Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai pelaku ekonomi dalam memahami kebutuhannya perlu
melakukan kegiatan – kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan keuntungan.
Kegiatan ekonomi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan, seperti
produksi, distribusi, sewa menyewa, berwisausaha, ataupun bekerja dengan pejabat,
meneger, kariawan atau pegawai. Dalam berbagai macam kegiatan ekonomi yang
dilakukan manusia, maka dapat memperoleh penghasilan yang beragam. Tingkat
penghasilan seseorang dapat di ukur dari kesesuaian antara penghasilan yang di dapat
berbanding dengan kebutuhan pribadi atau keluarga. Bagi seseorang yang memiliki
tingkat penghasilan yang kurang, ia harus tetap bekerja keras atau melakukan
beberapa kegiatan ekonomi lain yang mencangkupi kebutuhannya. Bagi seseorang
yang memiliki penghasilan yang cukup, ia sudah dapat mencangkupi kebutuhannya
dan kewajibannya. Bagi seseorang yang berpenghasilan lebih, setelah mencangkupi
kebutuhan dan kewajibannya akan memenuhi keinginannya. Bagi seseorang yang
berpenghasilan yang sangat lebih , setelah kebutuhan, kewajiban dan keinginannya ia
akan menabung dan menginvestasikan hartanya yang mereka peroleh. (Suryo, 2012 :
1)
Seiring dengan berkembangnya kemajuan dunia Twknologi dan informasi,
banyak perusahaan ataupun lembaga – lembaga yang menginginkan dan
membutuhkan sebuah sistem, yang mendukung dan menunjang bagi perkembangan
usahanya agar lebih baik. Sistem yang berjalan secara manual kini tidak lagi menjadi
salah satu komponen yang menunjang bagi perusahaan ataupun lembaga – lembaga
yang sedang berkembang, karena didalamnya terdapat resiko yang lebih besar bagi
keamanan, keselamatan dan keakuratan data – data

Page 1
B. Rumusan
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut.
1. Apa saja motif – motif ekonomi?
2. Apa yang dimaksud dengan moral ekonomi dan rasionalis ekonomi?
3. Bagaimana keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubungan sosial?
4. Apa yang dimaksud teori pertukaran sosial dan pilihan sosial?
5. Apa yang dimaksud teori pilihan rasional?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dibahas sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui motif – motif ekonomi.
2. Untuk mengetahui moral ekonomi dan rasionalis ekonomi.
3. Untuk mengetahui keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubungan sosia.
4. Untuk menjelaskan teori pertukaran sosial dan pilihan sosial
5. Untukk menjelaskan teori pilihan rasional.

Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Motif – motif perilaku ekonomi
1. Pada umumnya orang melakukan kegiatan ekonomi karena dorongan
melakukan kegiatan ekonomi karena dorongan memenuhi kebutuhan hidup,
namun ada pula alasan lain yang mendorong orang melakukan kegiatan
ekonomi. Hal – hal atau alasan yang mendorong sesorang melakukan
kegiatan ekonomi di sebut motif ekonomi. Motif ekonomi tersebut sebagi
berikut:
a. Motif mencapi kemakmuran
Manusi berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani maupun
rohani dengan tujuan manusia untuk mencapi kemakmuran
(keseimbangan antara kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan)
b. Motif memperoleh penghargaan
Untuk menunjukkan gengsi (prestise) dan harga diri manusia
melakukan dorongan ekonomi guna memperoleh penghargaan.
c. Motif mencapai kekuasaan ekonomi
Seorang pelaku bisnis yang sudah berskala besar ingin lebih menguasai
pasar secara nasional dengan mendirikan cabang – cabang disetiap kota.
Motif pelaku bisnis tersebut didasari dorongan untuk mencapai
kekuasaan.
d. Motif sosial atau membantu sesama
Tidak semua manusia dalam bertindak ekonomi didorong untuk
kepentingan diri sendiri, tetapi ada pula yang berorientasi kepada
kepentingan sosial guna membantu sesama.
e. Motif memperoleh keuntungan atau laba.
Manusia melakukan tindakan ekonomi didorong oleh usaha
memperoleh keuntungan.
Motif perilaku ekonomi terbagi dalam dua aspek:

Page 3
 Motif intrinsik
Motif intrinsik adalah keinginan melakukan tindakan ekonomi yang timbul
atas kemauan sendiri. Berikut contoh tindakan ekonomi yang didorong motif
intrinsik.
 Saat rasa haus datang, Indra membeli sebotol air mineral.
 Rini memakai kaca mata karena matanya sudah tidak normal
 Motif ekstrinsik
Motif Ekstrinsik adalah keinginan melakukan tindakan ekonomi yang
didorong oleh lingkungan atau orang lain. Contoh tindakan ekonomi yang
didorong motif ekstrinsik adalah sebagai berikut : Lala memakai sepatu warna
hitam saat pergi ke sekolah karena sudah menjadi peraturan sekolah.
B. Moral ekonomi dan rasionalitas tindakan ekonomi
1. Ekonomi Moral
Tindakan ekonomi dalam masyarakat yang berhubungan dengan ekonomi
moral, tidak hanya dihadapi oleh komunitas petani, tetapi juga oleh
komunitas pedagang.
a. Ekonomo moral petani
Dalam the Making of the english working class. E.P. Thompson
memperkenalkan konsep ekonomi moral (moral economi) dalam dunia
akademik. Konsep ini digunakan oleh James C.Scott untu menjelakan
tindakan ekonomi yang terjadi pada masyarakat Asia Tenggara. Dalam
bukunya, The Morral Economy of the Peasant: Rebelion and Subsistence
in South east Asia, Scott melihat tindakan ekonomi perdesaan di Asia
Tenggara berbeda dari tindakan ekonomi yang ada pada masyarakat
Barat.
Scott mendefinisikan ekonomi moral sebagai pengertian petani
tentang keadailan eknomi dan definisi kerja mereka tentang eksploitasi –
pandangan meraka tentang pungutan – pungutan terhadap hasil prosduksi
mereka mana yang dapat ditolenransi mana yang tidak dapat. Dalam

Page 4
mendefinisikan ekonomi moral, Scott, petani akan memerhatikan etika
subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat
mereka.
Etika subsistensi merupakan perspektif di mana petani yang
tipikal memandang tuntutan yang tidak dapat dielakkan atau sumber daya
yang dimilikinya dari pihak sesama warga desa, tuan tanah, atau pejabat.
b. Ekonomi moral pedagang
Padangan James C. Scott tersebut memeberikan inspirasi ulang
bagi Hans-Dieter Evers dan kawan – kawan untuk menulis ekonomi
moral pedagang. Evers dan kawan – kawan dalam buku meraka, The
Moral Economy of Trade :Ethnicity and Develoment Market ( 1994:7)
menyetujuan pendapat James Scott (1976:176) bahwa masyarakat petani
umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritasa yang tinggi dan dengan
suatu sistem nilai yang menenkankan tolong menolong, pemilikan
bersam sumber daya dan keamanan subsitensi. Terdapat bukti kuat
bahwa, bersama – sama dengan resiprositas, hak terhadap subsistensi
merupakan suatu prinsip moral yang aktif dalam tradisi desa kecil. Ini
direfleksikan pada tekanan – tekanan sosial terhadap orang yang relatif
berpunya didalam desa tersebut untuk membuka tangan dengan lebar
menyambut tetangga – tetangga atau kerabat – kerabat yang kurang
bernasip baik, tekanan yang menjadi ciri khas kehidupan didesa di Asia
Tenggara.
Dalam hal ini pedagang menghadapi dilema yaitu memilih antara
memenuhi kewajiban moral kepada kerabat- kerabatnya dan tetangga –
tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya
sendiri di satu pihak dan untuk mengakumulasikan modal dalam wujud
barang dan uang di pihak lain.
Evers (1994:7-8) menjelaskan. Para pedagang dalam masyarakat
petani dihadapkan dengan sejumlah masalah pokok. Pedagang mungkin
harus membeli berbagai komoditas dari petani – petani yang masuk

