Anda di halaman 1dari 32

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konflik merupakan sesuatu yang normal terjadi dalam sebuah profesi, baik
negative maupun positif (Waite dan McKinney, 2014). Dalam lingkungan
kerja keperawatan, konflik antar perawat menjadi masalah yang secara
significan mengakibatkan ketidakpuasan kerja, absensi dan penurunan omset.
Beberapa penelitian keperawatan difokuskan terutama pada managemen
konflik yang terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur, penyebab dan efek
dari konflik (Almost, 2006). Konflik merupakan hal yang tak terelakkan dari
kehidupan berinteraksi dengan orang lain yang dalam tingkat kompetensi yang
lebih tinggi konflik adalah kunci bagi perawat untuk bekerja lebih efektif dalam
melaksanakan peran mereka sehingga dapat menciptakan perubahan social
yang positif dalam lingkungan tempat kerja.
Pengembangan kemampuan kompetensi mengatasi konflik yang
menggunakan kognitif, emosional dan perilaku akan meningkatkan hasil
produktif dan mengurangi kemungkinan yang berbahaya (Waite dan
McKinney, 2014). Komponen penting dari pengembangan kepemimpinan bagi
perawat adalah untuk mengaktifkan cara menilai dan mengelola situasi konflik
serta kekuasaan dalam menghadapi karir profesional mereka. Sumber utama
konflik di lingkungan keperawatan menurut Iglesias & Vallejo, (2012) adalah
perbedaan karakteristik manajemen, persepsi karyawan, personil tidak cukup,
dan persaingan antara kerja profesional kelompok. Juga, konflik sering terjadi
antara perawat dan pengawas, perawat dan dokter, perawat dan pasien, serta
antara perawat di tingkat praktek bervariasi (Waite dan McKinney, 2014).
Konflik mungkin diperlukan untuk kelompok dan organisasi . konflik
berfungsi untuk menyatukan dan mengikat bersama-sama kelompok dengan
menetapkan batas-batas dan mengidentifikasi penguatan dalam kelompok.
Kepemimpinan organisasi menetapkan nada untuk konflik dan managemen
konflik. Ini terjadi karena pemimpin dan perilaku managemen konflik baik

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
2

positif dan negatif mampu memilih kapan dan bagaimana untuk campur tangan
dalam situasi konflik . Pemimpin merupakan kunci dalam pemecahan masalah
dalam konflik sehingga berdampak terhadap produktifitas dan perilaku staf
(Dijkstra dkk, 2004). Pilihan gaya intervensi dan waktu managemen konflik
dipengaruhi oleh perilaku individu dan tekanan lingkungan ditambah dengan
struktur organisasi, koordinasi dan kontrol metode dari kepemimpinan (Huber,
2014).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Dapat menguraikan dan menganalisis peranan kepemimpinan pada
manajemen konflik
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu menguraikan konsep konflik
2. Mampu menguraikan konsep teori manajemen konflik
3. Mampu menguraikan konsep teori peranan kepemimpinan pada
manajemen konflik
4. Menganalisis kasus peranan kepemimpinan pada manajemen konflik

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
3

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konflik
2.1.1 Definisi Konflik
Konflik dianggap sebagai indikator buruknya manajemen suatu
organisasi yang dapat menyebabkan kerusakan dalam hubungan antara
orang-orang yang terlibat didalamnya dan selalu dihindari (Marquis &
Huston, 2003). Konflik didefinisikan sebagai perselisihan yang terjadi
saat seseorang merasa terancam atau berada pad kondisi yang berbeda
dari harapan, pikiran, pendirian, perasaan atau kebiasaan yang terjadi
pada dua pihak atau lebih (Deutsch, 1973 dalam Huber, 2010). Menurut
Peter (2012), konflik terdiri dari tiga bagian. Pertama, konflik dirasakan
saat seseorang merasa terancam. Kedua, konflik dirasakan pada
tingkatan interpersonal yang terjadi pada adanya interaksi dengan orang
lain. Terakhir, dimensi konflik yang berhubungan dengan keinginan
interpersonal adalah menghubungkan konflik dengan aspirasi pribadi
ataupun sosial.
2.1.2 Konflik Model
a. The Dollard/Miller model: terdapat tiga tipe konflik, yaitu
approach/approach, approach/avoidance dan avoidance.
b. Rummel’s structural model: menurut Rummel, ada tiga jenis konflik
yaitu, conflict structure, conflict situation dan manifest conflict
c. The Deutsch model: Deutsch mengelompokkan konflik menjadi
underlying and overt or manifest conflict.
2.1.3 Tipe konflik:
Menurut Huber (2010) ada tiga tipe konflik, yaitu hubungan, tugas
dan proses. Tipe hubungan biasanya disebabkan karena adanya rasa tidak
suka, frustasi, tersakiti oleh anggota lain dalam organisasi atau kelompok
tersebut. tipe tugas biasanya didasari pada adanya perbedaan pandangan
dan pendapat tentang tugas dalam kelompok tersebut. terakhir, tipe

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
4

proses adalah perbedaan pendapat bagaimana suatu tugasa akan


dilakukan.
2.1.4 Sumber Konflik:
Bisno (1988) dalam Peter (2012) menjelaskan lima hal yang dapat
menjadi sumber konflik, yaitu:
a. Sumber biososial: frustasi biasanya terjadi karena adanya agresi
yang akan menimbulkan konflik. Selain itu, frustasi juga sering
terjadi karena adanya kecenderungan untuk mengharapkan
terjadinya kenaikan dengan cepat daripada mengharapkan
terjadinya perbaikan.
b. Personaliti dan interaksi: diantaranya adalah abrasive personalities,
lack of or poor interpersonal skills, psychological disturbances,
irritation between people, rivalry, differences in interactional styles,
dan inequities in reltionship.
c. Struktural: sangat banyak konflik yang terjadi didalam suatu
organisasi atau kelompok yang dapat disebabkan oleh
ketidaksetaraan status, kekuatan dan kelas.
d. Ideologi dan budaya: konflik seringnya muncul diantara orang-
orang yang memiliki perbedaan dalam sistem nilai. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan sosial, budaya, politik dan agama.
e. Konvergensi: dalam banyak kondisi, bisa terjadi lebih dari satu
konflik yang berasal dari sumber konflik yang beragam. Dengan
kata lain, hasil interaksi berbagai hal menimbulkan perselisihan
yang kompleks dan hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal.
Secara umum menurut Talmaciu & Maracine (2010), sumber konflik
dalam organisasi adalah Komunikasi yang kurang, Ketidaksetujuan,
Sumberdaya yang terbatas dan Status sosial. Menurut Deep dan Sussman
(1996) penyebab esensial terjadinya konflik adalah:
a. Perbedaan pandangan terhadap objek prioritas
b. Perbedaan pandangan terhadap motode yang digunakan
c. Perbedaan persepsi atau perbedan sistem nilai

