KIMIA UNSUR
Dosen pengampu:
Asiyah Nurrahmajanti, M. Si.
Tanggal Praktikum : Kamis, 18 Oktober 2018
Tanggal Pengumpulan Laporan : Kamis, 25 Oktober 2018
Disusun oleh :
Ghifar Alfaqih
1177040029
Kelompok 4
Nama anggota:
Atik Atikah 1177040015
Aulia Rahmah 1177040016
Esa Sofariah 1177040024
Humanita Maharani 1177040033
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
BAB I
TINJAUAN PUSAKA
A. Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum kali ini diantaranya:
1. Mengidentifikasi sifat kemagnetan tiap sampel yang diuji
2. Menganalisis kelarutan dari sampel yang digunakan
3. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kelarutan
4. Mengidentifikasi reaksi yang terjadi pada sampel dengan pereaksi NaOH, NaCl,
NH4Cl, Na2CO3, Na3PO4, EDTA, Na2SO4 dan NH4OH
B. Teori Dasar
Secara kajian substansi (zat), Kimia Anorganik merupakan Ilmu Kimia yang paling luas
ruang lingkupnya. Dapat dikatakan bahwa semua bidang keilmuan eksakta dan rekayasa
yang memiliki kepentingan zat secara langsung maupun tidak langsung tidak terlepas dari
cabang ilmu kimia ini. Lebih dari 99% kandungan planet yang kita huni adalah zat
anorganik, hanya kurang dari 1% adalah zat organik.(Suhendar, 2013)
Unsur-unsur dalam satu golongan mempunyai banyak persamaan sifat kimianya,sifat-
sifat kimia ditentukan oleh elektron valensinya,yaitu elektron yang terdapat pada kulit
lintasan yang terluar.Karena elektron valensi unsur yang segolongan sama,dengan
sendirinya sifat kimianya juga sama (Sukardjo,1985).
Unsur golongan alkali sangat elekropositif dan reaktif.Unsur ini karena reaktifnya tidak
terdapat dalam keadaan bebas di alam.Fransium merupakan unsur yang radioaktif.Semua
unsure golongan ini merupakan penghantar panas dan listrik yang baik.karena lunaknya
logam golongan ini dapat dipotong dengan pisau,semuanya merupakan reduktor yang kuat
dan mempunyai panas jenis yang rendah (Sukardjo,1985:373).
Logam alkali dalam keluarga IA dari table berkala dan logam alkali tanah dalam
keluarga IIA dinamakan demikian karena kebanyakan oksida dan hidroksidanya termasuk
di antara basa (alkali) yang paling kuat yang dikenal. Ciri khas yang paling menyolok dari
logam alkali dan alkali tanah adalah keaktifannya yang luar biasa besar.Karena logam-
logam ini begitu aktif sehingga mereka tak terdapat sebagai unsur,bila bersentuhan dengan
udara atau air.Tak satupun dari unsur- unsur IA dan IIA terdapat di alam dalam keadaan
unsurnya.Semua unsur alkali terdapat dalam senyawaan alam sebagai ion unipositif
(positif-satu),semua unsur alkali tanah terdapat sebagai ion dipositif (positif-dua)
(Keenam,1980).
Logam alkali dan alkali tanah adalah zat pereduksi yang sangat kuat,karena begitu
mudah kehilangan elektron.Mereka mudah bergabung dengan kebanyakan unsur
nonlogam,membentuk senyawaan ion seperti halida,hidrida,oksida dan sulfida. Halida
anhidrat dapat dibuat dengan dehidrasi dari garam hidrat.Halida-halida magnesium dan
kalsium mudah menyerap air.Kemampuan untuk membentuk hidrat seperti juga
kelarutannya dalam air menurun dengan naiknya ukuran dan halide-halida Sr,Bad an Ra
biasanya anhidrat.Hal ini melengkapi kenyataan bahwa energi menurun secara lebih cepat
daripada energi kisi dengan bertambahnya ukuran M2+ (Cotton,1989).
Untuk tujuan analisis kualitatif sistematik kation-kation diklasifikasikan ke dalam 5
golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap reagensia.
Kelima golongan kation dan ciri-ciri khas golongan-golongan ini adalah sebagai
berikut:
1. Golongan I : kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida encer.
Ion ion golongan ini adalah timbel, merkurium(I), dan perak.
2. Golongan II : kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi
membentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion-
ion golongan ini adalah merkurium(II), tembaga, bismut, kadmium, arsenik(III),
arsenik(V), stibium(III), stibium(V), timah(II), dan timah (III) (IV).
3. Golongan III : kation golongan ini tidak bereaksi dengan HCl encer, ataupun dengan
H2S dalam suasana asam mineral encer. Kation-kation golongan ini adalah kobalt(II),
nikel(II), besi(II), besi(III), kromium(III), aluminium, zink, dan mangan(II).
4. Golongan IV : kation golongan ini tak bereaksi dengan reagensia golongan I, II, dan
III. Kation-kation golongan ini adalah kalsium, strontium dan barium.
5. Golongan V : kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan reagensia-
reagensia golongan I, II, III dan IV, merupakan golongan kation yang terakhir, yang
meliputi ion-ion magnesium, natrium, kalium, amonium, litium dan
hidrogen.( Petrucci,1997).
Benda magnet mempunyai kemampuan menarik benda-benda lain yang lebih ringan ke
arah dirinya. Dalam hal ini ada magnet permanen atau magnet tetap, artinya kemampuan
menarik ini tidak lenyap, dan magnet sementara artinya kemampuan menarik menjadi
lenyap jika penyebab timbulnya sifat magnet dihilangkan. Misalnya, logam yang dililiti
kumparan arus listrik menjadi magnet yang kemudian disebut sebagai elektromagnet.
Namun, jika arus listrik dihilangkan maka sifat magnet menjadi hilang pula. Pada logam
transisi pun juga memiliki sifat magnetik yaitu sifat diamagnetik, paramagnetik,
feromagnetik ,dan antiferomagnetik.
2. Sifat Paramagnetik
Semua senyawa dengan momen magentik permanen menunjukkan sifat
paramagnetik normal. Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet
atomis masing-masing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet
atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol (Halliday & Resnick, 1989). Hal
ini disebabkan karena gerakan atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet
atomis masing-masing atom saling meniadakan.
Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektron-elektronnya akan berusaha
sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan
magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi
terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya
medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi
pengaruhnya sangat kecil.
Paramagnetisme adalah suatu bentuk magnetisme yang hanya terjadi karena adanya
medan magnet eksternal. Paramagnetisme diinduksi oleh momen magnet permanen
elektron tak berpasangan dalam molekul dan suseptibilitas molarnya berbanding lurus
dengan momentum sudut spin elektron. Ciri-ciri dari bahan paramagnetic adalah:
a. Bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom/molekulnya tidak
sama dengan nol
b. Jika solenoida dimasuki bahan ini akan dihasilkan induksi magnet yang lebih besar
c. Permeabilitasrelatif paramagnetik adalah µ> 1
3. Sifat Ferromagnetik
Berdasarkan sifat medan magnet atomisnya bahan-bahan ferromagnetik sangat
mudah di pengaruhi oleh medan magnetik karena mempunyai resultan medan magnet
atomis yang besar, hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron.
Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada
atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing
spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga
total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar.
Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat,
sehingga interaksi diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom
akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok.
Kelompok atom yang mensejajarkan dirinya dalam suatu daerah dinamakan
domain. Bahan feromagnetik sebelum diberi medan magnet luar mempunyai domain
yang momen magnetiknya kuat, tetapi momen magnetik ini mempunyai arah yang
berbeda-beda dari satu domain ke domain yang lain sehingga medan magnet yang
dihasilkan tiap domain saling meniadakan. Bahan ini jika diberi medan magnet dari
luar, maka domain-domain ini akan mensejajarkan diri searah dengan medan magnet
dari luar.
Semakin kuat medan magnetnya semakin banyak domain-domain yang
mensejajarkan dirinya. Akibatnya medan magnet dalam bahan ferromagnetik akan
semakin kuat. Setelah seluruh domain terarahkan, penambahan medan magnet luar
tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang disearahkan.
Keadaan ini dinamakan jenuh atau keadaan saturasi. Jadi, Ferromagnetisme adalah
sebuah fenomena dimana sebuah material dapat mengalami magnetisasi secara spontan,
dan merupakan satu dari bentuk kemagnetan yang paling kuat. Fenomena inilah yang
dapat menjelaskan kelakuan magnet yang kita jumpai sehari-hari. Ferromagnetisme
merupakan dasar untuk menjelaskan fenomena magnet permanen. Ciri-ciri bahan
ferromagnetik adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang mempunyai resultan magnetis atomis besar
b. Tetap bersifat magnetik (sangat baik sebagai magnet permanen)
c. Jika solenoida diisi bahan ini akan dihasilkan induksi magnetik sangat besar.
4. Sifat Antiferomagnetik
Antiferomagnetik terjadi dalam zat dimana setiap ion atau atom paramagnetik
saling berdekatan, dan masing-masing sangat dipengaruhi oleh orientasi yang
berlawanan dari momen magnetik tetangganya, hingga menyebabkan peniadaan
sebagian.
Sifat tersebut antara lain terdapat pada MnO, bahan keramik yang bersifat ionik
yang memiliki ion-ion Mn2+ dan O2-. Tidak ada momen magnetik netto yang
dihasilkan oleh ion O2-, hal ini disebabkan karena adanya aksi saling menghilangkan
total pada kedua momen spin dan orbital. Tetapi ion Mn2+ memiliki momen magnetik
netto yang terutama berasal dari gerak spin. Ion-ion Mn2+ ini tersusun dalam struktur
kristal sedemikian rupa sehingga momen dari ion yang berdekatan adalah antiparalel.
Karena momen-momen magnetik yang berlawanan tersebut saling menghilangkan,
bahan MnO secara keseluruhan tidak memiliki momen magnetik.
Bahan Antiferomagnetik mempunyai suseptibilitas magnetik berharga positif dan
lebih kecil daripada yang diharapkan bagi suatu tatanan ion magnetik yang bebas.
Kopling antiferomagnetik menyangkut interaksi melalui anion-anionnya yang terletak
diantara atom-atom logam dalam kristal, dan menghilang dalam larutan encer.
Beberapa material padatan paramagnetik menjadi feromagnetikpada temperatur
rendah membentuk domain magnetik, yang di dalamnya ribuan spin elektron paralel
satu sama lain. Suhu transisi paramagnetik-feromagnetik disebut suhu Curie. Bila spin
tersusun antiparalel satu sama lain, bahan menjadi antiferomagnetik, dan suhu transisi
paramagnetik-anti-feromagnetik disebut suhu Neel.Bahan menjadi ferimagnetik bila
spinnya tidak tepat saling menghilangkan, sehingga masih ada kemagnetannya. Kini,
usaha untuk membuat ion logam paramagnetik tersusun untuk menginduksi interaksi
feromagnetik antar spin-spinnya. Efek ini tidak mungkin dalam kompleks monointi.
Ciri-ciri bahan antiferomagnetik adalah sebagai berikut:
a. Umumnya, arah magnetisasi paralel atau antiparalel dengan sumbu kristalografi
b. Derajat tatanannya rentang-jauh berkurang secara progresif dengan meningkatnya
suhu dan menjadi nol pada suhu kritis, Tn (temperatur Neel)
5. Sifat ferimagnetik
Material ini mempunyai susceptibilitas magnetik yang sangat besar dan tergantung
pada suhu, domain-domain magnetik dalam material ini terbagi-bagi dalam keadaan
daerah yang menyearah saling berlawanan tetapi momen magnetik totalnya tak nol jika
medan luar nol. Praktis semua mineral magnetik adalah ferrimagnetik. Meskipun dalam
beberapa hal magnetisasi batuan bergantung terutama pada kekuatan sesaat dar sesaat
dari medan magnetik bumi di sekeliling dan kandungan mineral magnetiknya.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
B. Skema
1. Uji Kemagnetan
2. Uji Kelarutan dan Kereaktifan
C. Prosedur Percobaan
Pertama disiapkan sampel,Ba(NO3)2, I2, FeSO4, C, Al, NiSO4, KNO3, SiO2, K2CrO4,
Bi, BaCl2, Zn, Cu, CaCO3, Mn, NaF, disiapkan tabung reaksi dan spatula (satu spatula
untuk satu sampel). Kemudian dimasukan masing-masing sampel kedalam tabung reaksi
secukupnya.Selanjutnya dilakukan uji berikut :
1. Uji Magnet
Didekatkan magnet pada tabung yang paling dekat dengan zat, kemudian diubah-
ubah posisi magnetnya ( S dan U) interaksi yang terjadi diamati dan dibandingkan
kekuatan interaksinya antara satu zat dengan zat yang lainnya.