Page 5
anggota dari komunitas mereka sendiri, tetapi menjual komoditas
tersebut kepada pihak – pihak lain diluar desa mereka. Didesa mereka
sendiri, harga – harga dipengaruhi jika tidak daoat dianggap ditentukan
oleh suatu moral ekonomi terhadap harga – harga yang wajar.
2. Tindakan Ekonomi
Tindakan ekonomi menurut Portes (1995:3) bahwa tindakan ekonomi
merujuk pada kemampuan dalam dan penggunaan sarana – sarana yang langka.
Semua aktivitas yang diperlukan produksi, distribusi, dan konsumsi dari barang
– barang dan jasa – jasa langka, secara konvensional, dipandang sebagai
ekonomi. Aktor dalam ekonomi, seperti diasumsikan memiliki seperangkat
pilihan dan preferensi yang telah tersedia dan stabil. Tindakan aktor bertujuan
untuk memaksimalkan pemanfaatan (individu) dan keuntungan (perusahaan).
Tindakan tersebut di pandang rasional secara ekonomi. Adapun aktor dalam
sosiologi dipandang memiliki beberapa kemungkinan tipe tindakan ekonomi,
yaitu tindakan ekonomi rasional, tradisional, dan spekulatif-irrasional
(Weber,[1922] 1978:68-69).
Para sosiolog melihat tindakan ekonomi dapat sebagai suatu bentuk dari
tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan suatu tindakan individu yang
memiliki arti atau makna(meaning) subjektif bagi dirinya dan dikaitkan dengan
orang lain. Contoh: ketika gaya rambut anda berubah, dari sisiran kesamping,
dikenal dengan beatle, menjadi belah tengah, membuat para sahabat anda
memberikan bermacam komentar. Jawaban anda adalah,”cari suasana baru
saja!”. Maka aktivitas mengubah gaya rambut, apapun alasanya, dapat
dipandang sebagai tindakan sosial. Kenapa demikian? Apapun alasan anda, tetap
akan berujung pada keberakaitan dengan orang lain atau dikenal dengan konsep
sosial.
Tindakan ekonomi ada dua aspek, yaitu:
1) Tindakan ekonomi rasional
Tindakan ekonomi rasional adalah setiap tindakan manusia yang
dilandasi atas dasar pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan.

Page 6
Dengan demikian manusia dapat meningkatkan kehidupan ekonominnya.
Kata rasional mempunyai arti pikiran atau pertimbangan yang logis atau
masuk akal. Artian tindakan ekonomi rasional sendiri adalah setiap
tindakan manusia yang menguntungkan. Tindakan rasional diperlukan
manusia baik dalam kehidupan sehari – hari maupun dalam melakukan
usaha. Berdasarkan pertimbangan untung rugi, manusia dapat
meningkatkan kehidupan ekonominya. Pertimbangan yang rasional ini
dimulai dari hal kecil sampai hal yang besar.
Ciri-ciri tindakan ekonomi rasional:
a. Tindakan ekonomi itu untuk memperoleh kepuasan maksimal dengan
pengorbanan minimal. Hal itu dalam ilmu ekonomi dinamakan
prinsip ekonomi.
b. Tindakan ekonomi didorong oleh suatu kepentingan. Dorongan
semacam itu dalam ekonomi dinamakan motif ekonomi. Dengan
demikian tindakan ekonomi rasional berintikan penghematan,
pmendatangkan keuntungan, tepat pelakanaannya.
Contoh tindakan yang didasari tindakan ekonomi rasional:
Para siswa baru membeli pakaian seragam karena harganya lebih
murah jika dibandingkan menjahit di tukang jahit.
Pertimbangan raasional juga sangat penting dalam dunia usaha. Misalnya
dalam menentukan bahan baku yang termurah namun tetap sesuai
dengan standar kualitas yang ditetapkan. Solusinya, perusahaan dapat
saja mencari supplier ( pesurahaan yang menyediakan bahan baku) yang
memberikan harga paling rendah. Dapat juga dengan cara langsung
membeli pada daerah asal bahan baku tersebut. Dengan demikian,
perusahaan akan mendapatkan harga bahan baku yang murah, sehingga
lebih menguntungkan. Tindakan ekonomi selain dilakukan oleh
perseorangan dan kewirausahaan juga dilakukan oleh pemerintah.
Misalnya, pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengajak
masyarakat untuk memilih konsumsi yang lebih terjangkau, yang

Page 7
disuaikan dengan kebutuhan dan pendapatannya, serta pemerintah
membangun jalan dan jembatan agar hubungan satu tempat dengan
tempat lainnya berjalan lancar.
2) Tindakan ekonomi irrasional
Tindakan ekonomi irrasional adalah setiap tindakan manusia
dimana menurut perkiraan akan lebih menguntungkan tetapi kenyataan
justru merugikan. Sesorang yang bertindak irasional biasanya tidak
mempertimbangkan faktor biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan.
Contoh: ibu membeli beras di pasar yang jaraknya lebih dengan alasan
harga berasnya lebih murah, padahal jika dihitung total ongkos yang
dikeluarkan adalah sama atau bahkan lebih mahal.
C. Keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubungan sosial
Konsep ini digunakan untuk menjelaskan fenomena perilaku ekonomi
dalam hubungan sosial. Konsep keterlekatan, menurut Granovetter (1985),
merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat
(embedded) dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung di antara
para aktor. Ini tidak hanya terbatas terrhadap tindakan aktor individual sendiri
tetapi juga mencangkup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti penetapan
harga dan institusi – institusi ekonomi, yang semuanya terpendam dalam suatu
jaringan hubungan sosial. Adapun yang dimaksud jaringan hubungan sosial
ialah sebagai “suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang
sama di antara individu – individu atau kelompok – kelompok”. Cara seorang
terlekat dalam jaringan hubungan sosial adalah pentingnya dalam penentuan
banyaknya tindakan sosial dan jumlah dari hasil institusional. Misalnya dalam
produksi, distribusi, dan konsumsi sangat banyak dipengaruhi oleh keterlekatan
orang dalam hubungan sosial.
Granovetter (1985) menemukan, dalam literatur sosiologi dan ekonomi,
perdebatan antara kubu oversocialized,yaitu tindakan ekonomi yang kultural
dituntun oleh aturan berupa nilai dan norma yang diinternalisasi dan kubu
undersocialized, yaitu tindakan ekonomi yang rasional dan berorientasi pada

Page 8
pendacapaian keuntungan individual (self-interest), dalam menentukan apa yang
sebenarnya menuntun orang dalam perilaku ekonomi.
Sedangkan menurut Polanyi (1971 : 43,68) ekonomi dalam masyarakat pra-
industri melekat dalam institusi institusi sosial, politik, dan agama. Ini berati
bahwa fenomena seperti perdagangan, uang dan pasar diilhami tujuan selain
daro mencari keuntungan. Kehidupan ekonomi dalam masyarakat pra-industri
diatur oleh resiprosita dan redistribusi.
1. Resiprositas
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani maupun rohani,
manusia selalu berhubungan dengan manusia lain. Karena dalam setiap
kehidupan bermasyarakat, setiap warga pastiya memerlukan bantuan dari
orang lain, karena manusia terlahir menjadi makhluk sosial. Disinilah suatu
sistem pertukaran dalam segala aspek kehidupan terjadi. Sistem pertukaran
ini mempunyai peranan yang penting dalam memenuhi setiap kebutuhan
masyarakat terhadap barang maupun jasa. Untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia, pertukaran ini sering terjadi antar individu, individu dengan
kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Menurut Dalton (dalam
Sairin, dkk, 2002: 39) dalam ilmu Antropologi Ekonomi, pertukaran dilihat
dari gejala kebudayaan yang keberadaannya berdimensi luas, tidak sekedar
berdimensi ekonomi, tetapi juga agama, teknologi, politik, dan organisasi
sosial.
Secara sederhana resiprositas adalah pertukaran timbal balik antara
individu atau antar kelompok (Sairin, 2002: 43). Dalton (dalam Sairin, 2002:
42-43) menjelaskan bahwa resiprositas merupakan pola pertukaran sosial
ekonomi, yang mana dalam pertukaran tersebut, individu memberikan dan
menerima pemberian barang atau jasa karena kewajiban sosial. Terdapat
kewajiban orang untuk memberi, menerima dan mengembalikan kembali
pemberiandalam bentuk yang sama atau berbeda. Polanyi (dalam Sairin,
2002: 43) resiprositas dan redistribusi merupakan pola pertukaran dalam

Page 9
sistem ekonomi sederhana, sedangkan pertukaran pasar merupakan pola
dalam sistem ekonomi pasar.
Adanya kontrol sosial dan hubungan yang intensif dalam kehidupan
masyarakat Kelurahan Kauman, membuat warganya untuk berperilaku
sesuai aturan-aturan yang berlaku di masyarakat, termasuk pertukaran
barang dan jasa didalamnya. Dalam kenyataanya, proses resiprositas dapat
berlangsung sepanjang hidup seorang individu dalam masyarakat, bahkan
mungkin sampai diteruskan oleh anak keturunannya (Sairin, 2002: 47).
Proses resiprositas biasa terjadi di dalam kehidupan masyarakat,
misalnya sumbang menyumbang ketika ada acara hajatan, saling
memberikan hadiah, gotong royong, dan lain-lain. Halperin dan Dow (dalam
Sairin, 2002: 47-48) mengatakan bahwa keberadaan resiprositas juga
ditunjang oleh struktur masyarakat yang egaliter, yaitu suatu masyarakat
yang ditandai dengan rendahnya tingkat stratifikasi sosial, sedangkan
kekuasaan politik relatif terdistribusi merata dikalangan warganya. Struktur
masyarakat yang egaliter ini memberi kemudahan bagi warganya untuk
menempatkan diri dalam kategori sosial yang sama ketika mengadakan
kontak resiprositas.
2. Resdistribusi
Redistribusi merupakan suatu bentuk kerja sama individu – individu
anggota suatu masyarakat atau suatu kelompok dalam menmanfaatkan
sumber daya yang dimiliki. Redistribusi berati suatu proses perpindahan hak
dari satu orang ke orang lain atau dari satu kelompok ke kelompok yang lain,
biasanya yang berpindah adalah barang dan jasa (Sairin, 2001 : 68). Hal
yang membedakan redistribusi dan resiprositas adalah pada hal
pelaksanaannya, dimana redistribusi memang murni penyaluran suatu barang
atau jasa tanpa ada maksud apa – apa di balik penyaluran barang dan jasa
tersebut.
Sedangkan resiprostas masih ada unsur balas jasa dalam hal
pelaksanaannya. Perpindahan ini dibedakan oleh Polanyi atas 2 perpindahan

Page
10
yang bersifat transaksional (transactional movements) yang umumnya terjadi
dalam kelompok dan perpindahan yang bersifat disposional (disposional
movements) yang merupakan antar kelompok dengan kelompok yang lain.
Pada perpindahan disposional salah satu pihak memperoleh keuntungan
yang lebih dibanding pihak lain.
Pemerintah dan penawaran bukan sebagai pembentuk tetapi harga tetapi
lebih kepada tradisi atau otoritas politik.sebaliknya dalam masyarakat modern,
“pasar yang menetapkan harga” diatur oleh suatu logika baru, yaitu logika yang
menyatakan bahwa tindakan ekonomi tidak mesti melekat dalam masyarakat.
Dengan kata lain, ekonomi terstruktur atas dasar pasar yang mengatur dirinya
sendiri dan secara radikal melepaskan dirinya dari institusi sosial lainya untuk
berfungsi menurut hukumnya. Jadi ekonomi dalam tipe masyarakat seperti ini
diatur oleh harga pasar yang mana manusia berperilaku dalam suatu cara tertentu
untuk mencapai perolehan yang maksimum.
Dalam keterlekatan ekonomi dalam masyarakat, Polanyi mengajukan
tiga tipe proses ekonomi yaitu “resiprositas, redistribusi, dan pertukaran”. Ketiga
tipe itu terjadi apabila hubungan timbal balik antara individu – individu sering
dilakukan. Hal ini bisa terjadi karena adanya komunitas politik yang terpusat.
Misalnya dari kerajaan – kerajaan Jawa tradisional, raja mempunyai hak untuk
mengumpulkan pajak dari rakyatnya. Sebaliknya rakyat akan mendapat
perlindungan keamanan maupun “berkah” dari pusat (Raja).
Contoh redistribusi: pajak sebagai redistribusi pendapatan berati bahwa orang
pribadi atau badan yang berpenghasilan tinggi akan membayar lebih kepada
negara untuk membantu membangun sarana dan insfrastruktur yang dapat
dignakan untuk semua. Dengan demikian, orang dengan pendapatan rendah akan
mendapatkan manfaat secara tidak langsung dari pendapatan orang yang
berpenghasilan tinggi.
Keterlekatan moral dalam ekonomi menyebabkan para pengusaha dalam
posisi dilematis antara mengedepankan orientasi materialis dan melaksanakan
nilai-nilai sosial (Granovetter, 1985, Evers, 1994). Sebagai homo economicus

