Anda di halaman 1dari 8

TUGAS REVIEW JURNAL INTERNASIONAL

DEGRADATION AND SELECTIVE LIGNINOLYSIS OF WHEAT


STRAW AND BANANA STEM FOR AN
EFFICIENT BIOETHANOL PRODUCTION
USING FUNGAL AND CHEMICAL
PRETREATMENT

Oleh : shilpi Thakur.| Bhuvnesh shrivastava.| snehal ingale | Ramesh C | kuhad | akshaya gupte

Ahmad Fajrudin 4311411051


KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014
LATAR BELAKANG
Biokonversi industry dari sumber yang terbarukan untuk bioethanol termasuk
alternatif yang menjanjikan untuk bahan bakar bensin(volynets dan dahman 2011).
Dalam hal ini, lignoselulosa, merupakan sumber yang berlimpah dari glukosa,
lignoselulosa adalah pilihan yang potensial sebagai energy, seperti yang berbentuk
arang, hydrogen, etanol, dan biogas. Etanol dapat dihasilkan melalui hidrolisis dari
bahan lignoselulosa (espino et al. 2011).

Penggunaan lignoselulosa sebagai bahan dasar utama sangat cocok karena


lignoselulosa dapat mengurangani biaya produksi yang signifikan termasuk nilai–
tambah produksi enzim, asam organic, dan lain –lain. Oleh karena itu, untuk
pembuatan biofuel yang berbahan dasar dari lignoselulosa yang ekonomis dibutuhkan
Sakarifikasi (espino et al. 2011). Polimer dari penyl propanoid didalam lignin
menghalangi selulosa dan polimer hemiselulosa agar efektif melepaskan glukosa, dan
fermentasi berikutnya menjadi bioethanol dan karena itu lignin harus dihilangkan
pertama kali (espino et al. 2011).

METODOLOGI

Substrat lignoselulosa

Jerami gandum dan batang pohon pisang dikumpulkan dan dibuat menjadi
kira –kira berukuran 1-2 mm. Untuk analisis, tanpa perlakuan awal (untreated) dan
dengan perlakuan awal (pretreted) substrat digiling menjadi ukuran 30 mesh.

Mikroorganisme dan kondisi biakan

Pleurotus ostreatus HP-1 (genbank akses no. EU420068) dibiakan dan


dirawat pada 2% malt ekstrak agar (MEA) di medium Petridis. MEA berisi (g/L)
0
ekstrak gandum 30.0, peptone 3.0, dan agar 15,0 (pH 5.0) pada suhu 30 C.
Saccharomyces cerevisiae NCIM 3570 di produksi dari National Collection of
Industrial Microorganisms (NCIM), National Chemical Laboratory (NCL), pune india
dan dirawat pada agar yang mengandung (g/L) peptone 10.0, glukosa 40.0, NaCl 5.0
0
dan agar 20.0 (pH 5.5) pada 30 C. keduanya diisolasi dan disimpan pada temperatur
0
4 C dan sub –cultur tiap 2 minggu.

Inoculum dari Pleurotus ostreatus HP-1 dipreparasi dengan 50 mL 2% Malt


Ekstract Broth (MEB) dalam 250 mL labu takar. MEB memiliki komposisi yang sama
dengan MEA tapi tanpa agar. Labu takar diinokulasi dengan 5 discs mycelial (yang
berdiameter 7 mm) yang mana telah dipreparasi dari 8 hari yang lalu pada pembiakan
0
jamur MEA dan diingkubasi dengan rotatory shaker (150 rpm) pada 30 C selama 8
hari. Inoculum dari Saccharomyces cerevisiae dipreparasi dengan medium
0
pertumbuhan pada 30 C selama 24 jam dibawah kondisi statis dalam medium yang
mengandung (g/L) peptone 10.0, glukosa 40.0, dan NaCl 5.0 (pH 5.5).

PRETREATMENT DARI SUBSTRAT



Pretreatment secara kimia

Jerami gandum dan batang pohon pisang dibagi menjadi dua terlebih dahulu
untuk hidrolisis enzimatis dan fermentasi. Untuk ini, 10% slurry dari jerami gandum
dan batang pohon pisang diingkubasi dalam 1 N NaOH atau 1 N H 2SO4 pada
temperature ruang selama 24 jam dan slurry dicuci berulang dengan air agar pH
0
netral, dan pengeringan dengan oven pada temperature 60 C sampai berat konstan.

Pretreatment secara biologi

Pretreatment secara biologi dibuat dengan 15.0 gram dari jerami gandum atau
batang pohon pisang dalam 500 ml labu Erlenmeyer dan dibasahi dengan medium
yang mengandung (g/L) KH2PO4 0.2, CaCl2.2H2O 0.0132, MgSO4.7H2O 0.05,
FeC6H5O7.NH4OH 0.085, ZnSO4.7H2O 0.0462, MnSO4.7H2O 0.035, CoCl2.6H2O
0.007, CuSO4.5H2O 0.007, L-Aspargine 1.0, NH4NO3 0.5 Thiamine –HCl 0.0025,
ektrak yeast 0.5, glukosa 10, tween-80 0.1, dan pH 5.0. labu diinokulasi dengan P.
ostreatus HP-1 dengan rasio 65 mg fungal kering massa per gram dari jerami gandum
0
atau batang pohon pisang dan diingkubasi pada 30 C dengan variasi waktu
ingkubasi. Labu tanpa fungal biomassa menjadi control.

