Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan,
Pengertian Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak
disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan
korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi 3 (tiga) golongan,3
diantaranya :
1. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan
kerusakan kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal
dunia atau luka berat.
Faktor yang mempengaruhi CKD
1. Usia
2. Mekanisme cidera
3. Alcohol dan efek obat
4. Kondisi lalulitas dan lokasi kecelakaan yang terisolasi
(Gerritsen, Samim, Peters, Schers, & Van De Laar, 2018; Sastrodiningrat, 2006)
Menurut (World Health Organization, 2006) helm bertujuan untuk mengurangi risiko cedera
kepala dan otak yang serius dengan mengurangi dampak kekuatan atau tabrakan ke kepala.
Helm bekerja dalam tiga cara:
1. Mengurangi deselerasi dari kepala juga gerakan otak dengan cara mengendalikan
tumbukan. Bahan lunak yang ada di helm menyerap dampak tumbukan sehingga kepala
menjadi berhenti dengan lebih lambat. Ini berarti otak tidak akan mengalami tumbukan
dengan keras dengan dinding tempurung kepala sebelah dalam.
2. Helm juga akan mendistribusikan gaya tumbukan ke permukaan yang lebih luas sehingga
tidak terkonsentrasi pada satu bidang kontak yang kecil di kepala. Helm akan mencegah
kontak langsung antara kepala dengan benda yang membenturnya dengan berperan sebagai
pagar pembatas antara kepala dengan benda yang membenturnya.
3. Ketiga fungsi ini dicapai dengan mengkombinasikan sifatsifat dari empat komponen dasar
dari helm sebagaimana diuraikan di bawah ini
Pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional telah mengelurkan ketentuan SNI 1811-2007
tentang helm pengendara kendaraan roda dua. Standarisasi ini dibentuk untuk memastikan
kualitas produk yang benar-benar baik sehingga tidak merugikan dan menjamin keselamatan
konsumen. Standarisasi ini menetapkan syarat-syarat teknis untuk helm pelindung yang
digunakan oleh pengendara dan penumpang kendaraan bermotor roda dua atau sepeda motor
(BSN, 2007). Helm yang distandarisasi meliputi helm full-face dan helm open face sesuai
dengan penggunaan helm standar SNI diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian RI No.
40/M-IND/PER/6/2008. Peraturan ini mulai berlaku sejak 1 April 2010.
1. Tempurung, yaitu bagian yang keras dan merupakan bagian paling luar dari helm
2. Pelindung muka, yaitu bagian muka helm yang dapat melindungi sebagian atau seluruh
bagian dan terbuat dari bahan yang tembus pandang untuk memudahkan pengelihatan
pengguna.
3. Lapisan pelindung, yaitu lapisan bagian dalam yang dirancang untuk mengurangi kekuatan
benturan biasanya terbuat dari bahan styrofoam.
4. Lapisan pengaman, yaitu lapisan lunak yang terletak dibagian paling dalam dari helm untuk
memberikan kenyamanan pada saat digunakan dan berfungsi untuk melindungi kepala
pengguna.
5. Tali pengaman, yaitu bagian dari helm berupa tali yang dilengkapi dengan kunci pengikat
yang berfunsi sebagai pengikat helm dengan kepala pengguna sehingga tidak mudah
terlepas.
6. Tutup dagu, yaitu kelengkapan dari tali pengaman yang menutupi rahang bawah pengguna
helm pada saat tali pengaman dalam keadaan terkunci.
7. Pelindung mata, yaitu bagian dalam helm yang terbuat dari bahan tembus pandang
berfungsi untuk melindungi mata pengguna.
8. Lubang ventilasi, yaitu lubang pada helm yang dibuat agar ada sirkulasi udara didalam
helm.
9. Lubang pendengaran, yaitu lubang pada helm yang terletak dibagian telinga sehingga
pengguna tetap dapat mendengaran pada saat menggunakan helm.
Sebagai tambahan dari fungsi yang telah diuraikan serta keharusan untuk memenuhi standar
(dibahas lebih lanjut dalam Modul 3), helm perlu dirancang untuk memenuhi kondisi lokal
seperti memperhatikan cuaca dan kondisi lalu lintas. Berikut beberapa pertimbangan yang
biasanya mendapat perhatian dari perancang helm (World Health Organization, 2006):
1. Bahan yang digunakan untuk pembuatan helm harus tidak mengalami degradasi
(kemerosotan kwalitas) terhadap waktu, atau bila terkena oleh cuaca, atau bersifat racun
(toxic) atau menimbulkan alergi. Pada saat ini bahan yang umum digunakan untuk
pembuatan bagian plastik helm adalah Expanded Poly Styrene (EPS), Acrylonitrile
Butadiene Styrene (ABS), Poly Carbon (PC), dan Poly Propylene (PP). Bahan yang
dipergunakan untuk bagian kulit luar helm pada umumnya mengandung PC, PVC, ABS
atau serat gelas (fibre glass), lapisan lunak yang mudah hancur yang berada di bagian dalam
sering dibuat dari EPS – bahan yang dapat menyerap hentakan dan tumbukan dan relatif
tidak mahal. Namun demikian helm yang menggunakan lapisan EPS ini harus dibuang
setelah mengalami tumbukan, dan pada penggunaan normal tanpa mengalami benturan-
benturan helm ini perlu diganti setelah digunakan 3 – 5 tahun.
2. Standar yang ditetapkan sering menetapkan perlindungan minimum dari suatu helm.
Bentuk helm setengah-kepala (half-head) memberikan perlindungan minimum. Helm
Model penuh (full-face) harus menjamin pengguna tidak terganggu pendengaran dan
penglihatan ke arah samping (peripheral vision).
3. Untuk memastikan helm dapat menyerap hentakan pada waktu terjadi tabrakan, lapisan
penyerap benturan yang mudah hancur (crushable liner) harus memiliki ketebalan antara
1.5 cm sampai 3 cm.