Makalah Teori Keagenan
Makalah Teori Keagenan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Saat ini kebutuhan akan informasi akuntansi terus berkembang. Tidak hanya
dibutuhkan oleh pihak internal, seperti manajer, tetapi juga oleh pihak eksternal,
seperti investor, kreditur, dan pemerintah. Informasi yang mereka butuhkan tentunya
bukan merupakan informasi yang asal-asalan, tetapi informasi yang menunjukkan
kondisi sebenarnya dari suatu perusahaan yang bermanfaat dalam pengambilan
keputusan. Hal ini menyebabkan timbulnya usaha-usaha untuk merumuskan teori-teori
akuntansi yang lebih fleksibel dan relevan dengan perkembangan zaman dan pola pikir
masyarakat yang terus meningkat, serta mengembangkan disiplin akuntansi sehingga
menjadi lebih bermanfaat bagi perusahaan dan masyarakat.
Dari latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Keagenan (Agency Theory)?
2. Bagaimana konsep dalam Teori Keagenan (Agency Theory)?
3. Bagaimana Teori Keagenan (Agency Theory) dalam praktik akuntansi dan
aplikasinya pada pengelolaan perusahaan?
4. Apakah jenis dari masalah keagenan (agency problems) serta dampak yang
ditimbulkan dari masalah tersebut?
5. Bagaimana cara mengahadapi masalah keagenan?
1.3. TUJUAN
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Teori Keagenan (Agency
Theory).
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep Teori Keagenan (Agency Theory).
3. Untuk mengetahui bagaimana Teori Keagenan (Agency Theory) dalam praktik
akuntansi dan aplikasinya pada pengelolaan perusahaan.
4. Untuk mengetahui jenis dari masalah keagenan serta dampak dari masalah
keagenan.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mengahadapi masalah keagenan.
BAB II
Makalah 3
Teori Keagenan (Agency Theory)
PEMBAHASAN
Agency Theory merupakan bidang yang populer akhir-akhir ini. Pemisahan pemilik
dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori
keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi
mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer.
Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta
karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.
Salah satu hipotesis dalam teori keagenan ini adalah bahwa manajemen akan
mencoba memaksimalkan kesejahteraannya sendiri dengan cara meminimalisir berbagai
biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency
cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan
terhadap agen. Hipotesis ini tidak sama artinya dengan hipotesis yang menyebutkan bahwa
manajemen mencoba memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Oleh karena
itu, manajemen diasumsikan akan memilih prinsip akuntansi yang sesuai dengan
tujuannya memaksimalkan kepentingannya, bukan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan.
Menurut Anthony dan Govindrajan (2005) teori agensi adalah hubungan atau
kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu
semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang
(prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal
serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.
Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan
Makalah 4
Teori Keagenan (Agency Theory)
nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan
kepentingan prinsipal.
Teori keagenan (Agency Theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik
bisnis perusahaan yang digunakan selama ini. Teori ini berakar dari sinergi teori ekonomi,
teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya
hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan
pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama
yang disebut “nexus of contract.”.
Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur
proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan
kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang
mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun
resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal
bila kontrak dapat fairness (mencapai keadilan) yaitu mampu menyeimbangkan antara
principal dan agen yang secara sistematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang
optimal oleh agen dan pemberian insentif imbalan khusus yang memuaskan dari principal
ke agen. Inti dari agency theory adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan principal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan
(Scott, 1997).
Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:
(a) Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk
mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion).
(b) Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi
sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara
prinsipal dan agen.
(c) Asumsi tentang informasi.
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Makalah 6
Teori Keagenan (Agency Theory)
Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang principal dan agen yang
saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya
akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik-menarik pengaruh dan kepentingan
antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi bagi
principal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat
menghambat principal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan
informasi yang tidak transparan, sedang di lain pihak principal selaku pemilik modal
bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling
berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian
yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik
yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal maupun
agen diasumsikan sebagai orang ekonomi (homo economicsus) yang berperilaku ingin
memaksimalkan kepentingannya masing-masing.
2.3. Agency Theory dalam Praktik Akuntansi dan Aplikasinya pada Pengelolaan
Perusahaan
Dari model ini dan perluasannya dapat diambil beberapa pengertian. Perluasan ini
sebagian besar berhubungan dengan cara kedua belah pihak tersebut berbagi risiko dan
informasi. Misalnya, para pemilik yang menghindari risiko diasumsikan menanggung
risiko bisnis, sementara para manajer bertindak sebagai agen-agen yang netral terhadap
risiko yang dimaksud. Dengan menggunakan teori keagenan yang sama, jika manajemen
bersikap tidak membedakan terhadap risiko sedangkan pemilik menghindari risiko, maka
manajemenlah dan bukan pemilik yang akan menanggung risiko tersebut. Ini merupakan
keadaan saling mempengaruhi penghindaran risiko relatif antara manajer dan pemilik
perusahaan yang menciptakan sebagian dari masalah-masalah yang paling menarik dalam
teori keagenan untuk para akuntan. Informasi yang dimaksud merupakan salah satu cara
untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga memberi akuntan peran penting dalam
pembagian risiko antara manajer dan pemilik perusahaan.