Enzyme assays

Kultur dalam labu yang telah jadi dengan jarak 4 hari, dihentikan dalam 30
mL buffer asetat (pH 5.0, 100 mM) dan dikocok dalam rotatory shaker pada 150 rpm
0
pada 30 C. setelah 2 jam diingkubasi, kultur disaring dengan kain tipis, dan diperas
0
agar ekstraksi enzim maksimal. Hasil saringan di sentrifuge pada 8000 rpm pada 4 C
selama 15 menit dan supernatant dianalisis untuk aktivitas laccase, peroksidase,
xylanase, dan β –glukosidase.

Hidrolisis enzimatis

Hidrolisis enzymatic secara tanpa treatment dan dengan treatment jerami


gandum dan batang pohon pisang dihidrolisis menggunakan aspergilus fumigatus dan
aspergillus ellipticus. System reaksi untuk sakkarifikasi konsisten pada 100 mL buffer
sodium sitrat (0.05 M, pH 5.0) mengandung 5 gram dari masing –masing substrat
(untreated dan pretreated), dan dicampur dengan 6.0 U/g selulosa dan disaring dan 17
0
U/g dari β –glukosidase. Selama reaksi disimpan pada suhu 50 C dan 150 rpm selama
48 jam. Dan sampel dengan interval 4 hari disentrifuge pada 8000 rpm selama 15
menit dan supernatant dianalisis untuk total reduksi gula yang dilepas dengan metode
asam dinitrosalisilic (miller 1959).

Produksi etanol

Hasil hidrolisis enzyme yang diperoleh diberi supplement dengan (g/L)


(NH4)2SO4 0.5, KH2PO4 0.5, ekstrak yeast 2.5, pH 5.5 dan diinokulasi dengan 2.0 %
(v/v) kultur dari S. cerrevisiae NCIM 3570 (O.D. 0.6) dan diingkubasi pada suhu
0 0
30 C selama 48 jam. Hasil fermentasi disentrifuse 10.000 rpm pada 4 C selama 10
menit dan supernatant cell –free digunakan untuk analisis etanol.

Metode analisis

Berat yang hilang dari substrat didapatkan dari selisih berat substrat preatreted
0
dan substrat untreated yang dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C hingga konstan.
Kandungan dari selulosa, hemiselulosa dan lignin didapat dengan metode yang
dijelaskan van soest. Reduksi total gula perkiraan dengan metode asam dinitrosalisilic
(DNSA) (MILLER 1959).

0
Analisis etanol menggunakan GC dengan kolom PE pada temperature 85 C
0
dan FID pada 200 C. Nitrogen sebagai gas pembawa dengan kecepatan alir 0.5
mL/menit. Etanol standar dipreparasi menggunakan commercial grade ethanol
(merck, india).

HASIL
 Pretreatment secara kimia

Didalam jurnal ini dibandingkan antara sampel yang diberi perlakuan awal
dengan sampel yang tanpa perlakuan secara kimia. Dari hasil yang didapat terdapat
perbedaan antara sampel jerami gandum dengan batang pohon pisang yang diberi
perlakuan secara kimia. Tujuan dari perlakuan ini ialah untuk mengurangi lignin yang
terdapat didalam sampel sehingga pada proses fermentasi dapat lebih optimal dan
ethanol yang dihasilkan lebih banyak

Pretreatmen secara biologi

Pretreatment secara biologi menggunakan miroorganisme Pleurotus


ostreatus HP-1 dengan fermentasi untuk mengurangi lignin, selulosa, hemiselulosa
dan molekul yang kering (table 2).

 Jerami gandum
 Batang pohon pisang

 Produksi etanol

Produksi bioethanol ini menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan


membandingkan jerami gandum yang diberi perlakuan awal dengan yang tidak diberi
perlakuan sama sekali. Menghasilkan etanol yang lebih banyak seperti pada jerami
gandum yang diberi perlakuan menggunakan fungi menghasilkan etanol 3,38 lebih
banyak dari yang tanpa diberi perlakuan awal yang hanya menghasilkan 1,0.
KESIMPULAN
Dari jurnal ini dapat disimpulkan bahwa dengan metode pretreatment
menunjukan hasil yang luar biasa untuk penggunaan lignoselulosa secara besar-
besaran sebagai bahan bakar biomassa dengan fermentasi gula yang lebih tinggi
menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan memerpercepat produksi bioethanol.

KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN

Dari jurnal ini menurut saya keunggulannya terletak pada pemberian


perlakuan awal sampel jerami gandum dan batang pohon pisang sehingga produksi
dari bioethanol meningkat. Dengan perlakuan awal diharapkan lignin yang terdapat
didalam jerami gandum dan batang pohon pisang dapat terdegradasi. Antara
pretreatment secara kimia dan secara biologi lebih efektif menggunakan pretreatment
secara biologi dikarenakan limbah yang dihasilkan dari pretreatment secara biologi
lebih ramah lingkungan.

Kekurangan dari limbah ini menurut saya ialah metode yang digunakan
masiih terlalu panjang dan lama untuk diterapkan dalam produksi bioethanol secara

massal. Penggunaan asam kuat seperti H2SO4 atau NaOH sebagai basa kuat pada
pretreatment secara kimia sangat berbahaya karena limbah yang dihasilkan tidak
ramah lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai