Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protozoa merupakan organisme bersel tunggal yang sudah memiliki
membran inti (eukariota). Protozoa berukuran mikroskopis, yaitu sekitar 100
sampai 300 mikron. Bentuk sel Protozoa sangat bervariasi ada yang tetap dan
ada yang berubah-ubah. Protozoa umumnya dapat bergerak aktif karena
memiliki alat gerak berupa kaki semu (pseudopodia), bulu cambuk (flagellum),
bulu getar (cilia), namun ada juga yang tidak memiliki alat gerak. Sebagian
besar Protozoa hidup bebas di air tawar dan laut sebagai komponen biotik.
Beberapa jenis Protozoa hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia.
Protozoa hidup secara heterotrop dengan memangsa bakteri,
protista lain, dan sampah organisme.
Ukuran protozoa beranekaragam, yaitu mulai kurang dari 10 mikron
sampai ada yang mencapai 6 mm, meskipun jarang. Diperairan, protozoa
adalah penyusun zooplankton. Makanan protozoa meliputi bakteri, jenis
protista lain, atau detritus (materi organic dari organisme mati). Protozoa hidup
soliter atau berkoloni. Jika keadaan lingkungan kurang menguntungkan,
protozoa membungkus diri membentuk kista untuk mempertahankan diri. Bila
mendapat lingkungan yang sesuai hewan ini akan aktif lagi. Cara hidupnya ada
yang parasit, saprofit, dan ada yang hidup bebas (soliter).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari protozoa?
2. Bagaimana Morfologi protozoa?
3. Sebutkan Klasifikasi Protozoa!
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang kehidupan pada organisme
protozoa serta klasifikasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Protozoa
Secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari
bahasaYunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan. Jadi,
Protozoa adalah hewan pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista
eukariotik. Kadang-kadang antara algae dan protozoa kurang jelas
perbedaannya. Kebanyakan Protozoa hanya dapat dilihat di bawah mikroskop.
Beberapa organisme mempunyai sifat antara algaedan protozoa. Sebagai
contoh algae hijau Euglenophyta, selnya berflagela dan merupakan sel tunggal
yang berklorofil, tetapi dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan
untuk berfotosintesa. Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada
nutrien komplek tanpa adanya cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke
dalam filum protozoa. Contohnya strain mutan algae genus Chlamydomonas
yang tidak berklorofil, dapat dimasukkan ke dalam kelas Protozoa genus
Polytoma. Hal ini merupakan contoh bagaimana sulitnya membedakan dengan
tegas antara algae dan protozoa. Protozoa dibedakan dari prokariot karena
ukurannya yang lebih besar, dan selnya eukariotik. Protozoa dibedakan dari
algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari jamur karena dapat bergerak
aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari jamur lendir karena tidak
dapat membentuk badan buah.
2.2 Habitat Protozoa
Protozoa hidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka
umumnya hidup bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau
daratan. Beberapa spesies bersifat parasitik, hidup pada organisme inang. Inang
protozoa yang bersifat parasit dapat berupa organisme sederhana seperti algae,
sampai vertebrata yang kompleks, termasuk manusia. Beberapa spesies dapat
tumbuh di dalam tanah atau pada permukaan tumbuh-tumbuhan. Semua
protozoa memerlukan kelembaban yang tinggi pada habitat apapun. Beberapa
jenis protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut yang lain
hidup di dasar laut. Spesies yang hidup di air tawar dapat berada di danau,
sungai, kolam, atau genangan air.
Ada pula protozoa yang tidak bersifat parasit yang hidup di dalam usus
termit atau di dalam rumen hewan ruminansia. Beberapa protozoa berbahaya
bagi manusia karena mereka dapat menyebabkan penyakit serius. Protozoa
yang lain membantu karena mereka memakan bakteri berbahaya dan menjadi
makanan untuk ikan dan hewan lainnya. Protozoa hidup secara soliter atau
bentuk koloni. Didalam ekosistem air protozoa merupakan zooplankton.
Permukan tubuh Protozoadibayangi oleh membransel yang tipis, elastis,
permeable, yang tersusun dari bahan lipoprotein, sehingga bentuknya mudah
berubah-ubah.
2.3 Morfologi Protozoa
Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan
sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur
tekanan osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap
spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif (trophozoite), atau
bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang tidak
menguntungkan dapat membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat
kista berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah
menjadi sel vegetatifnya. Protozoa tidak mempunyai dinding sel, dan tidak
mengandung selulosa atau khitin seperti pada jamur dan algae. Kebanyakan
protozoa mempunyai bentuk spesifik, yang ditandai dengan fleksibilitas
ektoplasma yang ada dalam membran sel. Beberapa jenis protozoa seperti
Foraminifera mempunyai kerangka luar sangat keras yang tersusun dari Si dan
Ca. Beberapa protozoa seperti Difflugia, dapat mengikat partikel mineral untuk
membentuk kerangka luar yang keras. Radiolarian dan Heliozoan dapat
menghasilkan skeleton. Kerangka luar yang keras ini sering ditemukan dalam
bentuk fosil. Kerangka luar Foraminifera tersusun dari CaO2 sehingga
koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat membentuk batuan kapur.
Protozoa merupakan sel tunggal, yang dapat bergerak secara khas
menggunakan pseudopodia (kaki palsu), flagela atau silia, namun ada yang
tidak dapat bergerak aktif. Berdasarkan alat gerak yang dipunyai dan
mekanisme gerakan inilah protozoa dikelompokkan ke dalam 4 kelas. Protozoa
yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan ke dalam Sarcodina, yang
bergerak dengan flagela dimasukkan ke dalam Mastigophora, yang bergerak
dengan silia dikelompokkan ke dalam Ciliophora, dan yang tidak dapat
bergerak serat merupakan parasit hewan maupun manusia dikelompokkan ke
dalam Sporozoa.
Mulai tahun 1980, oleh Commitee on Systematics and Evolution of the
Society of Protozoologist, mengklasifikasikan protozoa menjadi 7 kelas baru,
yaitu Sarcomastigophora, Ciliophora, Acetospora, Apicomplexa, Microspora,
