Anda di halaman 1dari 7

Kerangka Acuan (TOR)

Survey Tanah Semi Detil dan Analisa Kesesuaian Lahan


Untuk Perkebunan Tebu dan Kelapa Sawit
Di Kabupaten Seram Bagian Timur,
Provinsi Maluku

1.1. Pendahuluan

1.1.1. Latar Belakang

Untuk pengembangan suatu wilayah, perencanaan sumberdaya lahan


memegang peranan yang sangat penting. Dengan perencanaan
sumberdaya lahan ini diharapkan lahan yang tersedia dapat dimanfaatkan
sesuai dengan fungsi kawasan pada suatu wilayah. Pada awal-awal
perkembangannya perencanaan sumberdaya lahan di Indonesia
dihadapkan pada berbagai masalah/kendala. Dalam hal ini perencanaan
fisik wilayah, kendala-kendala yang dihadapi antara lain kurangnya data
dasar sumberdaya lahan, tidak seragamnya skala peta yang digunakan,
dan kurangnya koordinasi antara instansi pemakai peta dan penghasil data
sumberdaya lahan. Keadaan demikian akan membawa pemanfaatan lahan
yang tidak tepat atau dapat terjadinya pemanfaatan yang tumpang tindih.
Masalah yang terjadi masa kini adalah berlangsungnya kegiatan
pembangunan yang tidak serasi dan selaras dan kurang memperhatikan
kemampuannya sehingga menimbulkan penggunaan lahan yang tidak
tepat. Oleh karena itu perlu dicari alokasi penggunaan lahan yang optimal
yang dapat mengintegrasikan kepentingan pembangunan ekonomi yang
serasi dan selaras fungsi kawasan. Apabila hal ini tidak dilakukan maka
tidak dapat dielakkan lagi setiap terjadi hujan maka daerah hilir akan
terjadi banjir sehubungan dengan makin meningkatnya aliran permukaan.
Untuk mendapatkan produksi per satuan luas lahan yang tinggi maka
diperlukan perencanaan dan penataan lahan dengan baik, dengan
mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk suatu
penggunaan tertentu.
Salah satu pendekatan untuk inventarisasi sumberdaya lahan melalui
pendekatan geomorphologi atau landform. Data hasil inventarisasi dari
setiap satuan lahan dan tanah yang menempatinya tersebut digunakan
untuk mengevaluasi lahan pada berbagai penggunaan lahan yang sesuai
dengan peruntukkannya baik untuk menilai kesesuai lahan dalam bidang
pertanian, maupun kesesuaian lahan dalam bidang non pertanian
(engineering).
Di samping informasi potensi sumberdaya lahan, di dalam perencaan
pengembangan perkebunan (termasuk untuk tebu dan kelapa sawit)
diperlukan data spasial yang akurat dan mudah diakses yang dapat
digunakan untuk menyusun master plan dan rekomendasi teknologi
pengelolaan lahan. Oleh karena itu, kegiatan survey tanah dan analisis
kelas-kelas kesesuaian lahan pada tingkat semi detil, skala 1:50.000 ha
perlu dilakukan agar pemanfaatan lahan untuk pengembangan perkebunan
tersebut dapat lebih terarah sesuai dengan daya dukung lahannya.

1.1.2. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi, karakterisasi, klasifikasi jenis-jenis tanah pada
setiap satuan lahan PT. Bolifar Agro Manise di Kabupaten Seram Bagian
Timur, seluas + 25.972 ha.
2. Menyusun peta bentuk wilayah dan lereng PT. Bolifar Agro Manise
di Kabupaten Seram Bagian Timur.
3. Menyusun peta satuan lahan dan tanah skala 1:50.000 PT. Bolifar
Agro Manise di Kabupaten Seram Bagian Timur.
4. Menyusun peta kelas kesesuaian lahan untuk Tanaman Tebu dan
Kelapa Sawit skala 1:50.000 ahan PT. Bolifar Agro Manise di Kabupaten
Seram Bagian Timur.
5. Menyusun dan menetapkan peta arahan pengembangan Tebu dan
Kelapa Sawit skala 1:50.000 ahan PT. Bolifar Agro Manise di Kabupaten
Seram Bagian Timur.

1.1.3. Out Put Penelitian


Out put penelitian untuk daerah yang akan diteliti ini adalah:
1. Data/informasi sifat-sifat dan karakteristik sumberdaya lahan yang
diuraikan dalam naskah laporan.
2. Peta bentuk wilayah dan lereng PT. Bolifar Agro Manise di Kabupaten
Seram Bagian Timur.
3. Peta Satuan Lahan dan Tanah dengan skala 1:50.000 PT. Bolifar Agro
Manise di Kabupaten Seram Bagian Timur.
4. Peta kelas kesesuaian lahan untuk Tanaman Tebu dan Kelapa Sawit
skala 1:50.000 ahan PT. Bolifar Agro Manise di Kabupaten Seram
Bagian Timur
5. Peta rekomendasi untuk pengembangan Tebu dan Kelapa Sawit skala
1:50.000 ahan PT. Bolifar Agro Manise di Kabupaten Seram Bagian
Timur.
6. Data dan informasi sumberdaya lahan disimpan dalam file-file
elektronik dalam bentuk naskah laporan dan peta digital (GIS).

1.2. Bahan dan Metode Penelitian

1.2.1. Pendekatan
Untuk inventarisasi dan karakterisasi sumberdaya lahan dalam kegiatan
survey tanah semi detil ini maka pada tahap pertama dilakukan delineasi
satuan lahan melalui pendekatan geomorphologi pada tingkat faset lahan
atau landform/ bentuk lahan. Faset lahan / landform ditentukan dengan
informasi dari peta geologi, peta topografi, Citra Landsat, Citra Radar, dan
DEM (Digital Elevation Model). Faset lahan / landform dalam penelitian ini
mengacu pada konsep Desaunettes (1977).
Setiap faset lahan / landform yang telah ditentukan kemudian diteliti
karakteristiknya dan digambarkan ke dalam peta satuan lahan dan tanah
yang selanjutnya dilakukan evaluasi kesesuaiannya. Diagram alir prosedur
kerja dalam survey tanah ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1.2.2. Bahan dan Alat Survey Tanah


