Pencacah Geiger, atau disebut juga Pencacah Geiger-Müller adalah sebuah alat pengukur
radiasi ionisasi. Pencacah Geiger bisa digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha dan beta.
Sensornya adalah sebuah tabung Geiger-Müller, sebuah tabung yang diisi oleh gas yang akan
bersifat konduktor ketika partikel atau foton radiasi menyebabkan gas (umumnya Argon) menjadi
konduktif. Alat tersebut akan membesarkan sinyal dan menampilkan pada indikatornya yang bisa
berupa jarum penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel.
Pada kondisi tertentu, pencacah Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi gamma,
walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Pencacah geiger tidak bisa digunakan untuk mendeteksi
neutron.
Daftar isi
1 Deskripsi
2 Klasifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi
3 Surveimeter
4 Jenis Surveimeter
o 4.1 Survaimeter Gamma
o 4.2 Survaimeter Beta dan Gamma
o 4.3 Survaimeter Alpha
o 4.4 Survaimeter neutron
o 4.5 Survaimeter Multi Guna
5 Referensi
Instrumen modern dapat memberikan pulsa radioaktivitas beberapa kali lipat. Beberapa
penghitung Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi gamma, walaupun sensitivitas
dapat lebih rendah untuk radiasi gamma energi tinggi dibandingkan dengan jenis tertentu untuk
detektor lainnya. Kepadatan gas dalam perangkat biasanya rendah, sehingga energi foton
gamma paling tinggi untuk melewati diketahui. Energy Foton yang lebih rendah lebih mudah
untuk mendeteksi, dan lebih baik diserap oleh detektor. Contohnya adalah X-ray Tube Pancake
Geiger. Counter kilau Bagus alpha dan beta juga ada, tetapi Geiger detektor masih menarik
sebagai tujuan umum alpha / beta / gamma portabel kontaminasi dan instrumen laju dosis,
karena biaya rendah dan akal sehat. Sebuah variasi dari tabung Geiger digunakan untuk
mengukur neutron, mana gas yang digunakan adalah boron trifluorida dan moderator plastik
digunakan untuk memperlambat neutron. Hal ini menciptakan partikel alpha di dalam detektor
neutron dan dengan demikian dapat dihitung.
Besaran radiasi yang diukur oleh peralatan ini sebenarnya adalah intensitas radiasi. Untuk
keperluan proteksi radiasi nilai intensitas tsb dikonversikan dan ditampilkan menjadi besaran
dosis radiasi. Alat proteksi radiasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu kelompok dosimeter personal,
surveimeter dan monitor kontaminasi. Dosimeter personal berfungsi untuk “mencatat” dosis
radiasi yang telah mengenai seorang pekerja radiasi secara akumulasi. Oleh karena itu, setiap
orang yang bekerja di suatu daerah radiasi harus selalu mengenakan dosimeter personal.
Surveimeter digunakan untuk melakukan pengukuran tingkat radiasi di suatu lokasi secara
langsung sedang monitor kontaminasi digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi pada
pekerja, alat maupun lingkungan.
Model pengukuran yang diterapkan disini adalah cara arus (current mode) sehingga alat peraga
yang digunakan adalah 'ratemeter'. Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara
langsung, seperti detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari segi
praktis dan ekonomis, detektor isian gas Geiger Muller yang paling banyak digunakan. Detektor
sintilasi juga banyak digunakan, khususnya NaI(Tl) untuk radiasi gamma, karena mempunyai
efisiensi yang tinggi. Pada saat ini detektor semikonduktor masih jarang digunakan untuk
survaimeter, meskipun sudah ada di pasaran tetapi harganya relatif sangat mahal dibandingkan
dengan yang lain.
Cara pengukuran yang diterapkan pada survaimeter adalah cara arus (current mode) sehingga
nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas radiasi yang mengenai detektor. Secara
elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala dosis, misalnya dengan satuan
roentgent/jam atau ada juga yang dikonversikan menjadi skala kuantitas, misalnya cacah per
menit (cpm). Tentu saja skala tersebut harus dikalibrasi terlebih dulu terhadap nilai yang
sebenarnya.
Detektor pengion gas ini bekerja dengan memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi pengion
dengan atom atau molekul gas yang dipakai sebagai bahan detektor. Detektor pengionan gas
berbentuk silinder yang diisi gas dan mempunyai dua elektroda. Dinding tabung yang dipakai
sebagai selubung gas dihubungkan dengan kutub negatif sumber tegangan sehingga berfungsi
sebagai elektroda negatif (katoda). Kawat di tengah-tengah tabung dihubungkan dengan
kutub positif sumber tegangan sehingga berfungsi sebagai elektroda positif (anoda). Dapat
digambarkan:
Pencacah atau detektor Geiger Muller ditemukan pada tahun 1928. Detektor Geiger-Muller
(GM) beroperasi pada tegangan di atas detektor proporsional. Dengan mempertinggi
tegangan melampaui daerah proporsional akan mengakibatkan proses pengionan yang terjadi
dalam detektor makin luas memanjang ke seluruh anoda. Jika hal ini terjadi maka berakhirlah
daerah operasi proporsional dan detektor mulai memasuki daerah operasi Geiger-Muller.
Perhatikan gambar grafik di bawah
ini:
TINGGI
PULSA
TEGANGAN TERPASANG
Proses penggandaan ionisasi yang terjadi pada daerah Geiger Muller hampir terjadi dimana-
mana. Dengan demikian ionisasi cepat menjalar ke seluruh volume tabung detektor dan
berkelanjutan. Dengan demikian pulsa yang dihasilkan pada alat detektor Geiger-Muller tidak
lagi bergantung pada pengionan mula-mula maupun jenis radiasi yang mengakibatkan proses
pengionan. Jadi radiasi jenis apapun yang tertangkap oleh pemantau Geiger-Muller akan
menghasilkan keluaran yang sama.
Karena tidak mampu lagi membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap, maka
pemantau Geiger-Muller hanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya radiasi saja.
Adapun bentuk pulsa tegangan listrik dalam detektor Geiger-Muller adalah sama seperti
detektor proporsional, hanya saja waktu tanjak atau waktu bangkitnya (rise time) jauh lebih
lamban. Selama proses pemadaman kurang lebih 50µsekon sampai 100µsekon, detektor
Geiger-Muller ini tidak tanggap terhadap radasi yang masuk, dan selang waktu itu dinamakan
waktu mati (dead time) yang lalu diikut waktu pulih (recovery time) dengan pulsa yang
semakin meninggi dari yang amat rendah. Inilah yang menjadi kerugian dari detektor Geiger-
Muller karena ketakpekaannya sehingga mencegah pemakaian untuk laju pencacahan yang
tinggi. Selain itu juga karena tidak dapat memberi informasi mengenai radiasi (partikel atau
foton) yang menimbulkan satu pulsa.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara
lain:
a) Detektor Geiger Muller adalah salah satu alat pemantau radiasi yang paling lazim
digunakan yang bekerja berdasarkan prinsip pengionan terhadap gas yang ditemukan pada
tahun 1928.
b) Pada dasarnya, cara kerja detektor Geiger Muller sama dengan jenis detektor pengion
gas lainnya, yang menjadi pembedanya yakni pada tegangan operasi masing-masing alat.
c) Keuntungan dari detektor Geiger Muller diantaranya: biasanya lebih peka dan denyut
output yang dihasilkannya pun sangat tinggi, sehingga untuk pengukurannya tidak diperlukan
penguat pulsa (amplifier) atau cukup digunakan penguat pulsa yang sederhana saja. Jadi,
lebih mudah dibuat dan lebih murah harganya.
d) Sedangkan kelemahan dari alat Geiger Muller yakni karena waktu pulihnya yang
lamban. Karena ketakpekaannya ini sehingga mencegah pemakaian untuk laju pencacahan
yang tinggi. Dan tidak mampu membedakan berbagai jenis radiasi yang ditangkap.
