Anda di halaman 1dari 28

KOMUNIKASI RADIO DAN SATELIT

Kelompok 3

Dandy Permana Putra 4316030013


Disa May Nabila 4316030014
Fathur Rachman K 4316030016
Fidelia Atalia S 4316030007

Broadband Multimedia 4

PROGRAM STUDI BROADBAND MULTIMEDIA


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2018

1
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .......................................................................................................................1


DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................................................3
BAB II ISI ........................................................................................................................................7
2.1 Pengertian Difraksi ........................................................................................................7
2.2 Knife-Edge Diffraction ......................................................................................................... 8
2.3 Difraction Loss ........................................................................................................................ 9
2.4 Path Loss ................................................................................................................................ 11

2.5 Paradigma Perhitungan Path Loss ...............................................................................13


2.5.1 Model Prediksi Path Loss Secara Teoritis ..................................................13
2.5.2 Model Prediksi Path Loss Secara Area to Area ...........................................14
2.1 Perhitungan/Persamaan Link Budget Menggunakan Model Path Loss ......................20
BAB III PENUTUP .......................................................................................................................28
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................29

2
BAB I
PENDAHULUAN

Propagasi gelombang radio dapat diartikan sebagai proses perambatan gelombang


radio dari pemancar ke penerima. Transmisi sinyal dengan media non-kawat memerlukan antenna
untuk meradiasikan sinyal radio ke udara bebas dalam bentuk gelombang elektromagnetik (em).
Gelombang ini akan merambat melalui udara bebas menuju antenna penerima dengan mengalami
peredaman sepanjang lintasannya, sehingga ketika sampai di antenna penerima, energy sinyal
sudah sangat lemah.

Gelombang (em) dalam perambatannya menuju antenna penerima dapat melalui berbagai
macam lintasan. Jenis lintasan yang diambil tergantung dari frekuensi sinyal, kondisi atmosfir dan
waktu transmisi. Ada 3 jenis lintasan dasar yang dapat dilalui, yakni melalui permukaan tanah
(gelombang tanah), melalui pantulan dari lapisan ionosfir di langit (gelombang langit), dan
perambatan langsung dari antenna pemancar ke antenna penerima tanpa ada pemantulan
(gelombang langsung).

 Propagasi Gelombang Tanah


Gelombang tanah merambat dekat permukaan tanah dan mengikuti lengkungan bumi,
sehingga dapat menempuh jarak melampaui horizon. Perambatan melalui lintasan ini sangat
kuat pada daerah frekuensi 30 kHz – 3 MHz. Di atas frekuensi tersebut permukaan bumi akan
meredam sinyal radio, karena benda-benda di bumi menjadi satu ukuran dengan panjang
gelombang sinyal. Sinyal dari pemancar AM utamanya merambat melalui lintasan ini.

Propagasi Gelombang Tanah

 Propagasi Gelombang Langit


Gelombang langit diradiasikan oleh antenna ke lapisan ionosfir yang terletak di
atmosfir bagian atas dan dibelokkan kembali ke bumi. Ada beberapa lapisan ionosfir yakni
lapisan D , E, F1 dan F2, dimana keberadaannya di langit berubah-ubah menurut waktu, dan
sangat mempengaruhi perambatan sinyal.

3
Lapisan D dan E adalah lapisan yang paling jauh dari matahari sehingga kadar
ionisasinya rendah. Lapisan ini hanya ada pada siang hari, dan cenderung menyerap sinyal
pada daerah frekuensi 300 kHz – 3 MHz.

Propagasi Gelombang Langit

Lapisan F terdiri dari lapisan F1 dan F2, mempunyai kadar ionisasi yang paling tinggi
karena dekat dengan matahari, sehingga ada pada baik pada siang maupun malam hari. Lapisan
ini yang paling mempengaruhi sinyal radio, dimana pada daerah frekuensi 3 – 30 MHz, sinyal
yang sampai ke lapisan ini pada sudut tertentu, akan dibelokkan kembali ke bumi, ke tempat
yang sangat jauh dari antenna pemancarnya dengan redaman yang kecil, sehingga sangat
bermanfaat untuk transmisi sinyal. Sinyal yang sampai ke lapisan tersebut pada sudut yang
besar terhadap bumi, akan dilewatkan ke ruang angkasa.

 Propagasi Gelombang Langsung


Pada propagasi ini, sinyal yang dipancarkan oleh antenna pemancar langsung diterima
oleh antenna penerima tanpa mengalami pantulan, disebut Line Of Sight (LOS). Karena
perambatannya harus secara langsung, maka di lokasi- lokasi yang antenna penerimanya
terhalang, tidak akan menerima sinyal (blocked spot).
Jarak transmisi yang dapat dijangkau pada propagasi LOS relative pendek dan dibatasi
oleh tinggi antenna pemancar dan penerimanya, direpresentasikan melalui rumus berikut:

d = 4√ht + 4√hr

Dimana,
d : jarak antenna pemancar dan penerima, km
ht : tinggi antenna pemancar, m
hr : tinggi antenna penerima, m

4
Propagasi Line Of Sight

Komunikasi LOS paling banyak digunakan pada transmisi sinyal radio di atas 30 MHz
yakni pada daerah VHF, UHF, dan microwave. Pemancar FM dan TV, menggunakan propagasi
ini. Untuk mengatasi jarak jangkau yang pendek, digunakan repeater, yang terdiri dari receiver
dengan sensitivitas tinggi, transmitter dengan daya tinggi, dan antenna yang diletakkan di lokasi
yang tinggi.

Kita telah mengetahui bahwa mekanisme propagasi ada yang memungkinkan untuk
menerima sinyal bahkan jika tidak ada LOS (Line Of Sight) ke penerima. Refleksi dari objek
adalah salah satu mekanisme propagasi.

