Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN KONFLIK

DEFINISI KONFLIK

 Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara
beberapa orang, kelompok atau organisasi.
 Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang
memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga
mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.
ASPEK POSITIF DALAM KONFLIK

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola
dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
 Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan
tanggung jawab mereka.
 Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
 Menumbuhkan semangat baru pada staf.
 Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
 Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada
penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok,
berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin
muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi, baik organisasi sekolah
maupun organisasi lainnya. Kepala sekolah dituntut menguasai manajemen konflik agar
konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kenyataan
di lapangan khususnya di institusi pendidikan, kepala sekolah justru enggan untuk
menerapkan manajemen konflik, karena beranggapan kepada paradigma lama dimana konflik
lebih besar pengaruh negatifnya (mudaratnya). Lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah
bersama tenaga kependidikan lainnya dapat memenej konflik untuk meningkatkan mutu
sekolah.

Menghadapi dinamika perubahan ini tentu menyisakan berbagai macam problematika.


Permasalahan-permasalahan yang timbul itu perlu dikenali, bahkan masalah-masalah yang
masih berujud potensi perlu didorong untuk muncul dengan harapan dapat diantisipasi atau
dicarikan solusinya agar tidak berdampak negatif terhadap kemajuan sekolah.

Beberapa permasalahan yang muncul atau masih berujud potensi itu antara lain sebagai
berikut :

1) Anggapan bahwa manajemen konflik tidak efektif untuk meningkatkan mutu


sekolah.
2) Manajemen konflik lebih banyak berdampak negatif bagi anggota organisasi.
3) Kepala sekolah tidak terampil dalam menggunakan manajemen konflik untuk
meningkatkan mutu sekolah.
4) Budaya ganti pemimpin ganti kebijakan. Hal demikian ini sering membuat para
pelaku di tingkat bawah menjadi kebingungan karena kebijakan lama belum jelas
menampakkan hasil, tetapi sudah harus menyesuaikan dengan kebijakan baru yang
perlu penyesuaian kembali.
5) Belum siapnya sumber daya yang ada terutama para stake holders di tingkat bawah
untuk menghadapi perubahan-perubahan yang hampir terjadi setiap saat.
6) Pemahaman terhadap manajemen sekolah sering membuat kita jadi sulit menentukan
pilihan manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu.
7) Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing elemen dari sistem
pendidikan di Indonesia masih kurang, sehingga tidak bisa menghayati tugas dan
peranannya dalam sistem tersebut.
8) Penempatan tenaga kependidikan tidak mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas.
9) Masih dijumpai tenaga kependidikan (guru/kepala sekolah) berperan ganda yang
seharusnya lebih fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya sebagai pengajar, tetapi
juga harus mengurus kebutuhan pemenuhan sarana prasaran, fisik gedung sekolah
yang rusak atau kurang layak untuk berlangsungnya proses belajar mengajar yang
efektif. Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah yang tercermin dalam EMASLIM
dirasa sangat berat, padahal SD belum dilengkapi dengan tenaga kependidikan yang
khusus bekerja di bidang ketata usahaan, perpustakaan, sehingga praktis semua tugas
yang ada di SD menjadi tanggung jawab guru / kepala sekolah.
10) Budaya reward and punishment yang tidak proporsional, sehingga melahirkan
kecemburuan sosial dan menurunnya semangat dan etos kerja.
11) Pemberlakuan masa jabatan kepala sekolah 4 tahunan, dapat berdampak positif untuk
memacu kinerja yang lebih optimal, tetapi dapat pula berdampak negatif terutama
bagi kepala sekolah yang sudah memangku jabatan ketika aturan tersebut
diberlakukan. Ada gejala post power syndrom dan kecemasan untuk kembali bertugas
hanya sebagai guru biasa.
12) Walaupun realitanya belum berjalan tetapi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14
tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, dimana guru harus memenuhi kualifikasi guru
professional dapat mengakibatkan kecemburuan sosial diantara para tenaga
kependidikan, mengingat pemberlakukannya tidak serentak. Seleksi awal
menggunakan pola yang dianggap kurang fair seperti pendidikan minimal S1 atau D4,
masa kerja minimal 20 tahun, golongan minimal IV/a.
PENYEBAB KONFLIK

Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab :

1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas


2. Hambatan komunikasi
3. Tekanan waktu
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5. Pertikaian antar pribadi
6. Perbedaan status
7. Harapan yang tidak terwujud

Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis,
temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi.
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya. Apabila sumberdaya baik berupa
uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul
persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar
unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Setiap unit dalam organisasi
mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering
mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan
menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik
konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan
untuk memajukan perusahaan.
3. Interdependensi tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja
karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang
negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para Kepala sekolah
yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang
cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para Kepala sekolah senior men¬dapat tugas
yang ringan dan sederhana.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan yang tidak
jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba
memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain
menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki
organisasi.
7. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan
kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
AKIBAT KONFLIK

Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik
tersebut.
Akibat negative

• Menghambat komunikasi.

• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).

• Mengganggu kerjasama atau “team work”.

• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.

• Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.

• Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan


kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.

Akibat Positif dari konflik:

• Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.

• Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.

• Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan
prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.

• Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.

• Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu.

1) Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan


lingkunan merupakan potensi terjadinya konflik;
2) Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh
individu, dan mereka mulai memikirkannya.
3) Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di anatara
individu atau kelompok yang saling bertentangan.
4) Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan
secara terbuka.
5) Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap
kehidupan dan kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan
menimbulkan keuntungan, seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan kreativitas.
Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan melampaui batas, maka akan
menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus
di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi
yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

(Wikipedia Indonesia, 27 /11/ 2006) Adapun factor – factor penyebab konflik antara lain

1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.


2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya.
3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya menyangkut
bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan
4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Di sekolah, konflik dapat terjadi dalam semua tingkatan.

1) Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik
intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang
saling bertentangan, dan bimbang mana ynag harus dipili untuk dilakukan. Misalnya,
konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi. Konflik ini bias diibaratkan seperti
makan buah simalakama, dimakan salah tidak dimakan juga salah, dan kedua pilihan
yang ada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal juga bisa disebabkan
oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan.
2) Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi
ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama
sangat menentuan. Misalnya konflik antar tenaga kependidikan dalam memilih mata
pelajaran unggulan daerah.
3) Konflik intragrup, yaitu konflik anta angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok
dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya
latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan
kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena
tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu. Contoh konflik intragrup, misalnya
konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP);
4) Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi
karena adanya saling ketergantungan, perbedaan prsepsi, perbedaan tujuan, da
meningkatkatnya tuntutan akan keahlian. Misalnya konflik antar kelompo guru kesenian
dengan kelompok guru matematika. Kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk
membelajarkan lagu tertentu dan melatih pernafasan perlu disuarakan dengan keras,
sementara kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para pesereta didiknya
tidak konsentrasi belajar.;
5) Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagia dalam suatu organisasi.
Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan.

Konflik intraorganisasi meliputi empat sub jenis :

a. Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat
tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara kepala
sekolah dengan tenaga kependidikan;
b. Konflik horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki
hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan;
c. Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang
keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh Kepala sekolah lini.
Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga administrasi;
d. Konflik peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran.
Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan;
e. Konflik interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik inter
organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain,
konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan
dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara
sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat
PENGELOLAAN KONFLIK

Konflik dapat dicegah atau dikelola melalui :

1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah


konflik. Wakil Kepala Sekolah harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan
yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk
memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan
mendukung Guru untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan
hidupnya. Misalnya; Guru junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi guru senior yang berprestasi
dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik
dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan Kepala sekolah untuk menghindari
konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari
yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk
mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para Kepala sekolah telah
memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para
pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
PROSES KONFLIK

Timbulnya konflik ada 5 tahap.

Tahap 1 : Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan.

Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan
kesempatan untuk munculnya konflik. Kondisi itu tidak selalu langsung mengarah ke konflik,
tetapi salah satu kondisi itu penyebab konflik itu muncul. Untuk menyederhanakan, kondisi
ini (yang juga dapat dipandang sebagai penyebab atau sumber konflik) dipadatkan ke dalam
tiga kategori umum, yakni :

a) Komunikasi
Komunikasi dapat juga menjadi sumber konflik. Komunikasi menyatakan kekuatan-
kekuatan berlawanan yang timbul dari dalam kesulitan semantik, kesalahpahaman,dan
”kebisingan”dalam saluran komunikasi. Kesulitan semantik, pertukaran informasi yang
tidak cukup, dan kebisingan saluran komunikasi semuanya merupakan penghalang
terhadap komunikasi dan kondisi anteseden yang potensial bagi konflik. Kesulitan
semantik timbul sebagai akibat perbedaan pelatihan, persepsi selektif, dan informasi
tidak memadai mengenai orang-orang lain. Potensi konflik meningkat bila terdapat
terlalu sedikit atau terlalu banyak komunikasi atau informasi. Saluran yang dipilih untuk
berkomunikasi dapat berpengaruh merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi
ketika informasi disampaikan para anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran
formal atau yang sudah ditetapkan sebelumnya, menawarkan potensi kesempatan bagi
timbulnya konflik.
b) Struktur
Istilah struktur mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan ke anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota / sasaran, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar kelompok. Ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk merangsang konflik. Semakin besar
kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatannya, semakin besar kemungkinan
terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berbanding terbalik. Potensi konflik paling
besar terjadi pada anggota kelompok yang lebih muda dan ketika tingkat pengunduran
diri tinggi. Ambiguitas jurisdiksi meningkatkan perselisihan antar-kelompok untuk
mendapatkan kendali atas sumber daya dan teritori. Partisipasi dan konflik sangat
berkaitan karena partisipasi mendorong digalakkannya perbedaan. Sistem imbalan dapat
menciptakan konflik apabila apa yang diterima satu anggota mengorbankan anggota
yang lain.
c) Variabel Pribadi
Kategori terakhir potensi sumber konflik adalah faktor-faktor pribadi. Faktor pribadi ini
mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik kepribadian yang
menyebabkan idiosinkrasi dan perbedaan individu. Variabel yang paling terabaikan
dalam penelitian konflik sosial adalah perbedaan sistem nilai dimana merupakan sumber
yang paling penting yang dapat menciptakan potensi konflik

Tahap II : Kognisi dan Personalisasi

Konflik yang Dipersepsikan merupakan kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi
yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Konflik yang Dipersepsikan tidak berarti
konflik itu dipersonalisasikan. Konflik yang Dirasakan, apabila individu-individu menjadi
terlibat secara emosional dalam saat konflik, sehingga pihak-pihak mengalami kecemasan,
ketegangan, frustasi, atau kekerasan. Tahap II ini penting karena persoalan konflik cenderung
didefinisikan dan emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi.

Tahap III : Maksud

Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Maksud Penanganan
Konflik :

1. Persaingan
Merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak memperdulikan dampak
pada pihak lain dalam konflik tersebut.
2. Kolaborasi
Merupakan situasi yang di dalamnya pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya saling
memuaskan kepentingan semua pihak.
3. Penghindaran
Merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik.
4. Akomodasi
Merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan
pesaing di atas kepentingannya sendiri.
5. Kompromi
Merupakan satu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yang berkonflik bersedia
mengorbankan sesuatu.

Tahap IV : Perilaku
Tahap perilaku mencakup :
 Pernyataan.
 Tindakan.
 Reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Tahap V : Hasil

Hasil berupa jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan


konsekuensi.

1. Hasil Fungsional
Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan,
merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan
anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaian masalah dan
peredaan ketegangan, dan memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan

2. Hasil Disfungsional
Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat
dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak
menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendoromg ke penghancuran
kelompok itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektifitas kelompok.
STRATEGI :

 Menghindar
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang Kepala
sekolah untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang Kepala sekolah
menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami
perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada
konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan
(refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali
menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”

Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak
terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang
berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Kepala Sekolah yang terlibat didalam konflik
dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”.