Myxospora, dan Labyrinthomorpha. Pada klasifikasi yang baru ini, Sarcodina
dan Mastigophora digabung menjadi satu kelompok Sarcomastigophora, dan
Sporozoa karena anggotanya sangat beragam, maka dipecah menjadi lima
kelas. Contoh protozoa yang termasuk Sarcomastigophora adalah genera
Monosiga, Bodo, Leishmania, Trypanosoma, Giardia, Opalina, Amoeba,
Entamoeba, dan Difflugia. Anggota kelompok Ciliophora antara lain genera
Didinium, Tetrahymena, Paramaecium, dan Stentor. Contoh protozoa
kelompok Acetospora adalah genera Paramyxa. Apicomplexa beranggotakan
genera Eimeria, Toxoplasma, Babesia, Theileria. Genera Metchnikovella
termasuk kelompok Microspora. Genera Myxidium dan Kudoa adalah contoh
anggota kelompok Myxospora.
2.4 Klasifikasi Protozoa
2.4.1 Kelas Rizopoda ((Sarcodina)
Rhizopoda berasal dari kata rhizao yang berarti akar dan podos yang
berarti kaki. Jadi rhizopoda artinya kaki yang berbentuk seperti akar.
Fillum rhizopoda disebut juga sarcodina yang berasal dari kata Sarcodes
yang berarti daging, karena bentuknya yang seperti gumpalan daging.
Rhizopoda/sarcodina bergerak dengan menggunakan kaki semu atau
pseudopodia yang merupakan bentuk penonjolan atau penjuluran dari
protoplasmanya.
1. Entamoeba Ginggivalis
A. Klasifikasi ilmiah Entamoeba ginggivalis
Domain : Eukaryota
Filum : Amoebozoa
Kelas : Archamoeba
Genus : Entamoeba
Spesies : E.Gingivalis
B. Penyakit Entamoeba ginggivalis
Entamoeba gingivalis merupakan protozoa non patogen
[kutipan diperlukan] (dilaporkan oleh beberapa orang untuk
menyebabkan penyakit) dan dikenal sebagai amoeba pertama pada
manusia untuk dijelaskan. Hal ini ditemukan di mulut antara
kantong gingiva dan dekat pangkal gigi. Entamoeba gingivalis
ditemukan pada 95% orang dengan penyakit gusi dan pada 50%
orang dengan gusi sehat. Pembentukan kista tidak ada, oleh karena
itu transmisi langsung dari satu orang ke orang lain dengan
mencium, atau dengan berbagi peralatan makan. Hanya
trophozoites terbentuk dan ukurannya biasanya 10 mikrometer
sampai 20 mikrometer diameter. Entamoeba gingivalis memiliki
pseudopodia yang memungkinkan mereka untuk bergerak cepat.
Inti bulat mereka adalah 2 sampai 4 mikrometer mikrometer
dengan diameter dan berisi endosome pusat kecil. Ada vakuola
makanan banyak dan mengandung puing-puing selular, sel darah
dan bakteri. Entamoeba gingivalis dan semua kerabat dalam
keluarga Entamoeba adalah bentuk kehidupan kecil (mikroskopis)
yang terkait dengan amuba. Dari enam yang sering ditemukan pada
manusia, hanya satu yang diyakini menyebabkan penyakit serius.
Entamoeba hystolytica dapat menyebabkan disentri amuba.
Entamoeba gingivalis, bagaimanapun, tinggal di daerah antara gigi
dan diyakini berhubungan dengan penyakit periodontal dan
gingivitis.Itu diyakini bahwa mereka berada di mulut hampir setiap
manusia dewasa.
C. Morfologi dan Siklus hidup
Entamoeba gingivalis tidak membentuk kista. Pada spesies ini
hanya ditemukan trophozoit, dengan ukuran 5-35 mikron. Diameter
trophozoit sebesar 10- 20 mikron, terdapat satu buah nukleus
dengan kariosom sentris. Kromatin granula besarnya hampir sama
dan susunannya tidak rata. Pada trophozoit terdapat pseudopodia.
Spesies ini dapat bergerak dengan sangat cepat karena adanya
pseudopodia. Nukleusnya berdiameter 2-4 mikron dan mempunyai
endosom yang kecil.
Entamoeba gingivalis seperti semua Entamoeba dalam hal ini
memiliki dua tahap dalam siklus hidupnya
1. Tahap Kista
Tahap ini juga kadang-kadang disebut tahap infektif. Itulah
waktu ketika ada kemungkinan akan menyebar dari satu host ke
yang lain. Organisme ini lebih kecil selama fase ini dan
menghabiskan waktu makan dan menyimpan energi.
2. Tahap Tropozoit
Tahap lain dalam siklus hidup dari Entamoeba gingivalis
merupakan tahap tropozoit. Selama fase ini, organisme
bereproduksi. Seperti kerabat amoeba, Entamoeba gingivalis
mereproduksi dengan memisahkan itu sendiri. Ini fase dari
siklus hidup Entamoeba gingivalis dapat terlihat karena ukuran
membengkak organisme dan menjadi memanjang. Ini menjadi
dua organisme yang terpisah yang, pada awalnya, terhubung.
D. Cara penularan
Cara penularan Entamoeba gingivalis berasal dari menelan zat
yang telah terkena dan membawa organisme. Itu mungkin berarti
air minum yang membawa gingivalis Entamoeba. Hal ini juga
mungkin terjadi jika Anda makan makanan yang telah
terkontaminasi dengan itu. Karena organisme ini dianggap invasif
(tidak menembus organisme inang) air dan makanan diperkirakan
terkontaminasi melalui beberapa paparan kotoran dari organisme
inang. Kontak oral adalah metode lain transmisi. Entamoeba
gingivalis diperkirakan makan mikroorganisme lainnya. yakni
bakteri, leukosit dan eritrosit. Dalam aspek Entamoeba gingivalis
memiliki hubungan simbiotik dengan tuan rumah. Dengan kata
lain, tuan rumah menyediakan rumah dan makanan untuk
Entamoeba gingivalis. Pada gilirannya mikroorganisme membantu
untuk menjaga tingkat lain (yang berpotensi membahayakan)
organisme berkurang. Melihat dari sudut pandang, Entamoeba
gingivalis sangat membantu.
E. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan pemeriksaan pada usap gigi,
air liur dan plak gigi.
2. Entamoeba dysentriae/Histolytica
A. Klasifikasi Ilmiah
Domain : Eukaryota
Kingdom : Amoebozoa
Filum : Archamoebae
Subfilum : Conosa
Kelas : Tubulinea
Ordo : Amoebida
Famili : Entamoebidae
Genus : Entamoeba
Spesies : E. Histolytica
B. Penyakit Entamoeba dysentriae/Histolytica
E. histolytica, sesuai namanya (histo-lytic = menghancurkan
jaringan), adalah patogen; infeksi dapat mengakibatkan disentri
amoeba atau liver abscess amoeba. Gejala dapat termasuk disentri,
diare berdarah, penurunan berat badan, kelelahan, sakit perut, dan
amoeboma (suatu komplikasi yang mengakibatkan luka di usus).
Amoeba sebenarnya dapat ‘menggali’ ke dalam dinding usus,
menyebabkan luka dan penyakit usus lainnya, dan dapat mencapai
aliran darah. Dari sana, ia dapat menjangkau berbagai organ vital
tubuh manusia lainnya, biasanya hati, tapi kadang-kadang paru-
paru, otak, limpa, dan lain sebagainya. Hasil invasi amuba umum
pada jaringan sel adalah liver abscess yang bisa berakibat fatal jika
tidak diobati. Sel darah merah kadang-kadang dimakan oleh
sitoplasma sel amoeba.
C. Morfologi dan siklus hidup
Entamoeba histolytica memiliki tiga bentuk, yaitu trofozoit,
prekista, dan kista. Bentuk trofozoit merupakan bentuk invasif dan
umumnya terdapat di usus besar (dalam jaringan mukosa atau
submukosa), sedangkan kista berada di lumen usus. Entamoeba
histolytica dalam bentuk trofozoit mampu bertahan selama 5 jam
dalam suhu 37οC, 16 jam dalam suhu 25οC, 96 jam dalam suhu
5οC. Sedangkan bentuk kista dapat bertahan selama 2 hari dalam
suhu 37οC, 7 jam dalam suhu 28 οC, dan dalam 15 – 30 menit pada
4ppm chlor. Penderita terinfeksi oleh Entamoeba histolytica karena
tertular bentuk kista matang berinti empat. Proses reproduksi
Entamoeba histolytica adalah dengan cara :
a. Eksistasi, kista berinti empat yang masuk ke dalam tubuh
membentuk delapan amubula kemudian menjadi bentuk
trofozoit, proses ini terjadi di sekum/ileum.
b. Enkistasi, dari bentuk tofozoit menjadi kista.
c. Multiplikasi, terjadinya pembelahan dari trofozoit.
Bentuk trofozoit berukuran antara 15 – 60 μm dan memiliki
ektoplasma, berwarna jernih dan homogen, berfungsi untuk
pergerakan (pseudopodi), menangkap makanan dan membuang sisa
– sisa makanan, sebagai alat pernapasan, dan alat proteksi.
Endoplasma berwarna keruh, didalamnya banyak terdapat granula
– granula, vakuola, butir – butir kromatin dan eritrosit, berfungsi
mencerna makanan dan menyimpan makanan. Di dalam nukleus
terdapat nukleolus “endosom” atau “kariosom” dan letaknya
ditengah – tengah. Halo, merupakan zona jernih yang mengelilingi
kariosom. Selaput inti, meruapakan kromatin granula yang tersusun
halus dan rata. Dengan melihat nukleus ini kita dapat
mengidentifikasi genus dan spesies.
a) Morfologi Entamoeba histolytica
Amoeba ini memiliki bentuk trofozoit dan kista.
Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi :
a. Ukuran 10 – 60 μm
b. Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang
merupakan penandapenting untuk diagnosisnya
c. Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan
karyosom padat yang terletak di tengah inti, serta
kromatin yang tersebar di pinggiran inti
d. Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang
lebar, disebut pseudopodia.
Kista Entamoeba histolytica memiliki ciri-ciri morfologi
sebagai berikut:
a. Bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm
b. Kista matang memiliki 4 buah inti entamoba
c. Tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sitoplasma
d. Kista yang belum ma-tang memiliki glikogen
(chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun
biasanya menghilang setelah kista matang.
b) Siklus Hidup Entamoeba Histolytica
Siklus hidup dimulai dari manusia menelan
makanan/minuman yang terkontaminasi oleh parasit tersebut,
di lambung parasit tersebut tercerna, tinggal bentuk kista
yang berinti empat (kista masak) yang tahan terhadap asam
lambung masuk ke usus. Disini karena pengaruh enzym usus
yang bersifat netral dan sedikit alkalis, dinding kista mulai
melunak, ketika kista mencapai bagian bawah ileum atau
caecum terjadi excystasi menjadi empat amoebulae.
Amoebulae tersebut bergerak aktif, menginvasi jaringan dan
membuat lesi di usus besar kemudian tumbuh menjadi
trophozoit dan mengadakan multiplikasi disitu, proses ini
terutama terjadi di caecum dan sigmoidorectal yang menjadi
tempat habitatnya. Dalam pertumbuhannya amoeba ini
mengeluarkan enzym proteolytic yang melisiskan jaringan
disekitarnya kemudian jaringan yang mati tersebut diabsorpsi
dan dijadikan makanan oleh amoeba tersebut. Amoeba yang
menginvasi jaringan menjalar dari jaringan yang mati ke
jaringan yang sehat, dengan jalan ini amoeba dapat
memperluas dan memperdalam lesi yang ditimbulkannya,
kemudian menyebar melalui cara percontinuitatum,
hematogen ataupun lymphogen mengadakan metastase ke
organ-organ lain dan menimbulkan amoebiasis di organ-
organ tersebut.
D. Cara Penularan
Dapat menular melalui berbagai cara media. Misalnya, minum
air tercemari tinja atau makanan tanpa mencuci tangan setelah
bermain ditempat kotor (fecal oral). Kontak langsung dengan orang
atau alat rumah tangga yang tercemar juga dapat memberi jalan
bagi masuknya bakteri atau amoeba penyebab disentri. Penularan
dengan cara-cara ini biasanya terjadi didaerah yang padat
populasinya atau didaerah yang sanitasi dan higienitasnya kurang
baik.
E. Diagnosis
Penyakit ini dapat didiagnosis melalui sampel kotoran tetapi
penting untuk diketahui bahwa beberapa jenis lainnya mustahil
dapat dibedakan hanya dengan melalui mikroskop. Tes ELISA atau
RIA dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit ini.
a. Amebiasis kolon akut
Diagnosis klinis ditetapkan bila terdapat sindrom disentri
disetai sakit perut (mules). Biasanya gejala diare berlangsung
tidaak lebih dari 10 kali sehari. Gejala tersebut dapat
dibedakan dari gejala penyakit disentri basilaris. Pada disentri
basilaris terdapat sindrom disentri dengan diare yang lebih
sering, kadang – kadang sampai lebih dari 10 kali sehari,
terdapat juga demam dan leukositosis. Diagnosis laboratorium
ditegakkan dengan menemukakan Entamoeba histolytica
bentuk histolitika dalam tinja.
b. Amebiasis kolon menahun
Biasanya terdapat gejala doare yang ringan diselingi
dengan obstipasi. Dapat juga terjadi suatu eksaserbasi akut
dengan sindrom disentri. Diagnosis laboratorium ditegakkan
dengan menemukanEntamoeba histolytica bentuk histolitika
dalam tinja. Bila ameba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja
perlu diulangi 3 hari berturut – turut. Reaksi serologi prlu
dilakukan untuk menunjang diagnosis. Proktoskopi dapat
digunakan untuk melihat luka yang terdapat di rektum dan
untuk melihat kelainan di sigmoid digunakan sigmoidoskopi.
c. Amebiasi hati
Secara klinis dapat dibuat diagnosis bila terdapat gejala
berat badan menurun, badan terasa lemas, demam, tidak nafsu
makan disertai pembesaran hati yang nyeri tekan. Pada
pemeriksaan radiologi biasanya didapatkan peninggian
diafragma. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya
leukositosis. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan
menemukan Entamoeba histolyticabentuk histolitika dalam
biopsi dinding abses atau dalam aspirasi nanah abses. Bila
ameba tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan serologi,