Mekanisme propagasi lain yang signifikan adalah difraksi, yang memungkinkan sinyal
radio untuk berkeliling di sekitar penghalang. Hal ini dapat dijelaskan oleh prinsip Huygen,
yang mengatakan bahwa semua titik pada wavefront dapat dianggap sebagai titik untuk
produksi wavelet sekunder, yang kemudian digabungkan untuk menghasilkan gelombang baru
ke arah baru. Oleh karena itu, bahkan jika suatu daerah dibayangi oleh obstruksi, difraksi di
sekitar tepi objek menghasilkan gelombang yang merambat ke wilayah bayangan.

5
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Difraksi


Difraksi adalah kecenderungan gelombang yang dipancarkan dari sumber melewati celah
yang terbatas untuk menyebar ketika merambat. Menurut prinsip Huygens, setiap titik pada front
gelombang cahaya dapat dianggap sebagai sumber sekunder gelombang bola.
Gelombang ini merambat ke luar dengan kecepatan karakteristik gelombang. Gelombang
yang dipancarkan oleh semua titik pada muka gelombang mengganggu satu sama lain untuk
menghasilkan gelombang berjalan. Prinsip Huygens juga berlaku untuk gelombang
elektromagnetik.
Ketika dalam perjalanan, serangkaian gelombang dijumpai penghalang impermeable
seperti gedung, pohon dan lain-lain. Maka puncak gelombang akan berputar terhadap ujung
penghalang dan bergerak ke daerah yang terlindungi oleh penghalang tersebut. Fenomena
gelombang seperti ini disebut Difraksi Gelombang. Difraksi terjadi ketika terjadi perbedaan energi
gelombang yang tajam sepanjang puncak gelombang. Pada awalnya kondisi daerah yang
terlindung penghalang cukup tenang (tidak ada gelombang) saat gelombang melintasi penghalang.
Daerah yang jauh dari penghalang akan memiliki energi yang lebih banyak (energi gelombang
awal) dibandingkan dengan daerah di belakang penghalang yang semula tenang (tidak adanya
energi karena tidak ada gelombang), sehingga terjadilah proses pemindahan energi di sepanjang
puncak gelombang tersebut ke arah daerah yang terlindung penghalang. Pada proses difraksi ini
kedalaman gelombang dianggap sama. Namun pada umumnya di daerah yang terlindung oleh
penghalang, tinggi gelombang semakin berkurang.

Jika penghalang tersebut memantulkan energi gelombang, maka puncak gelombang


pantulan juga akan terdifraksi dan membentuk pola puncak gelombang yang melingkari ujung
penghalang.

2.1.1 Difraksi Fresnel


Efek difraksi ini kecil dan harus diperlihatkan dengan sangat teliti, juga karena
sumber-sumber cahaya mempunyai daerah yang luas, maka terjadi poladifraksi dari titik-
titik yang lain. Selain itu, sumber-sumber yang biasa tidak bersifat monokromatik,
sehinggapola dari berbagai panjang gelombang akan berimpitan. Difraksi pertama kali
ditemukan oleh Francesco M. Grimaldi (1618-1663) dan gejala ini juga diketahui oleh
Huygens (1620-1695) dan Newton (1642-1727). Akan tetapi, Newton tidak melihat adanya
kebenaran tentang teori gelombang disini, sednagkan Huygens yang percaya pada teori
gelombang tidka percaya pada difraksi. Oleh karena itu, dia tetep menyatakan bahwa cahay

6
berjalan lurus. Fresnel (1788-1827) secara tepat menggunakan teori Huygens, yang disebut
prinsip Huygens-Fresnel untuk menerangkan difraksi.

2.1.2 Difraksi Celah Tunggal


Sebuah celah dengan lebar melebihi panjang gelombang akan mempunyai
banyak sumber titik (en:point source) yang tersebar merata sepanjang lebar
celah. Cahayadifraksi pada sudut tertentu adalah hasil interferensi dari setiap sumber
titik dan jika fase relatif dari interferensi ini bervariasi lebih dari 2π, maka akan
terlihat minimadan maksima pada cahaya difraksi tersebut. Maksima dan minima adalah
hasil interferensi gelombang konstruktif dan destruktif pada interferensi maksimal.

Gambar 1. Grafik dan citra dari sebuah difraksi celah tunggal

2.1.3 Difraksi Celah Ganda


Pada mekanika kuantum, eksperimen celah ganda yang dilakukan oleh Thomas
Young menunjukkan sifat yang tidak terpisahkan
dari cahaya sebagai gelombangdan partikel. Sebuah sumber cahaya koheren yang
menyinari bidang halangandengan dua celah akan membentuk
pola interferensi gelombang berupa pita cahaya yang terang dan gelap pada bidang
pengamatan, walaupun demikian, pada bidang pengamatan, cahaya ditemukan terserap
sebagai partikel diskrit yang disebut foton.
Pita cahaya yang terang pada bidang pengamatan terjadi
karena interferensikonstruktif, saat puncak gelombang (en:crest) berinterferensi dengan
puncak gelombang yang lain, dan membentuk maksima.

7
Gambar 2. Sketsa interferensi Thomas Young pada difraksi celah ganda yang diamati
pada gelombang air

2.2 Knife-Edge Diffraction (Difraksi oleh Penghalang)


Difraksi adalah kemampuan gelombang untuk berbelok setelah mengalami benturan
dengan penghalang. J, Herman (1986: 4.5) menyatakan difraksi oleh bukit, pohon, bangunan dan
lain-lain sulit sekali dihitung, akan tetapi perkiraan redamannya dapat diperoleh dengan mengingat
harga-harga ekstrim yang disebabkan oleh difraksi rintangan tajam yang menyerap sempurna
(Knife Edge Diffraction).

