Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBARIK

BAROTRAUMA KULIT

Dosen Pengampuh : Ns. I Gusti L.R. Suparta , S.Kep.,M.M

OLEH KELOMPOK 6

1. Juwida Martiyana Nim: 21 20 0090


2. Meydi Stefani Minggu Nim: 21 20 0078
3. Idha Faisal Nim: 21 20 0036
4. Rossa Dea Porajow Nim: 21 20 0062

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK.III MONGISIDI


TAHUN AJARAN 2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah - Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan Hiperbarik Barotrauma pada kulit yang insyaallah tepat pada waktunya.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa
adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penyusun ucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya, khususnya kepada Teman - teman
kelompok 6 selaku penyusun makalah ini

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak banyak kekurangan.
Akhirnya kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penyusun butuhkan untuk
dijadikan pedoman dalam penyusunan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Manado, Oktober 2023


Penyusun,

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Tujuan penulisan.................................................................................................................1
1. Tujuan Umum.................................................................................................................1
2. Tujuan Khusus................................................................................................................1
C. Manfaat Penulisan...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit.......................................................................................................3
1. Definisi........................................................................................................................3
2. Epidemiologi...............................................................................................................3
3. Etiologi........................................................................................................................4
4. Jenis-jenis Barotrauma................................................................................................4
5. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................5
6. Penatalaksana..............................................................................................................5
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan..................................................................................7
1. Pengkajian...................................................................................................................7
2. Diagnosa Keperawatan................................................................................................8
3. Intervensi Keperawatan...............................................................................................9
4. Implementasi Keperawatan.......................................................................................12
5. Evaluasi Keperawatan...............................................................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................................13
A. Kesimpulan......................................................................................................................13
B. Saran.................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti kulit tengah)
dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan pesawat terbang
atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada kulit, wajah (sinus), dan
paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di dalamnya.
Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang
tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh
kegagalan tuba eustakius untuk menyamakan tekanan dari bagian kulit tengah dan
terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari bawah air saat
menyelam. Barotrauma kulit tengah merupakan cedera terbanyak yang dapat terjadi
pada saat menyelam.
Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada
tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan suatu volume gas dalam ruang
tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat
rusak karena ekspansi atau kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang
berisi gas dalam tubuh (kulit tengah, paru-paru) mejadi ruang tertututup dengan
menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.
Barotrauma merupakan kerusakan jaringan yang terjadi akibat perbedaan antara
keseimbangan tekanan udara di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan
tekanan di sekitarnya. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak
mampu menyamakan tekanan udara di dalam ruang kulit tengah pada waktu tekanan
air bertambah ataupun berkurang

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa, tenaga kesehatan maupun penulis dapat mengetahui
dan mengerti mengenai konsep dasar penyakit Barotrauma Kulit dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Barotrauma kulit
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui secara teori penyakit Barotrauma kulit

1
b) Mengetahui pengkajian pada Pasien dengan penyakit Barotrauma kulit
c) Mengetahui diagnosa keperawatan pada Pasien dengan penyakit Barotrauma
kulit
d) Mengetahui Intervensi keperawatan pada Pasien dengan penyakit Barotrauma
kulit
e) Mengetahui Implementasi keperawatan pada Pasien dengan penyakit
Barotrauma kulit
f) Mengetahui Evaluasi keperawatan pada Pasien dengan penyakit Barotrauma
kulit

C. Manfaat Penulisan
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan juga pembaca dalam hal
mempelajari tentang Asuhan keperawatan Barotrauma kulit

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sekulernya yang terjadi akibat


perbedaan antara tekanan udara (tekanan berometrik) didalam rongga udara
fisiologis dalam tubuh dengan tekana disekitarnya. Peningkatan tekana udara yag
diikuti oleh perubahan volume gas didalam tubuh dapat mengakibatkan trauma
fisik berua barotrauma aural, barotrauma pulmonner, penyakit dekompresi
disbarisme dan emboli udara.
Barotrauma adalah cedera yang terjadi akibat perubahan tekanan udara secara
mendadak. Kondisi ini sering dialami oleh seorang penyelam atau orang yang
rutin bepergian dengan pesawat terbang. Barotrauma ditandai dengan kuping
yang terasa pengang akibat perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar telinga
Barotrauma adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan kerusakan jaringan
yang terjadi akibat ketidakseimbangan tekanan pada rongga udara dalam tubuh
dengan jaringan tubuh.Brarotrauma paling sering terjadi pada pennerbngan dan
penyelaman dengan scuba.
Barotauma adalah kerusakan jaringan yang dihasilkan dari efek langsung
tekanan.Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak mampu
menyamakan tekanan udara di dalam ruang kulit tengah pada waktu tekanan air
bertambah ataupun berkurang.Perubahan yang ekstrim atau ketidakseimbangan
antara tekanan lingkungan dan tekanan dalam yang berhubungan dengan rongga
tubuh dapat menyebabkan kerusakan fisik lapisan jaringan pada rongga.Rongga
tubuh yang paling berisiko mengalami barotrauma adalah kulit tengah, sinus
paranasal, dan paru-paru.