Daftar Pustaka
Soedojo, Peter. 2001. Azas-Azas Ilmu Fisika jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Wiryosimin, Suwarno. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Bandung: Penerbit ITB.
Geiger Muller
By agusts | April 27, 2011
0 Comment
A. TUJUAN
2. Mengukur daya serap suatu Detektor Geiger Muller yang melewati suatu
penghalang untuk menentukan koefisien serapan sinar gamma.
B. DASAR TEORI
1. Definisi Detektor
Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke
lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu.
Radiasi nuklir memiliki dua sifat yang khas :
oleh karena itu untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan
suatu alat, yaitu pengukur radiasi, yang digunakan utuk mengukur kuantitas, energi,
atau dosis radiasi.
Panca indera manusia secara langsung tidak dapat digunakan untuk menangkap
atau melihat ada tidaknya zarah radiasi nuklir, karena manusia memang tidak
mempunyai sensor biologis untuk zarah radiasi nuklir. Walaupun demikian, dengan
bantuan peralatan instrumentasi nuklir maka manusia dapat mendeteksi dan
mengukur radiasi nuklir. Jadi manusia sepenuhnya tergantung pada peralatan
instrumentasi nuklir untuk mengetahui dan memanfaatkan zarah radiasi nuklir
tersebut.
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai
radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas
sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu
jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh,
detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh
penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak
mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah
proses ionisasi dan proses sintilasi.
Apabila dilihat dari segi jenis radiasi yang akan dideteksi dan diukur, diketahui ada
beberapa jenis detektor, seperti detektor untuk radiasi alpha, detektor untuk radiasi
beta, detektor untuk radiasi gamma, detektor untuk radiasi sinar-X, dan detektor
untuk radiasi neutron. Kalau dilihat dari segi pengaruh interaksi radiasinya, dikenal
beberapa macam detektor, yaitu detektor ionisasi, detektor proporsional, detektor
Geiger muller, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor atau detektor zat
padat.
Walaupun jenis peralatan untuk mendeteksi zarah radiasi nuklir banyak macamnya,
akan tetapi prinsip kerja peralatan tersebut pada umumnya didasarkan pada
interaksi zarah radiasi terhadap detektor (sensor) yang sedemikian rupa sehingga
tanggap (respon) dari alat akan sebanding dengan efek radiasi atau sebanding
dengan sifat radiasi yang diukur.
Jadi detektor radiasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
b) Detektor Sintilasi
c) Detektor Semikonduktor
Pencacah Geiger, atau disebut juga Pencacah Geiger-Müller adalah sebuah alat
pengukur radiasi ionisasi. Pencacah Geiger bisa digunakan untuk mendeteksi
radiasi alpha dan beta. Sensornya adalah sebuah tabung Geiger-Müller, sebuah
tabung yang diisi oleh gas yang akan bersifat konduktor ketika partikel atau foton
radiasi menyebabkan gas (umumnya Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan
membesarkan sinyal dan menampilkan pada indikatornya yang bisa berupa jarum
penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel. Pada
kondisi tertentu, pencacah Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi
gamma, walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Pencacah geiger tidak bisa
digunakan untuk mendeteksi neutron.
Katoda yaitu dinding tabung logam yang merupakan elektroda negatif. Jika
tabung terbuat dari gelas maka dinding tabung harus dilapisi logam tipis.
Anoda yaitu kawat tipis atau wolfram yang terbentang di tengah – tengah
tabung. Anoda sebagai elektroda positif.
Isi tabung yaitu gas bertekanan rendah, biasanya gas beratom tunggal
dicampur gas poliatom (gas yang banyak digunakan Ar dan He).
♦Prinsip kerja Detektor Geiger Muller :
Detektor Geiger Muller meupakan salah satu detektor yang berisi gas. Selain
Geiger muller masih ada detektor lain yang merupakan detektor isiann gas yaitu
detektor ionisasi dann detektor proporsional. Ketiga macam detektor tersebut
secara garis besar prinsip kerjanya sama, yaitu sama-sama menggunakan medium
gas. Perbedaannya hanya terletak pada tegangan yang diberikan pada masing-
masing detektor tersebut.
Apabila ke dalam labung masuk zarah radiasi maka radiasi akan mengionisasi gas
isian. Banyaknya pasangan eleklron-ion yang lerjadi pada deleklor Geiger-Muller
tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebul
elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka
akan timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan
bergerak kearah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih
lambat bila dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak kea rah anoda
(+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V.
sedangkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk membentukelektron dan ion
tergantung pada macam gas yang digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi
maka elektron akan mampu mengionisasi atom-atom sekitarnya. sehingga
menimbulkan pasangan elektron-ion sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder
inipun masih dapat menimbulkan pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya.
sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus (avalence).
Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan elektron
sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin
banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negative
elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke
dinding tabung (katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam
lapisan pelindung positif pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian
tersebut dinamakan efek muatan ruang atau space charge effect.
Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan maksimum yang
membatasi berkumpulnya elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti ini
detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek
muata ruang harus dihindari dengan menambah tegangan V. penambahan
tegangan V dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan pada anoda sehingga
detektor dapat bekerja normal kembali. Pelepasan muatan dapat terjadi karena
elektron mendapat tambahan tenaga kinetic akibat penambahan tegangan V.
Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan alektron yang terjadi semakin
banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder tidak
bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga) radiasi yang datang.
Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama. Sehingga
detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung energi dari zarah
radiasi yang datang.
Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih tinggi lagi dari tegangan kerja Geiger
Muller, maka detektor tersebut akan rusak, karena sususan molekul gas atau
campuran gas tidak pada perbandingan semula atau terjadi peristiwa pelucutan
terus menerusbyang disebut continous discharge. Hubungan antara besar
tegangan yang dipakai dan banyaknya ion yang dapat dikumpulkan dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:
Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang terbentuk
akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas. Adapun
pembagian tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah sebagai
berikut:
I. = daerah rekombinasi
Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah ionisasi
oleh Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan kerja tersebut,
detektor ionisasi dan detektor proporsional masih dapat membedakan jenis radiasi
dan energi radiasi yang datang. Dengan demikian, detektor ionisasi dan detektor
proporsional dapat digunaknan pada analisis spectrum energi. Sedangkan detektor
Geiger Muller tidak dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi.