Page
11
profit-oriented merupakan tujuan utama. Namun, di sisi lain nilai moral juga
perlu dipertimbangkan mengingat konteks sosio-kultural melekat kuat dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam posisi demikian, para pengusaha di Sriharjo
tidak memposisikan diri pada kutub rasionalitas tertentu, melainkan berupaya
menyeimbang- kan antara keduanya. Usaha-usaha untuk mengedepankan
kepentingan pribadi tetap ada tanpa harus mengesampingkan nilai kebersamaan.
Bahkan terdapat kecenderung- an bahwa nilai bersama lebih diutamakan dan
diformalisasikan dalam kelompok atau organisasi.
Salah satu nilai kebersamaan yang melekat kuat di masyarakat
Pelemmadu adalah “tuna sathak bathi sanak” yang artinya sedikit merugi
namun tambah persaudaraan. Nilai tersebut membentuk kerangka berpikir
pengusaha untuk menentukan tindakan ekonominya, terutama dalam penentuan
harga jual. Pertimbangannya tidak melulu orientasi keuntungan yang berlipat,
namun juga kekeluargaan. Memang, apabila dicermati pada dasarnya tujuan
utamanya adalah masih profit-oriented namun jangka panjang, terutama pada
pelanggan. Keuntungan yang diambil tidak begitu banyak, bahkan merugi demi
tetap menjaga relasi sosial. Nilai tersebut tidak hanya berlaku antara pengusaha
dan distributor, melainkan sesama pengusaha.
D. Teori pertukaran sosial dan pilihan rasional
1. Teori pertukaran
Teori pertukaran melihat dunia ini sebagai arena pertukaran, tempat
orang – orang saling bertukar ganjaran / hadiah. Apapun bentuk perilaku sosial
seperti persahabatan, perkawinan, atau perceraian tidak lepas dai soal
pertukaran. Semua berawal dari pertukaran, begitu kata tokoh teori pertukaran.
Apabila kita pahami dari berbagai pemikiran teori yang dikemukakan oleh
George Caspar Homans, Peter M. Blau, Richard Emerson, John Thibout dan
Harold H. Kelly maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa teori pertukaran
memiliki asumsi dasar sebagai berikut:
a. Manusia adalah Makhluk yang Rasional, Dia Memperhitungkan Untung dan
Rugi

