Anda di halaman 1dari 26

Makalah 1

Teori Keagenan (Agency Theory)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Saat ini kebutuhan akan informasi akuntansi terus berkembang. Tidak hanya
dibutuhkan oleh pihak internal, seperti manajer, tetapi juga oleh pihak eksternal,
seperti investor, kreditur, dan pemerintah. Informasi yang mereka butuhkan tentunya
bukan merupakan informasi yang asal-asalan, tetapi informasi yang menunjukkan
kondisi sebenarnya dari suatu perusahaan yang bermanfaat dalam pengambilan
keputusan. Hal ini menyebabkan timbulnya usaha-usaha untuk merumuskan teori-teori
akuntansi yang lebih fleksibel dan relevan dengan perkembangan zaman dan pola pikir
masyarakat yang terus meningkat, serta mengembangkan disiplin akuntansi sehingga
menjadi lebih bermanfaat bagi perusahaan dan masyarakat.

Usaha ini dilakukan salah satunya dengan mengadakan penelitian-penelitian.


Penelitian di bidang akuntansi ini terus-menerus dilakukan oleh para peneliti akuntansi
dan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan Teori Akuntansi
pada khususnya dan profesi akuntansi pada umumnya. Salah satu bidang akuntansi
yang diteliti adalah Teori Keagenan (Agency Theory). Teori ini merupakan salah satu
teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi
dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku
manusia dalam model ekonomi.

Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis


perusahaan yang dipakai selama ini. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya
hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yakni investor dengan pihak
yang menerima wewenang (agensi) yaitu manager. Menurut teori ini, hubungan antara
pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang
saling bertentangan (Conflict of Interest). Pertentangan dan tarik-menarik kepentingan
antara prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam Agency
Theory dikenal sebagai Asymmetric Information (AI).

Adanya AI dan Conflict of Interest pada manager/agen, memungkinkan mereka


untuk mengambil keputusaan dan kebijakan yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
Adanya kondisi ini menimbulkan tata kelola perusahaan yang kurang sehat karena
Makalah 2
Teori Keagenan (Agency Theory)

tidak adanya keterbukaan dari manajemen untuk mengungkapkan hasil kinerjanya


kepada prinsipal sebagai pemilik perusahaan. Agency Theory menganalisis dan
mencari solusi atas dua permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para
prinsipal (pemilik/pemegang saham) dan agen (manajemen).

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Keagenan (Agency Theory)?
2. Bagaimana konsep dalam Teori Keagenan (Agency Theory)?
3. Bagaimana Teori Keagenan (Agency Theory) dalam praktik akuntansi dan
aplikasinya pada pengelolaan perusahaan?
4. Apakah jenis dari masalah keagenan (agency problems) serta dampak yang
ditimbulkan dari masalah tersebut?
5. Bagaimana cara mengahadapi masalah keagenan?

1.3. TUJUAN

Dari rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Teori Keagenan (Agency
Theory).
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep Teori Keagenan (Agency Theory).
3. Untuk mengetahui bagaimana Teori Keagenan (Agency Theory) dalam praktik
akuntansi dan aplikasinya pada pengelolaan perusahaan.
4. Untuk mengetahui jenis dari masalah keagenan serta dampak dari masalah
keagenan.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mengahadapi masalah keagenan.

BAB II
Makalah 3
Teori Keagenan (Agency Theory)

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Agency Theory

Agency Theory merupakan bidang yang populer akhir-akhir ini. Pemisahan pemilik
dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori
keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi
mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer.
Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta
karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Salah satu hipotesis dalam teori keagenan ini adalah bahwa manajemen akan
mencoba memaksimalkan kesejahteraannya sendiri dengan cara meminimalisir berbagai
biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency
cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan
terhadap agen. Hipotesis ini tidak sama artinya dengan hipotesis yang menyebutkan bahwa
manajemen mencoba memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Oleh karena
itu, manajemen diasumsikan akan memilih prinsip akuntansi yang sesuai dengan
tujuannya memaksimalkan kepentingannya, bukan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan.

Menurut Anthony dan Govindrajan (2005) teori agensi adalah hubungan atau
kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu
semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent.

Sedangkan Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan:


“agency relationship as a contract under which one or more person (the principals)
engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves
delegating some decision making authority to the agent”.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang
(prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal
serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.
Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan
Makalah 4
Teori Keagenan (Agency Theory)

nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan
kepentingan prinsipal.

Teori keagenan (Agency Theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik
bisnis perusahaan yang digunakan selama ini. Teori ini berakar dari sinergi teori ekonomi,
teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya
hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan
pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama
yang disebut “nexus of contract.”.