2. Uji Kelarutan
Padatan dicampurkan dengan pelarut yang memiliki kemampuan berbeda-beda,
digunakan urutan tingkat daya pelarut sebagai berikut: akuades, akuades dipanaskan,
HCl encer, HCl encer dipanaskan, HCl pekat, HCl pekat dipanaskan, HNO3 encer,
HNO3 encer dipanaskan, HNO3 pekat, HNO3 pekat dipanaskan, air raja dan terakhir air
raja dipanaskan. Dicatat hasil-hasil pelarutan tersebut dalam bentuk tabel pengamatan.
3. Uji Reaksi
Sampel yang telah dilarutkan pada uji kelarutan sebelumnya, masing-msing dibagi
kedalam delapan tabung reaksi (sesuai dengan pereaksinya). Pada masin-masing tabung
reaksi diberikan larutan : NaOH, NaCl, Na2SO4, Na2CO3, NH4OH, EDTA, NH4Cl, dan
Na3PO4. Penambahan tidak dilakukan pada zat-zat yang sama. Diamati semua
perubahan yang terjadi yang menjadi ciri-ciri adanya reaksi.
BAB III
HASIL DAN PENGAMATAN
A. Data Pengamatan
Tabel 3.1 Uji Kelarutan Sampel
Pelarut
Sampel
Akuades Panaskan HCl(e) HCl(p) HNO3(e) HNO3(p) Air raja
Ba(NO3)2 TL L (tb) - - - - -
(+) panas
Larut -
Iodin TL TL TL L (warna -
sebagian
kuning)
L
FeSO4 (warna - - - - - -
kuning)
C TL TL TL TL TL TL TL
L
(warna -
Al TL TL TL - -
abu-
abu)
L (warna
Larut -
NiSO4 hijau - - - -
sebagian
kebiruan)
KNO3 L (tb) - - - - - -
SiO2 TL TL TL TL TL TL sebagian
(tb)
L
K2CrO4 (warna - - - - - -
kuning)
L
Bi TL TL TL (warna - - -
kuning)
BaCl2 L (tb) - - - - - -
L (tb,
Zn TL TL TL timbul - - -
gas)
L (warna -
Cu TL TL TL TL TL
hijau)
L (tb,
CaCO3 TL TL TL timbul - - -
gas)
Mn TL TL TL TL TL TL TL
NaF L (tb) - - - - - -
kuning gas
Sedikt End.
Sedikt Sdkit Sedikit Gel
Gel Sedikt endapan Abu,
Al endap endapa endapa putih
putih endapan , gel lar.
an n n
putih keruh
Lar.
KNO3 TB TB TB TB TB TB TB Merah
muda
Sedikit Endapan
Koloid Merah
Bi Keruh TB TB koloid TB putih
putih muda
putih
NaF TB TB TB TB TB TB TB TB
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan tiga analisis yang bersifat kualitatif. Analisis yang
dimaksud yaitu analisis sifat kemagnetan, analisis kelarutan dan analisis kereaktifan
sampel terhadap pereaksi tertentu. Berikut pembahasannya.
Percobaan pertama, pengujian sifat kemagnetan. Salah satu hal yang mempengaruhi
sifat kemagnetan yaitu banyaknya jumlah elektron spin yang tidak berpasangan. Semakin
banyak eletron spin yang tidak berpasangan maka sifat kemagnetannya akan semakin kuat.
Tetapi jika konfigurasi sub kulit terakhirnya terisi setengah penuh, maka sifatnya menjadi
diamagnetik. Kebanyakan zat yang mempunyai sifat paramagnetik dan diamagnetik
berasal dari blok sub kulit d. Mula-mula, padatan sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian magnet didekatkan ke tabung reaksi dekat dengan sampel bergantian
antara kutub S dan U magnet. Dari percobaan yang dilakukan, semua sampel tidak
memberikan reaksi ketika didekatkan dengan magnet. Dari hal ini didapat hipotesis bahwa
semua sampel bersifat diamagnetik (tidak terpengaruh medan magnet).
Namun jika dilihat dari jenis sampelnya, beberapa diantaranya seperti besi seharusnya
bersifat ferromagnetik serta nikel (Ni) dan tembaga (Cu) harusnya bersifat paramagnetik.
Tetapi dari hasil percobaan hasilya tidak menunjukkan sedikitpun reaksi pada magnet.
Fenomena ini bias disebabkan oleh beberapa hal. Pada besi dan Ni, penyebabnya kerena
kedua sampel yang digunakan itu dalam bentuk senyawa, yaitu FeSO4 dan NiSO4.
Sedangkan besi akan bersifat ferromagnetick dalam bentuk unsurnya. Kemudian padaCu
hal tersebut disebabkan karena sifat paramagnetiknya sangat lemah sehingga interaksi
dengan magnetnya tidak bisa teramati. Alasan lemahnya sifat paramagnetick kedua unsur
ini yaitu karena elektron spin tak berpasangannya sedikit, Ni memiliki dua dan Cu
memiliki satu. Sedangkan untuk Zn dan Mn karena mereka penuh dan setengah penuh
menyebabkan keduanya bersifat diamagnetik. Kemudian untuk unsur yang lain memang
bersifat diamagnetik.
Percobaan kedua, pengujian kelarutan. Pada pengujian kelarutan, pelarut yang
digunakan yaitu akuades, asam klorida (encer & pekat), asam nitrat dan air raja. Mula-
mula, sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian sampel ditambah dengan
pelarut. Pelarut yang pertama digunakan yaitu akuades dingin, apabila tidak larut
kemudian dipanaskan. Jika masih belum larut dilanjut dengan menambahkan HCl encer.