antara lain tes hemaglutinasi tidak langsung atau tes
imunodifusi.
F. Pencegahan
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri
dan sanitasi lingkungan, termasuk memperhitungkan jarak
antara lokasi pembuangan kotoran dari sumber air tempat
tinggal.
2. Cuci tangan sebelum makan juga amat disarankan. Tentu saja,
apa yang dimakan dan diminum harus bersih.
3. Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging
sapi dan daging ikan), buah dan melon dikonsumsi setelah
dicuci bersih dengan air.
4. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak
menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola
dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air
5. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin
diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan
anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat
cacing.
6. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa
dan berobat ke rumah sakit.
7. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada
gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya
kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar
dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak
ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan
mengobatinya.
G. Pengobatan
Pada penyakit disentri amoeba ada beberapa pengobatan yang
bisa dilakukan yakni beberapa diantaranya adalah :
1. Pemberian obat antibiotik dan anti amoeba
Salah satu penyebab disentri adalah akibat bakteri dan
amoeba, maka pemberian obat antibiotik perlu dilakukan
untuk pasien dengan tujuan untuk membunuh penyebab dari
jenis penyakit ini dengan kadar dosis yang tergantung dari
tingkat keparahannya dan juga dari gejala yang muncul.
Biasanya pasien akan diberikan kombinasi dari obat anti
amoeba dengan antibiotik. Dan juga gejala yang muncul
tergolong ringan maka biasanya obat dehidrasi akan
diberikan dengan cara diminum melalui mulut. Namun jika
pasien mengalami disentri dalam waktu 10 hari, maka obat
sejenis Flagyl, Diloxanide furoate, paromomycyn, atau juga
iodoquinol untuk membantu menghilangkan gejala-gejalanya.
2. Terapi rehidrasi
Tahap rehidrasi merupakan salah satu terapi pengobatan
disentri amoeba yang dilakukan dengan menggunakan
pengobatan oral biasanya pasien dianjurkan untuk minum
cairan tertentu untuk membantu menggantikan cairan yang
hilang akibat dari diare dan juga muntah yang terjadi.
3. Obat ridaura (auranofin)
Obat jenis ini biasanya diberikan kepada penderita disentri
dengan dosis yang rendah. Obat ridaura ini sudah terbukti 10
kali lipat bisa mempunnyai kemampuan untuk membunuh
amoeba penyebab dari penyakit disentri amoeba. Obat ini
juga dikenl untuk membantu mengatasi nyeri sendi serta
penyakit rematik.
2.4.2 Flagellata (Mastigophora)
Flagellata berasal dari kata flagel artinya cambuk atau Mastigophora
dari mastig artinya cambuk, phora artinya gerakan. Semua anggota filum
flagellata bergerak menggunakan flagel. Bentuk tubuh flagellata tetap
karena dilindungi oleh pelikel. Di antara Flagellata ada yang hidup bebas,
ada pula yang hidup bersimbiosis dalam tubuh hewan, tetapi kebanyakan
bersifat parasit. Flagellata berkembang biak secara aseksual dengan
pembelahan biner secara longitudinal, sedangkan reproduksi seksual
belum banyak diketahui.
1. Trypanosomiasis/Trypanosoma gambiense
A. Klasifikasi ilmiah Trypanosomiasis
Domain : Eukaryota
Kingdom : Excavata
Filum : Euglenozoa
Kelas : Kinetoplastida
Ordo : Trypanosomatida
Famili : Trypanosomatidae
Genus : Trypanosoma
B. Penyakit Trypanosomiosis/Trypanosoma gambiense
Penyakit ini disebut African trypanosomiasisatau nama lainnya
penyakit tidur. Penyakit ini adalah penyakit yang menyerang sistem
syaraf dan disebabkan oleh protozoatrypanosoma yang masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan lalat tsetse. Lalat tsetse adalah salah
satu spesies lalat yang menghisap darah mamalia. Menurut
penelitian, penyakit unik ini berasal dari Afrika dan sudah menjadi
wabah mematikan di beberapa negara di Afrika. Hingga saat ini
tercatat 50.000 sampai 70.000 orang di Sub-Sahara Afrika
terserang penyakit tidur atau Human african trypanosomiasis, yang
menyebar melalui gigitan lalat tsetse. Setiap tahunnya juga
dilaporkan sekitar 300.000 orang meninggal akibat penyakit ini di
Afrika. Gigitan lalat ini menyebabkan rasa sakit dan bengkak
merah di bekas gigitan. Infeksi ini akan menyebar melalui darah
dan mengakibatkan gejala awal demam, sakit kepala, sakit sendi,
gatal-gatal pada kulit, dan lemas. Kemudian bakteri ini menyerang
otak dan menyebabkan penyakit-penyakit serius lainnya seperi
pembengkakan kelenjar limfa, anemia, dan penyakit ginjal. Orang
yang terjangkit akan mengalami kejang-kejang dan sulit berpikir.
Serta pola tidur yang lebih lama dari biasanya. Penyakit ini sangat
sulit dideteksi karena memiliki gejala awal seperti penyakit
malaria. Apabila seseorang terjangkit, penderita akan merasakan
kantuk yang sangat hebat disiang hari. Tetapi penderita akan
menjadi insomnia atau susah tidur pada malam hari. Apabila pola
tidur semakin sulit dikendalikan, penderita bisa mengalami koma
bahkan hingga kematian. Penyakit ini tidak hanya menyerang
manusia tetapi juga mamalia lainnya. Hewan yang terserang
penyakit ini akan mengalami penurunan produktifitas dan akhirnya
mati.
C. Morfologi dan siklus hidup
Morfologi Trypanosoma mempunyai ukuran 14-33 x 1,5-3,5
µm (rata-rata 15-20 µm) Membran bergelombang terdapat pada
seluruh tubuh, mempunyai 1 flagella pada ujung anterior,
kinetoplas letaknya lebih ke posterior dekat axonema, letak nukleus
di tengah-tengah atau sentral. Bentuk ini terdapat di dalam tuan
rumah perantara maupun sebenarnya. Trypanosoma masuk didalam
tuan rumah perantara pada waktu mengisap darah sebagai
makanannya. Di dalam tubuh manusia Trypanosoma hidup ekstra
sellul¬er di dalam darah, limfe dan cairan otak. Terdapat granula
spesifik, tidak berwarna, bergerak aktif, berkembang biak
membe¬lah memanjang, bila diwarnai dengan Giemsa atau Wright,
inti akan ber¬warna merah udang, dan sitoplasma berwarna biru.
Bentuk kritidia berukuran 15-20 µm (rata-rata 15 µm). Membran
bergelombang terdapat pada bagian tubuh kean¬terior, kinetoplas
letaknya lebih ketengah dengan axonema, letak nukleus di tengah-
