Manajemen Konflik
Manajemen Konflik
BAB 1
PENDAHULUAN
positif dan negatif mampu memilih kapan dan bagaimana untuk campur tangan
dalam situasi konflik . Pemimpin merupakan kunci dalam pemecahan masalah
dalam konflik sehingga berdampak terhadap produktifitas dan perilaku staf
(Dijkstra dkk, 2004). Pilihan gaya intervensi dan waktu managemen konflik
dipengaruhi oleh perilaku individu dan tekanan lingkungan ditambah dengan
struktur organisasi, koordinasi dan kontrol metode dari kepemimpinan (Huber,
2014).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Dapat menguraikan dan menganalisis peranan kepemimpinan pada
manajemen konflik
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu menguraikan konsep konflik
2. Mampu menguraikan konsep teori manajemen konflik
3. Mampu menguraikan konsep teori peranan kepemimpinan pada
manajemen konflik
4. Menganalisis kasus peranan kepemimpinan pada manajemen konflik
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konflik
2.1.1 Definisi Konflik
Konflik dianggap sebagai indikator buruknya manajemen suatu
organisasi yang dapat menyebabkan kerusakan dalam hubungan antara
orang-orang yang terlibat didalamnya dan selalu dihindari (Marquis &
Huston, 2003). Konflik didefinisikan sebagai perselisihan yang terjadi
saat seseorang merasa terancam atau berada pad kondisi yang berbeda
dari harapan, pikiran, pendirian, perasaan atau kebiasaan yang terjadi
pada dua pihak atau lebih (Deutsch, 1973 dalam Huber, 2010). Menurut
Peter (2012), konflik terdiri dari tiga bagian. Pertama, konflik dirasakan
saat seseorang merasa terancam. Kedua, konflik dirasakan pada
tingkatan interpersonal yang terjadi pada adanya interaksi dengan orang
lain. Terakhir, dimensi konflik yang berhubungan dengan keinginan
interpersonal adalah menghubungkan konflik dengan aspirasi pribadi
ataupun sosial.
2.1.2 Konflik Model
a. The Dollard/Miller model: terdapat tiga tipe konflik, yaitu
approach/approach, approach/avoidance dan avoidance.
b. Rummel’s structural model: menurut Rummel, ada tiga jenis konflik
yaitu, conflict structure, conflict situation dan manifest conflict
c. The Deutsch model: Deutsch mengelompokkan konflik menjadi
underlying and overt or manifest conflict.
2.1.3 Tipe konflik:
Menurut Huber (2010) ada tiga tipe konflik, yaitu hubungan, tugas
dan proses. Tipe hubungan biasanya disebabkan karena adanya rasa tidak
suka, frustasi, tersakiti oleh anggota lain dalam organisasi atau kelompok
tersebut. tipe tugas biasanya didasari pada adanya perbedaan pandangan
dan pendapat tentang tugas dalam kelompok tersebut. terakhir, tipe
Avoiding (Thomas & Kilmann, 1976; Rahim & Bonoma, 1979 dalam Saeed,
Almas, & Anis, 2014).
a. Integrating (Collaborating)
Model ini memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan secara
bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian
mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan
masalah. Ketika seseorang menggunakan model ini, orang tersebut
berfokus pada diri sendiri dan orang lain dan berorientasi pada pemecahan
masalah atau solusi. Model ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks
yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai
untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda.
Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam
penyelesaian masalah.
b. Obliging (Accommodating)
Model obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain dari pada diri sendiri. Model ini sering pula disebut
smoothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-
perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara
pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk
mendorong terjadinya kerjasama. Strategi ini tidak dapat dilakukan apabila
tidak ada kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak
Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh
masalah pokok yang ingin dipecahkan.
c. Dominating (Competing)
Seseorang akan lebih berorientasi pada diri sendiri daripada orang
lain. Model ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak
diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak
terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet.
Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki
partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada
minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan
kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka
yang terlibat.
d. Avoiding
Model ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang
sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita
menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous
situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya
bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
e. Compromising
Model ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara
seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang
lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and
take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan
untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki
tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan utama dari
kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak
yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat
sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian
masalah.
Tiga jenis peran yang langsung mengalir dari kewenangan formal adalah
peran antar manusia, yang terdiri atas:
1) Peran selaku tokoh; karena posisinya selaku kepala dalam organisasi,
setiap pemimpin mempunyai kewajiban untuk melakukan kegiatan yang
bersifat seremonial. Misalnya, seorang Walikota kadang-kadang harus
menggunting pita dalam acara pembukaan sebuah kompleks Real estate,
seorang Komandan menyematkan tanda jasa kepada bawahannya, dan
lain-lain.
2) Peran selaku pemimpin; karena jabatannya, pemimpin
bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dikerjakan anak buahnya.
Inilah yang disebut perannya selaku pemimpin. Pemimpin misalnya
bertanggungjawab atas penggajian dan latihan kerja anak buahnya.
Selain itu merupakan tugasnya yang tidak langsung untuk memotivasi
dan meningkatkan semangat kerja anak buahnya. Ia harus berusaha
menyelaraskan kebutuhan anak buahnya dengan kepentingan
organisasi. Secara formal, organisasi hanya menyediakan sejumlah
kewenangan, namun kepemimpinanlah yang menentukan sejauh mana
kekuasaan yang tersedia akan dimanfaatkan.
3) Peran selaku penghubung (liaison); yang dimaksud dengan peran selaku
penghubung, adalah kegiatan pemimpin untuk melakukan hubungan
selain hubungan ke atas menurut jalur komando. Berdasarkan
penelitian, ternyata 45% hubungan yang dilakukan pemimpin adalah
hubungan dengan teman sejawatnya, sekitar 45% dengan anak buahnya,
dan hanya sekitar 7% saja dengan atasannya. Hubungan dengan teman
sejawatnya (misalnya antar kepala bagian) dilakukan dengan cara
informal, pribadi dan lisan, tetapi informasi yang terkumpulkan ternyata
sangat efektif.
b. Peran Informatif
Mengalir dari peran hubungan antar manusia yang dimainkannya, baik
dengan anak buah maupun dengan jaringan kerja yang dihadapinya,
pemimpin dapat diibaratkan sebagai pusat syaraf organisasi. Ia tidak perlu
a. Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam
organisasi sehingga fokus mengatasinya.
b. Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang
terjadi dan melihat apakah organisasinya kuat dalam menghadapi konflik.
c. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berpikir eksplisit tentang
sejauhmana perhatian mereka terhadap organisasi. Ini menjadi salah satu
kunci untuk menentukan strategi pengelolaan konflik.
d. Dalam negosiasi, manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang
pasti akan dinegosiasikan.
e. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi
telah memenuhi standar normal sebelum bernegosiasi.
f. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah
negosiasi.
g. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik
mereka harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi.
Menurut H.G. Hicks dan C.R. Gullett dalam bukunya yang berjudul
Organizations: theory and Behavior tahun 1975 menyebutkan bahwa peranan
kepemimpinan adalah : bersikap adil, memberikan sugesti, mendukung
tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil
organisasi, sumber inspirasi, dan yang terahkir mau menghargai. Masing-masing
peranan tersebut, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Bersikap Adil (arbitrating)
Dalam organisasi manapun, rasa kebersamaan di antara para anggotanya
adalah mutlak, sebab rasa kebersamaan pada hakikatnya merupakan
pencerminan dari pada kesepakatan antara para bawahan, maupun antara
pemimpin dengan bawahan, dalam mencapai tujuan organisasi. Tapi dalam
hal tertentu mungkin akan timbul ketidaksesuaian antara para bawahan
(timbul persoalan). Apabila diantara mereka tidak dapat menyelesaikan
persoalan, pemimpin perlu turun tangan untuk segera menyelasaikan. Dan
pemimpin memecahkan suatu konlik (Milton, 1981). Ada lima dasar tindakan
untuk memecahkan suatu konflik.
1. The 9-1 conflict style
2. The 1-9 conflict style
3. The 1-1 conflict style
4. The 5-5 conflict style
5. The 9-9 conflict style
Apabila the conflict grid, digambarkan ke dalam satu kerangka managerial
grid, tampak bagaimana kedudukan satu sama lain tindakan atau perilaku
seorang pemimpin dalam menghadapi suatu konflik.