Jika belum larut, dipanaskan. Dan jika belum larut juga ditambah HCl pekat. Begitu
seterusnya hingga sampel dapat larut sempurna.
Berdasarkan tabel 3.1 dapat dilihat bahwa masing-masing sampel memiliki kelarutan
yang berbeda-beda. Kelarutan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu
kepolaran, harga Ksp dan energy ikatan dalam padatan. Seperti yang sudah kita ketahui
bahwa senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non-polar akan larut
dalam pelarut non-polar. Disini kita akan bahas berdasarkan pelarutnya.
Yang pertama, senyawa dan unsur yang larut dalam akuades. Senyawa dan unsur yang
dapat larut dalam akuades bersifat polar dan harga Ksp-nya relatif rendah. Kebanyakan
senyawa yang larut dalam air berasal dari golongan IA, IIA dan logam golongan B. Untuk
golongan IA, semua senyawanya larut dalam air sedangkan golongan IIA dan golongan B
kelarutannya bergantung pada anion yang berikatan dengannya. Pada praktikum ini
senyawa yang larut dalam air meliputi FeSO4, Ba(NO3)2, NiSO4, KNO3, K2CrO4, BaCl2
dan NaF. Meskipun semua senyawa tersebut larut, tetapi mereka larut dalam kondisi suhu
yang berbeda ada yang larut pada akuades dingin dan ada yang larut pada akuades panas.
Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan energi kisi masing-masing senyawa
yang mana mempengaruhi kecenderungan untuk membentuk ion. Ba(NO3)2 dan NiSO4
larut dalam akuades panas sedangkan FeSO4, KNO3, K2CrO4, BaCl2 dan NaF sudah larut
dalam akuades dingin. Hal ini menunjukan bahwa energi kisi dari Ba(NO3)2 dan NiSO4
lebih tinggi.
Dari beberapa senyawa di atas terdapat senyawa yang mengandung kation dar golongan
IIA dan golongan B. Senyawa dari kation golongan IIA yaitu Ba(NO3)2 dan BaCl2. Kedua
senyawa ini larut karena anion yang diikat merupakan anion yang mudah larut. Bisa dilihat
pada table 3.1 bahwa kation golongan IIA yang berikatan dengan ion karbonat tida larut
dalam akuades, yaitu CaCO3. Ini dikarenakan kation golongan IIA jika membentuk
senyawa dengan ion karbonat memiliki energy kisi yang lebih besar dibandingkan
senyawa sulfatnya. Kemudian Senyawa dan unsur golongan B yang larut yaitu FeSO4 dan
NiSO4. Untuk golongan B, unsur dan senyawa oksidanya sukar larut dalam akuades
seperti SiO2, Zn, Cu dan Mn. Dalam bentuk unsur, ikatan antar molekulnya relatif kuat
dimana energy solvasi akuades tidak cukup kuat untuk memutusnya. Sedangkan pada
senyawa oksidanya, energy ikatannya lebih kuat disbanding energy solvasi akuades.
Kedua, pelarut HCl. Senyawa yang larut dalam HCl yaitu Al, Bi dan CaCO3. Yang
larut dalam HCl kebanyakan berasal dari unsur golongan IIIA dan senyawa karbonat dari
kation golongan B. Ketiga sampel diatas tidak larut dalam HCl encer dan larut dalam HCl
pekat. Ini menunjukkan bahwa energi kisi dari ketiganya lebih besar dari energi solvasi
HCl encer.
Ketiga, pelarut HNO3. Senyawa yang larut dalam HNO3 yaitu iodin(I2) dan Cu.
Keduanya larut dalam konsentrasi yang berbeda. I 2 larut dalam HNO3 encer sedangkan
Cu larut dalam HNO3 pekat. Hal ini menunjukkan bahwa energi kisi dari Cu lebuh besar
dari I2.
Keempat, air raja. Air raja merupakan pelaut yang kuat. Dari sampel yang digunakan,
SiO2 larut sebagian dalam air raja.
Kemudian ada dua sampel yang tidak larut dalam keempat pelarut yaitu Mn dan karbon
(C). Unuk Mn, mungkin karena energy kisi dalam bentuk unsurnya sangat besar sehingga
membutuhkan suhu yang sangat tinggi untuk melarutkannya. Namun mungkin tidak bisa
disebut sebagai pelarutan karena pelarut akan menguap lebih dahulu sebelum Mn larut.
Sedangkan pada kasus karbon tidak akan larut karena karbon merupakan unsur non-polar
sedangkan pelarut yang digunakan dalam praktikum ini bersifat polar. Karbon dapat larut
dalam pelarut non-polar.
Percobaan ketiga yaitu menguji kereaktifan sampel dengan beberapa pereaksi. Pereaksi
yang pertama yaitu NaOH. Berdasarkan data pada table 3.2 ketika direaksikan dengan
NaOH sebagian sampel menghasilkan endapan, sebagian menghasilkan larutan berwarna
dan sebagian lagi menghasilkan larutan tak berwarna. Sampel yang menghasilkan endapan
diantaranya Bi, BaCl2, Zn, CaCO3, NiSO4, Al dan Mn. Bi menghasilkan larutan keruh
yang disebabkan adanya endapan Bi(OH)3 yang menyebar di dalam larutan. Kemudian
BaCl2 juga menghasilkan larutan keruh yang disebabkan karena adanya endapan Ba(OH)2
yang menyebar di dalam larutan. Lalu Zn menghasilkan endapan putih yang mana endapan
tersebut adalah Zn(OH)2. Kemudian CaCO3 ketika direaksikan dengan NaOH
menghasilkan endapan putih yang mana endapan itu adalah Ca(OH)2. Selanjutnya ketika
sampel NiSO4 yang ditambah NaOH menghasilkan endapan hijau yaitu Ni(OH)2. Warna
hijau disebabkan oleh Ni dimana Ni merupakan anggota golongan B yang terkenal
memiliki beragam warna ketika berikatan dengan anion bergantung pada jenis anion dan
bilangan oksidasinya. Lalu sampel Al yang direaksikan dengan NaOH menghasilkan
larutan tidak berwarna dengan gel berwarna putih. Gel ini yaitu Al(OH) 3 yang berfasa
padat tetapi tidak cukup massa untuk mengendap di dasar tabung reaksi. Yang terakhir Mn
yang membentuk endapan berwarna coklat dimana endapan tersebut adalah
Na2[Mn(OH)4].