tengah, terdapat granula spesifik (seperti trypanosoma). siklus
hidup dari lalat tsetse biasa dikatakan unik. Contoh keunikan dari
siklus hidup lalat tsetse adalah saat sudah wktunya bertelur, induk
lalat tsetse akan tetap menyimpan telur tersebut di dalam tubuhnya
sehingga menetas menjadi larva yang baru menetas tersebut tetap
berada di dalam tubuh induknya dan hidup dengan mengkomsumsi
senyawa mirip cairan susu yang dihasilkan oleh kelenjar induknya.
Jika larva sudah memasuki ukuran tertentu, barulah larva lalat
tsetse keluar dari tubuh induknya dan “lahir” ke dunia. Masa hidup
larva di dunia relatif singkat karena hanyya dalam waktu beberapa
jam usai keluar dari tubuh induknya, larva lalat tsetse segera
mencari tempat yang terlindung untuk berubah menjadi pupa. Masa
pupa atau kepompong berlangsung selama beberapa hari dan
sesudah itu lalat tsetse dewasa akan keluar. Di fase dewasa ini, lalat
tsetse hanya hidup dari mengisap darah mamalia dan bisahidup
hingga usia 4 bulan.
D. Cara penularan
Lalat tsetse merupakan inang sementara dari parasit ini.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan lalat tsetse pada mamusia.
Ciri khas gigitan dari lalat ini adalah sangat menyakitkan, hal ini
dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi lalat tsetse. Namun
demikian hanya sedikit lalat yang terinfeksi penyakit tidur ini.
Bersamaan dengan gigitan lalat tsetse, parasit ini memasuki aliran
darah manusia, kemudian masuk ke sistem getah bening, dan
sistem syarat pusat. Flagellata berkembangbiak dalam darah
manusia, dan jika ada lalat tsetse yang tidak terinfeksi menggigit
manusia yang telah terinfeksi, maka lapar tsetse ini dapat
menginfeksi manusia kembali setelah enam minggu semenjar lalat
ini menginfeksi manusia. Dimanakah tempat mewabahnya penyakit
tidur dan berapa orang yang telah terinfeksi. Ada dua jenis
trypanosoma di Afrika dan diperkirakan penyakit ini mengancam
70 juta orang-orang yang hidup di negara-negara berkembang di
dunia. Trypanosoma brucei gabiencis brucey menyebar dengan
pesat di Afrika bagian tengah dan barat Afrika. T.
E. Diagnosis
Tanda–tanda kelainan fisik dan riwayat klinik sangat penting
untuk menegakkan diagnosis. Gejala–gejala diagnostik termasuk
demam yang tidak teratur, pembesaran kelenjar limfe (terutama di
bagian segitiga servikal posterior, yang dikenal dengan tanda
Winterbottom), berkurangnya sensori terhadap rasa sakit (tanda
Kerandel), dan ruam kulit berupa eritema. Diagnosis ditegakkan
dengan menemukan bentuk tripomastigot dalam darah, aspirasi
kelenjar limfe, dan CSS.
Adanya periodesitas, menyebabkan jumlah parasit dalam darah
akan berbeda–beda dan sejumlah teknik harus digunakan untuk
menemukan bentuk tripomastigot. Selain sedian darah tipis dan
tebal, dianjurkan menggunakan metode konsentrasi “buffy coat“
untuk menemukan parasit apabila jumlahnya sedikit. Parasit dapat
ditemukan dalam sediaan darah tebal apabila jumlahnya lebih dari
2000/ ml, lebih dari 100/ml dengan konsentrasi pada tabung
hematokrit, dan lebih dari 4/ ml dengan tabung penukar anion
(anion exchange columm) Lumsden dkk, 1981. Pemeriksaan CSS
harus dilakukan dengan medium sentrifuge. Bila jumlah
tripomastigot dalam darah tidak terdeteksi, bentuk ini mungkin
masih dapat ditemukan pada aspirasi kelenjar limfe yang
meradang, namun untuk menemukannya secara histopatologi
tidaklah praktis. Specimen darah dan CSS harus diperiksa selama
pengobatan dan 1 hingga 2 bulsn setelah pengobatan. Pemeriksaan
serologis yang banyak digunakan untuk skrining epidemiologi
adalah tes imunofluoresensi tidak langsung, ELISA, dan
hemaglutinasi tidak langsung (Kakoma et.all, 1985; de Raadt dan
Seed, 1977). Masalah besar pada serodiagnostik di daerah endemi
yaitu banyaknya orang dengan kadar antibodi yang tinggi karena
terpapar oleh tripanosoma yang tidak infektif bagi manusia.
Konsentrasi IgM dalam serum dan CSS kurang mempunyai nilai
diagnostik.
F. Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di dasari pada
pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab
penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut, maka
suatu daerah dengan keadaan geografis tertentu, dapat dilakukan
satu atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam
upaya pencegahan :
a. Berikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara
perlindungan diri terhadap gigitan lalat tsetse.
b. Menurunkan populasi parasit melalui survei masyarakat untuk
menemukan mereka yang terinfeksi, obati mereka yang
terinfeksi.
c. Bila perlu hancurkan habitat lalat tsetse, namun tidak dianjurkan
untuk menghancurkan vegetasi secara tidak merata.
Membersihkan semak-semak dan memotong rumput disekitar
desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan
peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari
vegetasi liar dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan
pertanian maka masalah vektor teratasi untuk selamanya.
d. Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap
dan kelambu yang sudah dicelup dengan deltametrin serta
dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik
5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif).
Dalam situasi darurat gunakan insektisida aerosol yang
disemprotkan dari udara.
e. Melarang orang-orang yang pernah tinggal atau pernah
mengunjungi daerah endemis di Afrika untuk menjadi donor
darah.
2. Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal yang
terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi
penderita yang ditemukan serta lakukan pengendalian lalat
tsetse. Bila terjadi lagi KLB di daerah yang sama walaupun
sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-
upaya yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan
lebih giat.
3. Penanganan Internasional
Meningkatkan upaya kerjasama lintas sektor di daerah
endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan
tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining
dan upaya sederhana pengendalian vektor. Kembangkan sistem
yang efektif pendistribusian reagen dan obat-obatan.
Kembangkan sistem pelatihan pada tingkat nasional dan
internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.
G. Pengobatan
Tidak ada vaksin Atau bahan kimia yang dapat mencegah racun
yang dikeluarkan oleh parasit ini, satu-satunya cara adalah
