1. Teori teologis
Teori ini menyatakan bahwa setiap orang normal bisa melakukan kejahatan sebab
didorong oleh roh-roh jahat dan godaan setan/iblis atau nafsu-nafsu durjana angkara,
dan melanggar kehendak Tuhan.
Teori ini menyebutkan adanya dialetika antara pribadi/persona jasmani dan pribadi
rohani. Persona rohani ini disebut pula sebagai jiwa. Persona rohani merupakan prinsip
keselesaian dan kesempurnaan dan sifatnya baik serta abadi dan tidak ada yang perlu
diperbaiki lagi. Oleh karena itu, persona rohani mendorong pada perbuatan-perbuatan
yang baik dan mengarahkan manusia pada usaha transendensi diri dan rekonstruksi
diri. Selanjutnya jiwa itu akan menggejala atau berfenomena dan menceburkan diri ke
dalam dunia dengan jalan masuk ke dalam limgkungan jasmani. Jasmani manusia
merupakan prinsip ketidakselesaian dan tidak sempurna. Prinsip inilah yang
mengarahkan manusia pada destruksi, kerusakan, kemusnahan, dan kejahatan.
Teori ini menyatakan bahwa sebab terjadinya kejahatan adalah kemauan manusia itu
sendiri.
Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah ciri-ciri jasmaniah dan bentuk
jasmaniahnya. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang,
telinga, leher, lengan, tangan, jari-jari, dan anggota badan lainnya.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat lima teori atau mahzab yang sangat
menonjol dalam kriminologi, yaitu:
Pelopor dari mahzab ini adalah Cessare Lambrosso, Enrico Ferri dan Rafaelle
Gorofalo. adapun beberapa pendapat dari para ahli penganut aliran ini yaitu:
Berdasarkan penelitiannya, Lombrosso ( A.S. Salam,2010: 36) mengklasifikasikan penjahat
kedalam 4 golongan, yaitu :
Born criminal, yaitu orang berdasarkan pada doktrin atavisme.
Insane criminal, yaitu orang menjadi penjahat sebagai hasil dari beberapa
perubahan dalam otak mereka yang mengganggu kemampuan mereka untuk
membedakan antara benar dan salah. Contohnya adalah kelompok idiot, embisil, atau
paranoid.
Occasional criminal, atau Criminaloid, yaitu pelaku kejahatan berdasarkan
pengalaman yang terus menerus sehingga mempengaruhi pribadinya. Contohnya
penjahat kambuhan (habitual criminals).
Criminal of passion, yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakannya
karena marah, cinta, atau karena kehormatan. Meskipun teori Lombrosso dianggap
sederhana dan naïf untuk saat ini.
Mahzab ini dengan tegas menyatakan bahwa pengaruh paling mementukan dalam
penyebab kejahatan ialah faktor-faktor eksternal atau lingkungan sosial dan kekuatan-
kekuatan sosial. Gabriel Tarde dan Emile Durkheim menyatakan: kejahatan merupakan
insiden alamiah. Merupakan gejala sosial yang tidak bisa dihindari dalam revolusi
sosial, dimana secara mutlak terdapat satu minimum kebebasan individual untuk
berkembang, juga terdapat tingkah laku masyarakat yang tidak bisa doduga-duga untuk
mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan. Filsuf Aristoteles menyebutkan adanya
hubungan di antara masyarakat dengan kejahatan juga Thomas Van Aquino
menyatakan timbulnya kejahatan disebabkan oleh kemiskinan.
Enrico Ferri adalah seorang pembantu Lambrosso yang merupakan pelopor mahzab
ini. Ia menyatakan bahwa kejahatan tidak hanya disebabkan oleh konstitusi biologis
yang ada pada diri individu saja tetapi juga dipengaruhi faktor-faktor eksternal. ada 3
faktor penyebab kejahatan menurut Ferri (Kartini Kartono,1992:142-143), yaitu:
beberapa filsuf dan negarawan yaitu plato (427-347 S.M.) aristoteles (384-322 S.M.)
dan Thomas Moore dari Inggris (1478-1535) beranggapan bahwa struktur
ketatanegaraan dan falsafah negara itu turut serta menentukan ada tidaknya kejahatan.