2. Epidemiologi

Barotrauma memiliki prevalensi tertinggi pada masalah kesehatan yang


berhubungan dengan penerbangan dan telah menjadi salah satu faktor dari
kecelakaan penerbangan. Sekitar 55% dari anak-anak dan 20% dari orang dewasa
melaporkan adanya rasa tidak nyaman atau nyeri di kulitnya saat penerbangan.
Insiden dari barotrauma pada penerbang yang sehat mencapai 1,9-9%. Dalam satu
penerbangan, 31% merasakan adanya rasa tidak nyaman di kulitnya saat take off
dan 85% saat landing. Tingginya jumlah penumpang yang bepergian dengan
menggunakan pesawat menyebabkan banyaknya orang yang berisiko mengalami
barotrauma. Barotrauma kulit juga merupakan cedera terbanyak yang dialami saat
menyelam. Sekitar 30% terjadi saat menyelam pertama kali dan 10% terjadi pada
penyelam yang sudah sering melakukan penyelaman.

3
3. Etiologi

Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar seperti
pada penerbangan.Penyelam misalnya pada penyakit dekompresi yang dapat
menyebabkan kelainan pada kulit.Paru-paru sinus paralisis serta emboli udara
pada arteri yang dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang secara tiba-tiba
misalnya pada kulit sewakktu dipesawat yang menyebabkan tuba eustacius gagal
untuk membuka.Jika tuba eustaciustersumbbat tekanan udara didalam kulit
tengan berbeda dari tekanan diluar gendangan kulit menyebabkan barotrauma.
Barotrauma dapat terjadi pada kulit saat menyelam ataupun saat
terbang.Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki dibawah air setara dengan
perubahan tekanan pada ketinggian 18 ribu kaki diatas bumi.Dengan demikian
perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam
dibandingkan pada saat terbang.Hal ini dapat menjelaskan tingginya insiden
barotrauma pada kulit tengah saat menyelam.Namun meskipun insiden relative
lebih tinggi pada saat menyelam, masihh lebih banyak orang bepergian dengan
pesawat.

4. Jenis-jenis Barotrauma

a) Barotrauma aural
Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam,
dibagi menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengan dan dalam,
tergantung dari bagian kulit yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa terjadi
secara bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri.
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar,maka pada waktu
menyelam, air akan masuk kedalam meatusakustikus eksternus. Bila
meatusakustikus eksternustertutup, maka udara yang terjebak, pada wakttu
tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak mungkin di kompensasi
dengan kolapsnya conalis acusticus externus, hal ini berakibat terjadinya
dekongesti, perdarahan dan tertariknya membrana timpani ke lateral. Peristiwa
ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam
rongga canalis acusticus externus sebesar kurang lebih 150 mmHg atau lebih,
yaitu kurang lebih sedalam 1,5 - 2 meter.
Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu
penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba eustachi.Tuba ini biasanya selalu
tertutup dan hanya akan membuka pada waktu menelan, menguap dan valsava
maneuver. Valsava maneuver dilakukan dengan menutup mulut dan hidung, lalu
meniup dengan kuat dengan demikian tekanan didalam pharynxakan
meninngkat sehingga muara dapat terbuka.
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma
telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena melakukan maneuver
valsavayang dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat
barotrauma maka membrane timpani akan mengalami edema dan akan menekan

4
stapes yang terletak pada foramen ovaledan membrane pada foramen rotunda
yang mengakibatkan peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan
merangsang labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada
pemeriksaan “stepping Test”.
b) Barotrauma Sinus.
Rongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan akibat adanya
perbedaan tekanan antara di dalam rongga dan sekitar tubuh adalah sinus
paranasalis. Dinding sinus ini di lapisi mukosa dan muaranya pada cavum nasi.
Ada 4 buah sinus pada tubuh kita, tapi yang sering terganggu adalah 2 buah,
yaitu sinus maxilaris dan sinus frontalis, sedang yang 2 buah lagi, yaitu sinus
ethmoidalis dan sinus sphnoidalis jarang terganggu. Kelainan di sinus- sinus ini
tersebut : Barosinusitis. Presentase kejadiannya kira-kira 1,17 - 1,5%.
Barotrauma terhadap kulit merupakan cedera yang paling sering mengenai
penyelam.Barotrauma pada kulit tengah terjadi akibat kegagalan tuba
Eustachius untuk menyamakan tekanan antara kulit tengah dan lingkungan saat
terjadi perubahan tekanan. Barotrauma akan mudah terjadi apabila perubahan
tekanan semakin cepat dan perbedaan tekanan semakin besar. Gejala yang
sering timbul pada barotrauma kulit meliputi kulit terasa penuh, sakit,
berdengung, pusing, dan penurunan pendengaran.Faktor yang mempengaruhi
barotrauma terdiri dari faktor individu, lingkungan, dan karakteristik pekerjaan.
Berdasarkan penelitian Kartono pada penyelam di Kabupaten Jepara,
menunjukkan bahwa faktor risiko yang paling dominan untuk kejadian
barotrauma adalah faktor kedalaman penyelaman (OR=0.55).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan barotrauma adalah


