DEFINISI KONFLIK
Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara
beberapa orang, kelompok atau organisasi.
Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang
memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga
mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.
ASPEK POSITIF DALAM KONFLIK
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola
dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan
tanggung jawab mereka.
Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
Menumbuhkan semangat baru pada staf.
Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada
penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok,
berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin
muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi, baik organisasi sekolah
maupun organisasi lainnya. Kepala sekolah dituntut menguasai manajemen konflik agar
konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kenyataan
di lapangan khususnya di institusi pendidikan, kepala sekolah justru enggan untuk
menerapkan manajemen konflik, karena beranggapan kepada paradigma lama dimana konflik
lebih besar pengaruh negatifnya (mudaratnya). Lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah
bersama tenaga kependidikan lainnya dapat memenej konflik untuk meningkatkan mutu
sekolah.
Beberapa permasalahan yang muncul atau masih berujud potensi itu antara lain sebagai
berikut :
A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis,
temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi.
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya. Apabila sumberdaya baik berupa
uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul
persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar
unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Setiap unit dalam organisasi
mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering
mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan
menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik
konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan
untuk memajukan perusahaan.
3. Interdependensi tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja
karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang
negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para Kepala sekolah
yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang
cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para Kepala sekolah senior men¬dapat tugas
yang ringan dan sederhana.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan yang tidak
jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba
memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain
menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki
organisasi.
7. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan
kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
AKIBAT KONFLIK
Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik
tersebut.
Akibat negative
• Menghambat komunikasi.
• Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan
prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus
di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi
yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
(Wikipedia Indonesia, 27 /11/ 2006) Adapun factor – factor penyebab konflik antara lain
1) Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik
intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang
saling bertentangan, dan bimbang mana ynag harus dipili untuk dilakukan. Misalnya,
konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi. Konflik ini bias diibaratkan seperti
makan buah simalakama, dimakan salah tidak dimakan juga salah, dan kedua pilihan
yang ada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal juga bisa disebabkan
oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan.
2) Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi
ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama
sangat menentuan. Misalnya konflik antar tenaga kependidikan dalam memilih mata
pelajaran unggulan daerah.
3) Konflik intragrup, yaitu konflik anta angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok
dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya
latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan
kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena
tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu. Contoh konflik intragrup, misalnya
konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP);
4) Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi
karena adanya saling ketergantungan, perbedaan prsepsi, perbedaan tujuan, da
meningkatkatnya tuntutan akan keahlian. Misalnya konflik antar kelompo guru kesenian
dengan kelompok guru matematika. Kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk
membelajarkan lagu tertentu dan melatih pernafasan perlu disuarakan dengan keras,
sementara kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para pesereta didiknya
tidak konsentrasi belajar.;
5) Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagia dalam suatu organisasi.
Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan.
a. Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat
tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara kepala
sekolah dengan tenaga kependidikan;
b. Konflik horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki
hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan;
c. Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang
keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh Kepala sekolah lini.
Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga administrasi;
d. Konflik peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran.
Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan;
e. Konflik interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik inter
organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain,
konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan
dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara
sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat
PENGELOLAAN KONFLIK
Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan
kesempatan untuk munculnya konflik. Kondisi itu tidak selalu langsung mengarah ke konflik,
tetapi salah satu kondisi itu penyebab konflik itu muncul. Untuk menyederhanakan, kondisi
ini (yang juga dapat dipandang sebagai penyebab atau sumber konflik) dipadatkan ke dalam
tiga kategori umum, yakni :
a) Komunikasi
Komunikasi dapat juga menjadi sumber konflik. Komunikasi menyatakan kekuatan-
kekuatan berlawanan yang timbul dari dalam kesulitan semantik, kesalahpahaman,dan
”kebisingan”dalam saluran komunikasi. Kesulitan semantik, pertukaran informasi yang
tidak cukup, dan kebisingan saluran komunikasi semuanya merupakan penghalang
terhadap komunikasi dan kondisi anteseden yang potensial bagi konflik. Kesulitan
semantik timbul sebagai akibat perbedaan pelatihan, persepsi selektif, dan informasi
tidak memadai mengenai orang-orang lain. Potensi konflik meningkat bila terdapat
terlalu sedikit atau terlalu banyak komunikasi atau informasi. Saluran yang dipilih untuk
berkomunikasi dapat berpengaruh merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi
ketika informasi disampaikan para anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran
formal atau yang sudah ditetapkan sebelumnya, menawarkan potensi kesempatan bagi
timbulnya konflik.
b) Struktur
Istilah struktur mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan ke anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota / sasaran, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar kelompok. Ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk merangsang konflik. Semakin besar
kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatannya, semakin besar kemungkinan
terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berbanding terbalik. Potensi konflik paling
besar terjadi pada anggota kelompok yang lebih muda dan ketika tingkat pengunduran
diri tinggi. Ambiguitas jurisdiksi meningkatkan perselisihan antar-kelompok untuk
mendapatkan kendali atas sumber daya dan teritori. Partisipasi dan konflik sangat
berkaitan karena partisipasi mendorong digalakkannya perbedaan. Sistem imbalan dapat
menciptakan konflik apabila apa yang diterima satu anggota mengorbankan anggota
yang lain.