Bahan dan alat yang digunakan dalam survey dan penelitian ini adalah :
1. Citra Satelit (Landsat/Alos/Spot), Citra Radar SRTM, data kontur digital/
DEM.
2. Peta-peta pendukung: Peta Rupa Bumi atau Topografi, Peta Tanah
Tinjau, Peta Geologi, Peta Zone Agroklimat.
3. Alat-alat gambar peta antara lain: meja gambar, digitizer, CD, flashdisk,
komputer yang dilengkapi dengan program-program GIS (Arc View, Arc
Info, Global Mapper, Er-Mapper, Surfer, dll), dan plotter.
4. Alat-alat survey antara lain : GPS, Camera digital, bor tanah, buku
warna tanah (Munsell), pH truogh atau pH stick, sekop, cangkul,
belati/pisau, kompas, abney level, clinometer, altimeter, botol semprot
untuk penetapan tekstur, cairan HCl 10%, alpha-alpha dipyridil, pH
stick,
5. Alat-alat tulis untuk mencatat data pengamatan tanah pengambilan
sampel tanah di lapang: form standard pengamatan tanah, kantong
plastik, kertas label, pulpen, spidol, kantong plastik, karet gelang,
karung goni, dll.
5. Bahan kimia dan seperangkat alat untuk analisis tanah dan air di
Laboratorium sesuai dengan aspek yang dianalisis.
1.2.3. Pelaksanaan Kegiatan Survey Tanah
Serangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam survey tanah semi detil
ini diantaranya sebagai berikut :
a. Pengumpulan data sekunder meliputi peta-peta pendukung data iklim,
data sosial ekonomi pertanian. Data iklim diambil dari stasiun
Klimatologi terdekat sedangkan data sekunder sosial ekonomi pertanian
diambil dari BPS setempat dan informasi dari desa-desa di sekitar areal
proyek.
b. Pembuatan Peta-peta persiapan/interpretasi untuk Peta Kerja yang
disetting dari peta dasar dan citra satelit.
c. Delineasi satuan lahan “sementara” untuk peta kerja berdasarkan
pendekatan landform atau pemetaan satuan lahan dengan jalan
delineasi yang dilakukan dengan overlap dari citra landsat, peta
topografi, peta geologi, peta tanah dan peta penggunaan lahan.
d. Pengecekan lapang dan perbaikan delineasi satuan peta tanah,
kemudian dilanjutkan pengamatan lapang/tanah pada :
- Titik-titik pengamatan tanah (pemboran, minipit, dan profil
tanah) yang telah ditentukan untuk mewakili setiap satuan
lahan atau menurut variabilitas lahan dilakukan dengan
intensitas tertentu. Pengeboran dilakukan sampai kedalaman
120 cm atau sampai lapisan batuan induk. Pada saat
pengeboran dilakukan pengamatan fisiografi, hidrologi dan sifat
fisik/kimia/biologi tanah.
- Dari titik-titik tersebut kemudian ditentukan titik pengamatan
morfologi tanah (profil) yang mewakili satuan peta tanah. Profil
tanah dibuat pada titik-titik pengamatan yang dianggap
mewakili tiap satuan tanah dengan penggalian tanah yang
berukuran 1 m x 1 m x 1,5 m. Pengamatan profil tanah
dilakukan berdasarkan standard USDA atau FAO. Setelah
pengamatan sifat morfologi profil, selanjutnya dilakukan
pengambilan contoh-contoh tanah per lapisan untuk analisis
sifat kimia/fisik tanah dalam penetapan klasifikasi tanah.
Intensitas pengambilan contoh tanah untuk kajian kesuburan
tanah disesuaikan dengan satuan peta tanah dan contoh tanah
diambil pada kedalaman 0-20 dan 20-40 cm.

e. Pengolahan data
Penetapan klasifikasi tanah mengikuti sistem Soil Taxonomy (USDA,
2006) yang dipadankan dengan klasifikasi PPT (1983). Analisis evaluasi
Kesesuaian lahan mengacu metode FAO (1976) yang disesuaikan
dengan prosedur evaluasi lahan dari Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat (2003). Hasil pengolahan data dituangkan dalam naskah
laporan dan peta-peta digital (GIS).

1.2.4. Metode Evaluasi Lahan


Pada kegiatan survey tanah ini, evaluasi lahan dilakukan dengan metode
“matching”, yaitu dengan cara membandingkan antara sifat dan
karakteristik tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit pada
setiap satuan lahan. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan
kerangka FAO (1976) dan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman tebu
dan kelapa sawit (PPTA, 2003).

Sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) pada tingkat ordo
dibagi dua, yaitu ordo sesuai (S) dan ordo tidak sesuai (N). Ordo sesuai (S)
merupakan lahan-lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan tertentu
secara berkelanjutan, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap
sumberdaya lahan. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan
lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan. Sedangkan Ordo tidak
sesuai (N) merupakan lahan-lahan yang mempunyai pembatas sedemikian
rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara berkelanjutan.
Kesesuaian lahan pada tingkat kelas merupakan pembagian lebih lanjut
dari ordo dan menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo.
Tingkatan kelas tersebut dijabarkan sebagai berikut :

 Kelas S1 (sangat sesuai) : Lahan tidak mempunyai pembatas


yang berat untuk suatu penggunaan berkelanjutan atau hanya
mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh
secara nyata serta tidak menaikkan masukan (input) dari yang telah
diberikan.
 Kelas S2 (cukup sesuai) : Lahan yang mempunyai pembatas-
pembatas agak berat untuk suatu penggunaan berkelanjutan.
Pembatas akan mengurangi produktifitas dan keuntungan dan
meningkatkan masukan (input) yang diperlukan.
 Kelas S3 (sesuai marjinal) : Lahan yang mempunyai
pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan
berkelanjutan. Pembatas akan mengurangi produktifitas atau
keuntungan dan perlu meningkatkan masukan (input) yang
diperlukan.
 Kelas N (tidak sesuai) : Lahan mempunyai pembatas yang
sangat berat dan sangat sulit untuk diperbaiki sehingga tidak mungkin
untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang berkelanjutan.

