namun tetap
dirasakan, seperti:
1). Penuruan kualitas layanan konsumen;
2). Penurunan ketersediaan produk;
3). Krisis likuiditas;
4). Perubahan peraturan.

5. Risiko Operasional dan Pelayanan Nasabah


Jenis risiko yang berdampak pada nasabah sehari-hari adalah risiko operasional. Suatu
operasional event akan mempengaruhi secara langsung nasabah melalui kesalahan atau kelemahan
kualitas pelayanan, gangguan pelayanan, ketidakamanan yang bersifat persepsi maupun
kenyataan, dan tidak adanya pelayanan yang memadai.
Gangguan layanan kepada nasabah berdampak pada reputasi bank, yang akhirnya berdampak
pada profitabilitas bank tersebut, karena nasabah pindah ke bank lain. Dampak pada nasabah dapat
berakibat terjadinya kerugian finansial lainnya terhadap bank, yaitu ganti rugi pembayaran kepada
nasabah sebagai kompensasi, ongkos litigasi, dan denda.

6. Dampak Ekonomi dari Suatu Kejadian Risiko Procyclicality


Bank yang “over lent” (terlalu banyak menyalurkan kredit) pada saat boom (ekonomi tumbuh
pesat), akan “under lent” (kurang mampu menyalurkan kredit) pada saat resesi. Dampak dari
resesi akan mengurangi permodalan, karena bank terpaska melakukan kredit macet. Modal yang
rendah mengurangi kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Hal ini dapat jelas terlihat
pada fenomena “asset bubles” (misalnya properti dan pasar saham di seluruh dunia).
Basel II telah dikritik atas meningkatnya “procyclicality” pada penyaluran kredit bank. Basel
mengaitkan credit grading models (peringkat) dengan persyaratan permodalan bank, sehingga
memburuknya peringkat pada kredit akan berdampak pada peningkatan modal (regulatory
capital).

Anda mungkin juga menyukai