c) Variabel Pribadi
Kategori terakhir potensi sumber konflik adalah faktor-faktor pribadi. Faktor pribadi ini
mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik kepribadian yang
menyebabkan idiosinkrasi dan perbedaan individu. Variabel yang paling terabaikan
dalam penelitian konflik sosial adalah perbedaan sistem nilai dimana merupakan sumber
yang paling penting yang dapat menciptakan potensi konflik
Konflik yang Dipersepsikan merupakan kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi
yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Konflik yang Dipersepsikan tidak berarti
konflik itu dipersonalisasikan. Konflik yang Dirasakan, apabila individu-individu menjadi
terlibat secara emosional dalam saat konflik, sehingga pihak-pihak mengalami kecemasan,
ketegangan, frustasi, atau kekerasan. Tahap II ini penting karena persoalan konflik cenderung
didefinisikan dan emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi.
Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Maksud Penanganan
Konflik :
1. Persaingan
Merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak memperdulikan dampak
pada pihak lain dalam konflik tersebut.
2. Kolaborasi
Merupakan situasi yang di dalamnya pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya saling
memuaskan kepentingan semua pihak.
3. Penghindaran
Merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik.
4. Akomodasi
Merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan
pesaing di atas kepentingannya sendiri.
5. Kompromi
Merupakan satu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yang berkonflik bersedia
mengorbankan sesuatu.
Tahap IV : Perilaku
Tahap perilaku mencakup :
Pernyataan.
Tindakan.
Reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Tahap V : Hasil
1. Hasil Fungsional
Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan,
merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan
anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaian masalah dan
peredaan ketegangan, dan memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan
2. Hasil Disfungsional
Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat
dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak
menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendoromg ke penghancuran
kelompok itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektifitas kelompok.
STRATEGI :
Menghindar
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang Kepala
sekolah untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang Kepala sekolah
menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami
perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada
konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan
(refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali
menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak
terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang
berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Kepala Sekolah yang terlibat didalam konflik
dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”.
Penggunaan :
Penggunaan :
Ketika Anda sadar bahwa Anda salah, untuk membiarkan posisi yang lebih baik
terdengar, untuk belajar dari orang lain,
Ketika permasalahan lebih penting untuk orang lain daripada untuk Anda, untuk
memenuhi kebutuhan orang lain, dan sebagai pertanda baik untuk mempertahankan
hubungan kerja sama.
Untuk menciptakan kewajiban pada orang lain untuk permasalahan yang lebih penting
bagi anda
Ketika menciptakan harmoni dan menghindari perpecahan sangatlah penting Untuk
meningkatkan kapasitas anggota tim dengan membiarkan mereka bereksperimen dan
belajar dari kesalahan mereka sendiri.
Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa
jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
Metode ini bertitik tolak pada power dengan menggunakan power apapun yang sesuai
untuk memenangkan posisi. Membela hak-hak pribadi mempertahankan posisi yang
dipercayai benar, atau sederhananya mencoba menang. Memaksakan keinginan atau
splusi yang diyakini benar.
Penggunaan:
Penggunaan :
Ketika tujuan tidak terlalu penting tetapi butuh usaha ataupun berpotensi merusak
Ketika dua pihak yang berlawanan dengan kekuatan yang seimbang teguh pada tujuan
masing-masing
Untuk mencapai posisi nyaman sementara pada permasalahan kompleks
Untuk tiba pada solusi cepat dalam tekanan waktu
Sebagai model cadangan ketika collaboration dan competing gagal
Memaksa
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara,
saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua
argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya
ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan
dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di
antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan)
konflik terus-menerusa diterapkan.
Bekerja sama dengan pihak lain untuk menemukan beberapa solusi yang sepenuhnya
memuaskan keinginan kedua belah pihak. Ini berarti menggali permasalahan untuk
menemukan keinginan utama kedua belah pihak untuk menemukan alternatif yang dapat
memenuhi keinginan keduanya. Kerja sama ini akan mengeksplorasi ketidaksetujuan,
belajar melihat dari sisi orang lain, berkomitmen untuk memecahkan situasi dan
mencoba mencari solusi kreatif untuk masalah interpersonal.
Penggunaan:
Untuk menemukan solusi integratif ketika kedua keinginan terlalu penting untuk
dikompromikan
Ketika tujuan Anda adalah untuk belajar (menguji asumsi, memahami orang lain).
Untuk menyatukan pemikiran orang dengan perspektif berbeda
Untuk menambah komitmen dengan mengolah keinginan orang lain kepada
keputusan konsensus
Untuk bekerja dalam perasaan yang tidak nyaman, yang telah mengganggu
hubungan interpersonal
Membujuk (Smoothing)
membujuk merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang
lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan
yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk pihak lain, untuk mengkuti
keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan
dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat
bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan
pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah
akan menentangnya
Oleh :
FAKULTAS EKONOMI
2018