Satu contoh kasus yang menyangkut informasi yang tidak lengkap dalam teori
keagenan, dapat terjadi apabila pihak pemilik perusahaan tidak dapat mengamati semua
aksi pihak manajer perusahaan. Aksi-aksi yang dimaksud mungkin berbeda dari aksi yang
lebih disukai pihak pemilik perusahaan, entah karena manajer perusahaan mempunyai
perangkat efisiensi yang berbeda atau data pula karena pihak manajer tersebut sengaja
mencoba untuk melalaikan tugasnya sebagai manajer perusahaan atau biasa juga
melakukan penipuan terhadap pemilik perusahaan.
Situasi ini tentunya dapat menciptakan apa yang dikenal dengan istilah moral
hazard. Salah satu solusi yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan cara pihak pemilik
perusahaan menugaskan seorang auditor untuk melakukan pemeriksaan mengenai apa
yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan tersebut. Sedangkan solusi yang
Makalah 8
Teori Keagenan (Agency Theory)
lainnya dapat dilakukan dengan cara memberikan pihak manajemen perusahaan suatu
insentif, seperti misalnya, saham yang ada di perusahaan, untuk menyelesaikan preferensi
manajemen perusahaan dengan preferensi pihak pemilik perusahaan.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk
membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu,
manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham.
Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara
prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling
efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen.
Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak
yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun
majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat
informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi.
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer
berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai
perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke
perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan
kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu
dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki
informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping
Makalah 9
Teori Keagenan (Agency Theory)
itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk
diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering
disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik
memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja
perusahaan.
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelola
perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada
meningkatkan nilai perusahaan. Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan
perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada
pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi
memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena
memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup
lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan
keluarga mahasiswa untuk mengelola organisasi menjadi agen yang idealnya mampu
mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus lembaga
kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih
memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga
menjadi terabaikan.
Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan
Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur.
Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh
pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer-pemilik akan mengambil setiap
tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam
bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas
eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi
hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham
perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul.
Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk
Makalah 10
Teori Keagenan (Agency Theory)
memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah
berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer
menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena
sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.
Kreditur memiliki klaim atas sebagian dari arus kas perusahaan untuk pembayaran
bunga dan pokok utang. Mereka memiliki klaim atas aset perusahaan saat perusahaan
mengalami kebangkrutan. Pada saat perusahaan mengalami kebangkrutan, keputusan
harus segera diambil untuk mengatasi kondisi tersebut, yaitu apakah akan melikuidasi
perusahaan dengan menjual seluruh aset atau melakukan reorganisasi. Manajemen perlu
segera bertindak dan khususnya manajer memilih reorganisasi dengan tujuan
mempertahankan pekerjaannya. Keputusan manajer ini tentu saja berdampak pada
pemegang saham atau kreditur atau kedua belah pihak tersebut.
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah
satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan
arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan
Makalah 11
Teori Keagenan (Agency Theory)
Potensi konflik keagenan muncul setiap kali manajer perusahaan memiliki kurang
dari 100 persen dari saham biasa perusahaan. Jika suatu perusahaan merupakan
kepemilikan tunggal yang dikelola oleh pemilik, manajer-pemilik akan melakukan
tindakan untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Manajer-pemilik mungkin akan
mengukur utilitas oleh kekayaan pribadi, tetapi mungkin memikirkan pertimbangan
lainnya terhadap kekayaan pribadi. Jika pemilik-manajer meninggalkan sebagian
kepemilikan-nya dengan menjual sebagian saham perusahaan kepada investor luar, maka
akan muncul potensi konflik kepentingan atau konflik keagenan.
Teori keagenan yang mulai berkembang mengacu kepada pemenuhan tujuan utama
dari manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Maksimalisasi kekayaan ini dilakukan oleh manajemen yang disebut agen.
Ketidakmampuan atau keengganan manajer untuk meningkatkan kekayaan pemegang
saham menimbulkan apa yang disebut masalah keagenan.
Adverse Selection
Adverse Selection merupakan suatu keadaan dimana principal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar
didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah
kelalaian dalam tugas.
Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency pemegang saham
dan manager. Pada keadaan ekstrim, manajer perusahaan bertindak sepenuhnya
berdasarkan perubahan harga saham. Dalam hal ini, biaya agen akan rendah karena
manajer memiliki insentif besar untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham,
hal tersebut tentu akan sangat sulit, oleh karena itu, dalam keadaan tersebut menyewa
manajer berbakat di bawah ikatan kontrak karena pendapatan perusahaan akan
dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi yang tidak berada di bawah kendali manajerial. Pada
keadaan ekstrim lainnya, pemegang saham dapat memonitor setiap tindakan manajerial,
tapi ini akan sangat mahal dan tidak efisien. Solusi optimal terletak di antara ekstrim, di
mana kompensasi eksekutif terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga
dilakukan.
kesejahteraan pemegang saham. Kedua, rencana ini membantu perusahaan menarik dan
mempertahankan manajer yang memiliki kepercayaan diri untuk risiko masa depan
keuangan mereka pada kemampuan mereka sendiri yang harus mengarah pada kinerja
yang lebih baik.
Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku
dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat memberikan rekomendasi
kepada dewan direksi, yaitu:
Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga
memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal
Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang
dan agen diberikan keleluasan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan
para pemegang saham
selain diberi penghargaan, juga diumumkan pada publik sehingga dapat menjadi
contoh bagi pegawai/pejabat yang lain.
Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk
mengurangi konflik kepentingan, yaitu:
1) Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership)
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham
oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency
cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan
manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses
ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan
kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal
perusahaan.
2) Meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax)
3) Meningkatkan sumber pendanaan melalui utang
Adanya utang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara
berlebihan oleh manajer karena perusahaan harus melakukan pembayaran atas bunga
dan pokok pinjaman secara periodik serta mematuhi ketentuan pada perjanjian
utang.
4) Kepemilikan saham oleh Institusi (Institutional holdings)
Adanya kepemilikan saham oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi,
bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam Agency
Theory mengenal adanya Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak
seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara
prinsipal dan agen.
Inti dari Agency Theory ( Teori Keagenan) adalah pendesainan kotrak yang tepat
untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik
kepentingan. Agency Theory memiliki 3 landasan asumsi :
1. Asumsi tentang sifat manusia
2. Asumsi tentang keorganisasian
3. Asumsi tentang informasi
Dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994),
dijelaskan bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur.
Adverse Selection merupakan suatu keadaan dimana principal tidak dapat mengetahui
apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi
yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
1. Kepemilikan terkonsentrasi
Mekanisme pengawasan ini agak mirip dengan mekanisme kepemilikan institusional.
Kepemilikan dikatakan terkonsentrasi jika untuk mencapai control dominasi atau
mayoritas dibutuhkan penggabungan lebih sedikit investor. Jika control dipegang oleh
sedikit invetor maka akan semakin mudah control tersebut dijalankan. Kepemilikan
Makalah 21
Teori Keagenan (Agency Theory)
DAFTAR PUSTAKA
One of the most important outcomes of BB was that it opened up a large number of
additional usefulness. A logical next step is to ask whether the magnitude of unexpected
earnings is related to the magnitude of the security market response recall that BB’s
analysis was based only on the sign of unexpected earnings. That is, the information
content of earnings in BB’s study as classified only into GN o BN, a fairly coarse
measure.
The question of magnitude of response was investigated, for example, by Beaver,
Clake, and wright (BCW) in 1979. They examinated a saple of 276 NYSE firms with
December 31 year ends, ove the 1o-yea period from 1965 to 1974. For each sample firm,
for each year of the sample peiod. They estimated the unexpected earnings changes.
Upon comparations of unexpected earnings changes with abnormal security
returns, BCW found that the greate the change in unexpected earnings, the greater the
security market response.
Also, since 1986, accounting researchers have studied securities market response
to net income on other stock exchanges, in other countries, and for quarterly earnings
reports, with similar results. The approach has been applied to study market response to
the information contained in new accounting standards, auditor changes, etc.
5.4 EARNINGS RESPONSE COEFICIENT
Recall that the securities maket returns identified by BB were averages, that is,
they showed that on averagetheir GN firms enjoyed positive abnormal returns, and their
BN firms showed negative ones. Of course, an average can conceal wide variation about
the average. Thuse, it is likely that some firms’ abnormal returns were well above average
and others ‘ were well below. Consequently, one of the most important directions that
empirical financial accounting research took following the BB study was the identification
and explanation of differential market esponse to eanings information. This is called
earnings esponse coefficient (ERC) research.
An earnings response coeficient measures the extent of a security’s abmomal
market return in response to the unexpected component of reported earnings of the firm
issuing that security.
Thst is, to calculate an ERC, divide abnormal share return (for the window
surrounding the date of earnings release) by unexpected earnings for the period. This
Makalah 24
Teori Keagenan (Agency Theory)
measures abnormal eturn per dollar of abnormal earnings, enabling comparisons of ERCs
across firms and over time.
To test this concept of accruals quality, DeChow and Dichev suggested estimating
the following regression equation:
Where WCt is the change in net non-cash working capital for the firm in question
to be estimated, and t is the residual error term, that is, the portion of total
current accruals WCt and subsequent accrual operating cash flow realizations.
Evidence that firms’ ERCs and share prices respond positively to accrual
quality as measured by this procedure is reported by Francis, LaFond, Olsson, and
Schipper (2004 and 2005) and Ecker, Francis, Kim, Olsson, and Schipper (2006).