Teori keagenan/agency theory mengasumsikan bahwa semua individu bertindak


atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya
tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau peningkatan investasi di perusahaan,
sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan
syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Karena perbedaan kepentingan ini, masing-masing pihak berusaha untuk


memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang
semaksimal mungkin dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan
dengan kenaikan porsi dividen dari tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan
kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi
yang “memadai”. Principal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuannya
memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian dividen. Makin tinggi laba, harga
saham dan dividen, maka agen dianggap berhasil atau memiliki kinerja yang baik
sehingga layak mendapat insentif yang tinggi.

Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Principal agar mendapatkan kompensasi


yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka Agen dapat
memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah-olah target tercapai. Permainan
tersebut bisa atas prakarsa dari Principal ataupun inisiatif Agent sendiri. Maka terjadilah
Creative Accounting yang menyalahi aturan, misalnya piutang yang tidak mungkin
tertagih yang tidak dihapuskan dan pengakuan penjualan yang tidak semestinya, yang
berdampak pada besarnya nilai aktiva dalam Neraca yang “mempercantik” laporan
keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga dengan melakukan
income smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan
Makalah 5
Teori Keagenan (Agency Theory)

perusahaan meraih keuntungan, padahal kenyataannya perusahaan mengalami kerugian


atau laba turun.

2.2. Konsep Teori Keagenan

Konsep agency theory mendasarkan pada hubungan antara principal sebagai


pemilik atau pemegang saham, sedangkan manajemen sebagai agen. Principal merupakan
pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama principal,
sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal untuk menjalankan
perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan oleh principal kepadanya.

Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur
proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan
kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang
mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun
resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal
bila kontrak dapat fairness (mencapai keadilan) yaitu mampu menyeimbangkan antara
principal dan agen yang secara sistematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang
optimal oleh agen dan pemberian insentif imbalan khusus yang memuaskan dari principal
ke agen. Inti dari agency theory adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan principal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan
(Scott, 1997).

Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:
(a) Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk
mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion).
(b) Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi
sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara
prinsipal dan agen.
(c) Asumsi tentang informasi.
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Makalah 6
Teori Keagenan (Agency Theory)

Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position. Principal


sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan,
sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang
operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai
wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat
strategis, jangka panjang dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan
tersebut tetap menjadi wewenang dari principal selaku pemilik perusahaan.

Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang principal dan agen yang
saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya
akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik-menarik pengaruh dan kepentingan
antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi bagi
principal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat
menghambat principal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan
informasi yang tidak transparan, sedang di lain pihak principal selaku pemilik modal
bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling
berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian
yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik
yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal maupun
agen diasumsikan sebagai orang ekonomi (homo economicsus) yang berperilaku ingin
memaksimalkan kepentingannya masing-masing.

2.3. Agency Theory dalam Praktik Akuntansi dan Aplikasinya pada Pengelolaan
Perusahaan

Teori keagenan memberikan peranan penting bagi akuntansi terutama dalam


menyediakan informasi setelah suatu kejadian yang disebut sebagai peranan pasca
keputusan. Peranan ini sering diasosiasikan dengan peran pengurusan (stewardship)
akuntansi, dimana seorang agen melapor kepada prinsipal tentang kejadian-kejadian di
masa lalu. Inilah yang memberi akuntansi nilai umpan baliknya selain nilai prediktifnya.
Dimana nilai umpan balik menjelaskan bahwa informasi juga mempunyai peran penting
dalam menguatkan atau mengoreksi harapan-harapan sebelumnya. Informasi mengenai
hasil dari suatu keputusan seringkali merupakan masukan kunci dalam pengambilan
keputusan berikutnya. Akuntansi idealnya menyediakan jasa yang sama bagi investor,
Makalah 7
Teori Keagenan (Agency Theory)

dengan memungkinkan mereka untuk menyesuaikan strategi investasi mereka sepanjang


waktu.

Dari model ini dan perluasannya dapat diambil beberapa pengertian. Perluasan ini
sebagian besar berhubungan dengan cara kedua belah pihak tersebut berbagi risiko dan
informasi. Misalnya, para pemilik yang menghindari risiko diasumsikan menanggung
risiko bisnis, sementara para manajer bertindak sebagai agen-agen yang netral terhadap
risiko yang dimaksud. Dengan menggunakan teori keagenan yang sama, jika manajemen
bersikap tidak membedakan terhadap risiko sedangkan pemilik menghindari risiko, maka
manajemenlah dan bukan pemilik yang akan menanggung risiko tersebut. Ini merupakan
keadaan saling mempengaruhi penghindaran risiko relatif antara manajer dan pemilik
perusahaan yang menciptakan sebagian dari masalah-masalah yang paling menarik dalam
teori keagenan untuk para akuntan. Informasi yang dimaksud merupakan salah satu cara
untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga memberi akuntan peran penting dalam
pembagian risiko antara manajer dan pemilik perusahaan.