Dalam propagasi gelombang elektromagnetik, Knife-Edge Diffraction adalah pengarahan


ulang dengan difraksi sebagian dari radiasi insiden yang menyerang penghalang yang didefinisikan
dengan baik seperti pegunungan atau tepi bangunan.

Knife-Edge Diffraction dijelaskan oleh prinsip Huygens – Fresnel, yang menyatakan


bahwa obstruksi yang terdefinisi dengan baik ke gelombang elektromagnetik bertindak sebagai
sumber sekunder, dan menciptakan wavefront baru. Wavefront baru ini menjalar ke area bayangan
geometris dari hambatan.

Gambar 3. Difraksi pada ujung logam tajam Gambar 4. Difraksi pada aperture lembut, dengan

gradien konduktivitas di atas lebar gambar

8
2.3 Difraction Loss
Difraksi adalah propagasi gelombang di belakang hambatan bahkan ketika garis-of-sight
(LOS) tidak jelas (non-line-of-sight (NLOS)) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Karena
difraksi, cakupan masih disajikan bahkan ketika Sinyal RF terhalang. Penjelasan fisik dan
matematis dari fenomena ini dirinci dalam gambar berikut:

Gambar 5. Difraksi sinar ketika line-of-sight terhalangi

Untuk mendapatkan hasil yang baik untuk prediksi, difraksi RF harus dipertimbangkan.
Karena cakupan akan melampaui rintangan (ukuran sel meningkat), estimasi tingkat sinyal akan
meningkat di banyak titik di wilayah geografis tertentu. Juga kualitas sinyal di stasiun bergerak
akan terpengaruh jika mendapatkan daya dari sel-sel selain sel penyaji (karena perluasan cakupan
sel-sel lain karena difraksi). Kapasitas akan terpengaruh juga karena perluasan cakupan ini karena
akan melayani area geografis yang lebih besar dan karenanya lebih banyak stasiun bergerak di
bawah sel layanan yang sama.

Difraksi tersebut ditangani sebagai semacam kerugian, biasanya diukur dalam dB. Jumlah
kerugian ini secara langsung dikurangkan dari total kekuatan sinyal.

Diffraction loss (DL) dihitung sebagai berikut dengan memperkirakan bentuk objek
obstruksi ke knife-edge:

2(𝑑₁+𝑑₂)
v = h√
𝜆𝑑₁𝑑₂

v = parameter difraksi.
h = ketinggian hambatan dalam meter.

𝑑₁ = jarak antara sel dan rintangan dalam meter.

𝑑2 = jarak antara ponsel dan hambatan dalam meter.

𝜆 = panjang gelombang sinyal dalam meter.

9
Teknik perkiraan untuk menghitung Diffraction Loss pada beberapa knife-edge telah
diusulkan oleh:

 Bullington

Gambar 6. Konstruksi untuk perkiraan perhitungan hilangnya dielektrik Multi Knife-Edge,


diusulkan oleh Bullington.

Metode oleh Bullington mendefinisikan hambatan 'efektif' baru pada titik di mana
garis pandang dari kedua antena melintas.

 Epstein dan Peterson

Gambar 7. Konstruksi untuk perkiraan perhitungan hilangnya dielektrik Multi Knife-Edge,


diusulkan oleh Epstein dan Peterson

Epstein dan Peterson menyarankan untuk menggambar garis pandang di antara


rintangan yang relevan, dan menambahkan kerugian difraksi pada setiap hambatan.

 Deygout

Gambar 8. Konstruksi untuk perkiraan perhitungan hilangnya dielektrik Multi Knife-Edge,


diusulkan oleh Deygout

Deygout menyarankan untuk mencari kendala `utama ', yaitu titik dengan nilai v
tertinggi sepanjang jalan. Penurunan difiksasi terhadap hambatan 'sekunder' ditambahkan
ke kerugian difraksi atas hambatan utama.

10
2.4 Path Loss

Gambar 9. Beberapa Kondisi Path Loss

Path Loss (redaman jalan) adalah pengurangan densitas daya (atenuasi) dari gelombang
elektromagnetik saat merambat melalui ruang. Path loss adalah komponen utama dalam analisis
dan desain anggaran tautan sistem telekomunikasi.

Istilah ini biasanya digunakan dalam komunikasi nirkabel dan propagasi sinyal. Path Loss
dapat disebabkan oleh banyak efek, seperti free space loss, refraksi, difraksi, refleksi, hilangnya
kopling aperture-medium, dan penyerapan. Path Loss juga dipengaruhi oleh kontur medan,
lingkungan (perkotaan atau pedesaan, vegetasi dan dedaunan), media propagasi (udara kering atau
lembab), jarak antara pemancar dan penerima, serta ketinggian dan lokasi antena.
Pada Gambar 9, dapat disimpulkan berbagai macam kondisi Path Loss yaitu:

Lokasi 1 : Sinyal langsung mendominasi penerimaan, sinyal langsung (free space)


cukup besar dibandingkan sinyal pantulan tanah. Contoh : pada
mikrosellular.

Lokasi 2 : Sinyal terima dimodelkan sebagai jumlah sinyal langsung dan sinyal
pantul, karena sinyal pantulan cukup signifikan besarnya. Contoh : Pada
sistem selular (Plane Earth Propagation Model)

Lokasi 3 : Plane Earth Propagation Model dikoreksi karena adanya difraksi


pepohonan.
Lokasi 4 : Path loss diestimasi dengan model difraksi sederhana.
Lokasi 5 : Path loss cukup sulit diprediksi karena adanya multiple diffraction

2.4.1 Free Space Loss


Dalam bidang telekomunikasi, Free Space Loss (FSPL) adalah hilangnya kekuatan
sinyal dari gelombang elektromagnetik yang akan dihasilkan dari jalur line-of-sight melalui
ruang bebas, tanpa hambatan terdekat untuk menyebabkan refleksi atau difraksi. Apl FSPL

11
dalam kondisi vakum di bawah kondisi ideal, misalnya komunikasi radio antar satelit. Ini
adalah kriteria untuk derivasi persamaan radar juga.
Berikut rumus perhitungan FSPL:

4πd𝑓
FSPL (dB) = 10 log₁₀( )²
𝑐
4πd𝑓
= 20 log₁₀( )
𝑐

d = jarak antara kedua antenna

Contoh soal:
Suatu komunikasi antara antena Tx dan Rx dengan efisiensi masing-masing 50%.
Spesifikasi berikut diikutsertakan:
Frekuensi Carrier = 3 GHz, Daya Tx = 2 W, Jarak = 100 m
Berapakah besar FSPL?
Jawab:

4πd𝑓
FSPL (dB) = 20 log₁₀( )
𝑐

4 𝑥 π x 100 x 3 x 10⁹
= 20 log10 ( )
3 𝑥 10⁸

͌ 82 dB

12
2.5 Paradigma Perhitungan Path Loss
Selain FSPL, terdapat beberapa kondisi dimana nilai path loss yang dihasilkan juga akan
berbeda. Kondisi-kondisi yang berbeda memiliki rumus yang berbeda juga, yaitu sebagai berikut:
2.5.1 Model Prediksi Path Loss Secara Teoritis

 Plane Earth Propagation Model

Gambar 10. Ground Reflection (2-rays) Model

 
2
2  d2 
h h


 Po Lp  
Pr  Po . 1 2   h h 
 d2  2  1 2
   
 d2 
 
h h 
 1 2

L p  d 4  40log d L = 120 + 40 log d – 20 log h – 20 log h


p (km) 1 2

 Analytical Model

13
Model yang sering digunakan untuk analisis dalam komunikasi bergerak
ditunjukkan dalam formula di bawah ini. Formula tersebut diturunkan dari Plane Earth
Propagation Model dengan memasukkan komponen fading lognormal.

Dimana,
L(R) = Loss pada jarak R, relatif terhadap loss pada jarak R0

 = mean pathloss exponent

 = standard deviasi, secara tipikal = 8dB

N(R0 ,) = pathloss referensi pada jarak R0

x = komponen fading lognormal

Pada lingkungan komunikasi bergerak, tipikalnya  berkisar antara 2 - 5. Untuk 


= 4 seperti pada kasus plane earth propagation model, daya sinyal akan teredam 40
dB jika jarak meningkat 10 kali dari jarak referensi R0 (40 dB/decade).

Bentuk persamaan diatas juga menampilkan variasi pathloss di atas atau dibawah
average pathloss-nya. x adalah menyatakan komponen fading lognormal yang rata-
ratanya = 0, sedangkan standar deviasi-nya kira-kira sebesar 8 dB.

2.5.2 Model Prediksi Path Loss Secara Area to Area


Area to area prediction model umumnya adalah model prediksi empirik yang
mendasarkan rumusannya dari hasil pengukuran.

Hasil yang didapatkan umumnya akan diklasifikasikan kepada kategori-kategori


wilayah yang memiliki slope redaman yang berbeda-beda.
Secara umum klasifikasi area adalah sebagai berikut :

1. Daerah terbuka ( Open Land )


Daerah belum berkembang atau hanya sebagian kecil dari daerah sudah
berkembang, populasi penduduk masih sedikit

2. Daerah terbuka industri ( Industrialized Open Land )


Daerah sudah berkembang , daerah pertanian skala besar, dengan industri
yang terbatas

14
3. Daerah pedesaan ( Suburban Area )
Gabungan antara daerah pemukiman penduduk dengan sejumlah kecil
industry.

4. Kota kecil sampai menengah ( Small to Medium City )


Populasi pemukiman pendduk cukup rapat , jumlah bangunan juga cukup
banyak dengan ketinggian menengah, industri berkembang

5. Kota besar ( Larged Sized City )


Daerah pemukiman sangat rapat, daerah perkantoran dengan gedung-
gedung tinggi pencakar langit, industri sangat berkembang

 Model Okumura
Model Okumura merupakan salah satu metode / model propagasi dan salah satu
jenis pemodelan yang paling banyak digunakan untuk prediksi median transmission
loss terutama di daerah perkotaan. Model ini dapat digunakan untuk ketinggian antena
base station antara 30 m hingga 1000 m, jarak antara 1 km hingga 100 km, serta
frekuensi antara 150 MHz hingga 1920 MHz. Okumura menggunakan sebuat set kurva
yang memberikan median atenuasi yang relative keruang bebas (AMU), di urban area
wilayah dataran halus mempunyai antenna yang efektif dengan ketinggian 200m dan
antenna berjalan dengan ketinggian 3m. dengan jarak dan frekuensi yang sama maka
okumura model dapat diartikan loss pada ruang bebas antara titik yang ditarik harus
ditentukan dan kemudian nilai dari AMU di tambahkan kedalamnya denganfactor
koreksi untuk menghitung tipe medan. Bentuk modelnya di expresikan dengan model

L50(dB) = LF + Amu(f, d)- G(hte) — G(hre) — Garea

L adalah nilai rata-rata redaman lintasan propagasi, dengan kata lain median
dari nilai path loss. LF merupakan free space propagation loss(redaman lintasan ruang
bebas). Amu merupakan median atteniation relatif terhadap free space, yang
merupakan fungsi dari frekuensi dan jarak (rata-rata redaman relatif terhadap redaman
ruang bebas). G(hte) merupakan gain factor ketinggian antena base station. G(hre)
merupakan gain factor ketinggian antena penerima. GAREA adalah gain berdasarkan
tipe lingkungan tempat perambatan gelombang. Gain antena disini adalah karena
berkaitan dengan tinggi antena dan tidak ada hubungannya dengan pola antena.
Okumura juga menemukan bahwa G(hte) mempunyai nilai yang bervariasi
dengan perubahan20 dB/decade dan G(hre) bervariasi dengan perubahan 10
dB/decade pada ketinggian antenakurang dari 3 m.

15
 Model hatta
Model Hatta merupakan bentuk persamaan empirik dari kurva redaman
lintasan yang dibuat olehOkumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai
model Okumura-Hatta. Model ini falid untuk daerah range frekuensi antara 150-1500 MHz.

L(urban)(dB) =69,55 + 26,16logfc – 13,82loghte– a(hre) + (44,9– 6,55loghre) logd

Dimana f c adalah frekuensi kerja antara 150-1500 MHz, hte adalah tinggi efektif
antenna transmitter(BS) sekitar 30-200 m , hreadalah tinggi efektif antenna
receiver (MS) sekitar 1-10 m, d adalah jarak antara Tx-Rx (km), dan a(hre) adalah faktor
koreksi untuk tinggi efektif antena MS sebagai fungsi dariluas daerah yang dilayani.

Untuk kota kecil sampai sedang, faktor koreksi a(hre) diberikan oleh persamaan:
a(hre) = (1,1logfc – 0,7) hre– (1,56logfc–0,8) dB
sedangkan untuk kota besar:

a(hre) = 8,29 (log1,54hre)2 – 1,1 db untuk fc<300 MHz


a(hre) = 3,2 (log11,75hre)2– 4,97 dB untuk f c>300 MHz

Untuk memperoleh redaman lintasan di daerah suburban dapat diturunkan dari persamaan
standar Hatta untuk daerah urban dengan menambahkan faktor koreksi, sehingga diperoleh
persamaan berikut:
L(suburban)(dB) = L(urban) – 2[log(fc/28)]2 – 5,4

dan untuk daerah rural terbuka, persamaannya adalah:

L(open rural)(dB) = L(urban) – 4,78 (logfc)2 – 18,33logfc – 40,98

European Co-operative for Scientific and Technical Research (EURO-COST)


membentuk komitekerja COST-231 untuk membuat model Hatta yang disempurnakan atau
diperluas. COST-231mengajukan suatu persamaan untuk menyempurnakan model Hatta agar bisa
dipakai pada frequensi 2GHz. Model redaman lintasan yang diajukan oleh COST-231 ini
memiliki bentuk persamaan:

16
L(urban) =46,3 + 33,9logfc – 13,82 loghte – a(hre) + (44,9-6,55loghte)logd + CM

Dimana a(hre) adalah faktor koreksi tinggi efektif antenna MS sesuai dengan
hasil Hatta, dan0 dB untuk kota sedang dan suburban CM = 3 dB untuk daerah pusat
metropolitanModel Hatta COST-231 hanya cocok untuk parameter-parameter berikut :

f : 1500 – 2000 MHz


hte: 30-200m
hre: 1-10 m
d : 1-20 km
 Walfisch dan Bertoni Model
Sebuah model yang dikembangkan oleh Walfisch dan Bertoni [Wa] 88]
mempertimbangkan dampakdari atap dan bangunan tinggi dengan menggunakan
difraksi untuk memprediksi rata-rata sinyalKekuatan di jalan. Model ini menganggap
path loss, S, menjadi produk tiga faktor.
S = P0Q2P1
di mana P0 merupakan ruang bebas path loss antara antena isotropik yang diberikan
oleh:
𝜆
P0 = ( )²
4πR
Di dB, path loss diberikan oleh :

S (dB) = Lo + Lrts + Lms

Gambar berikut menggambarkan geometri yang digunakan dalam Walflsch


Bertoni Model [Wal88],[Mac93]. Model ini sedang dipertimbangkan untuk digunakan
oleh ITU-R dalam kegiatan standarIMT-2000.

Gambar 11. Geometri yang digunakan dalam Walflsch Bertoni Model


[Wal88],[Mac93]

 Model Longlye-Rice

17
Model Longley-Rice ini cocok untuk diterapkan pada system komunikasi titik
ke titik didalam frekuensi dari 400 MHz sampai 100 GHz.. Redaman media transmisi
dihitung dengan mengacu pada bentuk geometri dari profil permukaan daerah layanan
dan efek refraksi dari troposphere. Teknik geometri optik (utamanya model refleksi 2-
ray) digunakan untuk memperkirakan kekuatan sinyal sampai batas horizon gelombang
radio. Redaman karena difraksi dihitung dengan menggunakan model Fresnel-
Kirchoff knife-edge. Sementara itu teori hamburan digunakan untuk membuat
perhitungan troposcatter pada jarak jauh, dan redaman difraksi medan jauh dihitung
dengan menggunakan metode Van der Pol-Bremmer yang dimodifikasi.
Model Longley-Rice bekerja pada dua mode. Jika informasi mengenai profil
permukaan lintasan tersedia secara mendetail maka parameter-parameter khusus lebih
mudah untuk menentukan dan menghitung redaman lintasan, mode ini disebut mode
prediksi dari titik ke titik (point to point mode). Pada sisi lain jika profile permukaan
lintasan tidak tersedia maka metode Longley-Rice menyediakan teknik untuk
menghitung parameter-parameter khusus dari lintasan. Mode prediksi ini disebut
dengan area mode.

 Model Durkin

Pendekatan prediksi propagasi klasik mirip dengan yang digunakan oleh


Longley Rice yang dibahas oleh Edward dan Durkin, serta paper Dadson
menggambarkan simulator komputer, untuk memprediksi kontur kekuatan medan di
medan yang tidak teratur, yang diadopsi oleh komite radiogabungan (JRC) di Inggris
untuk perkiraan daerah cakupan radio mobile efektif. Sebagai masukan simulator untuk
menghitung path loss, Durkin membaginya menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah
akses terhadap database dari topografi dan informasi profil permukaan bumi sepanjang
arah radial dari transmitter ke receiver. Dengan asumsi bahwa antenna receiver
menerima semua energi yang berasal dari arah radial, maka tidak terjadi efek multipath.
Dengan kata lain propagasi yang dimodelkan disederhanakan ke dalam bentuk Line of
Sight (LOS) dan difraksi dari rintangan sepanjang arah radial, dan mengabaikan
pantulan dari benda-benda disekitarnya dan efek scater local. Sedangkan bagian kedua
adalah algoritma simulasi untuk menghitung perkiraan redaman lintasan sepanjang
arah radial. Dengan cara melakukan perhitungan secara iterasi dari pengukuran pada
daerah yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu daerah layanan, maka dapat
diperoleh kontur dari kuat sinyalnya.
Jika vj≤-0.8 untuk j = 1,….,n, maka kondisi propagasi ruang bebas adalah
dominan. Untuk kasus seperti ini, daya yang diterima dikalkulasikan menggunakan
transmisi ruang bebas formula. Jika wilayah tersebut dalam test zona Fresnel adalah
gagal ( semua vj> -0.8) maka ada 2 kemungkinan yaitu:

18
a. Non-LOS
Untuk kasuk non-LOS, masalah tingkatan sistem masuk kedalam kategori :
a.Single diffraction edge
b.Two diffraction edge
c.Three diffraction edge
d.More than three diffraction edge

b. LOS, tetapi dengan jarak yang cukup pada zona Fresnel

Gambar 12. Contoh Model LOS proses pengambilan keputusan

Metode test ini untuk setiap kasus sequensial akan sampai menemukan
profil yangsesusai. Difraksi edge di deteksi dengan menghitung sudut antara garis
yang terhubung pada transmitter danreceiver antenna tiap titik di setiap profile
wilayah. jika di = dj, maka raut wilayah bias di modelkan sebagai single difraksi.

Gambar 13. Dua Sisi difraksi Gambar 14. Tiga sisi difraksi

Jika kondisi single difraksi tidak memuaskan, maka bisa di cek ke dalam
bentuk two difraksi edges. Testnya hampir sama dengan single difraksi dengan
pengecualian bahwacomputer melihat 2 buah tepi yang terlihat tiap sisinya.
Atenuasi untuk loss saat difraksi kedua sisi disebabkan sisi difraksi pertama
dengantransmitter sebagai sumber. Atenuasi difraksi kedua adalah loss pada
receiver disebabkan sisidifraksi kedua berhubungan dengan sisi difraksi pertama
sebagai sumber. Kedua atenuasitersebut dijumlahkan sehingga memberikan

19
tambahan loss disebabkan oleh halangan yang dimasukan kedalam loss pada ruang
bebas atau loss pada bumi, yang besar.Untuk 3 sisi difraksi, difraksi luar harus
mengandung difraksi antara sisi pertama. Inidapat terdeteksi dengan menghitung
garis antara 2 buah sisi difraksi luar. Jika halanganantara 2 buah sisi luar lolos
melalui garis, maka terdapat sisi difraksi ketiga.

2.6 Perhitungan Link Budget Menggunakan Model Path Loss dan Model Propagansi Outdoor

2.6.1 Perhitungan Link Budget Menggunakan Model Path Loss


Banyak model propagansi radio diturunkan menggunakan kombinasi metode analitik
dan empirik. Pendekatan empiric didasarkan pada kurva yang sesuai atau pernyataan analitik
yang membuat sebuah set data yang terukur. Hal ini memiliki keuntungan secara eksplisit atas
semua factor propagansi, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal melewati pengukuran
aktual.

Bagaimanapun, validitas dari sebuah model empiris pada transmisi frekuensi atau
lingkungan dibandingkan dengan menggunakan model turunan hanya dapat ditetapkan oleh
tambahan data yang terukur dalam lingkungan baru pada transmisi frekuensi yang dibutuhkan.

Dari waktu ke waktu beberapa model propagansi klasik sudah muncul, yang sekarang
digunakan untuk memprediksi cakupan skala besar untuk desain sistem komunikasi bergerak.
Dengan menggunakan model path loss untuk mengestimasi level sinyal yang diterima sebagai
sebuah fungsi jarak, hal ini menjadi mungkin untuk memprediksi SNR untuk sistem
komunikasi bergerak.

Menggunakan teknik analisis noise yang diberikan pada lampiran B, dasar noise dapat
ditentukan. Sebagai contoh 2 model sinar diuraikan pada bagian 3.6 digunakan untuk
mengestimasi kapasitas pada sebuah penyebaran spectrum sistem selular, sebelum sistem
seperti itu disebarkan. Teknik estimasi Practical path loss sekarang telah dikenalkan.

 Log-distance Path Loss Model


Kedua model propagansi berdasarkan teori dan pengukuran mengindikasikan bahwa
rata-rata daya sinyal yang diterima menurun secara logaritma dengan jarak, apakah diluar
ruang atau didalam ruang channel radio. Model seperti itu sudah digunakan secara luas di

20
dalam literature. Rata-rata path loss skala besar untuk sebuah pemisahan T-R diekspresikan
dalam bentuk fungsi jarak dengan menggunakan sebuah eksponen path loss, n.