Pada tingkat subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas,


sedangkan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari
subkelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas. Pada tingkat sub
kelas-kelas kesesuaian lahan dibedakan berdasarkan karasteristik lahan
yang merupakan faktor pembatas terberat. Bergantung peranan faktor
pembatas pada masing-masing sub kelas, kemungkinan kelas kesesuaian
lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai
dengan masukan yang diperlukan.

Dalam menilai subkelas kesesuaian lahan, masing masing tanah penyusun


satuan lahan dinilai, sehingga mungkin ditemukan 2-3 subkelas kesesuian
lahan yang berbeda. Nilai yang pertama menunjukkan tanah yang
dominan dalam satuan lahan tersebut. Sebagai contoh: S2oa dan S3nr,rc;
ini berarti satuan lahan terdiri dari 2 subkelas, yaitu: S2oa (S2 dengan
faktor pembatas ketersediaan oksigen/drainase) dan S3nr,rc (S3 dengan
faktor pembatas retensi hara dan media perakaran).

Evaluasi Kesesuaian Lahan ditetapkan berdasarkan kesesuaian tanaman


perkebunan terhadap kondisi areal proyek yang meliputi antara lain:

- Iklim (temperatur, curah hujan, dan ketersediaan air)


- Media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman efektif)
- Retensi hara (KTK. pH dan kandungan C.organik),
- Kegaraman (salinitas) bila ada,
- Toksisitas (kejenuhan Al dan kedalaman lapisan sulfidik) bila
ditemukan,
- Hara tersedia (N, P dan K),
- Kemudahan pengolahan tanah,
- Terrain/potensi mekanisasi,
- Bahaya erosi dan
- Bahaya banjir

Rekomendasi tindakan perbaikan yang perlu dilakukan untuk


meningkatkan kualitas lahan akan ditetapkan berdasarkan faktor-faktor
pembatas yang ada di setiap satuan peta. Satuan peta ditetapkan
berdasarkan kesamaan dalam subklas lahan dan faktor pembatasnya.
Gambar 1. Diagram alir prosedur Survey Tanah dan Analisa Kesesuaian Lahan

1.2.5. Rekomendasi Penggunaan Lahan


Rekomendasi atau arahan penggunaan lahan disusun berdasarkan
temuan-temuan hasil survey dan hasil evaluasi lahan secara fisik.
Pengembangan perkebunan tebu dan kelapa sawit diarahkan pada
wilayah-wilayah yang dinilai sesuai (S1, S2, dan S3) berdasarkan skala
prioritas. Dalam hal ini seandainya di dalam suatu wilayah kelas
kesesuaian lahan kedua komoditas tersebut sama misalnya S2, maka yang
diarahkan untuk dikembangkan adalah perkebunan tebu karena
persyaratan umum untuk tanaman tebu lebih berat daripada kelapa sawit.
Akan tetapi dari aspek teknis untuk kemudahan pembangunan infra
struktur dan operasi alat-alat mekanisasi juga perlu dipertimbangkan di
dalam melakukan pemilihan wilayah yang akan dikembangkan untuk
komoditas perkebunan yang sudah ditetapkan.

1.3. Penutup
TOR ini hanya merupakan guideline dalam pelaksanaan survey tanah dan
analisis kesesuaian lahan pada umumnya. Apabila terdapat penemuan-
penemuan di lapangan yang dianggap dan perlu dikaji secara khusus tidak
dapat dimasukkan di dalam TOR ini.

Anda mungkin juga menyukai