menghindar dari gigitan dan mengendalikan tempat hidup lalat
tsetse.
2. Trichomonas vaginalis
A. Klasifikasi ilmiah Trichomonas vaginalis
Kingdom : Animalia
Filum : Protozoa
Kelas : Zoomastigopho
Ordo : Mastigophora
Genus : Trichomonas
Species : Trichomonas vaginalis
B. Penyakit Trichomonas vaginalis
Pada wanita :
1. Fluor Albus atau keputihan
1. Adanya iritasi akibat melekatnya parasit pada mukosa vagina
akan menyebabkan radang vagina (vaginistis) yang
menyebabkan keluarnya cairan berlebih (keputihan) dengan
ciri-ciri :
2. Cairan sangat kental
3. Dapat juga jika terinfeksi T.vaginalis ini akan berwarna
kuning kehijauan atau abu-abu serta berbusa dalam jumlah
banyak
4. Kadang keputihan disertai perdarahan
5. Bau tak sedap anyir
6. Terasa sakit jika organ intim ditekan
7. Jika kencing menimbulkan rasa sakit
8. Menimbulkan adanya borok atau luka pada sekitar kelamin
2. Peradangan pada vulva dan cervik
Jika penyakit ini tidak segera terobati, maka akan
menyebabkan bagian vagina meradang dan juga cervik atau
yang disebut leher rahim atau bagian bawah rahim yang
digunakan untuk mengeluarkan bayi saat wanita melahirkan
akan meradang.
3. Kemandulan
Ini dia yang harus diperhatikan terkait dengan adanya
penyakit ini, akibat dari adanya keputihan dengan cairan
berlebih, kental dan berisi parasit yang berujung pada radang,
akan menyebabkan berbagai masalah pada organ reproduksi
wanita yang berakibat kemandulan.
C. Morfologi dan siklus hidup
Trichomonas vaginalis hanya memiliki bentuk tropozoit,
berukuran antara 15 - 20 x 10 µ, tidak berwarna dan bentuknya
cuboid. Sitoplasmanya bergranula, terletak di sekitar custa dan
axostyle (kapak). Membran bergelombang, berakhir pada
pertengahan tubuh flagella bebas. Sitostoma tidak nyata dan hanya
mempunyai nukleus.
Intinya berbentuk oval dan terletak dibagian atas tubuhnya,
dibelakang inti terdapat blepharoblas sebagai tempat keluarnya 4
buah flagella yang menjuntai bebas dan melengkung, di ujungnya
sebagai alat geraknya yang “maju-mundur”. Flagella kelima
melekat ke undulating membrane dan menjuntai kebelakang
sepanjang setengah panjang tubuh protozoa ini. Sitoplasma terdiri
dari suatu struktur yang berfungsi seperti tulang yang disebut
sebagai axostyle. Vakuola, partikel, bakteri, virus, ataupun leukosit
dan eritrosit (tetapi jarang) dapat ditemukan di dalam sitoplasma.
Trichomonas vaginalis ini memperoleh makanan secara osmosis
dan fagositosis. Makanannya adalah kuman-kuman dari sel-sel
vagina dan leukosit. Siklus hidup : Perkembangbiakannya dengan
cara berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan inti
membelah dengan cara mitosis yang dilakukan setiap 8 sampai 12
jam dengan kondisi yang optimum. Jadi tidak heran bila dalam
beberapa hari saja protozoa ini dapat berkembang mencapai jutaan.
Tidak seperti protozoa lainnya, trichomonas tidak memiliki bentuk
kista. Sel-sel trichomonas vaginalis memiliki kemampuan untuk
melakukan fagositosis. Untuk dapat hidup dan berkembang biak,
trichomonas vaginalis membutuhkan kondisi lingkungan yang
konstan dengan temperatur sekitar 35-37˚C, hidup pada Ph diatas
5,5- 7,5. Sangat sensitif terhadap tekanan osmotik dan kelembaban
lingkungan. Protozoa ini akan cepat mati bila diletakkan di air atau
di keringkan. Parasit ini mati pada suhu 500C, tetapi dapat hidup
selama 5 hari pada suhu 00C. Dalam biakan, parasit ini mati pada
pH < 4,9, (pH vagina 3,8 - 4,4) dan tahan terhadap desinfektans
dan antibiotik.
D. Cara penularan
Trichomonas vaginalis yang di tularkan dengan jumlah cukup
ke dalam vagina dapat berkembang biak, bila flora bakteri, pH dan
keadaan fisiologi vagina sesuai. Setelah berkembang biak , terjadi
degenerasi dan deskuamasi sel epitel vagina. Di sekitar vagina
tedapat sedikit leukosit dan parasit bercampur dengan sel epitel.
Sekret vagina mengalir keluar vagina dan menimbulkan gejala
flour albus. Setelah lewat stadium akut, gejala berkurang dan dapat
reda sendiri. Pemeriksaan →in speculo, tampak kelainan berupa
vaginitis, dinding vagina dan porsio tampak merah meradang dan
pada infeksi berat →pendarahan-pendarahan kecil. Flour tampak
berkumpul di belakang porsio, encer atau sedikit kental pada
infeksi campuran, berwarna putih kekuning2an atau putih kelabu
dan berbusa.
Keluhan lain: pruritus vagina atau vulva dan disuria (rasa pedih
waktu kencing) Infeksi dapat menjalar dan menyebabkan uretritis.
Trikomoniasis pada laki-laki yang diserang terutama urethra,
kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis dan
epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lebih ringan
dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis
non gonore, misalnya disuria, poliuria, dan secret urethra mukoid
atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada
benang-benang halus. Pada bentuk kronik gejalanya tidak khas;
gatal pada urethra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari.
E. Diagnosis
Diagnosis trikomoniasis bisa dipastikan dengan memeriksa
sampel cairan vagina pada wanita atau urine pada pria di
laboraturium. Pemeriksaan ini umumnya memakan waktu selama
beberapa hari. Sekarang telah tersedia metode tes baru yang lebih
cepat, yakni rapid antigen test dan nucleic acid amplifcation.
Namun keduanya memerlukan biaya yang lebih mahal
dibandingkan pemeriksaan cairan secara manual di laboratorium.
Jika seseorang positif terinfeksi trikomoniasis, pengobatan harus
segera dilakukan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi.
F. Pencegahan
Pencegahan infeksi yang disebabkan oleh trichomonas
vaginalis dapat dilakukan dengan:
1. Penyuluhan dan pendidikan terhadap pasien dan masyarakat
umumnya tentang infeksi ini.
2. Diagnosis dan penanganan yang tepat pada pasangan penderita
tricomoniasis.
3. Pemakaian kondom dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk
mencegah tertularnya pasangan seksual terhadap infeksi ini.
4. Tidak berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Dan
apabila salah satu pasangan menderita tricomoniasis, maka
sebaiknya pengobatan diberikan kepada kedua orang pasangan
tersebut.
G. Pengobatan
Trikomoniasis bisa diatasi secara efektif dengan obat antibiotik
jenis metronidazole atau tinidazole. Dokter akan meresepkan kedua
