Anda di halaman 1dari 5

Menurut Esquirol, Pritchard, Despine, dan Maudsley perangai dan tingkah laku kaum

penjahat itu pada hakikatnya merupakan peristiwa moral insanity (kegilaan moral). Lombroso
dan pengikut-pengikutnya dengan tegas menyatakan adanya born criminals, kriminal sejak lahir
dengan basis psikofisik yang epileptik, dalam hal ini gejala moral insanity merupakan
manifestasi primernya, sedang gejala epileptik/ayan adalah manifestasi sekunder. Kedua-duanya
merefleksikan prinsip atavisme, pada umumnya born criminals ini mempunyai stigma jasmaniah
yang menyolok.
Enrico Ferri dengan pandangan sosiologisnya menyebutkan tiga faktor penyebab kejahatan,
yaitu :
1. Indivdual (antropologis) yang meliputi usia, seks atau jenis kelamin, status sipil,
profesi atau pekerjaan, tempat tinggal/domisili, tingkat sosial, pendidikan, konstitusi
organis, dan psikis.
2. Fisik (natural, alam) : ras, suku, iklim, fertilitas, disposisi bumi, keadaan alam di
waktu malam hari dan siang hari, musim, kondisi meteorik atau ke ruang angkasa,
kelembaban udara dan suhu.
3. sosial antara lain : kepadatan penduduk, susunan masyarakat, adat-istiadat, agama,
orde pemerintah, kondisi ekonomi dan industri, pendidikan, jaminan sosial, lembaga
legislatif dan lembaga hukum, dan lain-lain.
Garofalo dengan tegas menyatakan sebagai berikut : semua jenis dan kelas kejahatan itu
disebabkan oleh anomali moral atau degenerasi ethis/susila, dibarengi kecenderungan-
kecenderungan bawaan yang jahat durjana. Garofalo menamakan penjahat-penjahat yang
melakukan tindak pidana dengan menggunakan kekerasan sebagai buta moral secara total.
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 terdapat lima Teori atau Sekolah/Mazhab yang
sangat menonjol dalam kriminologi, yaitu :
1) Teori yang menitikberatkan pengaruh antropologis yang disebut sebagai
Sekolah/Mazhab Italia.
2) Teori yang menitikberatkan faktor lingkungan sosial yang disebut sebagai Sekolah
Sosiologis atau Mazhab Perancis.
3) Mazhab Biososiologis yang merupakan kombinasi dari Mazhab Italia dan Mazhab
Perancis.
4) Teori susunan ketatanegaraan.
5) Mazhab spiritualitas yang mencari sebab-sebab kejahatan pada faktor tidak
beragamnya individu.

1. Teori yang Menitikberatkan Pengaruh Antropologis (Dekat Sekali dengan Teori


Fisiologis)
Teori ini menyatakan adanya ciri-ciri individual yang karakteristik dan ciri anatomis yang
khas menyimpang, dalam kelompok ini dimasukkan teori atavisme. Sarjana Ferrero berpendapat
bahwa teori atavisme itu memang mempunyai segi-segi kebenarannya, yaitu orang-orang
kriminal itu mempunyai ciri-ciri psikis yang sama dengan orang-orang primitif dalam hal
kemalasan, impulsivitas, cepat naik darah dan kegelisahan psiko-fisik. Semua sifat karakteristik
ini menghambat mereka untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap peraturan-peraturan
peradaban dan uniformitas kesusilaan.
Havelock Ellis menyatakan, bahwa sejarah hidup individu ini merupakan rekapitulasi dari
pertumbuhan speciesnya. Franz Josef Gall (1758-1828) seorang pembina phrenology (ilmu
mengenai tengkorak) dan psikologi fisiologis menyatakan timbulnya kejahatan disebabkan oleh
degenerasi jasmani-rohani, atau oleh retrograde/kemunduran unsur psikis dan fisik, khususnya
kejahatan itu disebabkan oleh efek-efek degeneratif dari pusat otak.
Morel (1857) menambahkan proses degeneratif itu berlangsung atas dasar seleksi alamiah
yang retrogresif. Despine (1868) menyatakan kejahatan itu disebabkan oleh anomalia moral,
sedang Francis Galton, Magnan Fere, Corre de Montajel dan Dallemange dari Perancis
menyatakan adanya relasi antara proses degenerasi dengan kriminalitas.
Marro (Italia) berkata kriminalitas itu disebabkan oleh kerusakan gizi pada sistem syaraf
sentral di otak sehingga mengakibatkan kerusakan fungsi dari mekanisme manusia untuk
mengadakan pengontrolan dan pengendalian diri.
Bonfigli dari Italia dan Kovalevsky dari Rusia menyatakan kejahatan itu disebabkan oleh
pertumbuhan yang defektif dari pusat otak. Sedangkan Esquirol, Pritchard, Despine, dan
Maudsley (1835-1918) menyebutkan sebab kejahatan ialah moral insanity yang sering disertai
gejala epileptik/ayan.
Ingenieros (1917) berkata ada relasi antara kriminalitas dengan gejala psikopatik yang
dituntun oleh anomali-anomali intelektual, volusional/kemauan serta moral. Dalam hal ini
pengaruh personal (pribadi, faktor internal) tepat bertumpuan dengan faktor-faktor eksternal
(lingkungan, masyarakat) sehingga menumbuhkan pola mental yang kriminal.

2. Teori yang Menitikberatkan Faktor Sosial dari Sekolah Sosiologis Perancis


Mazhab ini dengan tegas menyatakan bahwa pengaruh paling menentukan yang
mengakibatkan kejahatan ialah : faktor-faktor eksternal atau lingkungan sosial dan kekuatan-
kekuatan sosial. Gabriel Tarde dan Emile Durkheim menyatakan : kejahatan itu merupakan
insiden alamiah, merupakan gejala sosial yang tidak bisa dihindari dalam revolusi sosial dimana
secara mutlak terdapat satu minimum kebebasan individual untuk berkembang dan juga terdapat
tingkah laku masyarakat yang tidak bisa diduga-duga untuk mencuri keuntungan dalam setiap
kesempatan dan dengan demikian ada fleksibilitas atau kecenderungan untuk melakukan
kejahatan.
Filsuf Aristoteles (384-322 S.M) menyebutkan adanya hubungan di antara masyarakat dan
kejahatan, yaitu dalam wujud peristiwa kemiskinan menimbulkan pemberontakan dan kejahatan
dan kejahatan besar itu tidak diperbuat orang untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan hidup
yang vital akan tetapi lebih banyak didorong oleh keserakahan manusia mengejar kemewahan
dan kesenagan yang berlebih-lebihan.
Juga Thomas van Aquino (1226-1274) menyatakan timbulnya kejahatan disebabkan oleh
kemiskinan. Kemelaratan itu mendorong orang untuk berbuat jahat dan tidak susila.
Gelandangan dan pengangguran tanpa mata pencaharian juga menimbulkan kejahatan, namun
kemewahan juga bisa merusak moral sebab orang-orang yang terlalu amat kaya dan hidup
berfoya-foya biasanya suka memboroskan harta kekayaannya dan apabila mereka itu jatuh
miskin akan mudahlah orang-orang sedemikian itu melakukan kejahatan.
Ringkasnya kemiskinan dan kesengsaraan itu menjadi sumber utama dari timbulnya
kejahatan. Kemiskinan kronis tanpa jalan keluar mengakibatkan banyak orang berputus asa
sehingga kejahatan merupakan satu-satunya jalan untuk menolong kehidupan.
Mazhab Italia dengan Lombroso dan pengikut-pengikutnya yang bercorak antropologis,
sumber kejahatan ada dalam diri penjahat itu sendiri dengan prinsip biologis – antropolgis itu
banyak ditentang oleh mahzab Perancis dengan ide lingkungannya. A. Lacassagne seorang guru
besar ilmu kedokteran kehakiman di Lion menyatakan : sebab – musabab kejahatan yang paling
utama ialah lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang buruk merupakan persemaian yang subur
bagi tumbuhnya kejahatan, tokoh-tokoh penting lainnya ialah L. Manaourier seorang guru besar
di Paris dan G. Trade seorang ahli hukum dan sosiolog. Trade menyatakan bahwa kejahatan itu
bukanlah gejala antropologis akan tetapi merupakan fenomenon sosiologis dan kejahatan ini
subur berkembang melalui peniruan, jadi ada pengaruh-pengaruh eksternal yang jahat dan ditiru
oleh individu-individu yang bersangkutan. Khususnya keluarga sebagai unit sosial terkecil
memberikan stempel dan fondasi primer bagi perkembangan anak. Tingkah laku kriminal dari
orang tua atau salah seorang anggota keluarga memberikan pengaruh yang menulaar dan
infeksius kepada lingkungannya. Anak seorang pencuri biasanya juga akan menjadi pencuri, hal
ini bukan karena sifat-sifatnya pencuri itu menurun atau diwariskan (bukan peristiwa hereditas)
akan tetapi karena pekerjaan mencuri itu merupakan salah satu “usaha rumah tangga/home
industry” yang mengkondisionir pola tingkah laku dan sikap hidup para anggota keluarga lainnya
jadi ada proses pengkondisian.
Pola kriminal dari ayah, ibu atau salah anggota keluarga secara langsung atau tidak langsung
mencetak dan menularkan pola kriminal pada anggota-anggota keluarga lainnya. Maka tradisi
sikap hidup dan falsafah hidup keluarga itu besar peranannya dalam membentuk dan mengubah
tingkah laku setiap anggota keluarga. Ringkasnya tingkah laku kriminal dari orang tua itu mudah
menular kepada anak-anak puber dan adolesens yang belum stabil jiwanya. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat itu memberikan efek
yang baik atau yang buruk kepada pertumbuhan anak-anak, para remaja, dan orang-orang muda.

3. Mazhab Bio – Sosiologis


Ferri seorang pembantu Lombroso dari mazhab Italia merupakan pelopor dari mazhab bio –
sosiologis ini. Mazhab ini mengkombinasikan paham-paham mazhab Italia yang bercorak
biologis – antropologis dengan paham-paham mazhab Perancis yang bersifat sosial atau
sosiologis. Ferri menyatakan bahwa kejahatan itu tidak hanya disebabkan oleh konstitusi biologis
yang ada pada diri individu saja akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor atau pengaruh-
pengaruh eksternal. Dia merumuskan bahwa timbulnya kejahatan itu disebabkan oleh kombinasi
dari kondisi individu (kondisi psiko – fisik) dan kondisi sosial. Pada satu saat unsur yang satu
lebih berpengaruh daripada unsur yang lainnya, namun faktor individulah yang paling dominan
dalam penentuan pola-pola kriminal itu.
Ringkasnya pada saat sekarang ini pendapat-pendapat yang menyatakan “faktor tunggal
sebagai penyebab timbulnya kejahatan” sudah banyak ditinggalkan. Orang lebih banyak
bertumpu pada prinsip faktor jamak sebagai penyebab kejahatan. Aliran baru ini berkembang
dengan pesat dan mendapatkan penganut banyak di negara-negara lain di antaranya : G. A. Van
Hamel (1842-1917) dari Amsterdam profesor D. Simon (1860-1930) seorang ahli hukum pidana
Belanda kriminolog Jerman G. Ashaffenburg (1866-1944) dan Fr. Von Liszt dari Berlin Prins
(1845-1919) dari Belgia.

Anda mungkin juga menyukai