ANEMIA APLASTIK
OLEH
Zaujah Nurhanni Zulaisa
G1A217096
ANEMIA APLASTIK
Oleh :
Zaujah Nurhanni Zulaisa
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Case Report Session ini dengan judul “Anemia Aplastik”. Laporan ini merupakan
bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada dr. Hj. Eryasni Husni, Sp.PD.FINASIM selaku pembimbing
yang telah memberikan arahan sehingga laporan Case Report Session ini dapat
terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Sebagai penutup semoga kiranya laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Tebo
Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2018
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Lesu dan lemas pada seluruh badan yang memberat sejak ± 3 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan lesu dan lemas pada seluruh badan sejak ± 3
hari SMRS yang dirasa semakin memberat. Selain itu pasien juga sering merasa
pusing , terutama saat sedang beraktivitas , keluhan pusing sedikit menghilang
apabila pasien beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan banyak muncul bintik-bintik merah dan berdarah
pada hampir di setiap bagian tubuh. Pasien mengatakan keluhan muncul bintik –
bintik perdarahan tersebut setelah pasien mendapatkan transfusi darah pada
tanggal 09/07/2018. Semenjak saat itu pasien mengatakan mulai banyak bintik -
bintik berdarah tersebut, selain itu pasien juga mengatakan gusinya sering
berdarah.
Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah 3x di rawat dirumah sakit,
karena keluhan yang sama, yaitu :
- Pada bulan 6 tahun 2017,pasien dirawat di Rumah Sakit Tebo dengan
keluhan yang sama dan didiagnosa anemia aplastik.
- Pada bulan 6 tahun 2018, pasien kembali dirawat di Rumah Sakit Tebo
dengan keluhan yang sama juga dan didiagnosa anemia aplastik, serta
pasien mengatakan saat itu Hb-nya rendah dan mendapatkan anjuran
untuk dilakukan transfusi,akan tetapi pasien tidak mendapatkan darah
yang cocok. Lalu pasien dirujuk ke RSUD Raden Mattaher Kota Jambi
dan kemudian dilakuan transfusi sebanyak dua kali (28/06/2018 dan
09/07/2018). Saat dirawat di RSUD Raden Mattaher pasien disarankan
untuk dirujuk ke Rumah Sakit M. Hosein di Palembang untuk dilakukan
pemeriksaan BMP (Bone Marrow Punction), kemudian pasien setuju
dirujuk dan pergi ke Palembang untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Namun pasien tidak jadi melakukan pemeriksaan BMP dikarenakan
lama menunggu antrian pemeriksaan.
Selain itu, pasien tidak mengeluhkan hal lain, BAB normal, tidak berdarah atau
BAB berwarna hitam (-) BAK normal dan tidak tampak kemerahan, nafsu makan
normal, batuk berdarah (-), mual dan muntah (-)
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos mentis (GCS 15 E4V5M6)
- Vital sign :
o Tekanan darah : 110/60 mmHg
o Frekuensi nadi : 115x/ menit, reguler, isi dan tegangan
cukup
o Frekuensi nafas : 20x/ menit, tipe torakoabdominal
o Suhu axilla : 36,60C
o Tinggi badan : 165 cm
o Berat badan : 53 kg
o IMT : 19,4 kg/m2 (normoweight)
c. Pemeriksaan Thoraks
Paru :
- Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, penggunaan otot-otot
bantu pernapasan (-), sela iga melebar (-), spider nevi (-), jejas (-)
- Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
- Perkusi : Sonor (+/+) di kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : pulsasi ictus kordis terlihat di ICS V linea
midklavikularis sinistra
- Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba tidak kuat angkat di ICS V
linea midklavikularis sinistra, luas 1 jari
- Perkusi :
o Batas Kanan : ICS V linea parasternalis dextra
o Batas Kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
o Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
4. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Datar , asites (-), pembesaran organ (-), venektasi
(-),