Asimetri informasi merupakan pembahasan terakhir dalam bidang teori keagenan


yang memfokuskan pada masalah-masalah yang ditimbulkan oleh informasi yang tidak
lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak dan sebagai
akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak dipertimbangkan oleh masing-
masing pihak yang bersangkutan. Misalnya, pihak pemilik perusahaan mungkin tidak
mengetahui preferensi manajer perusahaan sehingga tidak sulit bagi keduanya untuk
melakukan kepentingan perhitungan yang telah disebutkan sebelumnya.

Satu contoh kasus yang menyangkut informasi yang tidak lengkap dalam teori
keagenan, dapat terjadi apabila pihak pemilik perusahaan tidak dapat mengamati semua
aksi pihak manajer perusahaan. Aksi-aksi yang dimaksud mungkin berbeda dari aksi yang
lebih disukai pihak pemilik perusahaan, entah karena manajer perusahaan mempunyai
perangkat efisiensi yang berbeda atau data pula karena pihak manajer tersebut sengaja
mencoba untuk melalaikan tugasnya sebagai manajer perusahaan atau biasa juga
melakukan penipuan terhadap pemilik perusahaan.

Situasi ini tentunya dapat menciptakan apa yang dikenal dengan istilah moral
hazard. Salah satu solusi yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan cara pihak pemilik
perusahaan menugaskan seorang auditor untuk melakukan pemeriksaan mengenai apa
yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan tersebut. Sedangkan solusi yang
Makalah 8
Teori Keagenan (Agency Theory)

lainnya dapat dilakukan dengan cara memberikan pihak manajemen perusahaan suatu
insentif, seperti misalnya, saham yang ada di perusahaan, untuk menyelesaikan preferensi
manajemen perusahaan dengan preferensi pihak pemilik perusahaan.

Konsep pemisahan antara kepemilikan (ownership) para pemegang saham dan


pengelolaan (management) para agen atau manajer dalam perusahaan telah menjadi kajian
sejak tahun 1930-an. Manajemen perusahaan publik yang besar biasanya bukan pemilik.
Bahkan sebagaian besar manajemen puncak (top mangement) hanya memiliki saham
nominal dalam perusahaan yang mereka kelola.

Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk
membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu,
manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham.
Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara
prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling
efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen.

Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak
yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun
majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat
informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi.
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.

Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer
berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai
perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke
perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan
kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu
dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki
informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping
Makalah 9
Teori Keagenan (Agency Theory)

itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk
diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering
disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik
memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja
perusahaan.

Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelola
perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada
meningkatkan nilai perusahaan. Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan
perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada
pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi
memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena
memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).

Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup
lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan
keluarga mahasiswa untuk mengelola organisasi menjadi agen yang idealnya mampu
mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus lembaga
kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih
memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga
menjadi terabaikan.

Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan
Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur.

Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh
pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer-pemilik akan mengambil setiap
tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam
bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas
eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi
hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham
perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul.
Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk
Makalah 10
Teori Keagenan (Agency Theory)

memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah
berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer
menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena
sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.

Konflik antara pemegang saham dengan kreditur

Kreditur memiliki klaim atas sebagian dari arus kas perusahaan untuk pembayaran
bunga dan pokok utang. Mereka memiliki klaim atas aset perusahaan saat perusahaan
mengalami kebangkrutan. Pada saat perusahaan mengalami kebangkrutan, keputusan
harus segera diambil untuk mengatasi kondisi tersebut, yaitu apakah akan melikuidasi
perusahaan dengan menjual seluruh aset atau melakukan reorganisasi. Manajemen perlu
segera bertindak dan khususnya manajer memilih reorganisasi dengan tujuan
mempertahankan pekerjaannya. Keputusan manajer ini tentu saja berdampak pada
pemegang saham atau kreditur atau kedua belah pihak tersebut.

Kreditur pada umumnya menghendaki likuidasi perusahaan sehingga mereka dapat


segera menarik dananya dengan cepat. Di lain pihak, manajemen menginginkan
perusahaan tetap eksis sehingga mereka memilih mereorganisasi perusahaan. Pada saat
bersamaan, pemegang saham kemungkinan mencoba mencari pengganti manajer lama
yang mau dibayar lebih rendah meskipun proses tersebut membutuhkan waktu yang lama.