H 9 1-9 9-9
8
7
6
5 5-5
4
3
2
1 1-1 9-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
T
Oleh karena itu, dengan berpedoman kepada lima dasar tindakan diatas suatu
konflik yang timbul dapat diselasaikan melalui berbagai macam cara atau tindakan,
yaitu :
1. Gaya 9-1 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara memberikan tekanan
(suppression). Pola ini didasarkan atas berbagai latar belakang pemikiran :
a. Konflik dipandang sebagai sesuatu yang harus tidak terjadi, oleh karena
itu setiap konflik harus selalu dikendalikan dengan berbagai tindakan
dan tekanan.
b. Untuk meyelesaikan konflik, harus dipergunakan wewenang dan perlu
adanya loyalitas bawahan.
c. Penyelesaikan konflik yang paling baik ialah dengan paksaan, tekanan.
d. Hasil penyelesaian suatu konflik adalah the boss wins, the subordinates
loses.
2. Gaya 1-9 suatu konflik yang dipecahkan dengan cara halus atau lunak
(smoothing). Pola semacam ini didasarkan pemikiran :
a. konflik dipandang sebagai suatu hal yang positif, harmonis hubungan
kerja sama.
b. Keharmonisan tersebut dapat dilaksanakan melalui suatu diskusi
mengenai konflik itu sendiri.
c. Terhadap konflik yang timbul para bawahan diberikan kesempatan
untuk menentukan sikap dan pendapat.
d. Berbagai perasaan negative yang timbul tidak perlu ditekan.
3. Gaya 1-1 pemecahan sutu konflik dengan cara menghindarkan diri dari
tanggungjawab (withrowal atau avoidance), maksudnya ketika ada konflik
pemimpin tidak ikut bertanggungjawab
4. Gaya 5-5 pemecahan suatu konflik dengan cara kompromi. Oleh karena itu,
terhadap konflik yang timbul, memerlukan jalan musyawarah untuk mencapai
mufakat.
5. Gaya 9-9 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara saling berhadapan
(confrontation) . Dalam arti pihak-pihak yang saling bertentangan
dikonfrontasikan atau dihadapkan antara satu sama lain. Dan masing-masing
pihak yang saling bertentangan, saling mengadakan analisa dan evaluasi,
sehingga ahkirnya bisa diperoleh suatu titik temu atau kesepakatan.
Menurut Marquis and Huston, (2010) peran pemimpin dan manajemen terkait
dalam mengahadapi konflik:
a. Peran pemimpin
1. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan
konflik interpersonal.
2. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum
termanifestasikan.
3. Mencari penyelesaian menang-menang (win-win solition) jika
memungkinkan.
4. Memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan
memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah.
5. Membantu pegawai mengidentifikasi alternative penyelesaian konflik.
6. Mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf.
7. Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara
persuasive dan membantu komunikasi terbuka.
8. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif.
b. Fungsi manajemen:
1. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus
konflik.
2. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan
yang tidak popular atau cepat.
3. Jika perlu secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang
melibatkan pegawai.
4. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan
supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang
efektif.
6. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk
menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan
sesuatu yang sama berharganya.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Daniela adalah kepala ruang yang baru diangkat di ruang Bedah Rumah Sakit
Enggal Waras. Karakteristik RS Enggal Waras adalah rumah sakit swasta di
kota kecil dengan BOR (Bed Occupation Rate) 88% di ruang Bedah. Sebagai
rumah sakit yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di sekitarnya, RS Enggal
Waras menuntut pelayanan yang terbaik, termasuk pelayanan keperawatan.
Masalah yang terjadi diindikasikan terjadi karena kekurangan staf dan banyak
staf perawat relatif baru 75% (nol pengalaman) dan rata-rata pendidikannya D3,
di sisi lain terdapat beberapa tenaga perawat yang kurang disiplin, salah satunya
adalah Jesika. Meskipun Jesika telah bekerja di rumah sakit lebih lama dari
Daniela, namun mereka berdua telah memiliki teman-teman dan rekan kerja
profesional pada unit yang sama selama bertahun-tahun. Keduanya telah
menyelesaikan gelar master dan dianggap pemimpin di unit mereka. Tiba-tiba,
manajer keperawatan unit mengajukan pengunduran dirinya. Posisi itu
diiklankan dan ada banyak yang melamar untuk posisi itu. Baik Jessica dan
Daniela pun melamar. Dari berbagai pelamar, Daniela dipekerjakan untuk
posisi itu. Jesika jelas marah ketika dia tidak dipilih. Dia merasa bahwa dia lebih
berkualitas untuk posisi itu. Ia menjauh dan menjadi dingin, dan Daniela tahu
bahwa Jesika mengeluh tentang dirinya dan membuat komentar tentang dirinya
kepada orang lain , sering berganti shift tanpa sepengetahuan kepala ruang,
tidak disiplin dan Daniela membiarkan sikap Jesika tersebut karena
menganggapnya sebagai senior yang lebih lama bekerja di tempat tersebut.