bintik-bintik perdarahan (+)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-) massa (-), hepar dan lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba
- Perkusi : Tympani (+) pada seluruh lapangan abdomen,
batas peranjakan hepar adalah 3 jari
5. Punggung
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Taktil fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-),
- Perkusi : Sonor (+/+)
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
6. Pemeriksaan ekstremitas:
- Superior : Eritema palmar (-), Sianosis (-), pucat (+),deformitas(-
), akral dingin, ikterik (-), edema (-), CRT < 2 detik,
terdapat bintik-bintik perdarahan
- Inferior : Sianosis (-), pucat (+), deformitas (-), akral dingin,
ikterik (-), edema (-), CRT < 2 detik, terdapat bintik-
bintik perdarahan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSA KERJA
Anemia Aplastik
DIAGNOSIS BANDING
- Myelodisplasia Hiposelular
- Leukemia
- Farmakoterapi
o IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
o Transfusi PRC s/d Hb ≥ 10g/dL
o PO Asam Folat 2x5mg
o PO Methylprednisolone 3x4mg
o PO Omeprazole 2x20mg
PROGNOSIS
o Quo ad vitam : Dubia ad malam
o Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
o Quo ad sanationam : Dubia ad malam
FOLLOW UP
Tgl S O A P
20/8/ Badan lemas Keadaan Umum: sakit sedang Anemia - IVFD NaCl 0,9%
2018 (+) Kesadaran : composmentis Aplastik 20 tpm
Rawa TD : 100/60 mmHg - PO Asam Folat
tan Nadi : 75x/menit 2x5mg
hari-6 Pernapasan: 20 x/menit - PO
Temperatur : 36,5 oC Methylprednisolone
Mata: konjungtiva anemis (+/+) 3x4mg
Bibir : pucat (+) - PO Omeprazole
Pulmo : simetris, vesikuler (+/+), 2x20mg
rhonki (-), wheezing (-) - Transfusi PRC
Cor : Gallop (-), murmur (–) 750cc (kolf I,II,III)
Perut: bintik perdarahan (+)
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-
), edema (-),CRT < 2 detik, bintik
perdarahan (+)
21/8/ Badan lemas Keadaan Umum: sakit sedang Anemia - IVFD NaCl 0,9%
2018 (+) Kesadaran : composmentis Aplastik 20 tpm
Rawa Gusi berdarah TD : 100/70 mmHg - PO Asam Folat
tan (-) Nadi : 74x/menit 2x5mg
hari-7 Pernapasan: 21 x/menit - PO
Temperatur : 36,7 oC Methylprednisolone
Mata: konjungtiva anemis (+/+) 3x4mg
Bibir : pucat (+) - PO Omeprazole
Pulmo : simetris, vesikuler (+/+), 2x20mg
rhonki (-), wheezing (-) - Transfusi PRC
Cor : Gallop (-), murmur (–) 250cc (kolf IV)
Perut: bintik perdarahan (+)
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-
), edema (-),CRT < 2 detik, bintik
perdarahan (+)
22/8/ Badan lemas Keadaan Umum: sakit sedang Anemia - IVFD NaCl 0,9%
2018 (+) Kesadaran : composmentis Aplastik 20 tpm
Rawa TD : 110/70 mmHg - PO Asam Folat
tan Nadi : 80x/menit 2x5mg
hari-8 Pernapasan: 20 x/menit - PO
Temperatur : 36,8 oC Methylprednisolone
Mata: konjungtiva anemis (+/+) 3x4mg
Bibir : pucat (+) - PO Omeprazole
Pulmo : simetris, vesikuler (+/+), 2x20mg
rhonki (-), wheezing (-)
Cor : Gallop (-), murmur (–)
Perut: bintik perdarahan (+)
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-
), edema (-),CRT < 2 detik, bintik
perdarahan (+)
23/8/ Badan lemas Keadaan Umum: sakit sedang Anemia - IVFD NaCl 0,9%
2018 (+) Kesadaran : composmentis Aplastik 20 tpm
Rawa TD : 130/60 mmHg - PO Asam Folat
tan Nadi : 78x/menit 2x5mg
hari-9 Pernapasan: 22 x/menit - PO
Temperatur : 36,3 oC Methylprednisolone
Mata: konjungtiva anemis (+/+) 3x4mg
Bibir : pucat (+) - PO Omeprazole
Pulmo : simetris, vesikuler (+/+), 2x20mg
rhonki (-), wheezing (-) - Transfusi PRC
Cor : Gallop (-), murmur (–) 250cc (kolf V)
Perut: bintik perdarahan (+)
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-
), edema (-),CRT < 2 detik, bintik
perdarahan (+)
24/8/ Badan lemas Keadaan Umum: sakit sedang Anemia - IVFD NaCl 0,9%
2018 (+) Kesadaran : composmentis Aplastik 20 tpm
Rawa Gusi berdarah TD : 130/90 mmHg - PO Asam Folat
tan (-) Nadi : 61x/menit 2x5mg
hari- Pernapasan: 20 x/menit - PO
10 Temperatur : 35,6 oC Methylprednisolone
