Anda di halaman 1dari 2

Pembelajaran dan nilai – nilai dari Sam Ratulangi atau Dr.

GSSJ Ratulangi

Pria asal Sulawesi Utara ini memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat cemerlang serta
brillian.. Pendapat-pendapatnya yang brilian sudah pernah mengemuka dan bahkan dibukukan.
Tulisannya tersebut berisi tentang betapa pentingnya Indonesia Timur untuk jalur pedagangan di
kawasan Asia pacific. Bahkan peran Indonesia yang akan semakin penting sudah ia ‘ramalkan’
melalui bukunya “Indonesia in de Pacific” (tahun terbit 1937) yang mengulas dan mengupas
masalah-masalah politik di seputaran negara-negara Asia yang berbatasan langsung dengan
Samudera Pasifik.

Beliau adalah seorang pahlawan yang kontribusinya tidak diragukan lagi. Sam Ratulangi
bahkan juga sering disebut sebagai salah seorang tokoh multidimensional. Salah satu filosofinya
yang paling terkenal adalah tentang "Si tou timou tumou tou" yang artinya kurang lebih adalah:
manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia lain.

Secara sederhana, Kenapa manusia baru dapat disebut manusia jika dia sudah dapat
memanusiakan manusia lain? Titik tolak dari pendapat beliau tentulah didasari atas pemahaman
bahwa apa yang kita miliki tidak akan berarti apa-apa kalau itu tidak memberi manfaat bagi orang
lain. Artinya begini, sebagai seorang manusia yang adalah ciptaan Tuhan paling mulia,
kebahagiaan utama kita adalah ketika kita dapat menjadikan sesama manusia lebih terdidik, lebih
bermartabat, lebih sukses, lebih pintar, dan lebih baik hidupnya. Di situlah baru seseorang benar-
benar memperoleh gelar kemanusiaannya.

Karena kepahlawanannya tak heran bila namanya lantas diabadikan sebagai nama Bandar
Udara di Manado yaitu Bandara Sam Ratulangi dan juga oleh Universitas Negeri ternama di
Sulawesi Utara, tempat dimana saya menyelesaikan studi yaitu Universitas Sam Ratulangi.

Pelajaran dari Sam Ratulangi yang Patut Diteladani dan Ditumbuh-kembangkan

Efek dari memanusiakan manusia itu dapat terlihat dalam banyak wujud dan penerapan.
Salah satu wujud nilai pembelajaran tersebut adalah kebersamaan. Di Minahasa sendiri
kebersamaan atau biasa disebut (saling tolong menolong menanggung beban) yang cukup
menonjol terlihat jelas pada aktivitas mapalus. Kegiatan yang mirip dengan gotong royong ini
masih terus dilakukan warga pedesaan di berbagai daerah di Minahasa. Beberapa kelompok tani
di banyak desa sering kali membangun rumah atau menggarap kebun secara bersama-sama dalam
suatu sistem kerja yang disepakati bersama. Walaupun cuaca sangat panas, mereka bekerja dengan
semangat tinggi dan tanpa pamrih. Pemilik rumah atau kebun cukup menyediakan air putih dan
makan siang untuk mereka. Warga terlihat bahu-membahu mencari kayu, serta bahan bangunan
lainnya seperti batu dan pasir untuk membuat rumah panggung contohnya. Hal yang sama juga
terlihat ketika mereka bekerja menggarap lahan. Dengan antusiasnya secara bersama-sama mereka
bahu-membahu (shoulder to shoulder) membersihkan lahan dari ilalang atau tanaman-tanaman
pengganggu lainnya. Lahan yang sudah bersih kemudian dicangkuli sehingga siap untuk ditanami
bibit pohon kelapa, jagung, kol, tomat, dan lain sebagainya. Rumus wajib yang sudah membudaya
dalam mapalus itu sendiri adalah bahwa setiap anggota kelompok (mapalus) tani terikat untuk
saling membantu. Warga yang telah memiliki rumah atau tergarap kebunnya pada kesempatan lain
wajib membantu sesama anggota lainnya yang sekiranya baru akan mulai membangun atau
menggarap lahan. Nilai-nilai yang terkandung dalam kerja mapalus tersebut sudah diajarkan oleh
tokoh pahlawan nasional Sam Ratulangi. Mapalus jaman modernpun rasa-rasanya masih tetap
relevan dengan falsafah hidup tumou tou tersebut. Memang sejak awal, ketika Sam Ratulangi baru
akan merantau ke Jakarta di sekitar tahun 1907, falsafah yang berarti ”memanusiakan manusia”
itulah sudah berulangkali disampaikan ayahnya, Jozias Ratulangi. Ayah Sam Ratulangi berpesan
agar supaya dirinya harus selalu mengamalkan ilmu yang diperoleh kepada orang lain. Agar
supaya memanusiakan manusia itu terwujud lewat sikap, tindak tanduk, prilaku dan perbuatan,
tidak hanya terucap manis lewat perkataan semata. Keinginannya untuk memperbaiki mutu
pendidikan di Indonesia sangatlah kuat. Karena keinginannya yang besar tersebut, serta rasa cinta
tanah airnya yang besar mendorong beliau pulang kampung dan bekerja membesarkan kampung
halaman. Tapi kenyataan di lapangan membuat Sam Ratulangi terkejut dan sedih. Ia mendapatkan
kenyataan pahit bahwa sikap persaudaraan dan tolong menolong di kalangan warga Minahasa
mulai mengendur akibat terkontaminasi dengan berbagai kepentingan kolonial dan beberapa
gerakan nasional. Ia akhirnya menyempurnakan falsafah Tumou tou menjadi Sitou timou
tumou tou. Artinya, manusia hidup untuk memuliakan (memanusiakan) manusia yang lain.

Anda mungkin juga menyukai