Selain itu, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar


kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan
untuk memperoleh kembalian yang besar dengan melakukan investasi pada proyek-proyek
yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak
dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi apabila proyek mengalami kegagalan,
kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham
untuk memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur
melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu bentuk
pembatasannya adalah dengan membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi
dalam proyek baru.

Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen

Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah
satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan
arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan
Makalah 11
Teori Keagenan (Agency Theory)

utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham


lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi,
sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.

Agency Theory menimbulkan masalah mendasar dalam organisasi yaitu “perilaku


mementingkan diri sendiri.” Manajer sebuah perusahaan mungkin memiliki tujuan-tujuan
pribadi yang bertolak belakang dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemilik
pemegang saham. Karena manajer pemegang saham memiliki hak untuk mengelola aset
perusahaan, sebuah potensi konflik kepentingan muncul antara dua kelompok. Tindakan
manajer yang opostunistik akan mempertinggi biaya perusahaan dan mengurangi
kemakmuran pemegang saham.

Agency Theory menunjukkan bahwa manajer akan berusaha untuk


memaksimalkan utilitas mereka sendiri dengan mengorbankan para pemegang saham
perusahaan. Agen memiliki kemampuan untuk beroperasi sendiri dan mementingkan
kepentingan pribadi daripada kepentingan perusahaan. Hal ini disebabkan oleh informasi
yang bersifat asimetris (misalnya, manajer tahu lebih baik dari pemegang saham apakah
mereka mampu memenuhi tujuan pemegang saham) dan ketidakpastian.

Potensi konflik keagenan muncul setiap kali manajer perusahaan memiliki kurang
dari 100 persen dari saham biasa perusahaan. Jika suatu perusahaan merupakan
kepemilikan tunggal yang dikelola oleh pemilik, manajer-pemilik akan melakukan
tindakan untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Manajer-pemilik mungkin akan
mengukur utilitas oleh kekayaan pribadi, tetapi mungkin memikirkan pertimbangan
lainnya terhadap kekayaan pribadi. Jika pemilik-manajer meninggalkan sebagian
kepemilikan-nya dengan menjual sebagian saham perusahaan kepada investor luar, maka
akan muncul potensi konflik kepentingan atau konflik keagenan.

Pada sebagian besar perusahaan publik berskala besar, konflik kepentingan


berpotensi cukup signifikan karena para manajer perusahaan sendiri umumnya hanya
sebagian kecil dari saham biasa. Manajer dapat didorong untuk melakukan tindakan
terbaik demi kepentingan pemegang saham melalui insentif, hambatan, dan hukuman.
Bagaimanapun juga metode ini efektif hanya jika pemegang saham dapat mengamati
semua tindakan yang diambil oleh manajer. Untuk mengurangi masalah moral, seperti
mengambil untung semata, dimana agen mengambil tindakan untuk kepentingan pribadi,
pemegang saham harus menanggung biaya agen.
Makalah 12
Teori Keagenan (Agency Theory)

2.4. Masalah Keagenan

Teori keagenan yang mulai berkembang mengacu kepada pemenuhan tujuan utama
dari manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Maksimalisasi kekayaan ini dilakukan oleh manajemen yang disebut agen.
Ketidakmampuan atau keengganan manajer untuk meningkatkan kekayaan pemegang
saham menimbulkan apa yang disebut masalah keagenan.

Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas


saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi
kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak
untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang
nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Hampir mustahil bagi
perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan
mengambil keputusan yang optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan
kepentingan yang besar diantara mereka. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri,
manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan
rekayasa. Perbedaan kepentingan antara principal dan agen atau yang disebut Agency
Problem ini, salah satunya disebabkan oleh adanya Asimmetric Information.

Asimmetric Information (AI), yaitu informasi yang tidak seimbang yang


disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agen.
Dalam hal ini principal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam
mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata informasi tentang
ukuran keberhasilan yang diperoleh oleh principal tidak seluruhnya disajikan oleh agen.
Akibatnya informasi yang diperoleh principal kurang lengkap sehingga tetap tidak dapat
menjelaskan kinerja agen yang sesungguhnya dalam mengelola kekayaan principal yang
dipercayakan kepada agen.

Akibatnya adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat


menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan principal untuk
memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah :
 Moral Hazard
Moral Hazard merupakan permasalahan yang muncul jika agen tidak
melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.
Makalah 13
Teori Keagenan (Agency Theory)

 Adverse Selection
Adverse Selection merupakan suatu keadaan dimana principal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar
didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah
kelalaian dalam tugas.