Ketegangan muncul ketika Daniela memutuskan untuk memperkenalkan
kebijakan baru, yang membuat akal perawat dan beban kerja cenderung
meningkat dan lebih berat. Ketika kebijakan tersebut dipresentasikan pada
rapat staf, Jesika marah dan mengajukan perlawanannya terhadap kebijakan dan
menunjukkan semua kekurangan, hambatan, dan potensi masalah yang bisa
terjadi. Anggota lain dari staf mulai berpihak Jesika.
Diskusikan:
1. Identifikasi masalah kepemimpinan apa yang menjadi sumber konflik pada
kasus tersebut di atas
2. Bagaimana cara saudara sebagai manajer dan sebagai seorang leader untuk
menyelesaikan masalah terkait antar tim, intra tim dan terkait pasien?
staf perawat adalah D3; terdapat perawat yang kinerjanya tidak baik
dan tidak disiplin; Daniel tidak mengambil tindakan dikarenakan Jesika
adalah perawat senior.
3. Proses konflik
a. Konflik laten
Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan
konflik. Sumber potensial konflik adalah variabel – variabel pribadi, yang
meliputi kepribadian, emosi, dan nilai – nilai, keterbatasan sumber daya dan
masalah kepemimpinan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu
(misalnya individu yang sangat otoriter dan dogmatis) memiliki potensi
memunculkan konflik, misalnya dalam kasus ini adalah adanya penentuan
kebijakan secara sepihak dari Daniela.
Emosi juga dapat menyebabkan konflik, misalnya pada kasus Jesika
merasa lebih pantas dan kompeten untuk menjadi manager dibandingkan
Daniela karena dia lebih lama bekerja di tempat tersebut dan memiliki
jenjang strata yang sama dengan Daniela.
Nilai – nilai yang berbeda yang dianut oleh tiap-tiap anggota juga
dapat menjelaskan munculnya terjadinya konflik. Perbedaan nilai misalnya,
merupakan penjelasan terbaik menyangkut beragam isu seperti prasangka
Jesika terhadap Daniela, ketidaksepakatan atas kebijakan yang dibuat secara
sepihak oleh seorang manager baru yang menimbulkan beban kerja
meningkat dan cenderung lebih berat. Pada kasus yang terlihat adalah pada
sistem kebijakan yang dibuat dimana perawat merasa tidak puas dengan
sistem kebijakan yang dibuat secara sepihak tanpa memperhatikan
kepentingan anggotanya.
Keterbatasan sumber daya, ketersediaan staf perawat yang relatif
baru tanpa pengalaman sebanyak 75% dan berlatar belakang pendidikan
D3 serta terbatasnya jumlah staf perawat, diikuti dengan BOR 88%
tentunya akan menambah beban kerja perawat sehingga akan
mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada pasien.
Daniel juga harus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan staf-
staf yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.
c. Evaluator
Peran sebagai evaluator dapat dilakukan selama berlangsungnya hubungan
kerja antara perawat dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga
pasien. Hasil evaluasi Daniel dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi
sumber konflik yang terjadi.
Model atau gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain adalah pengalaman bawahan, kekuatan dan kelemahan karyawan,
kompleksitas tugas, time pressure, resiko terkait penyimpangan
performance dan sumber daya yang tersedia (Bennis & Wilkinson, n.d.).