Page
12
Teori pertukaran melihat bahwa manusia terus menerus terlibat dalam
memilih di antara perilaku – perilaku alternatif, dengan pilihan
mencerminkan cost and reward (biaya dan ganjaran) yang diharapkan
berhubungan dengan garis – garis perilaku akternatif itu.
Dalam rangka interaksi sosial, aktor mempertimbangkan keuntungan
yang lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkannya (cost benefit rasio).
Oleh sebab itu, semakin tinggi ganjaran (reward) yang diperoleh makin besar
kemungkinan suatu peliraku akan diulang. Sebaliknya, makin tinggi biaya
atau ancaman hukuman (punishment) yang akan diperoleh maka makin kecil
kemungkinan perilaku yang sama akan di buang.
b. Perilaku pertukaran sosial terjadi apabila:
 Perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan – tujuan yang hanya
dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain
 Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian
tujuan – tujuan tersebut.
Asumsi dari Blau ini, menurut Poloma (1984), juga sejalan dengan
pemikiran Homans tentang pertukaran. Perilaku sosial terjadi melalui
interaksi sosial yang mana para pelaku berorientasi pada tujuan.
c. Transaksi – transaksi pertukaran terjadi hanya apabila pihak yang terlibat
memperoleh keuntungan dari pertukaran itu.
Sebuah pertukaran tidak akan terjadi apabila dari pihak – pihak yang
terlibat ada yang tidak mendapatkan keuntungan dari suatu transaksi
pertukaran. Keuntungan dari suatu pertukaran, tidak selalu berupa ganjaran
ekstrinsik seperti uang, barang – barang atau jasa, tetapi juga bisa ganjaran
intrinsik seperti kasih sayang, kehormatan, kecantikan atau keperkasaan.
2. Pilihan rasional
Pilihan rasional (rational chice), seperti yang dikembangkan oleh para
ekonom dan khusunya seperti yang terermin dalam karya dari Gary Backer
tentang The Economic Approach to Human Behavior (1976) mulai dari beberapa
unit atau aktor yang diasumsikan memaksimumkan keajegan perilaku yang

Page
13
diantisipasi atau diharapkan akan membawaimbalan atau hasil di masaakan
datang.
Secara umum pilihan rasional mengasumsikan bahwa tindakan manusia
mempunyai makud dan tujuan yang dibimbing oleh hirarrki yang tertata rapi
dari preferensi. Dalam hal ini rasional berarti:
a) Aktor melakukan perhitungan dari pemanfaatan atau preferensi dalam
pemilihan suatu bentuk tindakan.
b) Aktor juga menghitung biaya bagi setiap jalur perilaku.
c) Aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan
tertentu.
E. Teori pilihan rasional
Buchanan (1972) menjelaskan bahwa Teori Pilihan Rasional adalah teori
ekonomi neoklasik yang diterapkan pada sektor publik yang mencoba
menjembatani antara ekonomi mikro dan politik dengan melihat pada tindakan
warga, politisi, dan pelayan publik sebagai analogi terhadap kepentingan pribadi
dan konsumen. Jika demikian, maka kita harus melihat bagaimana Adam Smith,
pengarang The Wealth of Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang betindak
untuk mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible
hand” menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh
masyarakat”.Buchanan dan Tullock (1962) menyebutkan dua asumsi kunci teori
pilihan rasional.
1. Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan utilitas
(kegunaan). Hal ini berarti preferensi individunya akan mengarah pada
pilihan-pilihan yang dapat memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan
biaya.
2. Hanya individu yang membuat keputusan, bukan kolektif. Hal tersebut
dikenal sebagai metodologis individualisme dan menganggap bahwa
keputusan kolektif adalah agregasi dari pilihan individu.
Heckathorn, dalam (Ritzer and Smart, 2001), memandang bahwa
memilih itu sebagai tindakan yang bersifat rasional dimana pilihan tersebut

Page
14
sangat menekankan pada prinsip efisiensi dalam mencapai tujuan dari sebuah
tindakan.
Menurut James S Coleman (1988;1990) Teori pilihan rasional berada
dalam tataran middle range theory yang berlandaskan kepada teori umum (grand
theory), yakni tindakan rasional yang digagas oleh Max Weber. Berlandaskan
grand theory dari Weber mengenai rasionalitas atau lebih spesifiknya adalah
tindakan rasional, serta perspektif pilihan rasional pada tataran middle range
theory seperti yang dikemukakan oleh Coleman, maka periode waktu terakhir ini
berkembang studi-studi yang mengkaji kapital sosial secara khusus, dan
representasi kapital secara umum dari sudut pandang Sosiologi Ekonomi,
dikaitkan dengan pengambilan keputusan transaksi sosial ekonomi.
Coleman juga menjelaskan bahwa sosiologi memusatkan perhatian pada
sistem sosial, dimana fenomena makro harus dijelaskan oleh faktor internalnya,
khususnya oleh faktor individu. Alasan untuk memusatkan perhatian pada
individu dikarenakan intervensi untuk menciptakan perubahan sosial. Sehingga,
inti dari perspektif Coleman ialah bahwa teori sosial tidak hanya merupakan
latihan akademis, melainkan harus dapat mempengaruhi kehidupan sosial
melalui intervensi tersebut. Fenomena pada tingkat mikro selain yang bersifat
individual dapat menjadi sasaran perhatian analisisnya. Interaksi antar individu
dipandang sebagai akibat dari fenomena yang mengemuka di tingkat sistem,
yakni, fenomena yang tidak dimaksudkan atau diprediksi oleh
individu.
Intervensi merupakan sebuah campur tangan yang dilakukan oleh
seseorang, dua orang atau bahkan yang dilakukan oleh Negara. Dari adanya
intervensi tersebutlah yang kemudian diharapkan mampu menciptakan sebuah
perubahan sosial. Individu memang memegang peranan yang sangat penting di
dalam sebuah sistem sosial. Karena pada dasarnya, individulah yang
menentukan berjalan tidaknya suatu sistem tersebut. Bahkan sebelum sistem itu
terbentuk, dari tiap individulah yang dikumpulkan dan dijadikan satu kemudian
disusun untuk menghasilkan sebuah sistem.