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
5

d. Komunikasi yang kurang atau salah


e. Competition regarding insifficient resources
f. Perbedaan kekutan, status dan budaya
g. Competition of supremacy
h. Invaing the territory
i. Ambiguitas
j. The activity nature and the presence of tasks
k. Perubahan lingkungan eksternal
l. Agressiveness and stubborness

2.2 Managemen Konflik


Manajemen konflik mengacu pada usaha yang digunakan oleh kedua belah
pihak untuk mengatasi masalah. Manajemen konflik merupakan serangkaian
proses yang meliputi identifikasi masalah, intensitas masalah, efek yang
ditimbulkan, identifikasi metode intervensi yang tepat, serta obervasi dari hasil
yang dicapai (Fadime & Ayca, 2012). Adler dan Towne (1990) dalam Hendel,
Fish dan Galon (2005) mengidentifikasi tiga tindakan yang mungkin dilakukan
ketika menghadapi, yaitu (1) Menerima status quo (hidup dengan masalah);
(2) Menggunakan kekuasaan untuk melakukan perubahan; (3) Mencapai
kesepakatan dengan negosiasi. Tiga hasil dari pendekatan tersebut yaitu
pendekatan menang-kalah (Win-Lose Approach), pendekatan kalah-kalah
(Lose-Lose Approach), dan pendekatan menang-menang (Win-Win Approach).
Salah satu metode manajemen konflik saat ini yang umum digunakan adalah
Rahim Model yang mengembangkan sebuat alat ukur dalam menilai gaya
manajemen konflik yaitu Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCH-
II). Model ini menggambarkan dua dimensi pemecahan masalah yang
berorientasi pada orang lain (concern for others) dan pemecahan masalah yang
berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Model manajemen konflik
yang dipresentasikan oleh Rahim diantaranya Integrating (Collaborating),
Obliging (Accommodating), Compromising, Dominating (Competing) dan

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
6

Avoiding (Thomas & Kilmann, 1976; Rahim & Bonoma, 1979 dalam Saeed,
Almas, & Anis, 2014).
a. Integrating (Collaborating)
Model ini memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan secara
bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian
mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan
masalah. Ketika seseorang menggunakan model ini, orang tersebut
berfokus pada diri sendiri dan orang lain dan berorientasi pada pemecahan
masalah atau solusi. Model ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks
yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai
untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda.
Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam
penyelesaian masalah.
b. Obliging (Accommodating)
Model obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain dari pada diri sendiri. Model ini sering pula disebut
smoothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-
perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara
pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk
mendorong terjadinya kerjasama. Strategi ini tidak dapat dilakukan apabila
tidak ada kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak
Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh
masalah pokok yang ingin dipecahkan.
c. Dominating (Competing)
Seseorang akan lebih berorientasi pada diri sendiri daripada orang
lain. Model ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak
diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak
terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet.
Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki
partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada
minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
7

kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka
yang terlibat.
d. Avoiding
Model ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang
sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita
menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous
situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya
bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
e. Compromising
Model ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara
seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang
lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and
take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan
untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki
tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan utama dari
kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak
yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat
sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian
masalah.

2.3 Peran Pemimpin dalam Managemen Konflik


Dalam tulisannya yang berjudul “The Manager’s Job : Folklore and
Fact (dalam The Managing Care Reader hal.289), Henri Mintzberg
mengemukakan berbagai macam peran pemimpin berdasarkan kewenangan
dan status formal yang didapat dari organisasi. Menurutnya, kewenangan dan
status formal yang didapat dari organisasi melahirkan tiga macam peran antar
manusia. Peran antar manusia ini selanjutnya melahirkan tiga macam peran
informatif. Selanjutnya peran informatif melahirkan empat macam peran
pembuat keputusan.
a. Peran Antar Manusia

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
8

Tiga jenis peran yang langsung mengalir dari kewenangan formal adalah
peran antar manusia, yang terdiri atas:
1) Peran selaku tokoh; karena posisinya selaku kepala dalam organisasi,
setiap pemimpin mempunyai kewajiban untuk melakukan kegiatan yang
bersifat seremonial. Misalnya, seorang Walikota kadang-kadang harus
menggunting pita dalam acara pembukaan sebuah kompleks Real estate,
seorang Komandan menyematkan tanda jasa kepada bawahannya, dan
lain-lain.
2) Peran selaku pemimpin; karena jabatannya, pemimpin
bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dikerjakan anak buahnya.
Inilah yang disebut perannya selaku pemimpin. Pemimpin misalnya
bertanggungjawab atas penggajian dan latihan kerja anak buahnya.
Selain itu merupakan tugasnya yang tidak langsung untuk memotivasi
dan meningkatkan semangat kerja anak buahnya. Ia harus berusaha
menyelaraskan kebutuhan anak buahnya dengan kepentingan
organisasi. Secara formal, organisasi hanya menyediakan sejumlah
kewenangan, namun kepemimpinanlah yang menentukan sejauh mana
kekuasaan yang tersedia akan dimanfaatkan.
3) Peran selaku penghubung (liaison); yang dimaksud dengan peran selaku
penghubung, adalah kegiatan pemimpin untuk melakukan hubungan
selain hubungan ke atas menurut jalur komando. Berdasarkan
penelitian, ternyata 45% hubungan yang dilakukan pemimpin adalah
hubungan dengan teman sejawatnya, sekitar 45% dengan anak buahnya,
dan hanya sekitar 7% saja dengan atasannya. Hubungan dengan teman
sejawatnya (misalnya antar kepala bagian) dilakukan dengan cara
informal, pribadi dan lisan, tetapi informasi yang terkumpulkan ternyata
sangat efektif.
b. Peran Informatif
Mengalir dari peran hubungan antar manusia yang dimainkannya, baik
dengan anak buah maupun dengan jaringan kerja yang dihadapinya,
pemimpin dapat diibaratkan sebagai pusat syaraf organisasi. Ia tidak perlu