Mata: konjungtiva anemis (+/+) 3x4mg
Bibir : pucat (+) - PO Omeprazole
Pulmo : simetris, vesikuler (+/+), 2x20mg
rhonki (-), wheezing (-) - Cavit D3 3x1
Cor : Gallop (-), murmur (–) - Transfusi PRC
Perut: bintik perdarahan (+) 250cc (kolf VI)
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-
), edema (-),CRT < 2 detik, bintik
perdarahan (+)
25/8/ Badan lemas Keadaan Umum: sakit sedang Anemia - IVFD NaCl 0,9%
2018 berkurang Kesadaran : composmentis Aplastik 20 tpm
Rawa Mual (-) TD : 110/60 mmHg - PO Asam Folat
tan Muntah (-) Nadi : 60x/menit 2x5mg
hari- BAB dan Pernapasan: 22 x/menit - PO
11 BAK normal Temperatur : 36 oC Methylprednisolone
Mata: konjungtiva anemis (+/+) 3x4mg
Bibir : pucat (+) - PO Omeprazole
Pulmo : simetris, vesikuler (+/+), 2x20mg
rhonki (-), wheezing (-) - Cavit D3 3x1
Cor : Gallop (-), murmur (–) - Transfusi PRC
Perut: bintik perdarahan (+) 250cc (kolf VII)
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-
), edema (-),CRT < 2 detik, bintik
perdarahan (+)
27/8/ Badan lemas Keadaan Umum: sakit sedang Anemia Pasien pulang
2018 berkurang Kesadaran : composmentis Aplastik
Rawa TD : 120/70 mmHg
tan Nadi : 68x/menit
hari- Pernapasan: 18 x/menit
12 Temperatur : 36 oC
Mata: konjungtiva anemis (-/-)
Bibir : pucat (-)
Pulmo : simetris, vesikuler (+/+),
rhonki (-), wheezing (-)
Cor : Gallop (-), murmur (–)
Perut: bintik perdarahan (+)
Ekstremitas: pucat (-), ikterik (-),
edema (-),CRT < 2 detik, bintik
perdarahan (+)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada
anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang
sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia,
monositopenia dan trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering juga
digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh
sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia
progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia
hipoplastik dan anemia paralitik toksik.1
3.2 Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh
dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis
retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik
berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun.9 The
Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study
memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi
anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua
terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di
Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4
kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di
Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di
negara Barat belum jelas.9 Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan
dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia
toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak
ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.5
3.3 Klasifikasi
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Klasifikasi menurut kausa2 :
a. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-
kira 50% kasus.
b. Sekunder : bila kausanya diketahui.
c. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan,
misalnya anemia Fanconi
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat
tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik berat < 25%
Selularitas sumsum tulang Hitung neutrophil < 500/µL
Sitopenia sedikitnya dua dari 3 Hitung trombosit < 20.000/µL
sel darah Hitung retikulosit absolut <
60.000/µL
Anemia aplastik sangat berat Sama seperti diatas kecuali hitung
neutrophil
< 200/µL
Anemia aplastik tidak berat Pasien yang tidak memenuhi
kriteria anemia aplastik berat atau
sangat berat; dengan sumsum
tulang yang hiposelular dan
memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut :
netrofil < 1,5x109/L
trombosit < 100x109/L
hemoglobin <10 g/dL
3.4 Etiologi
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia.