Menurut William Chambils (A. S. Alam, 2010: 75) ada hubungan antara kapitalisme
dan kejahatan seperti dapat ditelaah pada beberapa butir di bawah ini:
5. Mahzab spiritualis
Mahzab ini mencari sebab-sebab kejahatan pada faktor tidak beragamanya individu.
Menurut mahzab ini, ketidakpercayaan pada tuhan yang maha kuasaitu menimbulkan
banyak ketakutan, kecemasan, dan kebingungan. Dan sebagai akibatnya, sering timbul
agresivitas dan sifat asosial, yang mudah menjerumuskan manusia kepada kejahatan-
kejahatan. Orang yang atheistis sering dibayang-bayangi oleh pikiran-pikiran yang
kacau balau dan ide yang kegila-gilaan. Terjadilah kemudian disorganisasi dan
disintegrasi kepribadian, tanpa memiliki rasa sosial dan kemanusiaan yang wajar. Dan
pengkondisian sedemikian ini mendekatkan dirinya pada perbuatan-perbuatan yang
jahat.
MAKALAH : Kriminologi Kejahatan dan Faktor
Penyebab Kejahatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai
Ada empat pendekatan yang pada dewasa ini masih ditempuh dalam menjelaskan
1. Pendekatan biogenik, yaitu suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau
poses-proses dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara
kejahatan, konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang
dan hubungan prilaku dengan unsur-unsur kepribadian serta sejauh mana kejahatan
tindakan yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat besar, yang
yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi di Rwanda dan
Yugoslavia
Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun
tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi
kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran
HAM berat lainnya ialah Genosida, Kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kejahatan
Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun
2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut
dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap
kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
Selain itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli,
diantaranya :
merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan
dalam masyarakat.
2. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila
menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja
pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan
adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang- undang.
Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan
atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan
4. Menurut J.M. Bemmelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial
5. Menurut M.A. Elliot, ia mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam
masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi
6. Menurut W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat
anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian
penderitaan.
hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang
merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan
dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif),
yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu
perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan
hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.
berorganisasi dan penjahat profesional. Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam
karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan
yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis
ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk
Adapun penjahat professional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu
menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum.
perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocok/serasi.
lingkungan/bertetangga
h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan
yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak
toleransi.
C. Tipe Kejahatan
Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang
kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan. Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai
antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya
3. Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada
umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang
Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegai itu sangat penting dalam
penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat,
misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal
dan terbatas.
sebagai part time- Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan.
Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal
ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar.
berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama
masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga
8. Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka
memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain
serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung
terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat. Reaksi masyarakat
D. Tujuan Penghukuman
Apabila berbicara mengenai penghukuman, maka pertanyaan yang kerapkali
muncul adalah apakah tujuan hukuman itu dan siapakah yang berhak menjatuhkan
pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tapi kadang-kadang sebaliknya,
pemerintah negara menjatuhkan hukuman, dan karena menjatuhkan hukuman itu maka
pribadi manusia tersebut oleh pemerintah negara sendiri diserang, misalnya yang
bersangkutan dipenjarakan. Jadi pada satu pihak pemerintah negara membela dan
melindungi pribadi manusia terhadap serangan siapapun juga, sedangkan dipihak lain
pemerintah negara menyerang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu.
Orang berusaha untuk menunjukkan alasan apakah yang dapat dipakai untuk
manusia yang juga mempunyai hak hidup, hak kemerdekaan bahkan mempunyai hak
pembelaan dari negara itu juga yang menghukumnya. Maka oleh karena itu muncullah
berbagai teori hukuman, yang pada garis besarnya dapat dibagai atas tiga golongan :
c. teori gabungan
E. Teori-teori Kejahatan
1. Teori Belajar Sosial
dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari melalui interaksi pelaku
dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar
dilakukannya kejahatan.
Teori Kontrol Sosial menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksa di dalam
masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam
kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari Kontrol Sosial yang bersifat positif, yakni
3. Teori Label
dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan
pelaku kejahatan.
permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua,
pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan penaggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah ‘politik
kriminal' dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter
dua, yaitu lewat jalur 'penal' (hukum pidana) dan lewat jalur 'non penal' (bukan/diluar
hukum pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang
disebut dalam (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal.
jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi,
sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum
kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif
pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas.
B. Saran
Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan
pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu
antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara
langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan
kejahatan.