Ditambahkan oleh Scott (2005) dalam bukunya Financial Accouting Theory


mengemukakan bahwa :
 Adverse Selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak
untuk transaksi bisnis, atau transaksi potensial lainnya, memiliki keuntungan
informasi lebih di pihak lain.
 Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak untuk
transaksi bisnis, atau transaksi potensial lainnya, dapat mengamati tindakan mereka
dalam pemenuhan transaksi tetapi pihak lain tidak bisa.

Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost).


Biaya keagenan didefinisikan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk
mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham daripada
berperilaku mementingkan diri sendiri. Ada tiga jenis utama dari biaya keagenan, yaitu:
1. Pengeluaran untuk memantau kegiatan manajerial, seperti biaya audit.
2. Pengeluaran untuk struktur organisasi dengan cara membatasi perilaku manajerial
yang tidak diinginkan.
3. Biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika pemegang saham dikenakan
pembatasan, seperti persyaratan untuk suara pemegang saham pada permasalahan
tertentu, membatasi kemampuan manajer untuk mengambil tindakan yang
meningkatkan kekayaan pemegang saham.

Dengan tidak adanya upaya pemegang saham untuk mengubah perilaku


manajerial, biasanya akan ada kehilangan sebagian kekayaan pemegang saham karena
tindakan manajerial yang tidak pantas. Di sisi lain, biaya keagenan akan berlebihan jika
pemegang saham berusaha untuk memastikan bahwa setiap tindakan manajerial sesuai
dengan kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu, jumlah optimal biaya keagenan
yang harus ditanggung oleh pemegang saham harus ditentukan.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) biaya keagenan terdiri dari:


Makalah 14
Teori Keagenan (Agency Theory)

 The monitoring expenditures by the principle


Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor prilaku agen,
termasuk juga usaha untuk mengendalikan perilaku agen melalui budget
restriction, compensation policies.
 The bonding expenditures by the agent
The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan
menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk
menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak
tindakan.
 The residual loss
Merupakan penurunan tingkat kesjahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya
agency relationship.

2.5. Cara Menghadapi Masalah Keagenan

Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency pemegang saham
dan manager. Pada keadaan ekstrim, manajer perusahaan bertindak sepenuhnya
berdasarkan perubahan harga saham. Dalam hal ini, biaya agen akan rendah karena
manajer memiliki insentif besar untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham,
hal tersebut tentu akan sangat sulit, oleh karena itu, dalam keadaan tersebut menyewa
manajer berbakat di bawah ikatan kontrak karena pendapatan perusahaan akan
dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi yang tidak berada di bawah kendali manajerial. Pada
keadaan ekstrim lainnya, pemegang saham dapat memonitor setiap tindakan manajerial,
tapi ini akan sangat mahal dan tidak efisien. Solusi optimal terletak di antara ekstrim, di
mana kompensasi eksekutif terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga
dilakukan.

Sebagian besar perusahaan publik kini memberlakukan kinerja saham, dimana


saham yang diberikan kepada eksekutif berdasarkan kinerja seperti yang didefinisikan
oleh tindakan keuangan seperti laba per saham, imbal hasil aset, imbal hasil ekuitas, dan
perubahan harga saham. Jika kinerja perusahaan berada di atas target kinerja, manajer
perusahaan mendapatkan lebih banyak saham. Jika kinerja di bawah target, mereka
menerima lebih sedikit dari 100 persen saham. Rencana kompensasi insentif berbasis
kinerja seperti saham, dirancang untuk memenuhi dua tujuan. Pertama, mereka
menawarkan insentif eksekutif untuk mengambil tindakan yang akan meningkatkan
Makalah 15
Teori Keagenan (Agency Theory)

kesejahteraan pemegang saham. Kedua, rencana ini membantu perusahaan menarik dan
mempertahankan manajer yang memiliki kepercayaan diri untuk risiko masa depan
keuangan mereka pada kemampuan mereka sendiri yang harus mengarah pada kinerja
yang lebih baik.

Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku
dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat memberikan rekomendasi
kepada dewan direksi, yaitu:
 Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga
memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal
 Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang
dan agen diberikan keleluasan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan
para pemegang saham

Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik atau masalah keagenan, maka


ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
 Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik
untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang
dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan
implementasi tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal.
 Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu
dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai
kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat
lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik
maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang lain. Disinilah
peran profesionalisme dikedepankan.
 Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar
memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang
dilakukan dapat diketahui dan diberikan sanksi tanpa kompromi. Pelaku
penyimpangan tersebut harus diumumkan pada publik dan melakukan kontrol agar
tidak terjadi “permainan” sehingga pelaku tersebut bisa lolos dari sanksi yang
sesuai. Pelaku yang terbukti bersalah diberikan hukuman sehingga dapat
menimbulkan efek jera dan bagi yang lain agar tidak berani melakukan hal yang
sama. Hal yang sama juga diperlakukan pada pegawai/pejabat yang berprestasi,
Makalah 16
Teori Keagenan (Agency Theory)

selain diberi penghargaan, juga diumumkan pada publik sehingga dapat menjadi
contoh bagi pegawai/pejabat yang lain.

Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk
mengurangi konflik kepentingan, yaitu:
1) Meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership)
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham
oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency
cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan
manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses
ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan
kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal
perusahaan.
2) Meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax)
3) Meningkatkan sumber pendanaan melalui utang
Adanya utang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara
berlebihan oleh manajer karena perusahaan harus melakukan pembayaran atas bunga
dan pokok pinjaman secara periodik serta mematuhi ketentuan pada perjanjian
utang.
4) Kepemilikan saham oleh Institusi (Institutional holdings)
Adanya kepemilikan saham oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi,
bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang


dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan, yaitu:
1. Dengan meningkatkan insider ownership. Perusahaan meningkatkan bagian
kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang
saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan
meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang
saham.
2. Dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan
Makalah 17
Teori Keagenan (Agency Theory)

saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan


memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban
bunga secara periodik. Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan
menimbulkan konflik keagenan antara shareholders dengan debtholders sehingga
memunculkan biaya keagenan hutang.
3. Institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan
bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional
investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas
(agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan
yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen,
maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam
perusahaan.

Arifin (2005) menambahkan mekanisme pengawasan yang dapat mengurangi


konflik keagenan, yaitu:
1. Kepemilikan terkonsentrasi
Mekanisme pengawasan ini agak mirip dengan mekanisme kepemilikan
institusional. Kepemilikan dikatakan terkonsentrasi jika untuk mencapai control
dominasi atau mayoritas dibutuhkan penggabungan lebih sedikit investor. Jika
control dipegang oleh sedikit invetor maka akan semakin mudah control tersebut
dijalankan. Kepemilikan terkonsentrasi memiliki kekuatan control yang lebih rendah
dibandingkan dengan kepemilikan institusional karena mereka tetap harus
melakukan koordinasi untuk menjalankan hak kontrolnya. Di sisi lain, mekanisme
kepemilikan terkonsentrasi juga memiliki kemungkinan lebih kecil untuk munculnya
peluang bagi kelompok investor yang terkonsentrasi untuk mengambil tindakan
yang merugikan investor yang lain.
2. Pasar Manajer
Arifin (2005) meyakinkan bahwa masalah keagenan akan berkurang dengan
sendirinya karena akan dicatat kerjanya oleh pasar manajer baik yang ada dalam
perusahaan sendiri maupun yang berasal dari luar perusahaan. Lapisan manajer atas
akan digantikan oleh manajer lapisan bawahnya jika kinerjanya kurang memuaskan.
Namun, mekanisme pasar manajer ini tidak dapat sepenuhnya berjalan karena pasar
manajer bukan merupakan pasar yang sempurna. Kelangkaan tenaga manajer dan
sikap perlawanan dari pihak manajer agar posisinya tidak diganti merupakan salah
Makalah 18
Teori Keagenan (Agency Theory)

satu faktor yang menghambat diciptakannya mekanisme pasar manajer untuk


mengurangi masalah keagenan.
Makalah 19
Teori Keagenan (Agency Theory)

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan
dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam Agency
Theory mengenal adanya Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak
seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara
prinsipal dan agen.

Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam


perusahaan dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak
yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prisipal, sedangkan
agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanat oleh
prinsipal kepadanya.

Inti dari Agency Theory ( Teori Keagenan) adalah pendesainan kotrak yang tepat
untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik
kepentingan. Agency Theory memiliki 3 landasan asumsi :
1. Asumsi tentang sifat manusia
2. Asumsi tentang keorganisasian
3. Asumsi tentang informasi

Dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994),
dijelaskan bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan masalah keagenan terdiri dari:


 Moral Hazard
Moral Hazard merupakan permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan
hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.
 Adverse Selection
Makalah 20
Teori Keagenan (Agency Theory)

Adverse Selection merupakan suatu keadaan dimana principal tidak dapat mengetahui
apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi
yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.

Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang


dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan, yaitu:

1. Dengan meningkatkan insider ownership. Perusahaan meningkatkan bagian


kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang
saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan
meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang
saham.
2. Dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan
saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan
memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga
secara periodik. Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan
menimbulkan konflik keagenan antara shareholders dengan debtholders sehingga
memunculkan biaya keagenan hutang.
3. Institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan
bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional
investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas
(agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan
yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen,
maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam
perusahaan.