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
9

mengetahui segalanya, tetapi ia pasti lebih mengetahui dari setiap anggota


stafnya. Hal ini dapat dipahami karena selaku orang yang memiliki
wewenang formal, ia memiliki akses yang memudahkan untuk mengadakan
hubungan baik dengan anak buahnya, maupun dengan pihak ketiga. Peran
informatif ini terdiri atas :
1) Peran selaku pencatat (monitor); karena jaringan kontak pribadinya
demikian luas, pemimpin dapat mengumpulkan informasi dari berbagi
pihak. Informasi itu didapatnya secara langsung, termasuk yang berupa
desas-desus, kabar angin atau spekulasi. Informasi ini dapat berupa
informasi lunak yang berguna bagi kepentingan organisasi.
2) Peran selaku penyebar (disseminator); Informasi yang berhasil
didapatkannya berdasarkan hubungan pribadinya, boleh jadi ada yang
perlu diketahui oleh anak buahnya. Pemimpin dapat memberikan
informasi yang diperlukan itu secara langsung. Mungkin pemimpin
menjadi penghubung antara anak buah yang saling menguntungkan, jika
diantara mereka secara formal tidak ada jalur informasi satu sama lain.
3) Peran selaku juru bicara; peran ini adalah kegiatan pemimpin untuk
memberikan keterangan tentang organisasinya kepada pihak luar.
Misalnya seorang direktur perusahaan besar harus menggunakan
sebagian besar waktunya untuk memberikan keterangan tentang
perusahaannya kepada para wartawan.
c. Peran Pembuat Keputusan
Informasi tentu saja bukan akhir dari segala kegiatan. Informasi
merupakan masukan dasar untuk membuat keputusan. Pemimpin
memainkan peran utama dalam proses pembuatan keputusan. Karena
wewenang dan kedudukan formalnya sebagai pusat syaraf organisasi, hanya
dialah yang bisa mengambil keputusan yang bersifat strategis. Peran
pemimpin dalam membuat keputusan terdiri dari :
1) Peran selaku wiraswastawan (entrepreneur); pemimpin
bertanggungjawab untuk memajukan dan menyesuaikan organisasinya
dengan perkembangan lingkungan. Peranannya selaku pengumpul

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
10

informasi, suatu ketika mungkin menemukan gagasan-gagasan baru.


Gagasan-gagasan baru ini kalau dianggap baik, dapat diterapkan di
dalam organisasi yang dipimpinnya.
2) Peran selaku penanggulangan gangguan; tidak ada suatu organisasi pun
yang selalu berjalan mulus. Suatu saat pasti akan mengalami gangguan
tertentu yang disebabkan perkembangan keadaan. Gangguan itu bukan
saja disebabkan keterbatasan pemimpin untuk mengenali situasi, tetapi
juga karena pemimpin yang terbaik pun tidak mungkin meramalkan
akibat dari seluruh tindakannya. Pendek kata gangguan itu datang dari
suatu hal yang diluar jangkauannya. Selaku pemimpin ia harus mampu
mengatasinya. Jika perannya selaku wiraswastawan berupa inisiatif
untuk mengadakan perubahan dengan sukarela, perannya selaku
penanggulang gangguan merupakan seharusnya yang mesti dilakukan.
3) Peran selaku pembagi sumberdaya; peran ini adalah tanggung jawab
pemimpin untuk menentukan “siapa akan dapat apa” dalam organisasi
yang dipimpinnya. Sumber daya yang paling penting untuk diatur
pembagiannya adalah waktu yang dimilikinya. Selanjutnya pemimpin
dibebani tugas untuk mengatur pola hubungan formal yang mengatur
bagaimana pekerjaan dibagi dan dikoordinasikan.
4) Peran selaku perunding; penelitian membuktikan bahwa pemimpin
menggunakan waktunya yang tidak sedikit untuk mengadakan
perjanjian demi perjanjian. Penutupan perjanjian ini nampaknya
merupakan tugasnya yang rutin, yang mengalir dari kedudukannya
sebagai pusat syaraf organisasi dan kewenangan yang dimilikinya dalam
organisasi.
Kesepuluh peran pemimpin tersebut merupakan suatu keterpaduan yang
tidak mudah dipisahkan satu sama lainnya. Tidak ada satu peran pun yang bisa
berdiri sendiri.

Peran Pimpinan Dalam Penyelesaian Konflik (Nurhidayah, 2012):

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
11

a. Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam
organisasi sehingga fokus mengatasinya.
b. Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang
terjadi dan melihat apakah organisasinya kuat dalam menghadapi konflik.
c. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berpikir eksplisit tentang
sejauhmana perhatian mereka terhadap organisasi. Ini menjadi salah satu
kunci untuk menentukan strategi pengelolaan konflik.
d. Dalam negosiasi, manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang
pasti akan dinegosiasikan.
e. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi
telah memenuhi standar normal sebelum bernegosiasi.
f. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah
negosiasi.
g. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik
mereka harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi.

Menurut H.G. Hicks dan C.R. Gullett dalam bukunya yang berjudul
Organizations: theory and Behavior tahun 1975 menyebutkan bahwa peranan
kepemimpinan adalah : bersikap adil, memberikan sugesti, mendukung
tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil
organisasi, sumber inspirasi, dan yang terahkir mau menghargai. Masing-masing
peranan tersebut, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Bersikap Adil (arbitrating)
Dalam organisasi manapun, rasa kebersamaan di antara para anggotanya
adalah mutlak, sebab rasa kebersamaan pada hakikatnya merupakan
pencerminan dari pada kesepakatan antara para bawahan, maupun antara
pemimpin dengan bawahan, dalam mencapai tujuan organisasi. Tapi dalam
hal tertentu mungkin akan timbul ketidaksesuaian antara para bawahan
(timbul persoalan). Apabila diantara mereka tidak dapat menyelesaikan
persoalan, pemimpin perlu turun tangan untuk segera menyelasaikan. Dan

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
12

dalam hal memecahkan persoalan hubungan diantara bawahan, pemimpin


harus bersikap adil tidak memihak.
b. Memberi Sugesti (suggesting)
Sugesti biasa disebut saran atau anjuran. Dalam kepemimpinan sugesti
merupakan pengaruh yang mampu mengerakan hati orang lain. Sugesti
mempunyai peranan yang sangat penting di dalam memelihara dan membina
harga diri serta rasa pengabdian partisipasi dan rasa kebersamaan diantara
para bawahan
c. Mendukung tercapainya Tujuan (supplying objective)
Tercapainya tujuan organisasi tidak otomatis, melainkan harus didukung
oleh adanya kepemimpinan. Oleh karena itu, agar setiap organisasi dapat
efektit dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka setiap tujuan
yang ingin dicapai perlu disesuaikan dengan keadaan organisasi, serta
memungkin para bawahan untuk bekerja sama.
d. Katalisator (catalyzing)
Dalam dunia kepemimpinan, seorang pemimpin dikatakan sebagai seorang
katalisator, apabila pemimpin itu berperan dengan selalu dapat
meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha dapat
meningkatkan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat dan
semaksimal mungkin.
e. Menciptakan rasa aman (Providing security)
Setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa aman bagi para
bawahannya. Dan fungsi ini, hanya dapat dilaksanakan apabila pemimpin
selalu memelihara hal-hal yang positip, sikap optimisme dalam menghadapai
segala permasalahan yang ada, sehingga bawahan dalam menjalankan tugas
merasa aman, bebas dari kegelisahan, kekawatiran, merasa memperoleh
jaminan keamanan dari pimpinan.
f. Sebagai wakil organisasi (representing)
Seorang pemimpina adalah segala-galanya. Oleh karenanya, segala perilaku,
perbuatan, dan kata-katanya akan selalu memberikan kesan tertentu terhadap