Selanjutnya sampel yang ketika direaksikan dengan NaOH menghasilkan larutan saja,
ada yang berwarnaberwarna meliputi iodin, C, FeSO4, K2CrO4 dan Cu serta ada pula yang
menghasilkan larutan tak berwarna meliputi NaF, SiO2, Ba(NO3)2. Sampel iodin
menghasilkan larutan berwarna kuning pudar. Warna kuning ini dihasilkan oleh NaI.
Kemudian sampel C menghasilkan larutan berwarna hijau kecoklatan. Lalu pada sampel
K2CrO4 menghasilkan larutan berwarna kuning yang mana penyebabnya adalah Na2CrO4.
Sedngkan Cu ketika direaksikan dengan NaOH menghasilkan larutan hijau metalik. Warna
ini disebabkan oleh senyawa Cu(OH)2. Sedangkan NaF, SiO2, Ba(NO3)2 tidak
menghasilkan warna dikarenakan senyawanya cenderung tidak menghasilkan warna.
Pereaksi kedua yaitu NaCl. Pada penambahan pereaksi NaCl kebanyakan menghasilkan
larutan sedangkan yang menghasilkan endapan hanya BaCl2 dan Al. Padasampel Al
dihasilkan larutan keruh yang disebabkan oleh AlCl3 yang terbentuk. Namun
konsentrasinya sedikit sehingga tidak cukup massa untuk sampai mengendap pada dasar
tabung reaksi. Sedangkan pada BaCl2 hanya terjadi penambahan konsentrasi Cl yang
menyebabkan BaCl2 yang tadinya sudah larut menjadi mengendap kembali karena
penjenuhan ini. Kemudian pada sampel Cu, K2CrO4, NiSO4, FeSO4 dan iodin
menghasilkan larutan berwarna. Pada Cu menghasilkan larutan berwarna biru muda yang
disebabkan oleh CuCl2. Pada K2CrO4 menghasilkan larutan berwarna kuning yang
disebabkan oleh senyawa Na2CrO4. Ion CrO42- inilah yang memberi warna pada larutan.
Lalu pada sampel NiSO4 hijau tosca yang disebabkan oleh NiCl2. Pada FeSO4
menghasilkan larutan putih gading yang mana berasal dari senyawa FeCl2. Kemudian pada
iodin berwarna kuning. Sedangkaan pada Ba(NO3)2, C, KNO3, SiO2, Bi, BaCl2, Zn,
CaCO3, Mn dan NaF menghasilkan larutan tidak berwarna.
Ketiga pereaksi NH4Cl. Dari table 3.2 dapat dilihat data tentang penambahan pereaksi
NH4Cl sebagai berikut. Reaksi dengan Ba(NO3)2 menghasilkan gas yang mana gas tersebut
kemungkinan NH3. Lalu pada sampel iodin menghasilkan larutan berwarna kuning. Warna
kuningnya berasal dari iodin. Pada FeSO4 menghasilkan larutan berwarna putih yang
berasal dari FeCl2. Lalu pada sampel karbon mengasilkan larutan tak berwarna dan ada
gas yang muncul. Reaksi dengan al menghasilkan endapan, kemungkinan endapannya
AlCl3. Lalu reaksi dengan NiSO4 menghasilkan larutan hijau tosca yang disebabkan oleh
senyawa NiCl2. Kemudian reaksi dengan K2CrO4 menghasilkan wrna kuning yang dibawa
oleh ion CrO42- yang berikatan dengan NH4+. Lalu pada Cu menghasilkan larutan dengan
warna khas Cu yaitu biru dimana Cu berikatan dengan ion Cl- menjadi CuCl2. Dan pada
reaksi dengan Mn menghasilkan larutan abu-abu yang berasal dari senyawa MnCl . selain
itu dari reaksi dengan Mn ini menghasilkan gas NH3. Sedangkan reaksi dengan KNO3,
SiO2, Bi, BaCl2, Zn, CaCO3 dan NaF menghasilkan larutan tidak berwarna.
Keempat pereaksi Na2CO3.. Reaksi dengan Ba(NO3)2 menghasilkan gas yaitu gas CO2.
Kemudian reaksi dengan iodin menghasilkan larutan warna kuning yang berasal dari iodin
dan gas. Kemungkinan gas nya merupakan gas CO2. Lalu reaksi dengan FeSO4 -
menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan yang berasal dari FeCO3. Kemudian reaksi
dengan NiSO4 menghasilkan endapan putih kehijauan yang mana endapan ini yaitu
senyawa NiCO3 dan wara hijau pada endapan berasal dari Ni. Selanjutanya reaksi dengan
silika (SiO2) menghasilkan gelembung gas yang mana diduga sebagai gas CO2. Kemudian
reaksi dengan K2CrO4 menghasilkan larutan berwarna kuning yang berasal dari Na2CrO4.
Pada reaksi dengan Bi menghasilkan koloid putih yang berasal dari Bi2(CO3)3. Kemudian
reaksi dengan BaCl2 menghasilkan larutan berwarna putih susu yang berasal dari BaCO3.
Reaksi dengan Zn menghasilkan endapan warna putih yang diduga sebagai ZnCO3. Reaksi
dengan Cu menghasilkan larutan berwarna biru, larutan khas dari kebanyakan senyawa
Cu. Kemudian reaksi dengan CaCO3 menghasilkan endapan putih dimana endapan ini
adalah CaCO3. CaCO3 yang sudah larut mengendap lagi dikarenakan adanya penambahan
anion CO32- yang berasal dari Na2CO3. Selanjutnya reaksi dengan Mn menghasilkan gas
berbau. Namun jika dilihat dari persamaan reaksi, tidak ada gas yang terbentuk.
Kemungkinan gas tersebut adalah gas NO2 yang berasal dari pelarut HNO3 mengingat
ketika uji pelarutan semua pelarut ditambahkan kedalam sampel secara berurutan.