Sehingga, pada kasus ini, gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Daniel
sebaiknya adalah gaya kepemimpinan situasional karena kepemimpinan
situasional adalah dasar dalam hubungan antara perilaku suportif pemimpin
dan memberikan arahan untuk meningkatkan perkembangan bawahannya
dalam mengatur masalah yang terjadi sesuai dengan situasi yang diperlukan
(Giltinane, 2013). Daniel dihadapkan dengan pengalaman bawahan yang
merupakan senior, kelemahan salah satu stafnya tidak disiplin dan memiliki
kinerja yang tidak baik, sering berganti shift tanpa sepengetahuan atasan,
daniel tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan transformasional
karena reward dan punishment akan lebih baik digunakan dalam situasi
seperti ini. Sedangkan banyaknya sumber daya baru belum berpengalaman
di ruangannya dengan diikuti BOR 88 % membuat beban kerja staf perawat
di ruangan tersebut meningkat sehingga dalam situasi ini daniel dapat
menggunakan gaya kepemimpinan transformasional untuk memberikan
stimulasi intelektual, memotivasi, menginspirasi dan menjadi role model
sehingga staf perawat dapat mengembangkan dirinya dan muncul
kepercayaan dirinya yang kemudian hasilnya kinerja staf perawat
meningkat danarus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan staf
yang terlibat dalam penentuan kebijakan Oleh karena itu, Daniela
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa kasus pada pembahasan dapat diambil
kesimpulan :
4.1.1. Konflik yang terjadi pada kasus ini adalah intrapersonal dimana konflik
terjadi dalam diri sendiri; Konflik interpersonal yang terjadi antara dua
orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan keyakinan yang berbeda dan
konflik intra kelompok
4.1.2. Managemen konflik diperlukan dalam penyelesaian konflik ini.
Manajer keperawatan yang baru harus mampu mengelola organisasi
yang dipimpin mulai dari perencanaan, organisasi, koordinasi,
pengarahan dan pengontrolan untuk mencapai tujuan yang spesifik
yaitu pelayanan yang terbaik termasuk pelayanan keperawatan
4.1.3. Peranan kepemimpinan adalah menentukan apa yang menjadi
penyebab konflik, menentukan strategi terbaik dalam menyelesaikan
masalah yaitu menciptakan penyelesaian menang – menang (win – win
solution) untuk semua pihak terkait. Dalam kasus ini strategi
penyelesaian masalah yang tepat untuk kasus ini adalah berkolaborasi.
Kolaborasi merupakan cara penyelesaian masalah yang asertif yang
menghasilkan penyelesaian menang-menang. Setelah itu pemimpin
yang baik menyelesaikan konflik-konflik yang ditemukan sesuai
dengan strategi yang telah dibuat dengan memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi manajemen konflik. Setelah penyelesaian konflik
dilakukan evaluasi efektifitas keputusan dalam manajemen konflik
4.2 Saran
Pemimpin yang baik harus tahu peran dan fungsinya sebagai pemimpin,
sehingga ketika terjadi konflik dalam organisasi pemimpin tahu langkah apa
yang akan digunakan dalam mangemen konflik sehingga menghasilkan
keputusan yang terbaik tanpa merugikan satu dengan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Giltinane, (Jan, 2013). Leadership Styles and Theories. Nursing Standard, vol 27,
no 41, 35-39. RCN Publishing Ltd. October, 01 2015.
www.rcnpublishing.com
Hendel, Tova; Fish, Miri and Galon, Vered. (2005). Leadership style and choice of
strategy in conflict management among Israel Nurse Manager in General
Hospitals. Journal of Nursing Management, 13, 137-146. Blackwell
Publishing Ltd.
Hendel, T., Miri Fish, dan Vered Galon. (2005). Leadership Style And Choice of
Strategy in Conflict Management Among Israeli Nurse Managers in General
Hospitals. Journal of nursing Management. Vol.13, pp. 137-146.
Hick, Herbert G & Gullett, C Ray. (1975). Organizations: Theory and Behavior.
Tokyo: McGraw-Hill.
Hidayah, N. (2012). Manajemen Keperawatan. Makassar: Alauddin University.
Huber, Diane L. (2010). Leaderdhip and Nursing Care Management (4th ed). USA:
Elsevier Inc.
Hunt, Steven T. (2009). Nursing Turnover : Costs, Causes & Solutions. Success
Factors for Healthcare.
Marquis, Bessie L & Huston, Carol J. (2012). Leadership Roles and Management
in Nursing Theory and Application 7th Edition. Wolters Kluwer Health :
Lippincott Williams&Wilkins
Reynolds., et al. (2003). The Managing Care Reader. London & New York:
Routledge.
Schlaerth, Andrea et al. (2013). A meta-analytical review of the relationship
between emotional intelligence and leaders’constructive conflict
management. Group Processes Intergroup Relations 2013 16: 126.