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
13

organisasinya. Penampilan dan kesan-kesan pemimpin yang positif juga


akan memberikan gambaran positip terhadap organisasi yang dipimpinnya.
g. Sumber inspirasi (inspiring)
Seorang pemimpin pada hakekatnya adalah sebagai sumber inspirasi bagi
bawahannya. Oleh karena itu, setiap pemimpin harus selalu dapat
membangkitkan semangat para bawahannya, sehingga para bawahannya
menerima dan memahami apa yang menjadi tujuan organisasinya secara
antusias, dan bekerja secara efektif kearah tercapainya tujuan organisasi.
h. Bersikap menghargai (praising)
Setiap orang pada dasarnya menghendaki ada pengakuaan pada hasil
karyanya dari orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam organisasi
memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasan. Oleh karena
itu seorang pemimpin harus memberikan pengargaan pada bawahannya baik
dalam bentuk verbal maupun non verbal.

Menurut Hicks dan Gullett dalam buku kepemimpinan dan motivasi


(Wahjosumidjo, 2001) menyebutkan bahwa peranan pimpinan dalam suatu
organisasi adalah menciptakan rasa aman (providing security). Dengan
terciptanya rasa aman , organisasi atau bawahan dalam melaksanakan tugas-
tugasnya merasa tidak tertanggu, bebas dari segala perasaan gelisah, kekawatiran,
bahkan merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan. Bagaimana
seorang pemimpin itu harus berperilaku terhadap konflik, perlu berorientasi
kembali kepada berbagai teori kepemimpinan perilaku yang ada. Salah satu
diantaranya ialah management grid yang dikembangkan oleh Robert R.
Blake dan Jane S. Mouton .
Berdasarkan management grid, setiap perilaku seorang pemimpin dapat
diukur melalui dua demensi, yaitu berorientasi kepada hasil atau tugas (T), dan
yang lain berorientasi kepada bawahan atau hubungan kerja (H). Kemudian Blake
dan mouton berhasil memodifikasi teorinya ke dalam usaha untuk memecahkan
suatu konflik, yang dikenal dengan nama the conflict grid. Dengan
mempergunakan the conflict grid, akan dapat dilihat organigram cara seorang

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
14

pemimpin memecahkan suatu konlik (Milton, 1981). Ada lima dasar tindakan
untuk memecahkan suatu konflik.
1. The 9-1 conflict style
2. The 1-9 conflict style
3. The 1-1 conflict style
4. The 5-5 conflict style
5. The 9-9 conflict style
Apabila the conflict grid, digambarkan ke dalam satu kerangka managerial
grid, tampak bagaimana kedudukan satu sama lain tindakan atau perilaku
seorang pemimpin dalam menghadapi suatu konflik.

The Conflict Grid (kisi-kisi konflik)

H 9 1-9 9-9
8
7
6
5 5-5
4
3
2
1 1-1 9-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
T

Oleh karena itu, dengan berpedoman kepada lima dasar tindakan diatas suatu
konflik yang timbul dapat diselasaikan melalui berbagai macam cara atau tindakan,
yaitu :

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
15

1. Gaya 9-1 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara memberikan tekanan
(suppression). Pola ini didasarkan atas berbagai latar belakang pemikiran :
a. Konflik dipandang sebagai sesuatu yang harus tidak terjadi, oleh karena
itu setiap konflik harus selalu dikendalikan dengan berbagai tindakan
dan tekanan.
b. Untuk meyelesaikan konflik, harus dipergunakan wewenang dan perlu
adanya loyalitas bawahan.
c. Penyelesaikan konflik yang paling baik ialah dengan paksaan, tekanan.
d. Hasil penyelesaian suatu konflik adalah the boss wins, the subordinates
loses.
2. Gaya 1-9 suatu konflik yang dipecahkan dengan cara halus atau lunak
(smoothing). Pola semacam ini didasarkan pemikiran :
a. konflik dipandang sebagai suatu hal yang positif, harmonis hubungan
kerja sama.
b. Keharmonisan tersebut dapat dilaksanakan melalui suatu diskusi
mengenai konflik itu sendiri.
c. Terhadap konflik yang timbul para bawahan diberikan kesempatan
untuk menentukan sikap dan pendapat.
d. Berbagai perasaan negative yang timbul tidak perlu ditekan.
3. Gaya 1-1 pemecahan sutu konflik dengan cara menghindarkan diri dari
tanggungjawab (withrowal atau avoidance), maksudnya ketika ada konflik
pemimpin tidak ikut bertanggungjawab
4. Gaya 5-5 pemecahan suatu konflik dengan cara kompromi. Oleh karena itu,
terhadap konflik yang timbul, memerlukan jalan musyawarah untuk mencapai
mufakat.
5. Gaya 9-9 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara saling berhadapan
(confrontation) . Dalam arti pihak-pihak yang saling bertentangan
dikonfrontasikan atau dihadapkan antara satu sama lain. Dan masing-masing
pihak yang saling bertentangan, saling mengadakan analisa dan evaluasi,
sehingga ahkirnya bisa diperoleh suatu titik temu atau kesepakatan.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
16

Menurut Marquis and Huston, (2010) peran pemimpin dan manajemen terkait
dalam mengahadapi konflik:
a. Peran pemimpin
1. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan
konflik interpersonal.
2. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum
termanifestasikan.
3. Mencari penyelesaian menang-menang (win-win solition) jika
memungkinkan.
4. Memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan
memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah.
5. Membantu pegawai mengidentifikasi alternative penyelesaian konflik.
6. Mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf.
7. Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara
persuasive dan membantu komunikasi terbuka.
8. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif.
b. Fungsi manajemen:
1. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus
konflik.
2. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan
yang tidak popular atau cepat.
3. Jika perlu secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang
melibatkan pegawai.
4. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan
supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang
efektif.
6. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk
menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan
sesuatu yang sama berharganya.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
17

7. Mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan


sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan kemungkinan
pertukaran sumber unit.
8. Menangani kebutuhan pengakhiran dan tindak lanjut negosiasi.