Sedangkan sampel C, KNO3 dan NaF menghasilkan larutan tak berwarna.
Kelima pereaksi Na3PO4. Ketika direaksikan dengan iodin menghasilkan larutan
berwarna jingga yang berasal dari senyawa NaIO3 yang mengandung I. Selanjutnya ketika
direaksikan dengan FeSO4 menghasilkan larutan putih warna keruh. Yang membuat hasil
reaksi berwarna putih keruh diduga Fe3(PO4)2. Kemudian reaksi dengan Al menghasilkan
sedikit endapan putih dan gel putih. Endapan dan gel ini kemungkinan AlPO4. Lalu reaksi
dengan NiSO4 menghasilkan larutan hijau keputihan kental yang berasal dari Ni3(PO4)2.
Lalu pada reaksi dengan K2CrO4 menghasilkan larutan berwarna kuning yag berasal dari
senyawa Na2CrO4. Selanjutnya reaksi dengan Bi menghasilkan sedikit koloid putih yang
diduga terdiri dari BiPO4 dan Na+. Kemudian reaksi dengan BaCl2 menghasilkan endapan
putih yang mungkin berasal dari Ba2(PO4)2. Lalu dengan Zn menghasilkan larutan keruh
yang disebabkan oleh Zn3(PO4)2 atau bisa berasal dari pengotor lain. Pada reaksi dengan
CaCO3 menghasilkan endapan putih yang berasal dari ion Ca2+ yang berikatan dengan ion
PO43- menjadi Ca3(PO4)2. Lalu reaksi dengan Mn menghasilkan endapan putih.
Sedangkan reaksi dengan Ba(NO3)2, C, KNO3, SiO2 dan NaF menghasilkan larutan tak
berwarna.
Keenam, pereaksi EDTA. Reaksi dengan EDTA kebanyakan menghasilkan senyawa
kompleks. Penambahan terhadap iodin menghasilkan larutan berwarna kuning namun
tidak ada reaksi yang terjadi. Kemudian pada reaksi dengan Al menghasilkan endapan
hitam dan larutan keruh, bisa jadi dibabkan oleh adanya AlCl3 yang mengendap
dikrenakan adanya penambahan EDTA. Lalu pada sampel NiSO4 menghasilkan larutan
berwarna biru muda yang disebabkan oleh ion kompleks [Ni(EDTA)]-. Pada K2CrO4
dihasilkan larutan berwarna kuning yang mana merupakan perpaduan dari ion CrO4- dan
[KEDTA]2-. Kemudian reaksi dengan BaCl2 menghasilkan larutan keruh ynag disebabkan
oleh ion kompleks [Ba(EDTA)]2-. Pada sampel Cu terbentuk kompleks [Cu(EDTA)]2-
yang menyebabkan larutan yng dihasilkan berwarna biru muda. Dan pada sampel Mn
menghasilkan endapan putih dimana Mn teroksidasi dari biloks +2 menjadi +4. Senyawa
yang terbentuk yaitu Mn(EDTA). Sedangkan untuk Ba(NO3)2, C, KNO3, SiO2, Bi, Zn,
CaCO3 dan NaF menghasilkan larutan tak berwarna.
Ketujuh, pereaksi Na2SO4. Dengan sampel iodin didapat larutan berwarna kuning yang
disebabkan oleh senyawa NaIO3. Kemudian dengan FeSO4 menghasilkan larutan
berwarna putih gading yang disebabkan oleh penambahan ion SO42- sehingga kekuatan
warna dari ion Fe2+ melemeh yang membuat warna larutan menjadi putih gading. Lalu
reaksi dengan sampel Al menghasilkan sedikit endapan putih yang merupakan Al2(SO4)3.
Kemudian dengan sampel NiSO4 menghasilkan larutan berwarna hijau tosca. Lalu dengan
sampel K2CrO4 menghasilkan larutan warna kuning yang disebabkan karena adanya ion
CrO42-. Kemudian pada sampel Bi menghasilkan larutan merah muda yangberasal dari
senyawa Bi2(SO4)2. Selanjutnya BaCl2 menghasilkan larutan berwarna putih susu yang
disebabkan oleh senyawa BaSO4. Lalu dengan Zn menghasilkan larutan tak berwarna
dengan sedikit endapan yang berasal dari senyawa ZnSO4. Dan dengan sampel Cu
menghasilkan larutan biru muda warna khas senyawa Cu. Sedangkan senyawa CaCO3,
Mn, NaF, KNO3, SiO2 dan C menghasilkan larutan tak berwarna. Dan dengan sampel
Ba(NO3)2 menghasilkan larutan dengan dua lapisan terpisah.
Terakhir, pereaksi NH4OH. Ketika direaksikan dengan iodin menghasilkan larutan
berwarna kuning yang diduga berasal dari NH4I. Lalu dengan sampel FeSO4
menghasilkan larutan berwarna hijau(++) yang berasal dari Fe(OH)2. Kemudian reaksi
dengan Al menghasilkan Al(OH)3 yang membentuk gel putih. Selanjutnya reaksi dengan
sampel NiSO4 menghasilkan larutan berwarna hijau tosca yang berasal dari senyawa
Ni(OH)2. Lalu raksi dengan KNO3 menghasilkan larutan berwarna merah sangat muda
yang diduga sebagai NH4NO3. Selanjutnya reaksi dengan SiO2 menghasilkan larutan tidak
berwarna namun ada gas putih seperti asap yang berdasarkan persamaan reaksinya saya
duga sebagai gas NH3. Lalu dengan sampel K2CrO4 menghasilkan larutan berwarna
kuning yang berasal dari ion CrO42-. Kemudian dengan Bi menghasilkan endapan putih
yang merupakan endapan Bi(OH)3. Lalu reaksi BaCl2 menghasilkan endapan putih yang
diduga sebagai endapan Ba(OH)2. Kemudian reaksi dengan Zn menghasilkan larutan tak
berwarna dan sedikit endapan yang diduga merupakan endapan Zn(OH)2. Selanjutnya
dengan Cu menghasilksn larutan khas senyawa Cu yaitu larutan berwarna biru. Lalu
dengan CaCO3 menghasilkan endapan putih. Dan realksi dengan Mn menghasilkan larutan
berwarna keabuan dan timbul gas. Yang menyebabkan warna menjadi abu diduga
Mn(NH3)6](OH)2. Sedangkan untuk sampel Ba(NO3)2, C dan NaF menghasilkan larutan
tak berwarna.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rangkaian percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sampel yang diuji ada yang bersifat paramagnetik dan diamagnetik. Yang termasuk
sampel paramagnetic yaitu Ni, Cu, Zn dan Mn. Sedangkan saampel CaCO3, BaCl2,
Bi, Ba(NO3)2, Iodin, FeSO4, NiSO4, KNO3,SiO2, K2CrO4, C dan NaF bersifat
diamagnetik.