𝑑
𝑃𝐿(𝑑) ∝ ( )𝑛 (3.67)
𝑑0

atau

𝑑
𝑃𝐿(𝑑𝐵) = 𝑃𝐿(𝑑0 ) + 10𝑛 log( ) (3.68)
𝑑0

Dimana n adalah eksponen path loss yang mengindikasikan kecepatan dimana path
loss meningkat dengan jarak, d0 adalah jarak referensi yang ditentukan dari pengukuran
dekat dengan transmitter, dan d adalah pemisahan jarak T-R.

21
Baris pada persamaan (3.67) dan (3.68) menunjukkan rata-rata kumpulan dari
semua kemungkinan nilai path loss untuk sebuah nilai d yang diberikan. Ketika diplot pada
sebuah skala log-log, model path loss adalah garis lurus dengan kemiringan yang sama
dengan 10n dB per decade. Nilai n bergantung pada lingkungan propagansi yang spesifik.
Sebagai contoh, pada ruang hampa, n sama dengan 2, dan ketika terdapat gangguan, n akan
memiliki nilai yang lebih besar.

Penting sekali untuk memilih jarak referensi pada ruang hampa yang tepat untuk
lingkungan propagansi. Pada cakupan sistem selular yang besar, jarak referensi 1 km
banyak digunakan, dimana pada sistem mikroselular, banyak jarak lebih kecil yang
digunakan (seperti 100 atau 1 m). Jarak referensi harus selalu berada di medan jauh dari
antenna sehingga medan dekat tidak mengubah titik referensi path loss. Titik referensi path
loss dihitung menggunakan rumus ruang hampa path loss yang diberikan pada persamaan
(3.5) atau melalui perhitungan dilapangan pada jarak d0. Tabel 3.2 mendaftarkan tipe
eksponensial path loss yang diperoleh dari berbagai lingkungan radio bergerak.

 Log-normal Shadowing
Model persamaan (3.68) tidak mempertimbangkan fakta bahwa kekacauan disekeliling
lingkungan akan sangat berbeda pada dua lokasi berbeda yang memiliki pemisahan T-R.
Hal ini mengarahkan pada pengukuran sinyal yang sangat berbeda dibandingkan rata-rata
nilai yang diprediksi oleh persamaan (3.68). pengukuran menunjukkan bahwa pada semua
nilai dari d, path loss PL(d) pada lokasi khusus adalah acak dan log-normally (normal in
dB) kira-kira titik tengan jarak yang bergantung pada nilai.

22
𝑑
𝑃𝐿(𝑑)(𝑑𝐵) = 𝑃𝐿(𝑑) + 𝑋𝜎 = 𝑃𝐿(𝑑0 ) + 10𝑛 log(𝑑 ) + 𝑋𝜎 (3.69.a)
0

Dan

𝑃𝑟 (𝑑)(𝑑𝐵𝑚) = 𝑃𝑡 (𝑑𝐵𝑚) − 𝑃𝐿(𝑑)(𝑑𝐵) (𝑎𝑛𝑡𝑒𝑛𝑛𝑎 𝑔𝑎𝑖𝑛𝑠 𝑖𝑛𝑐𝑙𝑢𝑑𝑒 𝑖𝑛 𝑃𝐿(𝑑))


(3.69.b)

Dimana Xσ adalah titik tengah variable acak terdistribusi Gaussian (dB) dengan
deviasi standard σ (dB).

Ditribusi log-normal menguraikan efek bayangan acak yang terjadi diatas lokasi
pengukuran yang besar yang memiliki pemisahan T-R sama, namun memiliki tingkat
kekacauan yang berbeda pada jalur progansi.

Mudahnya, bayangan log-normal menyatakan secara tidak langsung bahwa


pengukuran level sinyal pada pemisahan T-R yang spesifik memiliki distribusi Gaussian
(normal) kira-kira jarak bergantung pada titik tengah persamaan (3.68), dimana
pengukuran level sinyal memiliki nilai pada satuan dB.

Standard deviasi dari distribusi Gaussian yang menguraikan bayangan juga


memiliki satuan dalam dB. Demikian, efek acak dari bayangan dilaporkan untuk
menggunakan distribusi Gaussian yang memberi koreksi untuk evaluasi.

Jarak referensi terdekat d0, eksponen path loss n, dan standard deviasi σ, secara
statistic menguraikan model path loss untuk sembarang lokasi yang memiliki pemisahan
T-R yang spesifik, dan model ini bisa digunakan pada simulasi computer untuk
menyediakan level daya pada lokasi acak di desain dan analisis sistem komunikasi.

Pada prakteknya, nilai n dan σ dihitung dari data yang terukur, menggunakan
regresi linear seperti contohnya perbedaan antara path loss yang terukur dan terestimasi di
minimalkan pada titik tengah eror di atas jarak lebar dari lokasi pengukuran dan pemisahan
T-R. Nilai PL (d0) pada (3.69) didasarkan pada salah satu pengukuran atau pada asumsi
ruang hampa dari transmitter ke d0.

23
Sebuah contoh dari bagaimana eksponen path loss di tentukan dari data hasil
pengukuran. Gambar 3.17 mengilustrasikan data pengukuran actual pada berbagai sistem
radio selular dan menunjukkan variasi acak mengenai nilai tengah path loss (dB)
seharusnya pada bayangan pada pemisahan T-R yang spesifik.