2.4 Tipe Kepemimpinan dalam Melaksanakan Managemen Konflik


2.4.1 Tipe Transformasional
Pemimpin transformasional lebih berfokus pada kebutuhan sekarang
terhadap karyawan mereka atau mereka sendiri fokus pada kebutuhan
masa depan. Para pemimpin lebih peduli dengan masalah jangka pendek
dan peluang yang dihadapi oleh organisasi atau lebih peduli dengan isu-
isu jangka panjang, daripada melihat faktor intra dan extraorganisasi
sebagai ciri-ciri organisasi, melihatnya dalam perspektif holistik.
Penelitian telah membuktikan bahwa kepemimpinan transformasional
menambah efek kepemimpinan transaksional. Komponen
kepemimpinan transformasional dan transaksional diperkirakan bisa
mempengaruhi hasil organisasi, kepuasan karyawan dan kinerja
pemimpin. Bass (1990) mengamati bahwa seorang pemimpin umumnya
menunjukkan kedua gaya, dengan satu yang lebih dominan.
Kepemimpinan transformasional secara konsisten dikaitkan dengan
usaha yang tinggi, kinerja dan kepuasan ( Bass , 1990). Epitropaki dan
Martin (2005) meneliti dampak dari persepsi kepemimpinan
transformasional dan transaksional sebagai prediktor yang penting dari
karyawan yang dilaporkan dapat mengidentifikasi organisasi, kinerja,
komitmen organisasi afektif , perilaku warga organisasi, kelelahan dan
kesehatan karyawan ( Lewis , 2003 & Saeed , 2008).
Bass (1985) dalam teorinya menyebutkan bahwa ketika
kepemimpinan transformasional hadir, pengikut menghormati dan
mempercayai pemimpin. Ini memotivasi pengikut untuk tampil di
tingkat yang lebih tinggi. Kepemimpinan tranformasional menjadi
penasehat bagi para pengikutnya dan mendorong para pengikutnya

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
18

untuk menjadi pemimpin. Pemimpin transformasional akan bekerja


sama dengan para pengikut mereka, mengingatkan para pengikut
pentingnya tim dan organisasi. Jika ada konflik, pemimpin
transformasional akan berkolaborasi dengan pengikutnya untuk
menyelesaikan konflik yang bertentangan dan menghindari konflik
tersebut.
2.4.2 Tipe Transaksional
Pemimpin transaksional mengidentifikasi dan mengklarifikasi tugas
pekerjaan bawahan dan berkomunikasi dengan mereka bagaimana
keberhasilan pelaksanaan tugas akan menyebabkan penerimaan imbalan
yang diinginkan. Manajer transaksional menentukan dan
mendefinisikan tujuan untuk bawahan mereka, menyarankan bagaimana
melaksanakan tugas dan memberikan umpan balik. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional dapat
memiliki pengaruh menguntungkan pada respon sikap dan perilaku
karyawan (Bass , 1990) .
Teori kepemimpinan transaksional menyiratkan bahwa para
pemimpin akan masuk ke dalam tawar-menawar untuk melakukan
perubahan dengan para pengikutnya. Pemimpin transaksional tidak
dapat menghindari tuntutan oleh pengikutnya atau otomatis menyerah
dan mengakomodasi tuntutan para pengikut mereka. Teori
kepemimpinan transaksional juga menyiratkan bahwa pemimpin
transaksional akan bersikap tegas. Kepemimpinan transaksional
menegaskan bahwa para pemimpin transaksional tidak menyerah, tetapi
tawar-menawar atau melakukan negosiasi ketika konflik terjadi.
2.4.3 Tipe Laissez Faire
Pemimpin laissez-faire melepaskan tanggung jawab mereka dan
menghindari membuat keputusan. Bawahan bekerja di bawah pengawas
yang pada dasarnya bisa meninggalkan untuk melaksanakan tanggung
jawab pekerjaan mereka. Meskipun kepemimpinan laissez-faire diamati
jarang, manajer masih menunjukkan dalam jumlah yang bervariasi.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
19

Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa kepemimpinan laissez-


faire memiliki efek buruk pada hasil pekerjaan yang berhubungan
dengan karyawan (Yammarino dan Bass, 1990).
Karena teori kepemimpinan laissez-faire menyiratkan bahwa
pemimpin laissez-faire tidak aktif dan pasif, maka jika konflik terjadi
para pemimpin laissez-faire akan menghindari konflik yang ada dan
tidak melakukan berkolaborasi dengan pengikut untuk menyelesaikan
konflik tersebut
Berikut ditampilkan Gaya kepemimpinan dengan gaya manajemen
konflik :
CONCERN FOR SELF
(Working Model Of Self)
High Low
(Positive) (Negative)
Integrating Obliging
CONCERN High (Transformational) (Transformational)
FOR (Positive)
Compromising
OTHERS (Transactional)
(Working Low Dominating Avoiding
Model (Negative) (Laissez-faire) (Laissez-faire)
Of Others)

BAB 3

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
20

PEMBAHASAN

3.1 Kasus
Daniela adalah kepala ruang yang baru diangkat di ruang Bedah Rumah Sakit
Enggal Waras. Karakteristik RS Enggal Waras adalah rumah sakit swasta di
kota kecil dengan BOR (Bed Occupation Rate) 88% di ruang Bedah. Sebagai
rumah sakit yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di sekitarnya, RS Enggal
Waras menuntut pelayanan yang terbaik, termasuk pelayanan keperawatan.
Masalah yang terjadi diindikasikan terjadi karena kekurangan staf dan banyak
staf perawat relatif baru 75% (nol pengalaman) dan rata-rata pendidikannya D3,
di sisi lain terdapat beberapa tenaga perawat yang kurang disiplin, salah satunya
adalah Jesika. Meskipun Jesika telah bekerja di rumah sakit lebih lama dari
Daniela, namun mereka berdua telah memiliki teman-teman dan rekan kerja
profesional pada unit yang sama selama bertahun-tahun. Keduanya telah
menyelesaikan gelar master dan dianggap pemimpin di unit mereka. Tiba-tiba,
manajer keperawatan unit mengajukan pengunduran dirinya. Posisi itu
diiklankan dan ada banyak yang melamar untuk posisi itu. Baik Jessica dan
Daniela pun melamar. Dari berbagai pelamar, Daniela dipekerjakan untuk
posisi itu. Jesika jelas marah ketika dia tidak dipilih. Dia merasa bahwa dia lebih
berkualitas untuk posisi itu. Ia menjauh dan menjadi dingin, dan Daniela tahu
bahwa Jesika mengeluh tentang dirinya dan membuat komentar tentang dirinya
kepada orang lain , sering berganti shift tanpa sepengetahuan kepala ruang,
tidak disiplin dan Daniela membiarkan sikap Jesika tersebut karena
menganggapnya sebagai senior yang lebih lama bekerja di tempat tersebut.
Ketegangan muncul ketika Daniela memutuskan untuk memperkenalkan
kebijakan baru, yang membuat akal perawat dan beban kerja cenderung
meningkat dan lebih berat. Ketika kebijakan tersebut dipresentasikan pada
rapat staf, Jesika marah dan mengajukan perlawanannya terhadap kebijakan dan
menunjukkan semua kekurangan, hambatan, dan potensi masalah yang bisa
terjadi. Anggota lain dari staf mulai berpihak Jesika.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
21