Tampak dari gambar tersebut bahwa daerah kerja detektor Geiger Muller terletak
pada daerah V. pada tegangan kerja Geiger Muller elektron primer dapat
dipercepat membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung Geiger
Muller. Dalam hal ini peristiwa ionisasi tidak tergantung pada jenis radiasi dan
besarnya energi radiasi. Tabung Geiger Muller memanfaatkan ionisasi sekunder
sehingga zarah radiasi yang masuk ke detektor Geiger Muller akan menghasilkan
pulsa yang tinggi pulsanya sama. Atas dasar hal ini, detektor Geiger Muller tidak
dapat digunakan untuk melihat spectrum energi, tetapi hanya dapat digunakan
untuk melihat jumlah cacah radiasi saja. Maka detektor Geiger Muller sering disebut
dengan detektor Gross Beta gamma karena tidak bisa membedakan jenis radiasi
yang datang.
Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya cacah
yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah
radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain
misalnya detektor sintilasi dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan
mempengaruhi banyaknya pulsa yang dihasilkan.
Biaya murah
Operasional mudah
Tidak dapat digunakan untuk spektroskopi karena semua tinggi pulsa sama.
Efisiensi detektor lebih buruk jika dibandingkan dengan detektor jenis lain.
C. METODOLOGI PENELITIAN
b. Mikrometer Skrop
c. Stopwatch
D. DATA PERCOBAAN
r = 0.75 cm = 0.0075 m
1 3.5 1393
2 4.5 682
3 5.5 492
4 6.5 437
5 7.5 369
r = 0.75 cm = 0.0075 m
1 3.5 798
2 4.5 334
3 5.5 260
4 6.5 246
5 7.5 180
I0 = 591
2 1.60 580
3 4.00 475
4 6.50 431
1 0.95 650
2 1.50 633
3 4.00 571
4 6.05 535
I0= 283
1 1.40 123
2 1.60 113
3 4.00 104
4 6.50 95
1 0.95 201
2 1.50 157
3 4.00 144
4 6.05 132
E. PEMBAHASAN
1. Percobaan pertama yaitu menghitung efisiensi Detektor Geiger Muller.
Pada percobaan pertama ini yaitu menghitung efisiensi Detektor Geiger Muller.
Percobaan ini bertujuan Menentukan tingkat efisiensi dari suatu Detektor Geiger
Muller. Pada percobaan ini menggunakan dua buah sumber radioaktif yaitu 60Co
dan 137Cs. Tiap sumber dicacah dengan Detektor Geiger Muller selama 60 detik
dengan variasi jarak, variasi jaraknya adalah 3.5 cm, 4.5 cm, 5.5 cm, 6.5 cm, dan
7.5 cm. Dari percobaan diketahui bahwa jari-jari detektor sepanjang 0.75 cm dan
tanggal acuan kedua sumber sama yaitu satu Desember 2010 dan percobaan
dilaksanakan pada 23 Maret 2011 sehingga waktu yang terhitung 117 hari =
10.108.800 detik, dan T1/2= 5.054.400 detik. Serta energi aktivasi (A0) 60Co sebesar
85.10 2.5% kBq sedangkan 137Cs sebesar 74.65 2.5% kBq. Setelah dilakukan
percobaaan dan hasilnya seperti pada data percobaan yang pertama, dapat
diketahui efisiensi dari Detektor Geiger Muller dengan persamaan sebagai berikut :
Dengan r adalah jari-jari detektor dan R adalah variasi jarak. Cacah yang ditangkap
oleh detektor diperoleh dari percobaan, sedangkan cacah yang dipancarkan (At)
diperoleh dari perhitungan. Perhitungannya menggunakan persamaan sebagai
berikut :
dengan
60
Setelah dihitung cacah yang dipancarkan sebesar 74.650 untuk Co dan 85.099
untuk 137Cs. Dan dengan menggunakan persamaan
0.035 m = 10.765%
0.045 m = 2.726%
0.055 m = 1.420%
0.065 m = 0.962%
0.075 m = 0.529%
0.035 m = 21.422%
0.045 m = 6.345%
0.055 m = 3.064%
0.065 m = 1.949%
0.075 m = 1.236%
Pada percobaan kedua ini yaitu mengukur daya serap Detektor Geiger Muller.
Percobaan ini bertujuan Mengukur daya serap suatu Detektor Geiger Muller yang
melewati suatu penghalang untuk menentukan koefisien serapan sinar gamma.
Pada percobaan ini berbeda dengan percobaan pertama karena pada percobaan
ini digunakan penghalang. Dan penghalang yang digunakan adalah plastik
(polyethylene) dan timbal (lead). Namun tak ada variasi jarak. Variasi pada
percobaan ini adalah tebal penghalang. Kemudian dari tiap penghalang dicacah
dengan sumber radioaktif 60Co dan 137Cs. Hasil percobaan ini terlihat pada data
percobaan yang kedua. Dari data tersebut, untuk selanjutnya dengan persamaan
berikut ini :
Dari grafik yang diperoleh, semua grafik hampir mendekati linier serta intensitas
radiasinya mulai turun ketika diberi penghalang, baik timbal (lead) maupun plastik
(polyethylene). Namun apabila dibandingkan daya serapnya antara timbal (lead)
dengan plastik (polyethylene) maka timbal (lead) lebih baik dari plastik
(polyethylene) sebagai penyerap, hal ini dikarenakan pengaruh nilai isotop pada
sumber radioaktif, daya serap bahan terhadap unsur yang mempunyai nomor
massa yang tinggi akan lebih besar menyerap intensitas bahannya dibandingkan
dengan unsur yang mempunyai nomor massa yang kecil.. Serta dilihat dari
ketebalan penghalang dapat dikatakan bahwa besarnya koefisien serapan terhadap
suatu material, berbanding terbalik dengan tebal dari material tersebut. Sumber
radiaoaktif 60Co adalah 65.83 permeter timbal (lead) dan 38.33 permeter plastik
(polyethylene) dan untuk sumber radioaktif 137Cs adalah 44.25 permeter timbal
(lead) dan 67.11 permeter plastik (polyethylene).
F. KESIMPULAN
0.035 m = 10.765%
0.045 m = 2.726%
0.055 m = 1.420%
0.065 m = 0.962%
0.075 m = 0.529%
0.035 m = 21.422%
0.045 m = 6.345%
0.055 m = 3.064%
0.065 m = 1.949%
0.075 m = 1.236%
3. Nilai koefisien serap sinar gamma sumber radiaoaktif 60Co adalah 65.83
permeter timbal (lead) dan 38.33 permeter plastik (polyethylene) dan untuk
Sumber radioaktif 137Cs adalah 44.25 permeter timbal (lead) dan 67.11 permeter
plastik (polyethylene).
G. DAFTAR PUSTAKA
Krane, K. 1992. Fisika Modern (terjemahan oleh Hans J. Wospakrik dan Sofia
Niksolihin). Jakarta : Salemba, Universita Indonesia.
Tipler, Paul A. 2001b. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jilid 2. Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga.
Wardhana, Wisnu Arya. 2007. Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan
Aplikasinya. Yogyakarta: Andi Offset.
Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi. Diambil pada tanggal 8 April 2011 dari
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04.ht
m
Nhingz, BLOG--Kelanjutan dari tugas 2 bagian B untuk mata kulyah Fisika Terapan,
kali ini tentang Gambar dan cara kerja PGM sebagai berikut:
1. Gambar dan jelaskan cara kerja/penggunaan alat PGM!
Jawab:
a. Gambar alat PGM
Pencacah Geiger atau yang biasa disebut detektor Geiger Muller merupakan salah satu detektor
yang menggunakan prinsip ionisasi. Detektor Geiger muller ditemukan oleh seorang Fisikawan
bernama Hans Geiger bersama seorang ilmuwan bernama Ernest Rutherford pada tahun 1908. Pada
awalnya, detektor ini hanya terdiri atas sebuah kawat di dalam sebuah tabung yang diselubungi oleh
logam dengan jendelanya yang berupa gelas atau mika. Kawat dan tabung logam tersebut terhubung
pada sebuah power supply.
Pada mulanya, detektor ini hanya dapat mendeteksi radiasi alpha, baru kemudian dikembangkan
oleh Walther Muller (murid Geiger) sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi bebrapa jenis
radiasi yang lain. Pada tahun 1948, detektor ini disempurnakan oleh Sydney H. Liebson dengan
mengganti gas dalam tabungnya menggunakan gas halogen sehingga dapat berumur lebih panjang.
Prinsip kerja GM
Detektor Geiger Muler dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha dan beta. Prinsip kerja
dari detektor ini menggunakan asas ionisasi gas yang terjadi di dalam tabung detektornya. Perangkat
detektor Geiger Muller, terdiri dari :
Tabung detektor berbentuk silinder yang di dalamnya berisi gas (biasanya berupa gas helium, neon
atau argon) yang akan bersifat konduktif ketika ditumbuk partikel radiasi yang diukur.
Elektroda yang terdiri dari anoda dan katoda. Pada detektor Geiger Muller, dinding tabungnya
bertindak sebagai katode sedangkan jarum di dalam tabung Geiger tersebut bertindak sebagai
anode.
Power supply.
Penampil adanya radiasi, entah itu berupa jarum penunjuk, lampu, ataupun bunyi klik.
Ket :
B = penguat sinyal
prinsip kerja GM
Prinsip kerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut, ketika gas di dalam tabung berinteraksi dengan
foton radiasi menyebabkan terjadinya pasangan ion. Ion positif menumbuk ion negatif yang
kemudian ion negatif tersebut menumbuk kawat. gas menjadi konduktif.
Foton radiasi yang menumbuk kawat tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan tegangan di
antara kedua elektrodanya. Hasil interaksi (keluaran) tersebut yang berupa pulsa akan
dilipatgandakan kemudian dibaca oleh sebuah alat dan ditampilkan pada indikator yang berupa
jarum penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel.
Detektor Geiger Muller hanya dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi sinar-x, radiasi sinar alpha,
dan radiasi sinar beta. Pada kondisi tertentu, detektor Geiger Muller dapat digunakan untuk
mendeteksi radiasi gamma, walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Detektor Geiger Muller tidak
dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi neutron.
Detektor GM dapat menghasilkan pasangan ion dari proses tumbukan dengan sumber radiasi
dengan sangat cepat, biasanya dalam orde mikrosekon. Keluaran detektor yang berupa pulsa
jumlahnya sebanyak proses ionisasi yang terjadi, detektor Geiger Muller tidak dapat membedakan
jenis radiasi yang berbeda. Oleh karena itu, detektor GM tidak mampu digunakan untuk mendeteksi
adanya radiasi neutron. Detektor GM umumnya digunakan untuk mendeteksi energi radiasi tingkat
rendah, selain itu digunakan untuk mengukur radiasi dengan sensitivitas yang tinggi.
Sensitivitas detektor Geiger Muller sangatlah tinggi, namun sangat tergantung pada banyaknya
energi dari radiasi fotonnya. Sedangkan besarnya energi foton dapat dikendalikan dengan
pengaturan tegangan yang masuk. Apabila tegangan masuk/tegangan yang diberikan semakin
besar, maka foton yang terbentuk juga semakin banyak, sehingga energi yang dihasilkan dari
tumbukan antara partikel radiasi dengan detektor juga akan menjadi semakin besar.
Berikut ini akan saya tampilkan grafik hubungan dari tegangan dengan banyaknya energi foton
(jumlah ion) pada beberapa jenis detektor untuk dibadingkan dengan detektor Geiger Muller yang
dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Keterangan:
I = Daerah Rekombinasi
II = Daerah Ionisasi
III = Daerah Proporsional
IV = Daerah GM
V = Daerah Discharge
Dari grafik hubungan di atas, terlihat bahwa apabila HV tegangan semakin naik, maka jumlah
pasangan ion yang dihasilkan pada detektor Geiger Muller akan semakin meningkat dan detektor ini
mampu bekerja pada HV tinggi karena memang daerha kerja detektor ini pada HV tinggi.
Kesimpulan
anyaknya pasangan ion ataupun foton yang dihasilkan dalam proses ionisasi tergantung dari
tingginya tegangan yang diberikan.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
R adiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa
membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Radiasi nuklir memiliki dua sifat yang khas
yaitu tidak dapat dirasakan secara langsung dan dapat menembus berbagai jenis bahan. Oleh karena itu,
untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu pengukuran radiasi
yang digunakan untuk mengukur kuantitas, energi atau dosis radiasi.
Detektor Geiger-Muller merupakan salah satu detektor yang berisi gas. Selain Geiger-Muller masih ada
detektor lain yang merupakan detektor isian yaitu detektor ionisasi dan detektor proporsional. Ketiga macam
detektor tersebut secara garis besar prinsip kerjanya sama, yaitu sama-sama menggunakan medium gas.
Perbedaannya hanya terletak pada tegangan yang diberikan pada masing-masing detektor tersebut. Detektor
Geiger-Muller bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh
medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering
digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi. Prinsip kerja detektor Geiger-Muller pada umumnya
didasarkan pada interaksi zarah radiasi terhadap detektor (sensor) yang sedemikian rupa sehingga tanggapan
(respon) dari alat akan sebanding dengan efek radiasi atau sebanding dengan sifat radiasi yang diukur.
Detektor Geiger-Muller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi logam yang biasanya diisi gas seperti
argon, neon, helium, atau lainnya (gas mulia dan gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu.
Pada praktikum ini, praktikan diharapkan dapat mengenal tentang beberapa tipe partikel seperti proton,
elektron, neutron, foton, meson, dan anti partikelnya. Para praktiken juga diharapkan dapat mengetahui cara
kerja Geiger-Muller seperti yang telah dijelaskan diatas. Selanjutnya dari kedua tujuan tersebut, para praktikan
diharapkan dapat menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis radiasi yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
Adapun jenis-jenis radiasi yang ada disekitar kita antara lain radiasi ionisasi dan radiasi non-ionisasi. Radiasi
ionisasi adalah beberapa jenis radiasi yang memiliki energi cukup untuk mengionisasi partikel. Sedangkan
radiasi non-ionisasi merupakan jenis radiasi yang tidak membawa energi cukup untuk mengionisasi atom atau
molekul. Yang termasuk dalam radiasi ionisasi antara lain Radiasi Alpha (α), Radiasi Beta (β), dan Radiasi
Gamma (γ). Sementara pada radiasi non-ionisasi terdapat radiasi neutron, radiasi elektromagnetik, cahaya,
dan radiasi thermal.