pemeriksaan lab berupa :
a) Analisa Gas darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya
emboli gas.
b) Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele neurologis
yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
c) Kadar Serum Creatin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan
kerusakan jaringan karena mikroemboli.

6. Penatalaksana

Penting bagi penderita barotrauma kulit untuk tidak melakukan kegiatan


seperti terbang ataupun menyelam hinnga gejala yang dialaminya mereda. Untuk
mengurangi nyeri kulit atau rasa tidak enak pada kulit, pertama-tama yang perlu

5
dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba eustakius dan mengurangi
tekanan dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau menghirup udara,
kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan sambil menutup lubang hidung
dengan tangan dan menutup mulut.
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane
nasalis dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan
menginflasi tuba eustakius dengan perasat politzer, khususnya dilakukan pada
anak- anak berusia 3-4 tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau
kombinasi keduanya selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotik
tidak diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor.
Perasat politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup
sementara ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan kantong politzer atau
apparatus senturi nares yang lain ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan
meletuskan balon dikulitnya, bila tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah
cairan akan terevakuasi dari kulit tengah dan sering terdapat gelembung-
gelembung udara pada cairan

6
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Identitas Pasien :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Agama :
Tanggal Masuk RS :
Alasan Masuk :

A. Pengkajian Primer
1) Airway (jalan napas)
Kaji Bunyi napas tambahan seperti napas ber-bunyi, stridor, ronkhi, pada klien
dengan peningkatan produksi secret, dan kemampuan batuk yang menurun
sehingga sering didapatkan sumbatan jalan nafas.
2) Breathing (pernapasan)
Pada pengkajian breathing dilakukan dengan look, listen, feel yang dinilai yaitu
irama nafas apakah teratur atau tidak teratur atau pola nafas tidak efektif, adakah
hipoksemia berat , adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas , adakah
bunyi whezing atau ronchi.
3) Circulation (sirkulasi)
Hal yang perlu dikaji dan diperhatikan adalah denyut nadi pasien baik frekuensi
dan kualitas denyut nadi pasien, bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun, warna kulit dan kelembaban berubah, missal; pucat sianosis,
berkeringat, edema, haluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat.
Pertanyaan yang bisa muncul yaitu sebagai berikut.
• Apakah nadi takikardi atau apakah bradikardi ?
• Apakah terjadi penurunan TD ?
• Bagaimana kapilery refill ?
• Apakah ada sianosis ?
4) Disability (kesadaran)
Pemeriksaan Neurologis
GCS :E:- , V:- , M:-
Reflex Fisiologis : Reflex Patologis :

7
Kekuatan Otot :

Skala nyeri : -
5) Exposure
Tergantung keadaan pasien, pada beberapa pasien terjadi peningkatan suhu
tubuh ada juga yang tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
B. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Pada kasus barotrauma, ditemukan keluhan utama yaitu nyeri pada kulit.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kronologi pasien dari mulai sakit pada saat itu sampai dirawat di Rumah
Sakit dan perawatan yang sudah di berikan selama di rawat. Pada kasus
barotrauma pasien biasanya mengeluh nyeri kulit, rasa penuh pada kulit,
kehilangan pendengaran, serumen keras, nyeri berat, bahkan penurunan
pendengaran, adanya cairan yang keluar dari kanalis auditorius eksternus,
nyeri tekan pada aural, demam, selulitis, tinnitus, persisten bau busuk
(3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat terdahulu seerti benda asing yang masuk pada kulit,
trauma tulang, hantaman keras pada kulit, reaksi alergi, dll
(4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita penyakit seperti
yang diderita pasien sekarang atau penyakit menular dan keturunan lainnya
seperti DM,HT,TB dll.
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Inspeksi
Adanya otorea, dengan otoskopi : eritema, edema, lesi, adanya benda asing,
cairan abnormal yang keluar dan terjadi peradangan pada membrane timpani
dan edema bahkan hematoma pada sekitar kulit.
(2) Palpasi
Adanya nyeri tekan pada kulit dan sekitar kulit

