LP Ok Ibs
LP Ok Ibs
1.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas
superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian
distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.
Fraktur suprakondiler humeri adalah fraktur yang terjadi pada bagian sepertiga distal
tulang humerus setinggi kondilus humeri tepat proksimal troklea dan capitulum humeri, yang
melewati fossa olekrani. Garis frakturnya berjalan melalui apeks coronoid dan fossa
olecranon. Fraktur ini sering terjadi pada anak – anak, yaitu fraktur kondilus lateralis
humerus dan fraktur epikondilus medialis humerus. Fraktur kondiler sederhana jarang
ditemukan pada orang dewasa, umumnya didapati fraktur kondiler kominutif berbentuk T
atau Y.
Fraktur kondilus lateralis humerus pada anak,kondilus tersebut terdislokasi ke arah
distal. Fraktur ini termasuk fraktur epifisis berat tipe 4 yang merupakan fraktur intraartikuler.
Fraktur epikondillus medialis humerus merupakan fraktur avulsi dan terjadi akibat
gaya abduksi atau valgus yang berlebihan.
1.2 Epidemiologi
Fraktur ini sering terjadi pada anak – anak, yaitu sekitar 65 % dari seluruh kasus patah
tulang lengan atas. Mayoritas fraktur suprakondiler pada anak – anak terjadi pada usia 3 – 10
tahun, dengan puncak kejadiannya pada usia 5 dan 7 tahun. Dan biasanya paling sering
ditemukan pada anak laki – laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1.
1.3 Etiologi
1. Adanya riwayat trauma atau cedera
2. Kecelakaan kendaraan bermotor
3. Jatuh dari ketiggian
4. Luka tembak
5. Sidewipe injuries
1.4 Anatomi
Ujung distal humerus berbentuk pipih antero – posterio, bersama – sama dengan
ujung proksimal radius dan ulna membentuk persendian jenis ginglimus d arthroradialis atau
“hinge joint. Ujung distal humerus terdiri dari dua kondilus tebal ( lateralis dan medialis )
yang tersusun oleh tulang konselous. Pada anak, ujung distal humerus terdiri dari kartilago.
Batas massa kartilago dengan batas tulang merupakan tempat yang lemah, dimana sering
terjadi pemisahan epifise. Karena itu penting untuk mengetahui kapan timbulnya penulangan,
konfigurasi dan penyatuan dengan batang humerus.
Kondilus lateralis ditumpangi oleh kapitulum yang merupakan tonjolan yang
berbentuk kubah yang nantinya akan bersendi dengan cekungan kaput radii. Di kranial
kapitulum pada pada permukaan anterior humerus, terdapat cekungan ( fossa ) yang akan
menampung ujung kaput radii, pada keadaan flexi penuh sendi siku.
Seluruh permukaan troklea dilapisi kartilago sampai fossa olekranon. Sedikit di
kranial troklea humerus menipis untuk membentuk fossa koronoidea, di anterior dan fossa
olekranon di posterior. Fossa tersebut akan menampung prosessus koronoideus ulna pada
gerakan fleksi dan ujung prossesus olekranon pada gerakan ekstensi. Hiperostosis pada fossa
tersebut atau disekitar tonjolan / prominensia ulna akan membatasi gerak sendi siku di kranial
kedua kondilus yaitu di bagian lateral dan medial humerus terdapat epikondilus tempat
melekatnya tendo – tendo otot. Satu – satnya tendo yang merupakan tempat asal kelompok
fleksor pronator berasal terutama dari epikondilus medialis dan dari “medial suprakondiler
ridge” yang terdapat sedikit di kranial epikondilus. Demikian juga kelompok otot ekstensor
supinator berasal dari epikondilus lateralis dan “lateral suprakondiler ridge”
1.5 Patofisiologi
1.5.1 Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas
atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih
disebabkan adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di bagian
anterior.
1.5.2 Akibatnya baik pada cedera hiperekstensi maupun fleksi lengan bawah, tenaga trauma
ini akan diteruskan lewat sendi siku.
1.5.3 Fraktur terjadi akibat bertumbu pada tangan terbuka dengan siku agak fleksi dan
lengan bawah dalam keadaan pronasi.