Akan tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti
penyebabnya tidak diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan
infeksi virus dan dengan penyakit lain (Tabel 2).
3.4.1 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari
radiasi dimana stem cell dan sel progenitor rusak. Radiasi dapat merusak
DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan
hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena
maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma
sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.2
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi,
dosis dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi
berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa
tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak
mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima
radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima.
Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv
(ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah
dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv
(100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada
dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan
kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali
pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang
dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.13
3.4.2 Bahan-bahan Kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan
dengan anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML).
Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan logam berat
juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan
kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.13
3.4.3 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau
dosis obat berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia
aplastik pada seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering
menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain
yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur,
emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mieleran
atau nitrosourea.2
3.4.4 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus
hepatitis, virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan
penyebab yang paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai
dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang
diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis
seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat
menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik
kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada
pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing
antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat
terjadi.8,12,13
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada
sumsum tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang
trombositopenia. Virus dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang
secara langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau
secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder, inisiasi proses
autoimun yang menyebabkan pengurangan stem cell dan progenitor cell
atau destruksi jaringan stroma penunjang.4
3.5 Patogenesis
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia
aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia
Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia
aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan
kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi.
Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan
reaksi autoimun terhadap stem sel.11
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia
aplastik yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan
penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif
(mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu.
Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi
terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous
leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks
yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan
perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi,
contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker
payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi
menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA
masih belum diketahui dengan pasti.11
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat
disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene.
Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga
menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.11
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun
mungkin merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik.
Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit
sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan
mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem
sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang
terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang
kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).11
3.10 Penatalaksanaan
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi
akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk
menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk
memperbaiki keadaan pasien yaitu :9
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang
diduga menjadi penyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang
dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit
sesuai yang dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia
berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila
organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus
yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada
(misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan
transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit
berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih
pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.2
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari
20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan
atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada
mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit
konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti
terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti
dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).2
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih
kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih
parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan
sangat pendek.2
b. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah
antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin
(ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan
pada2 :
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan
pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan
atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan
pasti dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell
immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak
langsung terhadap hemopoiesis.2
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG
dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu
diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Siklosporin juga
diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan
proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.2 Sebuah protokol
pemberian ATG dapat dlihat pada Tabel 8.11
3.11 Prognosis9
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit.
Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah
netrofil kurang dari 500/L (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia
aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/L (0,2x109/liter) dikaitkan
dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila
transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki
respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional
merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi
biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien
yang berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40
tahun dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya,
sebanyak 40% pasien yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum
tulang akan menderita gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan
kanker sekitar 11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi
siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada
pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sebelum transplantasi,
belum mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah serta
tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi
kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa
pasien setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang
kemudian mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga
akan berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal
hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia
pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif.
Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar
69% yang bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan
terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal
yang sama dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid
memiliki toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih
lambat walaupun memiliki remisi yang lebih bertahan lama.
BAB IV
ANALISA KASUS
Tn. S (21 Tahun), masuk ke RS dengan keluhan utama Lesu dan lemas pada
seluruh badan yang memberat sejak ± 2 hari SMRS. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan anemia
aplastik.
Pasien awalnya sering merasa lesu dan lemas pada seluruh badan yang
kemudian dirasakan semakin memberat. Selain itu pasien juga sering merasa
pusing , terutama saat sedang beraktivitas , keluhan pusing sedikit menghilang
apabila pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan banyak muncul bintik-bintik
merah dan berdarah pada hampir di setiap bagian tubuh. Pasien mengatakan
keluhan muncul bintik – bintik perdarahan tersebut setelah pasien mendapatkan
transfusi darah. Semenjak saat itu pasien mengatakan mulai banyak bintik -bintik
merah tersebut, selain itu pasien juga mengatakan gusinya sering berdarah.