Penggunaan :

 Ketika permasalahannya tidak lebih penting dari hal lain


 Ketika Anda tidak menerima kesempatan untuk memuaskan keinginan Anda, atau
permasalahannya terlihat tidak pada jalurnya atupun bergejala pada hal lain, lebih dari
permasalahan dasar.
 Ketika kerusakan karena konflik lebih besar daripada keuntungan resolusinya
 Untuk menenangkan orang lain; untuk mengurangi ketegangan sekaligus untuk
menambah pandangan dan kesabaran
 Untuk membiarkan orang lain memecahkan konflik lebih efektif
 Ketika mngumpulkan lebih banyak informasi akan menambah keuntungan solusi yang
terlalu cepat
 Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan.
Personelt yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain
dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

Metode ini mengabaikan keinginan atau kepentingan pribadi untuk memuaskan


keinginan orang lain; ada pengorbanan diri dalam bentuk ini. Mengakomodasi seperti
beramal atau berbuat baik pada orang lain, mematuhi perintah orang lain ketika seseorang
lebih tidak memilih untuk melakukannya, ataupun menyerah pada pandangan orang lain.
Mengalah, memberi jalan pada orang lain.

Penggunaan :

 Ketika Anda sadar bahwa Anda salah, untuk membiarkan posisi yang lebih baik
terdengar, untuk belajar dari orang lain,
 Ketika permasalahan lebih penting untuk orang lain daripada untuk Anda, untuk
memenuhi kebutuhan orang lain, dan sebagai pertanda baik untuk mempertahankan
hubungan kerja sama.
 Untuk menciptakan kewajiban pada orang lain untuk permasalahan yang lebih penting
bagi anda
 Ketika menciptakan harmoni dan menghindari perpecahan sangatlah penting Untuk
meningkatkan kapasitas anggota tim dengan membiarkan mereka bereksperimen dan
belajar dari kesalahan mereka sendiri.

 Pemecahan problem Integrative


konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama,
yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah. Pihak-pihak
yag berkonflik, bersama-sama mencoba memecahkan problem yang timbul antara
mereka. Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba mencari suatu kompromis,
tetapi mereka secara terbuka bersama-sama mencoba mencari sebuah pemecahan yang
dapat diterima oleh semua pihak. Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik
secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi
(Confrontation); dan (c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals)
(Winardi, 1994 : 84- 89).

 Keinginan Mayoritas (Majority Rule)


Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara
terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para
angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi,
apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka
pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.

 Kompetisi

Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa
jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

Metode ini bertitik tolak pada power dengan menggunakan power apapun yang sesuai
untuk memenangkan posisi. Membela hak-hak pribadi mempertahankan posisi yang
dipercayai benar, atau sederhananya mencoba menang. Memaksakan keinginan atau
splusi yang diyakini benar.

Penggunaan:

 Ketika dibutuhkan tindakan cepat


 Pada permasalahan penting di mana tindakan yang tidak terlalu sering dilakukan perlu
diwujudkan
 Pada permasalahan penting untuk kesejahteraan kelompok dan Anda tahu bahwa
Anda benar.
 Untuk melindungi diri Anda melawan orang lain yang mengambil keuntungan dari
perilaku yang nonkompetitif
 Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan,
saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat
menguntungkan semua pihak.
Melalui tindakan kompromi, para Kepala sekolah mencoba menyelesaikan konflik
dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran
tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai melalui
jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk
merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut
pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah,
karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling baik
membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan
yang dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya.
Bentuk-bentuk kompromis mencakup:

a. Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai


suatu pemecahan.
b. Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak
keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri).
c. Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan (Settling by chance), keputusan
tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-
peraturan yang berlaku (resort to rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju
untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang
berlaku;
d. Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri
konflik terjadi.

Penggunaan :

 Ketika tujuan tidak terlalu penting tetapi butuh usaha ataupun berpotensi merusak
 Ketika dua pihak yang berlawanan dengan kekuatan yang seimbang teguh pada tujuan
masing-masing
 Untuk mencapai posisi nyaman sementara pada permasalahan kompleks
 Untuk tiba pada solusi cepat dalam tekanan waktu
Sebagai model cadangan ketika collaboration dan competing gagal

 Memaksa
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara,
saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua
argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya
ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan
dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di
antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan)
konflik terus-menerusa diterapkan.

 Memecahkan Masalah atau Kolaborasi


- Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan
kerja yang sama.
- Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung
dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

Bekerja sama dengan pihak lain untuk menemukan beberapa solusi yang sepenuhnya
memuaskan keinginan kedua belah pihak. Ini berarti menggali permasalahan untuk
menemukan keinginan utama kedua belah pihak untuk menemukan alternatif yang dapat
memenuhi keinginan keduanya. Kerja sama ini akan mengeksplorasi ketidaksetujuan,
belajar melihat dari sisi orang lain, berkomitmen untuk memecahkan situasi dan
mencoba mencari solusi kreatif untuk masalah interpersonal.

Penggunaan:

 Untuk menemukan solusi integratif ketika kedua keinginan terlalu penting untuk
dikompromikan
 Ketika tujuan Anda adalah untuk belajar (menguji asumsi, memahami orang lain).
 Untuk menyatukan pemikiran orang dengan perspektif berbeda
 Untuk menambah komitmen dengan mengolah keinginan orang lain kepada
keputusan konsensus
 Untuk bekerja dalam perasaan yang tidak nyaman, yang telah mengganggu
hubungan interpersonal
 Membujuk (Smoothing)
membujuk merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang
lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan
yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk pihak lain, untuk mengkuti
keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan
dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat
bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan
pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah
akan menentangnya

 Intervensi Pihak Ketiga


1. Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak
menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.

2. Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan


berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin
tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada
terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.

3. Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi


sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang
terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk
pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada
bakat dan ciri perilaku mediator.

4. Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta


mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan
tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi.
la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa
tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses
penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa
Enabling the management accountant to become
a business partner: Organizational and
verbal analysis toolkit
Frances A. Kennedy, James E. Sorensen

Makalah ini bertujuan untuk memperpanjang literatur tentang perubahan kelembagaan


dengan menjelajahi peran konflik identitas sebagai pengendali kritis lembaga tertanam di
antara akuntansi manajemen (MA) profesional. Paradoks lembaga tertanam set teka-teki
teoritis menarik; Jika tindakan sosial dan ekonomi dari pelaku organisasi dibatasi oleh
regulatif, normatif dan Cogni-tive norma luas bersama, menciptakan stabilitas dan kesamaan
dalam tindakan individu (Van Dijk et al., 2011), bagaimana dan mengapa bisa aktor
organisasi memperkenalkan praktek-praktek baru dan mencapai perubahan kelembagaan?
(Englundet al.,2013).Pertanyaan kritis ini telah mengumpulkan peningkatan perhatian
penelitian di bidang akuntansi manajemen dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah
mengalihkan perhatian dari efek menstabilkan lembaga untuk lembaga dan perubahan
kelembagaan(Lounsbury, 2008)

Penelitian menunjukkan bahwa akuntan manajemen dapat memanggil berbagai


identitas yang berbeda ketika mendefinisikan tempat kerja konsep diri mereka dan bahwa
masing-masing identitas ini dapat membentuk sikap dan perilaku mereka. Yang. Pertama,
penelitian menunjukkan bahwa individu mungkin menarik fokus identitas beberapa di tempat
kerja,termasuk pekerjaan, kelompok dan identitas karir masing-masing identitas ini
ditemukan menjadi fokus penting bagi individu di tempat kerja, definisi mereka dan akhirnya
memotivasi perilaku mereka. Kedua, serta memiliki banyak identitas saat yang berbeda,
penelitian menunjukkan bahwa individu mungkin merangkul visi yang berbeda dari apa yang
mereka 'bisa' atau 'keinginan untuk menjadi di masa depan. Dengan demikian, akuntan
manajemen yang tertanam dalam jaringan yang luas dari identitas tempat kerja, logika
kelembagaan dan mungkin identitas, yang bentuk dan bingkai persepsi dan tindakan mereka.
Dalam beberapa kasus ini identitas tertanam dapat menghambat aktor organisasi dan
bertindak sebagai hambatan untuk agen. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa
akuntan manajemen kadang-kadang dipaksa untuk mendamaikan keinginan mereka sendiri
untuk keterlibatan bisnis yang lebih besar dengan resistensi manajerial untuk tindakan
partisipatif, yang dianggap sebagai usil dan mengganggu
RESUME

PROFESSIONAL MANAGER DEVELOPMENT

Oleh :

Arief Rachman (17062020030)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JATIM

2018

Anda mungkin juga menyukai