obat ini dalam dosis tertentu untuk dikonsumsi selama 5-7 hari.
Dalam kondisi tertentu, dokter hanya meresepkan salah satu dari
kedua obat itu dalam dosis yang besar.
Selama masa pengobatan, pasien diminta untuk menghindari
hubungan seksual sampai dinyatakan sembuh oleh dokter. Pasien
juga wajib menghindari konsumsi alkohol selama 24 jam setelah
mengonsumsi metronidazole atau 72 jam setelah mengosumsi
tinidazole karena alkohol bisa menyebabkan mual dan muntah.
2.4.3 Kelas Ciliata (Ciliophora)
Cilliata berasal dari kata cillia yang berarti bulu getar (silia). Jadi
cilliata merupakan organisme yang tubuhnyaditumbuhi bulu getar atau
sillia. Fungsi bulu getar atau silia yaitu untuk bergerak dan mencari
makan. Siliata banyak terdapat di laut yang mengandung zat organik
tinggi dan peraairan tawar seperti sawah, rawa dan tanah berair.
Karakteristik utama dari siliata adalah alat getar berupa bulu getar (silia)
pada seluruh permukaan tubuhnya. Silia ini pada sejumlah spesies diubah
menjadi gelang, bulu kejut, dan jambul. Selain untuk alat gerak, silia juga
berfungsi untuk menangkap makanan.
1. Balantidium coli
A. Klasifikasi ilmiah Balantidium coli
Sub Kingdom : Protozoa
Filum : Sarcomastigophora
Sub filum : Sarcodina
Kelas : Kinetofragminophorasida
Ordo : Trichostomatorida
Famili : Balantidiidae
Genus : Balantidium
Spesies : Balantidum coli
B. Penyakit Balantidium coli
Balantidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Balantidium coli. Pada
balantidiasis, pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan
dengan cara:
1. memperbaiki dan menjaga kebersihan pribadi.
2. merawat atau menjaga kesehatan
3. mengawasi atau memantau pengurusan kotoran babi, seperti
bagaimana cara pembuangannya.
Kista Balantidium coli berkembang dalam kotoran yang terinfeksi
host (inang, substrat). Akibatnya, Balantidium coli ditularkan oleh
fecal-oral route: manusia yang terinfeksi oleh proses menelan
makanan atau air yg terkontaminasi oleh tinja yang berisi
protozoa. Infeksi Balantidium coli yang paling sering
asymptomatic, tetapi parasit dapat menyerang usus besar yang
menyebabkan diare, disentri (diare berdarah), radang usus besar,
dan sakit abdominal. Ini adalah kumpulan gejala Balantidiasis,
yang dapat diobati secara efektif dengan antibiotik ; dan dapat
dicegah dengan praktik mencuci yg tangan baik, pengolahan air,
pemisahan habitat manusia dan babi, dan pengolahan sampah yg
tepat.
C. Morfologi dan siklus hidup
Balantidium ini merupakan protozoa usus manusia yang paling
besar. Memiliki dua
bentuk tubuh yaitu, trofozoit dan kista.
a. Bentuk trofozoit seperti kantung, panjangnya 50-200 mμ,
lebarnya 40-70 mμ dan berwarna abu-abu tipis. Silianya
tersusun secara longitudinal dan spiral sehingga geraknya
melingkar, sitostoma yang bertindak sebagai mulut pada B. coli
terletak di daerah peristoma yang memiliki silia panjang dan
berakhir pada sitopige yang berfungsi sebagai anus sederhana.
Ada 2 vakuola kontraktil dan 2 bentuk nukleus. Bentuk nukleus
ini terdiri dari makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus
berbentuk seperti ginjal, berisi kromatin, bertindak sebagai
kromatin somatis/vegetatif. Mikronukleus banyak mengandung
DNA, bertindak sebagai nukleus generatif/seksual dan terletak
pada bagian konkaf dari makronukleus.
b. Bentuk kista lonjong atau seperti bola, ukurannya 45-75 mμ,
warnanya hijau bening, memiliki makronukleus, memiliki
vakuola kontraktil dan silia. Kista tidak tahan kering, sedangkan
dalam tinja yang basah kista dapat tahan berminggu- minggu.
Siklus hidup
Stadium kista dan tropozoit dapat berlangsung di dalam satu
jenis hospes. Hospes alamiah adalah babi, dan manusia merupakan
hospes insidentil. Jika kista infektif tertelan di dalam usus besar
akan berubah menjadi bentuk tropozoit. Di lumen usus atau dalam
submukosa usus, tropozoit tumbuh dan memperbanyak diri
(multiplikasi). Jika lingkungan usus kurang sesuai bagi tropozoit
akan berubah menjadi kista. Stadium kista parasit yang
bertanggung jawab dalam proses penularan balantidiasis (1).
Umumnya kista tertelan melalui kontaminasi pada makanan dan air
(2). Setelah tertelan, terjadi excystation pada usus halus, dan
tropozoit berkoloni di usus besar (3 )Tropozoit dalam lumen usus
besar binatang dan manusia, dimana memperbanyak diri dengan
cara pembelahan binary fission (4). Tropozoit menjadi kista
infektif (5). Beberapa tropozoit menginvasi ke dinding usus besar
dan berkembang, beberapa kembali ke lumen dan memisahkan
diri. Kista matang keluar bersama tinja (1). (lihat siklus hidup).
D. Cara penularan
Terdapat paling banyak di daerah yang beriklim panas. Pada
manusia frekuensinya rendah, sekitar 0,77 % (Belding,1952), pada
babi (63-91%) menurut Young, pada tahun 1950. Ada dua spesies
yang berbeda, yaitu Balantidium coli, yang dapat ditularkan dari
babi pada manusia dan Balantidium suiis yang tidak dapat
ditularkan pada manusia. Sumber utama yaitu pada manusia yang
menderita penyakit. Infeksi dapat timbul dan meningkat pada
manusia yang sering berhubungan dengan babi seperti peternak
babi, pekerja di rumah-rumah pemotongan hewan yang biasanya
memotong hewan terutama babi memiliki sanitasi yang buruk, dan
tempat-tempat yang padat seperti di penjara, rumah sakit jiwa,
asrama ,dll. Di Amerika Serikat, B. coli memiliki distribusi yang
luas dengan perkiraan prevalensinya 1%. Di Papua Nugini infeksi
meningkat 28% berdasarkan kultur yang dilakukan pada babi.
Epidemi dapat timbul pada pasien di RS Jiwa di Amerika Serikat.
Balantidium coli juga telah dilaporkan banyak pada masyarakat
yang memelihara babi.
E. Diagnosis
Secara klinik balantidiasis dapat dikacaukan dengan disentri lain
dan demam usus. Diagnosis tergantung pada berhasilnya
menemukan trofozoit dalam tinja encer dan lebih jarang tergantung
pada penemuan kista dalam tinja padat, dan tinja harus diperiksa
beberapa kali, karena pengeluaran parasit dari badan manusia
berbeda-beda. Pada penderita dengan infeksi di daerah sigmoid-
rectum, pemakaian sigmoidiskop berguna untuk mendapatkan
bahan pemeriksaan. Diagnosis laboratorium dapat ditentukan
dengan pemeriksaan tinja untuk menemukan bentuk kista atau
tropozoit Balantidium coli.
F. Pencegahan
1. Memberi penyuluhan pada masyarakat tentang higiene
perorangan