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisik


2. Risiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit

8
3. Intervensi Keperawatan

NO DX LUARAN INTERVENSI
1 Nyeri Akut b.d Setelah diberikan Manajemen Nyeri
asuhan keperawatan
Agen Pencedera A. Observasi
selama 2x24 jam
Fisik diharapkan nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas, intensitas nyeri
menurun dengan
2. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
1. Keluahan nyeri
4. Identifikasi faktor yang memperberat rasa nyeri
menurun
2. Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan tentang nyeri

3. Sikap protektif 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respons nyeri

menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

4. Gelisah menurun 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan


5. Kesulitan tidur Monitor efek samping penggunaan analgetik
menurun B. Terapeutik
6. Perasaan depresi 1. Berikan terapi komplementer untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
(tertekan) menurun hipnosis, akupresur, terapi musik biofeedback, terapi pemijatan,
7. Ketegangan otot aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin)
menurun 2. Kontrol lingkungan yan memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

9
C. Edukasi
1. Ajarkan terapi komplmenter untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Relaksasi,
pijat, distraksi, terapi bermain)
2. Informasikan penggunaan analgetik
D. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2 Risiko Infeksi b.d Setelah diberikan Pencegahan Infeksi


asuhan keperawatan
kerusakan A. Observasi
selama 2x24 jam
integritas kulit diharapkan Tanda tanda 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
infeksi tidak ada dengan
kriteria hasil
1. Kemerahan tidak ada B. Terapeutik
2. Rasa panas
1. Batasi jumlah pengunjung
menurun
3. Eksudat tidak ada 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Pus tidak ada
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
5. Edema tidak ada
pasien
4. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko tinggi

C. Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Aj arkan cara mencuci tangan dengan benar

10
3. Aj arkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
D. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

11
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan rencana


keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi. Penatalaksanaan nyeri adalah pengurangan nyeri sampai pada tingkat
kenyamanan yang dapat diterima pasien. Penatalaksanaan tersebut terdiri dari dua tipe
dasar tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier et al.,
2010). Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi
ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat pada rencana keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai keberhasilan rencana


tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila hasil yang diharapkan belum tercapai,
intervensi yang sudah ditetapkan dapat dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa struktur,
proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan
keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assessment,
planning) (Achjar, 2012).
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul (2012), yaitu format
SOAP yang terdiri dari :
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan yang diberikan. Pada pasien cephalgia dengan nyeri akut diharapkan
keluhan nyeri berkurang.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan.
c. Analysis, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil. Kemudian ditarik kesimpulan dari tiga kemungkinan
simpulan, yaitu :
1) Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukan perubahan dan
kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu respon pasien yang menunjukan masih dalam
kondisi terdapat masalah.
3) Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak menunjukan adanya perubahan
kearah kemajuan.
d. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisis.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Barotrauma adalah cedera yang terjadi akibat perubahan tekanan udara secara
mendadak. Kondisi ini sering dialami oleh seorang penyelam atau orang yang rutin
bepergian dengan pesawat terbang. Barotrauma ditandai dengan kuping yang terasa
pengang akibat perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar telinga Barotrauma
adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan kerusakan jaringan yang terjadi
akibat ketidakseimbangan tekanan pada rongga udara dalam tubuh dengan jaringan
tubuh.Brarotrauma paling sering terjadi pada pennerbngan dan penyelaman dengan
scuba.
Etiologi : memakai dry/wet suit yg tidak cocok
Patof : terjadi rongga udara antara kulit & pakaian → saat turun, tek dalam rongga
udara tadi jd relatif – terhadao tek di sekelilingnya → kulit terhisap pd rongga
udara tersebut
Gejala : timbul garis hiperemis sesuai lipatan pakaian yg membentuk rongga udara
Prognosis : sembuh dlm beberapa hari

B. Saran
Mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dasar dari penyakit barotrauma
dan menggunakan ketrampilannya dalam menangani kasus gawat darurat pada
sistem panca indra khususnya pada kasus barotrauma

13
DAFTAR PUSTAKA

Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 1997. Hal. 90-2.
Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Telinga. Medan: Bagian Ilmu Penyakit THT
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;1-22.
Hernawati. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru dalam Sistem Pernapasan Manusia pada
Kondisi Latihan dan Perbedaan Ketinggian. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Indonesia. 2012;1-25.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, shirlee J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik (7th ed.). Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indoensia Edisi I.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawata Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Luaran Keperawatan Indoensia Edisi I. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawata Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indoensia Edisi I.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawata Nasional Indonesia

14

Anda mungkin juga menyukai