2. Sampel FeSO4, Ba(NO3)2, NiSO4, KNO3, K2CrO4, BaCl2 dan NaF larut dalam
akuades. Sampel Al, Bi dan CaCO3 larut dalam HCl. Sampel iodin(I2) dan Cu larut
dalam HNO3. Dan sampel SiO2 larut sebagian dalam air raja. Sedangkan sampel C
dan Mn tidak larut dalam pelarut manapun.
3. Berdasarkan data percobaan faktor yang mempengaruhi kelarutan diantaranya
kepolaran senyawa, energi kisi, kensentrasi dan harga Ksp.
4. Dari reaksi berbagai sampel dengan pereaksi dihasilkan gas, endapan, larutan
berwarna dan larutan tak berwarna. Dari pereaksi Na2CO3 banyak didapat endapan
karbonat. Lalu perubahan warna banyak didapat dari sampel iodin, CrO4- dan
senyawa dengan kation glongan B. lalu gas yang terbentuk berupa H2, NH3, NO2, dan
CO2.
DAFTAR PUSTAKA
Saito, Taro. 1996. Kimia Anorganik. Diterjemahkan oleh ismunandar. Tokyo: Iwanami
Shoten Publisher.
Suhendar, Dede. 2013. Kimia Anorganik III : kimia anorganik zat padat. Bandung: UIN
Sunan Gunung Djati.
Suhendar, dede. 2013. Modul Praktikum Kimia Anorganik. Bandung : Lab. Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati
Svehla, G. vogel. 1985. Buku Teks Analisi Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.
Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka
LAMPIRAN
Perhitungan Pembuatan Larutan
1. NaOH 1M 50 ml 4. Na2CO3 1M 50 ml
𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑙
𝑀 = 𝑀 =
𝑉 𝑉
Mol =MxV Mol =MxV
1 M x 0.05 L 1 M x 0.05 L
= 0.05 mol = 0.05 mol
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑀𝑜𝑙 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝑀𝑜𝑙 =
𝑚𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 0.05 𝑚𝑜𝑙 = 𝑔
0.05 𝑚𝑜𝑙 = 𝑔 116 ⁄𝑚𝑜𝑙
40 ⁄𝑚𝑜𝑙
Massa = 5.8 gram
Massa = 2 gram
5. Na3PO4 1 M 50 ml
2. NaCl 50 ml 1M
𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑜𝑙 𝑀 =
𝑀 = 𝑉
𝑉
Mol =MxV
Mol =MxV
1 M x 0.05 L
1 M x 0.05 L
= 0.05 mol
= 0.05 mol
𝑀𝑜𝑙 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝑀𝑜𝑙 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 0.05 𝑚𝑜𝑙 = 𝑔
0.05 𝑚𝑜𝑙 = 𝑔 164 ⁄𝑚𝑜𝑙
58.5 ⁄𝑚𝑜𝑙
Massa = 8.2 gram
Massa = 2.925 gram
6. HCl 1M 50 ml dari 12 M
3. NH4Cl 1M 50 ml
M1V1 = M2V2
𝑚𝑜𝑙
𝑀 = 1M. 50 ml = 12 M. V2
𝑉
Mol =MxV 50 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑉2 =
12𝑀
1 M x 0.05 L
V2 = 4,167 ml
= 0.05 mol
𝑀𝑜𝑙 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
0.05 𝑚𝑜𝑙 = 𝑔
53.45 ⁄𝑚𝑜𝑙
Massa = 2.6725 gram
7. HNO3 68%
𝜌. 10. %
𝑀 =
𝑚𝑟
1,51.10. 68
= = 16,29 𝑀
63.012
M1V1 = M2V2
1𝑀. 50𝑚𝑙
𝑉2 =
16,29 𝑀
= 3.07 mL
Persamaan Reaksi
Reaksi Ba(NO3 )2
Reaksi I2
I2 (aq) + EDTA(aq) →
Reaksi NiSO4
NiSO4(s) → NiSO4(aq)
NiSO4(aq) + 2NaOH(aq) → Ni(OH)2(s) + Na2SO4(aq)
NiSO4(aq) + 2NaCl(aq) → NiCl2(aq) + Na2SO4(aq)
NiSO4(aq) + 2NH4Cl(aq)→ NiCl2(aq) + (NH4)2SO4(aq)
NiSO4(aq) + Na2CO3(aq) → NiCO3(s) + Na2SO4(aq)
3NiSO4(aq) + 2Na3PO4(aq) → Ni3(PO4)2(aq) + 3Na2SO4(aq)
NiSO4(aq) + EDTA(aq) → [Ni(EDTA)]- (aq) + SO42-(aq)
NiSO4(aq) + Na2SO4(aq) → NiSO4(aq) + Na2SO4(aq)
NiSO4(aq) + 2NH4OH(aq) → Ni(OH)2(aq) + (NH4)2SO4(aq)
Raksi KNO3
KNO3(aq) + NaOH(aq) → KOH(aq) + NaNO3(aq)
KNO3(aq) + NaCl(aq) → KCl(aq) + NaNO3(aq)
2KNO3(aq) + Na2SO4(aq) → K2SO4 (aq) + 2NaNO3(aq)
2KNO3(aq) + Na2CO3(aq) → K2CO3(aq) + 2NaNO3(aq)
KNO3(aq) + NH4OH(aq) → KOH(aq) + NH4NO3(aq)
KNO3(aq) + NH4Cl(aq) → KCl(aq) + NH4NO3(aq)
KNO3(aq) + EDTA(aq) → [K(EDTA)]3-(aq) + NO3-(aq)
Reaksi SiO2
SiO2(aq) + 4NaOH(aq) →Si(OH)4(aq) + 2Na2O(aq)
SiO2(aq) + NaCl(aq) → Si(Cl)4(aq) + 4NaCl(aq)
SiO2 (aq) + Na2SO4(aq) → Na2SiO3 (aq) + SO3(g)
SiO2(aq) + Na2CO3(aq) → Na2SiO3(aq) + CO2(g)
SiO2 (aq) + NH4OH(aq) → H2SiO3(aq) + NH3(aq)
SiO2(aq) + 6NH4Cl(aq) → (NH4)2SiCl6(aq) + 4NH3(g) + 2H2O(l)
SiO2(aq) + EDTA(aq) → [Si(EDTA)](aq) + O2(g)
Reaksi Mn
Mn(s) + H2O(l) → Mn(OH)2(s) + H2(g)
Mn(OH)2(s) + 2 NaOH(aq) → Na2[Mn(OH)4](aq)
Mn(OH)2(s) + NaCl(aq) → MnCl2(aq) + NaOH(aq)
Mn(OH)2(s) + Na2SO4(aq) → MnSO4(aq) + NaOH(aq)
Mn(OH)2(s) + Na2CO3(aq) → MnCO3(aq) + 2 NaOH(aq)
Mn(OH)2(s) + 6 NH4OH(aq) → [Mn(NH3)6](OH)2(aq) + 6 H2O(l)
Mn(OH)2(s) + EDTA(aq) → Mn(EDTA)(aq) + H2(g)
Mn(OH)2(s) + 2 NH4Cl(aq) → MnCl2(aq) + 2 NH3(g) + 6 H2O(l)
Mn(OH)2(s) + Na3PO4(aq) → Mn3(PO4)2(aq) + NaNO3(l)
Reaksi FeSO4
FeSo4 + NaCl → FeCl2 + Na2SO4
FeSo4 + HCl → FeCl2 + H2SO4
FeSo4 + Na2CO3 → FeCO3 + Na2SO4
FeSo4 + NH4Cl → FeCl2 + (NH4)2SO4
FeSo4 + Na3PO4 → Fe3PO4 + 3Na2SO4
FeSo4 + NaOH → Fe(OH)2 + Na2SO4
FeSo4 + Na2SO4 → FeSo4 + Na2SO4
FeSo4 + NH4OH → Fe(OH)2 + (NH4)2SO4
Reaksi C
C + NaCl → C + NaCl
C + HCl → C + HCl
C + Na2CO3 → C + Na2CO3
C + NH4Cl → C + NH4Cl
C + Na3PO4 → C + Na3PO4
C + NaOH → C + NaOH
C + Na2SO4 → C + Na2SO4
C + NH4OH → C + NH4OH
Reaksi NaF
NaF(s) +H2O(l) → NaF(aq)
NaF(aq) +NaOH(aq) → NaF(s) +NaOH(aq)
NaF(aq) +NaCl(aq) → NaF(s) +NaCl(aq)
NaF(aq) + Na2SO4(aq) → NaF(aq) + Na2SO4(aq)
NaF(aq) + Na2CO3(aq) → NaF(aq) + Na2CO3(aq)
NaF(aq) + NH4OH(aq) → NaOH(aq) + NH4F(aq)
2 NaF(aq) + 2 EDTA(aq) → 2 Na[EDTA](aq) + F2(aq)
NaF(aq) + NH4Cl(aq) → NaCl(aq) + NH4F(aq)
NaF(aq) + Na3PO4(aq) → NaF(aq) + Na3PO4(aq)
Reaksi K2CrO4
K2CrO4 (aq) + 2 HCl (aq) → 2 KCl (aq) + H2CrO4 (aq)
2NaCl + K2CrO4 → 2KCl + Na2CrO4
K2CrO4 + Na2SO4 → K2SO4 + Na2CrO4
K2CrO4 + Na2CO3 → K2CO3 + Na2CrO4
K2CrO4 + 2NH4OH → 2KOH + (NH4)2CrO4
K2CrO4 + EDTA → CrO4- + [KEDTA]2-
K2CrO4 + 2NH4Cl → 2KCl + (NH4)2CrO4
3K2CrO4 + 2Na3PO4 → 2K3PO4 + 3Na2CrO4
Reaksi Bi(NO3)3
Bi(NO3)3 + 3NaOH → 3NaNO3 + Bi(OH)3
Bi(NO3)3 + 3NaCl → 3NaNO3 + Bi(Cl)3
2Bi(NO3)3 + 3Na2SO4 → 6NaNO3 + Bi2(SO4)3
2Bi(NO3)3 + 3Na2CO3 → 6NaNO3 + Bi2(CO3)3
Bi(NO3)3 + 3NH4OH → 3NH4NO3 + Bi(OH)3
Bi(NO3)3 + EDTA → [Bi EDTA]3- + NO3-
Bi(NO3)3 + 3NH4Cl → 3NH4NO3 + Bi(Cl)3
Bi(NO3)3 + Na3PO4 → 3NaNO3 + BiPO4
Reaksi BaCl2
FeSO4 + NH4Cl
FeSO4 + Na3PO4
karbon+ NaCl karbon + Karbon + HNO3
FeSO4 + EDTA
Na3PO4
FeSO4 + Na2SO4
karbon + EDTA
karbon + Na2SO4
Lampiran 1. Pengamatan Sampel Cu
Gambar 5 (+) NaOH Gambar 4 (+) NaCl Gambar 3 (+) Gambar 2 (+) Gambar 1 (+)
Na2SO4 Na2CO3 NH4OH
Gambar 10 (+) Gambar 9 (+) EDTA Gambar 8 (+) Gambar 7 Larutan Gambar 6 Uji
NH4Cl Na3PO4 Cu magnet
Gambar 18 (+) Gambar 17 (+) NaCl Gambar 16 (+) Gambar 15 (+) Gambar 14 (+)
NaOH Na2SO4 Na2CO3 NH4OH
Gambar 20 (+) Gambar 19 (+) Gambar 12 (+) Gambar 13 Keadaan Gambar 11 Larutan
NH4Cl EDTA Na3PO4 awal CaCO3 CaCO3