Diskusikan:
1. Identifikasi masalah kepemimpinan apa yang menjadi sumber konflik pada
kasus tersebut di atas
2. Bagaimana cara saudara sebagai manajer dan sebagai seorang leader untuk
menyelesaikan masalah terkait antar tim, intra tim dan terkait pasien?

3.2 Analisis Kasus


1. Marques dan Huston (2010) mendefinisikan konflik secara umum adalah
perselisihan internal atau ekesternal akibat adanya perbedaan gagasan,
nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih.
Konflik adalah bentrokan atau perlawanan yang terjadi secara nyata ketika
terjadi perbedaan keinginan, pemikiran, sikap, perasaan dan tingkah laku
dari dua orang atau lebih (Huber, 2014).
2. Kategori konflik yang terjadi dalam kasus ini adalah
a. Konflik intrapersonal
Konflik yang terjadi dalam diri sendiri. Dalam kasus ini, konflik
intrapersonal terjadi dalam diri Jesika karena tidak menerima
keputusan bahwa bukan dirinya yang terpilih menjadi manager
keperawatan. Ia berpikir bahwa dirinya jauh lebih berkualitas dari
Daniela dan ia merasa lebih senior dari segi pengalaman kerjanya.
b. Konflik interpersonal
Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan
dan keyakinan yang berbeda. Jesika dan Daniela mengalami
pertentangan berhubungan dengan keyakinan yang berbeda sehingga
mempengaruhi komunikasi secara horizontal antara keduanya. Jesika
membuat komentar yang tidak jelas tentang Daniela.
c. Konflik intra kelompok
Daniel dalam mengambil keputusan tidak berdasarkan kesepakatan
bersama; staf merasa tidak puas atas kebijakan baru yang membuat
beban kerja cenderung meningkat dan lebih berat; staf perawat relatif
baru belum berpengalaman (75%) dengan latar belakang pendidikan

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
22

staf perawat adalah D3; terdapat perawat yang kinerjanya tidak baik
dan tidak disiplin; Daniel tidak mengambil tindakan dikarenakan Jesika
adalah perawat senior.
3. Proses konflik
a. Konflik laten
Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan
konflik. Sumber potensial konflik adalah variabel – variabel pribadi, yang
meliputi kepribadian, emosi, dan nilai – nilai, keterbatasan sumber daya dan
masalah kepemimpinan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu
(misalnya individu yang sangat otoriter dan dogmatis) memiliki potensi
memunculkan konflik, misalnya dalam kasus ini adalah adanya penentuan
kebijakan secara sepihak dari Daniela.
Emosi juga dapat menyebabkan konflik, misalnya pada kasus Jesika
merasa lebih pantas dan kompeten untuk menjadi manager dibandingkan
Daniela karena dia lebih lama bekerja di tempat tersebut dan memiliki
jenjang strata yang sama dengan Daniela.
Nilai – nilai yang berbeda yang dianut oleh tiap-tiap anggota juga
dapat menjelaskan munculnya terjadinya konflik. Perbedaan nilai misalnya,
merupakan penjelasan terbaik menyangkut beragam isu seperti prasangka
Jesika terhadap Daniela, ketidaksepakatan atas kebijakan yang dibuat secara
sepihak oleh seorang manager baru yang menimbulkan beban kerja
meningkat dan cenderung lebih berat. Pada kasus yang terlihat adalah pada
sistem kebijakan yang dibuat dimana perawat merasa tidak puas dengan
sistem kebijakan yang dibuat secara sepihak tanpa memperhatikan
kepentingan anggotanya.
Keterbatasan sumber daya, ketersediaan staf perawat yang relatif
baru tanpa pengalaman sebanyak 75% dan berlatar belakang pendidikan
D3 serta terbatasnya jumlah staf perawat, diikuti dengan BOR 88%
tentunya akan menambah beban kerja perawat sehingga akan
mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada pasien.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
23

Masalah kepemimpinan, posisi Daniela selaku manajer keperawatan


masih baru sehigga belum berani mengambil tindakan dikarenakan Jesika
adalah perawat senior di ruangan tersebut.
b. Konflik yang dipersepsikan
Konsep yang dipersepsikan adalah konflik intelektual dan sering melibatkan
isu serta peran. Jesika merasa bahwa dialah yang paling berkualitas
dibanding Daniela. Seharusnya pada tahap ini konflik dapat diatasi sebelum
dinternalisasi atau dirasakan.
c. Konflik yang dirasakan
Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain
bermusuhan, takut, tidak percaya, dan marah. Pada kasus ini emosi yang
ditunjukkan Jesika adalah ia marah karena ia tidak terpilih.
d. Konflik yang dimanifestasikan
Disebut juga konflik jelas, diperlukan tindakan. Tindakan dapat berupa
menarik diri, berdebat, bersaing, atau mencari penyelesaian konflik.
Tindakan yang ditunjukkan Jesika adalah ia menjauh dan menjadi dingin
dan membuat komentar tentang Daniela kepada orang lain. Booth (1993),
jika konflik mencapai tahap ini akan sulit mencari penyelesaian konflik
tanpa menggunakan sumber lain (Huber, 2014).
e. Akibat konflik
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik itu sendiri. Konflik dapat
menimbulkan dampak positif dan negative. Jika konflik dikelola secara baik
, orang yang mengalami konflik akan percaya bahwa ia diperlakukan secara
adil. Pada kasus ini, akibat yang ditimbulkan adalah perlawanan yang
dilakukan Jesika terhadap kebijakan yang dibuat Daniela dengan
menunjukkan semua kekurangan, hambatan, dan potensi masalah yang bisa
terjadi. Tindakan yang dilakukan Jesika didukung oleh staf yang lain.
Proses konflik ini penting diketahui sehingga mereka yang berkepentingan
mencoba dan ikut campur dalam konflik tersebut dapat melakukan penyelesaian
yang tepat sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
24