Arifin (2005) menambahkan mekanisme pengawasan yang dapat mengurangi


konflik keagenan, yaitu:

1. Kepemilikan terkonsentrasi
Mekanisme pengawasan ini agak mirip dengan mekanisme kepemilikan institusional.
Kepemilikan dikatakan terkonsentrasi jika untuk mencapai control dominasi atau
mayoritas dibutuhkan penggabungan lebih sedikit investor. Jika control dipegang oleh
sedikit invetor maka akan semakin mudah control tersebut dijalankan. Kepemilikan
Makalah 21
Teori Keagenan (Agency Theory)

terkonsentrasi memiliki kekuatan control yang lebih rendah dibandingkan dengan


kepemilikan institusional karena mereka tetap harus melakukan koordinasi untuk
menjalankan hak kontrolnya. Di sisi lain, mekanisme kepemilikan terkonsentrasi juga
memiliki kemungkinan lebih kecil untuk munculnya peluang bagi kelompok investor
yang terkonsentrasi untuk mengambil tindakan yang merugikan investor yang lain.
2. Pasar Manajer
Arifin (2005) meyakinkan bahwa masalah keagenan akan berkurang dengan
sendirinya karena akan dicatat kerjanya oleh pasar manajer baik yang ada dalam
perusahaan sendiri maupun yang berasal dari luar perusahaan. Lapisan manajer atas
akan digantikan oleh manajer lapisan bawahnya jika kinerjanya kurang memuaskan.
Namun, mekanisme pasar manajer ini tidak dapat sepenuhnya berjalan karena pasar
manajer bukan merupakan pasar yang sempurna. Kelangkaan tenaga manajer dan
sikap perlawanan dari pihak manajer agar posisinya tidak diganti merupakan salah
satu faktor yang menghambat diciptakannya mekanisme pasar manajer untuk
mengurangi masalah keagenan.
Makalah 22
Teori Keagenan (Agency Theory)

DAFTAR PUSTAKA

Scott, William R. 2012. Financial Accounting Theory Sixth Edition. Pearson.


http://taskseekers.blogspot.com/2013/12/teori-keagenan.html
https://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/
http://derryjie.blogspot.com/2013/07/makalah-akuntansi-agency-theory.html
http://anggyansyah.blogspot.com/
http://gdeeka01.blogspot.com/
https://bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory/

5.3.3 Outcomes of the BB Study


Makalah 23
Teori Keagenan (Agency Theory)

One of the most important outcomes of BB was that it opened up a large number of
additional usefulness. A logical next step is to ask whether the magnitude of unexpected

earnings is related to the magnitude of the security market response recall that BB’s

analysis was based only on the sign of unexpected earnings. That is, the information
content of earnings in BB’s study as classified only into GN o BN, a fairly coarse
measure.
The question of magnitude of response was investigated, for example, by Beaver,
Clake, and wright (BCW) in 1979. They examinated a saple of 276 NYSE firms with
December 31 year ends, ove the 1o-yea period from 1965 to 1974. For each sample firm,
for each year of the sample peiod. They estimated the unexpected earnings changes.
Upon comparations of unexpected earnings changes with abnormal security
returns, BCW found that the greate the change in unexpected earnings, the greater the
security market response.
Also, since 1986, accounting researchers have studied securities market response
to net income on other stock exchanges, in other countries, and for quarterly earnings
reports, with similar results. The approach has been applied to study market response to
the information contained in new accounting standards, auditor changes, etc.
5.4 EARNINGS RESPONSE COEFICIENT
Recall that the securities maket returns identified by BB were averages, that is,
they showed that on averagetheir GN firms enjoyed positive abnormal returns, and their
BN firms showed negative ones. Of course, an average can conceal wide variation about
the average. Thuse, it is likely that some firms’ abnormal returns were well above average
and others ‘ were well below. Consequently, one of the most important directions that
empirical financial accounting research took following the BB study was the identification
and explanation of differential market esponse to eanings information. This is called
earnings esponse coefficient (ERC) research.
An earnings response coeficient measures the extent of a security’s abmomal
market return in response to the unexpected component of reported earnings of the firm
issuing that security.
Thst is, to calculate an ERC, divide abnormal share return (for the window
surrounding the date of earnings release) by unexpected earnings for the period. This
Makalah 24
Teori Keagenan (Agency Theory)

measures abnormal eturn per dollar of abnormal earnings, enabling comparisons of ERCs
across firms and over time.