2. Desinfeksi serentak
3. Meningkatkan sanitasi
4. Karantina hewan yang sakit
5. Vaksinasi rutin
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : pemeriksaan
mikroskopis tinja dari anggota rumah tangga dan kontak yang
dicurigai. Lakukan investigasi terhadap mereka yang kontak
dengan babi; bila perlu berikan tetrasiklin pada babi yang
terinfeksi.
G. Pengobatan
Obat yang sering digunakan tetrasiklin, netronidajole, iodoquinol.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari
bahasaYunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan. Jadi,
Protozoa adalah hewan pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista
eukariotik. Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat
berperan sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk
mengatur tekanan osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada
setiap spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif (trophozoite), atau
bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang tidak
menguntungkan dapat membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat
kista berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah
menjadi sel vegetatifnya. Klasifikasi protozoa dibagi menjadi 4 kelas. Yaitu
kelas Rhizipoda, Flagellata, Cilliata, dan Sprozoa.
DAFTAR PUSTAKA
Iran Thatha,2007, https://iranthatha.wordpress.com/about/entamoeba-histolytica/
diakses pada tanggal 15 september 2018.

Ramachandran, Ambili. 2003. The Parasite: Balantidium Coli The Disease:


Balantidiasis. human Biology 103 – Parasites And Pestilence: Infectious
Public Health Challenges, Stanford University.

Sumiati Sa’adah. 2010.Materi Pokok Zologi Invertebrata. Bandung

Anshori. Moch. 2009. Biologi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)-


Madrasah Aliyah (MA) Kelas X. Jakarta ; Depdiknas

Aziz, Abdul. 2008. Dan Alampun Bertasbih. Jakarta; Balai Pustaka.

Ensiklopedi SAINS dan Kehidupan. Pusat Perbukuan Proyek Pengembangan


Sistem dan Standar Pembukuan Dasar dan Menengah;Depdiknas. 2003

Pitriana, Pipit. 2008. Bioekspo;Menjelajah Alam dengan Biologi. Solo; Wangsa


Jatra Lestari.

Pratiwi, D.A. 2004. Buku Penuntun Biologi SMA. Jakarta;Erlangga.

Prianto, Juni. 2010. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama

Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik).Bandung :


ALFABETA

Anda mungkin juga menyukai