Peluruhan alpha (α) adalah jenis peluruhan radioaktif dimana inti atom memancarkan partikel alpha dan
dengan demikian mengubah (atau meluruh) menjadi atom dengan nomor massa 4 kurang dan nomor atom 2
kurang. Namun karena massa partikel yang tinggi sehingga memiliki sedikit energi dan jarak yang rendah.
Partikel alpha dapat dihentikan dengan selembar kertas (atau kulit).
Peluruhan beta (β) adalah jenis peluruhan radioaktif dimana partikel beta (elektron atau positron)
dipancarkan. Radiasi beta-minus (β-) terdiri dari sebuah elektron yang penuh energi. Radiasi ini kurang mudah
terionisasi daripada alpha, tetapi lebih tinggi daripada sinar gamma. Elektron seringkali dapat dihentikan
dengan beberapa sentimeter logam. Radiasi ini terjadi ketika peluruhan neutron menjadi proton dalam
nukleus, melepaskan partikel beta, dan sebuah anti neutrino.
Radiasi beta-plus (β+) adalah emisi positron. Jadi, tidak seperti β-, peluruhan β+ tidak dapat terjadi dalam
isolasi, karena memerlukan energi, massa neutron lebih besar daripada massa proton. Peluruhan β + hanya
dapat terjadi didalam nukleus ketika nilai energi yang mengikat dari nukleus induk lebih kecil dari nukleus.
Perbedaan antar energi ini masuk kedalam reaksi konversi proton menjadi neutron, positron, dan anti
neutrino. Dan ke energi kinetik dari partikel-partikel.
Radiasi gamma atau sinar gamma adalah sebuah bentuk berenergi dari radiasi elektromagnetik yang
diproduksi oleh radioaktifitas atau proses nuklir atau subatomik lainnya seperti penghancuran elektron-
positron. Radiasi gamma terdiri dari foton dengan frekuensi lebih besar dari 1019 Hz. Radiasi gamma bukan
elektron atau neutron sehingga tidak dapat dihentikan hanya dengan kertas atau udara, penyerapan sinar
gamma lebih efektif pada materi dengan nomor atom dan kepadatan yang tinggi. Bila sinar gamma bergerak
melewati sebuah materi maka penyerapan radiasi gamma proporsional sesuai dengan ketebalan permukaan
materi tersebut.
Ikatan antara atom ada yang kuat dan lemah. Pada ikatan atom yang kuat, elektron pada orbital paling
luarlah yang berperan besar dalam pembentukan ikatan dan mereka disebut elektron valensi. Elektron pada
orbital yang lebih dalam lebih erat terikat pada inti atom dan disebut elektron inti. Elektron inti tidak cukup
berperan dalam pembentukan ikatan atom kecuali jika terjadi promosi dan hibridisasi.
Pada fisika partikel, meson adalah partikel subatomik hadron yang tersusun atas satu quark dan satu anti-
quark, disusun oleh gaya ikat yang kuat. Karena meson tersusun atas sub partikel, mereka memiliki ukuran
dengan radius satu femtometer, dimana ukuran ini sekitar 2/3 ukuran proton atau neutron. Semua meson
tidak stabil, dengan hidup terlamanya hanya beberapa ratus mikrosecond. Perubahan peluruhan meson
(terkadang melalui partikel lain) untuk membentuk elektron dan neutron.
II. METODE
Langkah awal dalam praktikum ini adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam
melaksanakan praktikum ini, yaitu seperangkat alat pendeteksi radiasi Geiger-Muller, Co-60
(kobalt), Am-24 (amerisium), Sr-90 (Skronium), shield plastik, aluminium, seng, dan penggaris.
Setelah menyiapkan semua alat dan bahan tersebut sesuai dengan petunjuk asisten,
selanjutnya hubungkan stopcontack pada perangkat pendeteksi radiasi Geiger-Muller dengan
power suplay. Dan ukurlah nilai radiasi latar belakang dengan mengarahkan muka pendeteksi ke
sembarang arah namun harus konsisten dan dilakukan 5 kali pengulangan. Setelah didapatkan
nilai radiasi latar belakang, lalu dilanjutkan dengan melakukan praktikum pengaruh jarak
terhadap intensitas radiasi. Pada praktikum ini diukur intensitas radiasi alpha (α) pada jarak 2, 4,
6, 8 dan 10 sebanyak masing-masing 3 kali pengulangan yang kemudian praktikum diulang
untuk jenis sumber partikel beta (β) dan gamma (γ) sehingga akan didapatkan 15 data untuk 1
jenis partikel.
Setelah didapatkan semua data dari ketiga praktikum tersebut, selanjutnya dilakukan
perhitungan nilai rata-rata dan pembahasan berdasarkan dengan data grafik yang telah dibuat.
Gambar 1. Seperangakat alat pendeteksi radiasi Geiger-Muller
Praktikum Deteksi Radioaktif (Geiger-Muller) ini bertujuan untuk mengenal beberapa tipe
partikel, seperti proton, elektron, neutron, foton, meson, dan anti-partikelnya. Para praktikan
juga diharapkan dapat mengetahui cara kerja geiger muller dan mengenal jenis-jenis radiasi.
Pada praktikum ini terdapat 3 jenis praktikum berbeda, yaitu Praktikum Pengukuran Radiasi
Latar Belakang, Praktikum Pengaruh Jarak terhadap Intensitas Radiasi, dan Praktikum Efek
Shield pada Intensitas Radiasi.
Pada Praktikum Pengukuran Radiasi latar Belakang dimana sebelum mengukur radiasi suatu
bahan, sebaiknya terlebih dahulu kita mengetahui nilai intensitas radiasi dimana tempat kita
melakukan praktikum. Praktikum ini dilakukan dengan mengarahkan alat Geiger-Muller kesegala
arah namun tetap konsisten dan dilakukan pengambilan data sebanyak 5 kali dalam waktu
masing-masing 10 detik. Kemudian dari kelima data tersebut kita ambil nilai intensitas radiasi
rata-rata seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
1
10
3
1
1
Rata-rata 1.8
Nilai radiasi sebesar 1.8 count/10 second tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa
radiasi yang mungkin disebabkan oleh alat elektronik yang dibawa oleh para praktikan didalam
Laboratorium Madya. Nilai radiasi ini mungkin juga disebabkan oleh radiasi yang dapat
dipancarkan oleh alat dan bahan yang terdapat dalam laboratorium. Oleh karena itu, akan lebih
baiknya jika praktikum Deteksi Radiasi (Geiger-Muller) dilakukan di dalam ruangan bebas radiasi
sehingga nilai radiasi yang dipancarkan oleh bahan merupakan nilai radiasi yang sesungguhnya
tanpa adanya pengaruh radiasi dari luar.