1.5.4 Sebagian besar garis fraktur berbentuk oblique dari anterior ke kranial dan ke
posterior dgn pergeseran fragmen distal ke arah posterior kranial.
1.5.5 Fr.suprakondiler humeri jenis ekstensi slalu disertai dengan rotasi fragmen distal ke
medial dan “hinging” kortek lateral.
1.5.6 Pergeseran :
Angulasi ke anterior dan medial dengan pemisahan fragmen fraktur
Tidak adanya kontak antara fragmen, kdg2 pergeserannya cukup besar à
ujung fragmen distal yang tajam bs menusuk à merusak m.brachialis,
n.radialis, n medianus.
1.5.7 Fr.suprakondiler humeri tipe fleksi à jarang jatuh mengenai siku dalam keadaan
fleksi. Garis fraktur mulai cranial mengarah ke postero kaudal dan fragmen distal
mengalami pergeseran ke arah anterior.
Dikenal dua tipe fraktur suprakondiler humeri berdasarkan fragmen distal, yaitu :
1. Tipe posterior ( tipe ekstensi )
Tipe ekstensi merupakan 99 % dari seluruh jenis fraktur suprakondiler humeri. Pada
tipe ini fragmen distal bergeser kearah posterior.
1.8 Klasifikasi
Tipe I
Terdapat fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya berupa retak yang berupa garis.
Tipe II
Tidak ada pergeseran fragmen, hanya terjadi perubahan sudut antara humerus dan
kondilus lateralis ( normal 40 derajat )
Tipe III
Terdapat pergeseran fragmen tetapi korteks posterior masih utuh serta masih ada kontak
antara kedua fragmen.
Tipe IV
Pergeseran kedua fragmen dan tidak ada kontak sama sekali.
1.12 Komplikasi
1. Pembentukan lepuh kulit
Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau mungkin juga
karena verban yang terlalu kuat.
2.3 Intervens
1. Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera
pada jaringan lunak, stres ansietas, alat traksi/imobolisasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria Hasil:
a. Anak akan mengidentifikasi sumber-sumber nyeri
b. Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri
c. Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri.
Intervensi-rasional :
1. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteriktik, intensitas (0-10)
R/ Meningkatkan kefektifan intervensi, tingkatkan ansietas dapat mempengaruhi
persepsi atau reaksi terhadap nyeri
2. Tinggikan dan dukung esktremitas yang terkena
R/ Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
3. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri
R/ Meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri
4. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
R/ Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan
yang rusak
5. Beri alternatif tindakan kenyamanan : pijatan alih baring
R/ Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
6. Ukur tanda-tanda vital
7. Beri obat sesuai indikasi:Diberikan untuk menurunkan nyeri
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedera tusuk, bedah
perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi;
akumulasi ekskresi/sekret, imobilisasi fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka tidak terjadi kerusakan integritas
jaringan
Kriteria hasil :
a. Menunukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi.
b. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
c. Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang di anjurkan dalam meningkatkan
peyembuhan luka.
Intervensi:Rasional
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna
R/ Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin
disebabkan oleh alat atau pemasangan gips, edema
2. Masase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas
kerutan
R/Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
3. Ubah posisi dengan sering
R/ Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan kerusakan
jaringan
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer:
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keparawatan, infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
a. Mencapai penyembuhan sesuai waktu, dan demam
b. TTV normal: TD sistole < 130 mmHg, diastole < 85 mmHg, suhu 36-37 C, nadi 78-
88 x/mnt.
c. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor, fungsiolaesa).
Intervensi:Rasional
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
R/ Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan
atau abrasi
2. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan,
bau drainase yang tak enak
R/ Menghindarkan infeksi
3. Obsevasi tanda-tanda vital
4. Kaji adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, color, tumor, fungsiolaesa)
5. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara:Kekuatan otot, spasme
tonik otot rahang, mengindikasi tetanus
6. Berikan obat sesuai indikasi:
R/ Antibiotik membantu mengatasi nyeri
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, Graham. Solomon, Louis. Fraktur Pada Anak. Dalam: Buku Ajar Ajar
Ortopedi dan Fraktur Sistim Apley. Edisi ke-7. Widya Medika. Jakarta.
2. Nochimson, Geofrey (2009). Fraktur Suprakondiler humerus. (emedicine). Disitasi
pada tanggal 22 Januari 2010 dari: http://emedicine.medscape.com