1 ∞ 𝑥2 1 𝑧
𝑄(𝑧) = ∫ 𝑒𝑥𝑝 (− 2 ) 𝑑𝑥 = [1 − erf( )] (3.70.a)
√2𝜋 𝑧 2 √2

Dimana

𝑄(𝑧) = 1 − 𝑄(−𝑧) (3.70.b)

Kemungkinan bahwa sinyak level yang diterima akan melebihi nilai pasti γ dapat
dihitung dari total kepadatan fungsi sebagai

𝛾−Pr(𝑑)
Pr[𝑃𝑟(𝑑) > 𝛾] = 𝑄 [ ] (3.71)
𝜎

Dengan cara yang sama, kemungkinan level sinyal yang diterima akan dibawah
nilai γ diberikan oleh

𝛾−Pr(𝑑)
Pr[𝑃𝑟(𝑑) < 𝛾] = 𝑄 [ ] (3.72)
𝜎

24
 Determination of Precentage of Coverage Area
Sudah jelas bahwa dalam kaitannya dengan efek acak dari bayangan, beberapa lokasi
yang berada pada area cakupan akan berada dibawah ambang penerimanaan sinyal. Ini sering
berguana untuk menghitung bagaimana batas cakupan berhubungan dengan persentase area
yang dicakup dengan batas.

Untuk cakupan area yang memiliki radius R dari sebuah base stasiun, anggap disana
terdapat ambang penerimaan sinyal γ. Kita akan menghitung U(γ), persentasi dari layanan
area yang berguna (persentase area dengan sinyal yang diterima sama dengan atau lebih besar
dari γ). d = r merepresntasikan jarak radius dari transmitter, ini bisa ditunjukkan bahwa jika
Pr [Pr(r) > γ] adalah kemingkinan sinyal yang diterima acak pada d = r melebihi nilai batas
γ dengan pertambahan area dA, kemudian U(γ) dapat ditemukan dengan

1 1 2𝜋 𝑅
𝑈(𝛾) = 𝜋𝑅2 ∫ Pr[𝑃𝑟 (𝑟) > 𝛾] 𝑑𝐴 = 𝜋𝑅2 ∫0 ∫0 𝑃𝑟 [𝑃𝑟 (𝑅) > 𝛾] 𝑟 𝑑𝑟𝑑𝜃 (3.73)

Using (3.71) Pr[Pr(r) > ] is given by

𝑟
𝛾−Pr(𝑟) 1 1 𝛾−Pr(𝑟) 1 1 𝛾−[𝑃𝑡 −(PL(𝑑0 )+10𝑛 log( ))
𝑑0
Pr[𝑃𝑟 (𝑟) > 𝛾] = 𝑄 [ ] = 2 − 2 𝑒𝑟𝑓 [ ] = 2 − 2 𝑒𝑟𝑓 [ ]
𝜎 𝜎√2 𝜎√2

(3.74)

Dalam rangka menentukan path loss sebagai referensi untuk batas sel (r = R), sudah
jelas bahwa

𝑅 𝑟
𝑃𝐿(𝑟) = 10𝑛𝑙𝑜𝑔 (𝑑 ) + 10𝑛𝑙𝑜𝑔 (𝑅) + 𝑃𝐿(𝑑0 ) (3.75)
0

Pr[Pr(r) > ]

𝑅 𝑟
1 1 𝛾−[𝑃𝑡 −(PL(𝑑0 )+10𝑛 log( )+10𝑛 log( ))
𝑑0 𝑅
= 2 − 2 𝑒𝑟𝑓 [ ] (3.76)
𝜎√2

1 1 𝑅 𝑟
𝑈(𝛾) = 2 − 𝑅2 ∫0 𝑟 erf(𝑎 + 𝑏 ln 𝑅)𝑑𝑟 (3.77)

1 1−2𝑎𝑏 1−𝑎𝑏
𝑈(𝛾) = 2 (1 − erf(𝑎) + exp ( ) [1 − erf ( )]) (3.78)
𝑏2 𝑏

25
1 1 1
𝑈(𝛾) = 2 (1 + exp (𝑏2 ) [1 − erf (𝑏)]) (3.79)

Persamaan (3.78) dapat dievaluasi untuk nilai yang besar dari σ dan n. Seperti
ditunjukkan pada gambar 3.18. Sebagai contoh, jika n = 4 dan σ = 8 dB, dan jika batasnya
adalah memiliki batas cakupan 75% (75% waktu sinyal berada diatas batas ambang
penerimaan sinyal), kemududan cakupan area sama dengan 94%. Jika n = 2 dan σ = 8 dB,
75% batas cakupan menyediakan 91% cakupan area. Jika n = 3 dan σ = 9 dB, maka 50%
batas cakupan menyediakan 71% cakupan area.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Difraksi merupakan kecenderungan gelombang yang dipancarkan dari sumber melewati celah
yang terbatas untuk menyebar ketika merambat
2. Perhitungan pathloss memiliki rumus yang berbeda-beda tergantung pada kondisinya.

3. Model prediksi path loss terdiri dari Model prediksi Secara Teoritis dan secara area to area.
Secara teoritis terbagi menjadi terdiri Plane Earth Propagation Model dan Analytical Model .
Sedangkan secara area to area terdiri ari daerah terbuka ( open land ) , Daerah terbuka industri
( industrialized open land ), daerah pedesaan ( suburban area ), Kota kecil sampai menengah (
small to medium city ) dan kota besar ( larged sized city ).
4. Path Loss dapat digunakan untuk menghitung Link Budget.

27
DAFTAR PUSTAKA

http://www.formulafisika.com/difraksi-fresnel-dan-difraksi-fraunhofer.html
http://www.waves.utoronto.ca/prof/svhum/ece422/notes/19-diffraction.pdf
https://www.hindawi.com/journals/ijap/2017/3932487/
https://en.wikipedia.org/wiki/Path_loss

28

Anda mungkin juga menyukai