Setelah kita mengetahui nilai radiasi latar belakang laboratorium, selanjutnya kita
melakukan Praktikum Pengaruh Jarak Terhadap Intensitas Radiasi. Praktikum ini dilakukan
dengan mengubah jarak pemancaran antara alat pendeteksi Geiger-Muller dan bahan radioaktif
sebesar 2 cm, 4 cm, 6 cm, 8 cm, dan 10 cm. Adapun bahan radioaktif yang digunakan antara lain
Co-60, Am-241, dan Sr-90. Untuk masing-masing unsur dan jarak pemancaran dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga untuk satu jenis unsur akan didapatkan data sebanyak 10 data. Dan data
total yang akan didapatkan pada praktikum ini adalah sebanyak 30 data dengan rincian sebagai
berikut.
Tabel 2. Data Hasil pengamatan Praktikum 2 (Pengaruh jarak pada Intensitas Radiasi
2 cm 4 cm 6 cm 8 cm 10 cm
11 8 4 4 3
Co-60 12 6 4 2 4
11 6 4 2 3
43 17 12 7 3
Am- 42 18 13 9 4
241
42 18 13 9 3
Jika ditinjau dari bahan radioaktif yang digunakan pada praktikum ini (yaitu Co-60, Am-
241, dan Sr-90), dapat diketahui bahwa nilai intensitas radiasi yang dipancarkan oleh bahan Sr-
90 memiliki nilai intensitas radiasi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai intensitas
radiasi yang dipancarkan oleh bahan Co-60 dan Am-241. Dan nilai intensitas radiasi Am-241
memiliki nilai intensitas radiasi yang relatif lebih besar daripada nilai intensitas radiasi yang
dipancarkan oleh bahan Co-60. Jadi urutan nilai intensitas radiasi dari yang terbanyak hingga
yang paling sedikit adalah Sr-90, Am-241 dan Co-60.
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin jauh jarak pemancaran antara alat
pendeteksi radiasi Geiger-Muller dan bahan radioaktif, maka nilai intensitas radiasi yang
tertangkap semakin sedikit. Hal itu ditunjukkan dengan gambaran grafik menurun seiring
dengan bertambahnya jarak pemancaran.
Setelah kita mengetahui bahwa nilai intensitas radiasi yang dipancarkan oleh suatu
bahan berbanding terbalik dengan jarak pemancaran, selanjutnya kita akan mencari tahu
pengaruh jumlah dan bahan shield (penghalang) terhadap intensitas radiasi pada praktikum
yang ketiga yaitu Praktikum Pengaruh Efek Shield pada Intensitas Radiasi.
Pada praktikum ini akan dilakukan 2 peninjauan, yaitu peninjauan pada jumlah lapisan
shield dan bahan shield yang digunakan untuk menghalangi radiasi. Adapun variasi jumlah shield
yang digunakan pada praktikum ini antara lain tanpa shield, 1, 2, 3, dan 4 lapisan shield.
Sedangkan jenis bahan shield yang digunakan antara lain plastik, aluminium, dan seng. Pada
praktikum ini tidak dilakukan pengulangan pengambilan data sehingga jumlah data yang akan
didapatkan pada praktikum ini adalah sebanyak 15 data seperti yang ditunjukkan pada tabel 3
dibawah ini.
Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Praktikum 3 (Pengaruh Efek Shield pada Intensitas Radiasi Co-
60)
Tanpa
11 16 12 13
Shield
1 8 6 5 6.333333333
2 8 6 5 6.333333333
3 4 5 3 4
4 4 5 3 4
Rata-
7 7.6 5.6
rata
Jika ditinjau dari jumlah shield yang digunakan, maka pengambilan data intensitas
radiasi yang terbesar dimiliki oleh nilai intensitas radiasi rata-rata tanpa menggunakan shield
yaitu sebesar 13 count/10 sec. Sementara itu, nilai intensitas radiasi dengan menggunakan 1
dan 2 shield memiliki nilai intensitas radiasi rata-rata yang sama yaitu 6.333333333 count/10
sec. Begitu pula dengan nilai intensitas radiasi yang didapatkan dengan menggunakan 3 dan 4
shield yaitu sebanyak 4 count/10 sec. Jadi, berdasarkan data pengaruh jumlah shield terhadap
intensitas radiasi diatas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumalh shield yang
digunakan, maka nilai intensitas radiasi yang dipancarkan justru akan semakin sedikit. Hal
tersebut juga dapat ditunjukkan dengan menggunakan grafik dibawah ini.
Grafik 2. Pengaruh Jumlah Shield pada
Dari grafik dapat diketahui bahwa seiring bertambahnya jumlah shield yang digunakan, maka
grafik hubungan jumlah shield dan intensitas radisiasi justru akan semakin menurun. Hal itu
menunjukkan bahwa nilai intensitas radiasi berbanding terbalik dengan jumlah shield yang
digunakan.
Selain jumlah shield yang digunakan, jenis bahan shield yang digunakan juga mempengaruhi
intensitas radiasi yang dipancarkan oleh Co-60. Berikut akan dijelaskan hubungan bahan shield
yang digunakan dengan intensitas radiasi Co-60 yang dipancarkan dengan menggunakan grafik
hubungan dibawah ini.
Semua data dan grafik diatas merupakan data hasil pengamatan pada praktikum ketiga
untuk bahan radioaktif Co-60. Selanjutnya kita akan menganalisis data hasil pengamatan
praktikum ketiga untuk bahan radioaktif Am-241 seperti yang akan ditunjukkan pada tabel dan
grafik dibawah ini.
Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Praktikum 3 (Pengaruh Efek Shield pada Intensitas Radiasi Am-
241)
Tanpa
17 16 15 16
Shield
1 12 8 5 8.333333333
2 11 7 4 7.333333333
3 8 7 3 6
4 8 6 2 5.333333333
Rata-
11.2 8.8 5.8
rata
Seperti pada bahan radioaktif Co-60, pada praktikum ini juga akan dilakukan analisis
data dengan tinjauan jumlah shield dan jenis bahan shield yang digunakan.
Untuk peninjauan jumlah shield yang digunakan, berdasarkan data hasil pengamatan
pada tabel 4 diatas nilai intensitas radiasi rata-rata yang dihasilkan tanpa menggunakan shield
memiliki nilai intensitas radiasi yang terbesar dibandingkan dengan menggunakan shield.
Grafik 4. Pengaruh Jumlah Shield pada
Seperti pada praktikum dengan bahan radioaktif Co-60 sebelumnya, semakin banyak
jumlah shield yang digunakan, maka nilai intensitas radiasi yang dihasilkan justru akan semakin
sedikit. Hal itu ditunjukkan dengan menurunnya grafik hubungan jumlah shield dan intensitas
radiasi (seperti pada grafik 4 diatas) seiring dengan bertambahnya jumlah shield yang
digunakan.