5.4.1 Reasons for Differential Market Response


A number of reasons can be suggested for differential market response to reported
earnings. We will review these in return.
Beta the riskier is the sequence of a firm’s future expected returns, the lower will be its
value to a risk-averse investor, other things equal. For a diversified investors, the relevant
risk measure of a security is its beta.
Capital Structure for highly levered firms, an increase, say, in earnings (before increase)
adds strength and safety to bondand other aoutstanding debt, so that much of the good
newsin earnings goes to the debtholders rather than the shareholders. Thus, the ERC for a
highly leveed firm should be lower than that of a firm with little or no debt, other things
equal.
Earnings Quality recall from section 3.3.2 that we define the quality (i.e., the
informativeness) of earnings by the magnitude of the main diagonal probabilities of the
associated informations system. The higher these probabilities, the higher we would
expect the ERC to be, since investor are better able to infer future firm performance from
current performance.
As partical matter, measurement of earnings quality is less clear, since information
system probabilities are not directly observable and a sampling approach runs into
problems of sampling error.
Fortunately, other dimensions of eanings quality are available, including the
important concept of erarnings persistence. we would expect that the EC will be higher
the more the good or bad news in current earnings is expected to persist into the future,
since current earnings then provide a better indications of future firm performance. Thus,
if current GN is due to the successful introduction of a new product or cost-cutting by
management, the ERC should be higher than if the GN was due to, say, an unanticipated
gain on disposal of plant and equipment. In the latter case, the firm’s market value
increase dollar-for-dollar with the amount of the gaint, since there is little reasons to
expected the unusual gain to recur. In the new product and cost-cutting cases, the revenue
increases o cost savings will persist to benefit future income statements as well, so the
ERC should be higher.
Makalah 25
Teori Keagenan (Agency Theory)

Persistence is a challenging and useful concept. One reason, advanced by Ramarishnan


and Thomas (1991) (RT), is that different components of net income may have different
persistence. for example, suppose that in the same year in which affirm successfully
introduces a new product it also reports a gain on disposal of plant and equipment. Then,
the persistence of earnings is an aveage of the differing persistence of the components of
earnings. RT distinguish three types of earnings event:
 Permanent, expected to persist indefinitely
 Transitory, affecting earnings in the current year but not future years
 Price-irelevant, persistence of zero
The ERC per dollar of unexpected earnings for these ae ( 1 + R f )/Rf (where Rf is
the risk-free rate of interest under ideal conditions), 1, and 0 respectively. In effect, there
are there ERCs, all of which may be present in the same income statement. RT suggest
that instead of trying to estimate an average ERC, investos should attempt to identify the
there types separately and assign different ERCs to each. In so doing, they can identify the
firm’s permanent, or persistent, eaning power. This implies that accountants should
provide lots of classification and detail on the income statement.
To understand the ERC for permanent earnings, note that it can be written as
1 + 1/Rf. thus, under ideal conditions, the market response to $1 of permanent
earnings consist of the current yaer’s installment of $1 plus the present value of
the perpetuity of future installments of 1/Rf writing the ERC this way also shows
that when earnings persist beyond the current year, the magnitude of the ERC
varies inversely with the interest rate.
A second dimension of earnings quality is accrual quality. This approach
was proposed by DeChow and Dechev (2002). They pointed out that net income is
composed of

Net income = Cash flow from operations Net accruals

Where net accruals, whichcan be positive or negative, include changes in non-cash


working capital accounts such as receivables, allowance for doubtful accounts,
inventories, accounts payable, etc., as well as amortization expense. They then
argued that earnings quality depends pimarly on the quality of working capital
accruals, since cash flow from operations is relatively less subject to errors and
manager bias, and there fore is of reasonably high quality to start with.
Makalah 26
Teori Keagenan (Agency Theory)

To test this concept of accruals quality, DeChow and Dichev suggested estimating
the following regression equation:

WCt = b0 +b1 CFOt-1 + b2 CFOt + b3 CFOt+1 + t (5.1)

Where WCt is the change in net non-cash working capital for the firm in question

for period t, that is, working capital accruals.


CFOt-1 is cash flow from operations in period t – 1, etc., b0, b1, and b2 are constants

to be estimated, and t is the residual error term, that is, the portion of total

accruals not explained by cash from operations.


For a specific firm, equation (5.1) is estimated usIng data from several
recent periods. Accrual quality, hence earnings quality, is based on the variability

of the t , residuals, that is high t variability indicates a poor match between

current accruals WCt and subsequent accrual operating cash flow realizations.

Evidence that firms’ ERCs and share prices respond positively to accrual
quality as measured by this procedure is reported by Francis, LaFond, Olsson, and
Schipper (2004 and 2005) and Ecker, Francis, Kim, Olsson, and Schipper (2006).

Anda mungkin juga menyukai