Sebelum menentukan strategi-strategi dalam penyelesaian konflik, Daniel


harus melakukan pengkajian faktor – faktor yang dapat mempengaruhi
penyelesaian konflik, salah satunya sumber daya manusia. Sumber daya
manusia yang dimaksud adalah pemimpin terkait kemampuan, peran dan fungsi
kepemimpinan, serta gaya kepemimpinannya yang selanjutnya mempengaruhi
pilihan strategi manajemen konflik yang dihadapi.
4. Managemen Konflik
a. Peran pemimpin dalam penyelesaian konflik
Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang memberikan pelayanan
kesehatan dimana terdapat hubungan kerja antara perawat dengan tenaga
kesehatan lain, pasien, keluarga pasien yang berpotensi menimbulkan konflik.
Dalam kasus tersebut, Daniel berperan sebagai manajer sekaligus sebagai
seorang pemimpin. Daniel harus mampu mengambil inisiatif untuk
memfasilitasi penyelesaian konflik karena konflik yang terjadi dapat
mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan kepada klien.
Manajemen diperlukan dalam organisasi (Huber, 2010). Daniel sebagai
manajer keperawatan yang baru harus mampu mengelola organisasi yang
dipimpin mulai dari perencanaan, organisasi, koordinasi, pengarahan dan
pengontrolan untuk mencapai tujuan yang spesifik yaitu pelayanan yang
terbaik termasuk pelayanan keperawatan (Huber, 2010).
Peran seorang pemimpin dalam kasus tersebut adalah sebagai;
a. Role model
Rolfe, 2011 mengemukakan bahwa pemimpin harus menjadi panutan dan
memberdayakan bawahannya untuk meningkatkan loyalitas, motivasi,
kepuasan kerja serta mempromosikan lingkungan kerja yang positif. Peran
sebagai role model tepat dilakukan mengingat bahwa Daniel merupakan
manajer keperawatan yang masih baru. Daniel dapat melakukan perannya
sebagai role model sehingga staf-staf yang masih baru maupun yang sudah
senior dapat mengikuti kinerja yang baik dari pemimpinnya.
b. Komunikator

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
25

Daniel juga harus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan staf-
staf yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.
c. Evaluator
Peran sebagai evaluator dapat dilakukan selama berlangsungnya hubungan
kerja antara perawat dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga
pasien. Hasil evaluasi Daniel dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi
sumber konflik yang terjadi.
Model atau gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain adalah pengalaman bawahan, kekuatan dan kelemahan karyawan,
kompleksitas tugas, time pressure, resiko terkait penyimpangan
performance dan sumber daya yang tersedia (Bennis & Wilkinson, n.d.).
Sehingga, pada kasus ini, gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Daniel
sebaiknya adalah gaya kepemimpinan situasional karena kepemimpinan
situasional adalah dasar dalam hubungan antara perilaku suportif pemimpin
dan memberikan arahan untuk meningkatkan perkembangan bawahannya
dalam mengatur masalah yang terjadi sesuai dengan situasi yang diperlukan
(Giltinane, 2013). Daniel dihadapkan dengan pengalaman bawahan yang
merupakan senior, kelemahan salah satu stafnya tidak disiplin dan memiliki
kinerja yang tidak baik, sering berganti shift tanpa sepengetahuan atasan,
daniel tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan transformasional
karena reward dan punishment akan lebih baik digunakan dalam situasi
seperti ini. Sedangkan banyaknya sumber daya baru belum berpengalaman
di ruangannya dengan diikuti BOR 88 % membuat beban kerja staf perawat
di ruangan tersebut meningkat sehingga dalam situasi ini daniel dapat
menggunakan gaya kepemimpinan transformasional untuk memberikan
stimulasi intelektual, memotivasi, menginspirasi dan menjadi role model
sehingga staf perawat dapat mengembangkan dirinya dan muncul
kepercayaan dirinya yang kemudian hasilnya kinerja staf perawat
meningkat danarus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan staf
yang terlibat dalam penentuan kebijakan Oleh karena itu, Daniela

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
26

sebaiknya menggunakan gaya kepemimpinan situasional, tergantung situasi


yang sedang dihadapi.
b. Strategi penyelesaian konflik
1) Akomodasi
Gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat
dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari
jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas
dasar masukan-masukan yang diperoleh (Jordan & Troth, 2002 dalam
Schlaerth, 2013).
Daniel sebagai manager sebaiknya duduk bersama dengan pihak-pihak
terkait, mengumpulkan pendapat yang kemudian dilanjutkan dengan
mencari solusi terbaik dengan tetap mengutamakan pengambilan
keputusan tentang suatu kebijakan berdasarkan atas kesepakatan dan
manfaat bersama
2) Kompromi
Gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap
pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi
(jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose
solution) (Jordan & Troth, 2002 dalam Schlaerth, 2013). Jika dalam
suatu masalah sulit untuk ditemukan titik tengah dengan startegi
akomodasi, maka Daniel bisa melakukan negosiasi atau kompromi
dengan pihak-pihak terkait agar menghasilkan pemecahan solusi yang
terbaik.
3) Kolaborasi
Pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh
hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara
sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai
kepentingan pihak lain sehingga kepentingan kedua pihak tercapai
(menghasilkan win-win solution) (Jordan & Troth, 2002 dalam
Schlaerth, 2013). Tujuan terbaik dalam menyelesaikan masalah adalah
menciptakan penyelesaian menang – menang (win – win solution) untuk