Selanjutnya, untuk tinjauan bahan shield yang digunakan, bahan plastik memiliki nilai
intensitas radiasi yang terbesar kemudian dilanjutkan dengan shield berbahan aluminium dan
seng. Hal itu menunjukkan bahwa plastik merupakan bahan shield yang mudah dilewati oleh
radiasi Am-241 dibandingkan dengan nilai intensitas radiasi yang ditunjukkan oleh bahan
aluminium dan seng. Atau dapat dikatakan bahwa radiasi Am-241 lebih mudah dihentikan oleh
bahan shield seng dibandingkan dengan shield berbahan aluminium dan plastik.
Untuk praktikum yang sama, yaitu praktikum ketiga dengan tema Pengaruh Efek Shield
terhadap Intensitas Radiasi, dilakukan perubahan pada bahan radioaktif yang digunakan
sebelumnya yaitu bahan Am-241 diubah menjadi Sr-90. Adapun data hasil pengamatan yang
berhasil didapatkan pada praktikum ini dilihat dari dua peninjauan (jumlah shield dan bahan
shield) seperti praktikum sebelumnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Praktikum 3 (Pengaruh Efek Shield pada Intensitas Radiasi Sr-
90)
Tanpa
672 606 657 645
Shield
2 81 47 2 43.33333333
3 15 16 2 11
4 9 5 0 4.666666667
Rata-
218.4 183.8 135.6
rata
Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 5 dan grafik 6, dapat diketahui bahwa pada
peninjauan jumlah shield yang digunakan, hasilnya relatif sama dengan hasil peninjauan
pertama pada praktikum ketiga dengan menggunakan bahan radioaktif Co-60 dan Am-241
sebelumnya yaitu seiring dengan bertambahnya jumlah shield pada sumbu koordinat jumlah
shield, maka grafik hubungan intensitas radiasi Sr-90 dan jumlah shield akan semakin menurun.
Hal tersebut membuktikan kesimpulan pada praktikum sebelumnya bahwa nilai intensitas
radiasi suatu bahan radioaktif berbanding terbalik dengan jumlah shield yang digunakan untuk
menghalangi terjadinya radiasi. Semakin banyak jumlah shield yang digunakan maka intensitas
radiasi yang dapat ditangkap oleh alat pendeteksi Geiger-Muller akan semakin sedikit.
Grafik 6. Pengaruh Jumlah Shield pada
Selanjutnya, untuk peninjauan bahan shield yang digunakan pada praktikum berbahan
Sr-90, hasil praktikum yang didapatkan relatif sama dengan hasil praktikum 3 untuk peninjauan
bahan shield pada bahan radioaktif Am-241. Yaitu nilai intensitas radiasi yang dipancarkan oleh
bahan shield plastik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai intensitas radiasi yang
dipancarkan oleh bahan shield yang lain. Hal itu menunjukkan bahwa plastik lebih mudah
dilewati radiasi Sr-90 dibandingkan dengan aluminium dan seng. Atau dapat dikatakan bahwa
seng merupakan bahan terbaik yang bisa digunakan untuk menghalangi radioaktif yang
dipancarkan oleh Co-60, Am-241 dan Sr-90. Seperti yang ditunjukkan oleh grafik 7 dibawah ini.
Dari ketiga praktikum diatas, yaitu praktikum pengukuran radiasi latar belakang,
praktikum pengaruh jarak terhadap intensitas radiasi dan praktikum efek shield terhadap
intensitas radiasi dapat disimpulkan bahwa nilai intensitas radiasi latar belakang Laboratorium
Madya Jurusan Fisika FMIPA ITS adalah sebesar 1.8 count/10 sec.
Pada praktikum pengaruh jarak terhadap intensitas radiasi dapat diketahui bahwa semakin
jauh jarak pemancaran antara alat pendeteksi radiasi Geiger-Muller dan bahan radioaktif (Co-
60, Am-241, dan Sr-90) maka intensitas radiasi yang dapat ditangkap oleh alat pendeteksi radiasi
Geiger-Muller semakin sedikit.
Sementara itu, pada praktikum ketiga, yaitu praktikum pengaruh efek shield terhadap
intensitas radiasi, dapat kita simpulkan bahwa untuk peninjauan jumlah shield yang digunakan
sebagai penghalang radiasi pada ketiga bahan radioaktif (Co-60, Am-241, Sr-90) tersebut
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah shield yang digunakan maka nilai intensitas radiasi
yang dapat ditangkap oleh alat pendeteksi radiasi Geiger-Muller semakin sedikit.
Begitu pula dengan peninjauan bahan shield yang digunakan (yaitu plastik, aluminium, dan
seng). Pada ketiga bahan radioaktif yang digunakan pada praktikum ketiga ini menunjukkan
bahwa seng merupakan bahan yang paling baik untuk menjadi bahan penghalang radiasi Co-60,
Am-241, dan Sr-90. Sementara pada percobaan Co-60 bahan shield yang paling mudah dilalui
radiasi Co-60 adalah shield berbahan aluminium. Sedangkan untuk kedua praktikum yang lain,
yaitu praktikum ketiga untuk bahan radioaktif Am-241 dan Sr-90, bahan shield yang paling
mudah dilalui radiasi adalah plastik.
Dari kedua peninjauan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan radioaktif Co-60 merupakan
bahan radioaktif yang dapat memancarkan partikel gamma karena jika ditinjau dari nilai
intensitas radiasi yang dipancarkan, bahan Co-60 memiliki nilai pancaran intensitas radiasi
terkecil dibandingkan dengan nilai intensitas radiasi yang ditunjukkan oleh bahan radioaktif Am-
241 dan Sr-90. Selain itu, bahan shield yang mudah dilalui oleh Co-60 merupakan bahan
aluminium. Hal itu sesuai dengan sifat pergerakan partikel gamma yang tidak mudah dibelokkan
oleh medan magnet dan medan listrik sehingga dapat melewati penghalang shield aluminium
lebih mudah daripada lapisan shield yang lain sehingga nilai intensitas radiasi yang terdeteksi
oleh alat Geiger-Muller lebih sedikit daripada bahan radioaktif yang lain karena tidak mudah
dibelokkan oleh medan magnet dan medan listrik.
Sementara itu, bahan radioaktif Am-241 dan Sr-90 yang sama-sama dapat melalui bahan
plastik lebih mudah dan dapat dihentikan oleh bahan shield seng, namun memiliki nilai
intensitas radiasi yang berbeda yaitu nilai intensitas radiasi Sr-90 jauh lebih besar dibandingkan
dengan nilai intensitas radiasi Am-241. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Sr-90
merupakan bahan radioaktif yang dapat memancarkan partikel alpha dan Am-241 merupakan
bahan radioaktif yang dapat memancarkan partikel beta karena partikel alpha lebih mudah
terionisasi daripada partikel beta sehingga nilai intensitas radiasi Sr-90 lebih besar daripada nilai
intensitas radiasi Am-241 walaupun kedua bahan radioaktif tersebut sama-sama dapat melewati
bahan shield plastik dengan mudah.
IV. KESIMPULAN
Pada praktikum Pengukuran Radiasi Latar Belakang berhasil didapatkan nilai intensitas radiasi
latar belakang Laboratorium Madya Jurusan Fisika FMIPA ITS sebesar 1.8 count/10 sec.
Sedangkan pada Praktikum Pengaruh Jarak terhadap Intensitas Radiasi, dan Praktikum Efek
Shield pada Intensitas Radiasi dapat disimpulkan bahwa Co-60 merupakan bahan radioaktif yang
dapat memancarkan partikel gamma. Am-241 merupakan bahan radioaktif yang dapat
memancarkan partikel beta. Dan Sr-90 merupakan bahan radioaktif yang dapat memancarkan
partikel alpha.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium Fisika Modern yang telah
membimbing dalam melakukan praktikum, dan teman-teman yang telah membantu dalam
melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Beiser, Arthur. 1987. Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Penerbit Erlangga, Jakarta
[2] Halliday, Resnick. 1986. Fisika Modern (Terjemahan Pantur Silaban). PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta.
[4] Fisika FMIPA, Dosen. 2011. Fisika II (Listrik, Magnet, Gelombang, Optika, Fisika Modern). ITS press,
Surabaya.
[5] Halliday, Resnick. 1977. Fisika Jilid 2 Edisi 3 (Terjemahan Pantur Silaban). Penerbit Erlangga, Jakarta.
LAMPIRAN
Δ=
Δ=
Δ = 0.489897949
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 27.2165527 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 27.2165527 %
K = 72.7834473%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.182574186
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 1.610948699 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 1.610948699 %
K = 98.3890513 %
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.365148372
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 5.477225575 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 5.477225575 %
K = 94.52277442%
4 4 0 0 0
4 4 0 0 0
4 4 0 0 0
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ=0
Ralat Nisbi
I= x 100%
I = x 100%
I=0%
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 0 %
K = 100 %
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.365148372
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 13.69306394 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 13.69306394 %
K = 86.30693606%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.182574186
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 5.477225575 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 5.477225575 %
K = 94.52277442%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.182574186
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 0.431277604 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 0.431277604 %
K = 99.5687224%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.182574186
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 1.033438788 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 1.033438788 %
K = 98.96656121%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.182574186
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 1.441375151 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 1.441375151 %
K = 98.55862485 %
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.365148372
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 4.38178046 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 4.38178046 %
K = 95.61821954%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 0.182574186
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 5.477225575 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 5.477225575 %
K = 94.52277442%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 2.834313556
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 0.136813205%
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 0.136813205%
K = 99.8631868%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 5.69502707
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 0.850850658 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 0.850850658 %
K = 99.14914934%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 3.825354014
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 1.103467504 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 1.103467504 %
K = 98.8965325 %
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 2.536401651
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 1.361217344 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 1.361217344%
K = 98.63878266%
Ralat Mutlak
Δ=
Δ=
Δ = 2.689485701
Ralat Nisbi
I= x 100%
I= x 100%
I = 1.958363374 %
Keseksamaan
K = 100% - I
K = 100% - 1.958363374 %
K = 98.04163663%
Praktikum Geiger-Muller 1
A. TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari Sifat Statistik Cacah Peluruhan
B. LANDASAN TEORI
Radiasi
Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang,
dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam sering menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya,
sebagaimana terjadi pada senjata nuklir, reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat merujuk kepada
radiasi elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, cahaya inframerah, cahaya tampak, sinar ultra violet, dan X-
ray), radiasi akustik, atau untuk proses lain yang lebih jelas. Apa yang membuat radiasi adalah bahwa energi
memancarkan (yaitu, bergerak ke luar dalam garis lurus ke segala arah) dari suatu sumber. geometri ini secara
alami mengarah pada sistem pengukuran dan unit fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi. Beberapa
radiasi dapat berbahaya.
Jenis radiasi umumnya terjadi di limbah radioaktif peluruhan radioaktif dan sampah.
Tiga jenis utama radiasi ditemukan oleh Ernest Rutherford, Alfa, Beta, dan sinar gamma. radiasi tersebut
ditemukan melalui percobaan sederhana, Rutherford menggunakan sumber radioaktif dan menemukan bahwa
sinar menghasilkan memukul tiga daerah yang berbeda. Salah satu dari mereka menjadi positif, salah satu dari
mereka bersikap netral, dan salah satu dari mereka yang negatif. Dengan data ini, Rutherford menyimpulkan
radiasi yang terdiri dari tiga sinar. Beliau memberi nama yang diambil dari tiga huruf pertama dari abjad Yunani
yaitu alfa, beta, dan gamma.
peluruhan alfa
Peluruhan Alpha adalah jenis peluruhan radioaktif di mana inti atom memancarkan partikel alpha, dan dengan
demikian mengubah (atau 'meluruh') menjadi atom dengan nomor massa 4 kurang dan nomor atom 2 kurang.
Namun, karena massa partikel yang tinggi sehingga memiliki sedikit energi dan jarak yang rendah, partikel alfa
dapat dihentikan dengan selembar kertas (atau kulit).
Radiasi beta plus (β+) adalah emisi positron. Jadi, tidak seperti β⁻, peluruhan β+ tidak dapat terjadi dalam
isolasi, karena memerlukan energi, massa neutron lebih besar daripada massa proton. peluruhan β+ hanya dapat
terjadi di dalam nukleus ketika nilai energi yang mengikat dari nukleus induk lebih kecil dari nukleus.
Perbedaan antara energi ini masuk ke dalam reaksi konversi proton menjadi neutron, positron dan antineutrino,
dan ke energi kinetik dari partikel-partikel
Detektor Geiger-Muller
Pencacah Geiger, atau disebut juga Pencacah Geiger-Müller adalah sebuah alat pengukur radiasi ionisasi.
Pencacah Geiger bisa digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha dan beta. Sensornya adalah sebuah tabung
Geiger-Müller, sebuah tabung yang diisi oleh gas yang akan bersifat konduktor ketika partikel atau foton radiasi
menyebabkan gas (umumnya Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan membesarkan sinyal dan
menampilkan pada indikatornya yang bisa berupa jarum penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi
menandakan satu partikel. Pada kondisi tertentu, pencacah Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi
gamma, walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Pencacah geiger tidak bisa digunakan untuk mendeteksi
neutron.
Apabila ke dalam labung masuk zarah radiasi maka radiasi akan mengionisasi gas isian. Banyaknya pasangan
eleklron-ion yang lerjadi pada deleklor Geiger-Muller tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang.
Hasil ionisasi ini disebul elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan
timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan bergerak kearah dinding tabung
(katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak
kea rah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. sedangkan besarnya
tenaga yang diperlukan untuk membentukelektron dan ion tergantung pada macam gas yang digunakan. Dengan
tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi atom-atom sekitarnya. sehingga
menimbulkan pasangan elektron-ion sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder inipun masih dapat
menimbulkan pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya. sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus
(avalence).
Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan elektron sekunder atau avalanche makin
besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh
muatan negative elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke dinding tabung
(katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif pada permukaan dinding
tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek muatan ruang atau space charge effect.
Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan maksimum yang membatasi berkumpulnya
elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah
radiasi. Oleh karena itu efek muata ruang harus dihindari dengan menambah tegangan V. penambahan tegangan
V dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali.
Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat tambahan tenaga kinetic akibat penambahan tegangan
V.
Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan alektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu
tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi
(tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama. Sehingga
detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung energi dari zarah radiasi yang datang.