Pasien sebelumnya sudah pernah 3x di rawat dirumah sakit, karena keluhan
yang sama. Pertama pada bulan 6 tahun 2017,pasien dirawat di Rumah Sakit Tebo
dengan keluhan yang sama dan didiagnosa anemia aplastik. Kemudian pada bulan
6 tahun 2018, pasien kembali dirawat di Rumah Sakit Tebo dengan keluhan yang
sama juga dan didiagnosa anemia aplastik, serta pasien dirujuk ke RSUD Raden
Mattaher Kota Jambi dan kemudian dilakuan transfusi sebanyak dua kali
(28/06/2018 dan 09/07/2018). Saat dirawat di RSUD Raden Mattaher pasien
disarankan untuk dirujuk ke Rumah Sakit M. Hosein di Palembang untuk
dilakukan pemeriksaan BMP (Bone Marrow Punction), kemudian pasien setuju
dirujuk dan pergi ke Palembang untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Namun
pasien tidak jadi melakukan pemeriksaan BMP dikarenakan lama menunggu
antrian pemeriksaan. Buang air besar dan kecil baik, mual (-) dan muntah (-).
Dari pemeriksaan fisik penemuan bermakna yaitu: TD 110/60 mmHg, HR
115x/menit, konjungtiva anemis (+/+), terdapat konjungtiva bleeding di oculi
sinistra dan terdapat ptekie pada perut dan ekstremitas, serta ekstremitas superior
dan inferior tampak pucat. Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
darah rutin berupa leukopenia (3,36 x 109/L), anemia (RBC: 1,12 x 1012/L; Hb: 3
g/dL; MCV: 75,4 fL; MCH: 26,8 pg; MCHC; 357 g/dL), trombositopenia (2 x
109/L). Kesimpulan hasil pembacaan sediaan apus darah tepi terrdapat anemia
normokrom normositik dan trombositopenia. Dari hasil foto rontgen Thoraks
tidak tampak adanya kelainan pada pulmo dan cor.
Pada kasus ini sangat sulit ditentukan causa anemia aplastiknya, karena
pasien tidak memiliki faktor resiko yang berpengaruh, serta tidak dijumpai adanya
riwayat dalam keluarga, sehingga dapat tergolong anemia aplastik idiopatik.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis anemia yaitu pasien tampak
pucat, mukosa konjungtiva anemis dan tanda trombositopenia berupa petekie
yang tambah di seluruh tubuh disertai dengan gusi berdarah. Pada pasien ini juga
tidak ditemukan adanya organomegali. Namun untuk menegakkan diagnosa
secara pasti, perlu dilakukan pemeriksaan BMP.
Pengobatan pada pasien ini hanya berupa terapi suportif, yaitu melakukan
transfusi darah. Selama perawatan pasien mendapat transfusi PRC sebanyak 7
kolf. Pasien juga mendapat obat peroral berupa asam folat, methylprednisolone
dan omeprazole. Setelah mendapat perawatan selama 12 hari di Rumah Sakit,
keadaan pasien sudah cukup stabil dan kemudian dipulangkan.
Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak
dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat
penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.8
Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek.
Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69%
sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.9
BAB V
KESIMPULAN
1. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: Lee
GR, Foerster J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9th ed. Philadelpia-
London: Lee& Febiger, 1993;911-43.
2. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Kelima. Jakarta. Balai Penerbit FKUI,
2009;1116-26.
3. Bakshi S. Aplastic Anemia. Available in http://www.emedicine.com/med/
topic162.htm
4. Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : Basic
Principles and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000;153-68.
5. Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia-An
experience of 89 Cases.2004;18(1):76-9
6. Supandiman I. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik 2003.
Jakarta. Q-communication, 1997;6.
7. Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101.
8. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. N
Engl J Med.1997;336(19):1365-72
9. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William
Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.
10. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow
failure disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, et al
(eds). Post Graduate Haematology 5th edition. USA: Blackwell Publishing,
2005;190-206.
11. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds).
Modern Hematology Biology and Clinical Management 2nd ed. New Jersey:
Humana Press, 2007 ;207-16.
12. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure
syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 18th ed. New York: McGraw Hill, 2011:617-25.
13. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed. New
York: Lange McGraw Hill, 2005.
14. Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds). Current
Medical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill, 2013;510-