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
27

semua pihak terkait. Strategi penyelesaian masalah yang tepat untuk


kasus ini adalah berkolaborasi. Kolaborasi merupakan cara penyelesaian
masalah yang asertif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang.
Dalam kolaborasi, semua pihak mengesampingkan tujuan awalnya dan
bekerja sama untuk menetapkan tujuan umum prioritas dan
supraordinat. Walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk
mengesampingkan tujuan awalnya. Jika tujuan yang baru adalah tujuan
yang ditetapkan bersama, semua pihak akan mempersepsikan bahwa
mereka telah mencapai tujuan penting. Kolaborasi yang sebenarnya
membutuhkan rasa saling menghormati, komunikasi terbuka dan jujur,
dan kekuasaan pengambilan keputusan yang sama besarnya.
Umiker (1997) menyarankan agar dalam menyiapkan kolaborasi, setiap
orang pertama kali harus menganalisa situasi dengan menjawab
pertanyaan berikut : Apa yang ingin saya capai dan hal apa yang bisa
saya relakan; menurut saya apa yang diinginkan orang lain; tujuan
tersembunyi apa yang dimiliki orang lain; apa asumsi palsu atau
persepsi yang tidak benar yang mungkin dimiliki orang lain; strategi apa
yang sebaiknya saya gunakan; apakah isu sensitive yang saya miliki dan
apa yang harus saya lakukan jika isu saya tersebut disinggung; jika saya
menggunakan pendekatan kolaboratif, apa kewaspadaan khusus yang
harus saya lakukan. Daniel sebaiknya berkolaborasi untuk
menyelesaikan masalah agar tercipta suatu penyelesaian masalah yang
menguntungkan.
Langkah selanjutnya laksanakan keputusan untuk menggunakan strategi
yang sudah ditentukan. Pemimpin menyelesaikan konflik-konflik yang
ditemukan sesuai dengan strategi yang telah dibuat dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik.
Setelah penyelesaian konflik dilakukan evaluasi efektifitas keputusan dalam
manajemen konflik
d. Evaluasi proses.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
28

Evaluasi terhadap keseluruhan proses manajemen konflik baik dari segi


pelaksanaan strategi hingga hasil dari penyelesaian konflik dilakukan.
e. Evaluasi hasil
Membandingkan hasil yang didapatkan dengan indikator yang telah
ditetapkan.

BAB 4
PENUTUP

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
29

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa kasus pada pembahasan dapat diambil
kesimpulan :
4.1.1. Konflik yang terjadi pada kasus ini adalah intrapersonal dimana konflik
terjadi dalam diri sendiri; Konflik interpersonal yang terjadi antara dua
orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan keyakinan yang berbeda dan
konflik intra kelompok
4.1.2. Managemen konflik diperlukan dalam penyelesaian konflik ini.
Manajer keperawatan yang baru harus mampu mengelola organisasi
yang dipimpin mulai dari perencanaan, organisasi, koordinasi,
pengarahan dan pengontrolan untuk mencapai tujuan yang spesifik
yaitu pelayanan yang terbaik termasuk pelayanan keperawatan
4.1.3. Peranan kepemimpinan adalah menentukan apa yang menjadi
penyebab konflik, menentukan strategi terbaik dalam menyelesaikan
masalah yaitu menciptakan penyelesaian menang – menang (win – win
solution) untuk semua pihak terkait. Dalam kasus ini strategi
penyelesaian masalah yang tepat untuk kasus ini adalah berkolaborasi.
Kolaborasi merupakan cara penyelesaian masalah yang asertif yang
menghasilkan penyelesaian menang-menang. Setelah itu pemimpin
yang baik menyelesaikan konflik-konflik yang ditemukan sesuai
dengan strategi yang telah dibuat dengan memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi manajemen konflik. Setelah penyelesaian konflik
dilakukan evaluasi efektifitas keputusan dalam manajemen konflik
4.2 Saran
Pemimpin yang baik harus tahu peran dan fungsinya sebagai pemimpin,
sehingga ketika terjadi konflik dalam organisasi pemimpin tahu langkah apa
yang akan digunakan dalam mangemen konflik sehingga menghasilkan
keputusan yang terbaik tanpa merugikan satu dengan lainnya.

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
30

DAFTAR PUSTAKA

Almost, J 2006 Conflict within nursing work environments: concept analysis.


Journal of Advanced Nursing, 53 444-453

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
31

Dijkstra, C. K. (2004). Conflict at work & individual well being. International


Journal of Conflict Management , 6-26.
Fadime, C., & Kaban, A. (2012). Conflict Management and Visionary Leadership:
An Application in Hospital Organizations. 8th International Strategic
Management Conference. Procedia - Social and Behavioral Sciences 58, pp.
197-206.
Ghaffar, Abdul. (2010). Conflict in School: Its Causes and Management Startegies.
Journal of Managerial Sciences vol 3 no 2. October, 01 2015.
www.qurtuba.edu.pk/jms

Giltinane, (Jan, 2013). Leadership Styles and Theories. Nursing Standard, vol 27,
no 41, 35-39. RCN Publishing Ltd. October, 01 2015.
www.rcnpublishing.com

Hendel, Tova; Fish, Miri and Galon, Vered. (2005). Leadership style and choice of
strategy in conflict management among Israel Nurse Manager in General
Hospitals. Journal of Nursing Management, 13, 137-146. Blackwell
Publishing Ltd.

Hendel, T., Miri Fish, dan Vered Galon. (2005). Leadership Style And Choice of
Strategy in Conflict Management Among Israeli Nurse Managers in General
Hospitals. Journal of nursing Management. Vol.13, pp. 137-146.
Hick, Herbert G & Gullett, C Ray. (1975). Organizations: Theory and Behavior.
Tokyo: McGraw-Hill.
Hidayah, N. (2012). Manajemen Keperawatan. Makassar: Alauddin University.

Huber, Diane L. (2010). Leaderdhip and Nursing Care Management (4th ed). USA:
Elsevier Inc.

Hunt, Steven T. (2009). Nursing Turnover : Costs, Causes & Solutions. Success
Factors for Healthcare.

Marquis, Bessie L & Huston, Carol J. (2012). Leadership Roles and Management
in Nursing Theory and Application 7th Edition. Wolters Kluwer Health :
Lippincott Williams&Wilkins

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015
32

McGuire, Elaine & Susan M. Kennerly. (2006). Nurse Managers As


Transformational and Transactional Leaders. Nursing Economic. July-
August 2006 vol. 24 no 4

Reynolds., et al. (2003). The Managing Care Reader. London & New York:
Routledge.
Schlaerth, Andrea et al. (2013). A meta-analytical review of the relationship
between emotional intelligence and leaders’constructive conflict
management. Group Processes Intergroup Relations 2013 16: 126.

Saeed, T., Shazia Almas., dan M.Anis-ul-Haq. (2014). Leadership Style:


Relationship with Conflict Management Style. International Journal of
Conflict Management. Vol.25 No. 3, pp. 214-225.
Stanley., & Denise, A. (2004). Leadership Style and Conflict Management Style :
An Exploatory Study.
Wahjosumidjo. (2001). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Waite, R., & McKinney, N. (2014). Enhancing conflict competency. The ABNF
Journal: Official Journal Of The Association Of Black Nursing Faculty In
Higher Education, Inc, 25, 123-128

Peranan Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik, Kelompok 2 maternitas , FIK UI,


2015

Anda mungkin juga menyukai