Page
15
Teori pilihan rasional Coleman ini tampak jelas dalam gagasan
dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan
tersebut adalah tindakan yang ditentukan oleh nilai atau preferensi (pilihan).
Coleman menyatakan bahwa memerlukan konsep tepat mengenai aktor rasional
yang berasal dari ilmu ekonomi yang melihat aktor memilih tindakan yang dapat
memaksimalkan kegunaan ataupun keinginan serta kebutuhan mereka. Ada dua
unsur utama dalam teori Coleman, yaitu aktor dan juga sumber daya.
1. Sumber daya ialah setiap potensi yang ada atau bahkan yang dimiliki.
Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya alam, yaitu sumber daya
yang telah disediakan atau potensi alam yang dimiliki dan juga sumber daya
manusia, yaitu potensi yang ada dalam diri seseorang. Sedangkan aktor
ialah seseorang yang melakukan sebuah tindakan. Dalam hal ini ialah
individu yang mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik yaitu aktor.
2. Aktor dianggap sebagai individu yang memiiki tujuan, aktor juga memiliki
suatu pilihan yang bernilai dasar yang digunakan aktor untuk menentukan
pilihan yaitu menggunakan pertimbangan secara mendalam berdasarkan
kesadarannya, selain itu aktor juga mempunyai kekuatan sebagai upaya
untuk menentukan pilihan dan tindakan yang menjadi keinginannya.
Sedangkan sumber daya adalah dimana aktor memiliki kontrol serta
memiliki pandangan terhadap dua pemaksa utama tindakan. Pertama adalah
keterbatasan sumber daya, bagi aktor yang mempunyai sumber daya besar,
maka pencapaian tujuan cenderung lebih mudah. Hal ini berkorelasi dengan
biaya, pemaksa utama, dan yang kedua adalah tindakan aktor individual,
tindakan aktor individual disini adalah lembaga sosial.
Oleh karenanya, berdasarkan penjelasan di atas maka dalam tindakan
rasional ada beberapa kata kunci yang harus dikaitkan satu dengan yang lainnya,
yakni aktor (yang diasumsikan rasional); pilihan dari beragam sumber yang
tersedia; penguasaan atas sumber-sumber itu oleh si aktor; dan kepentingan
pribadi. Dengan demikian timbul pertanyaan mengapa Coleman tidak mengacu
kepada pemikiran Fungsionalisme Struktural dalam menjelaskan teori pilihan

Page
16
rasional. Hal ini tidak terlepas dari kritiknya terhadap aliran sosiologi dan aliran
ekonomi, yakni dua aliran yang berupaya menjelaskan kapital sosial hingga
dekade 1980-an.
Kritik yang dikemukakan adalah mengenai cacat yang sangat fatal bagi
perkembangan teori yang tidak mempertimbangkan atau mengabaikan aktor
yang memiliki dalam tanda petik “mesin tindakan”. Kritik itu ditujukan kepada
aliran sosiologi yang menganggap aktor itu dibentuk oleh lingkungan (sistem
atau struktur), bersifat pasif, serta tidak memiliki kekuatan dari dalam untuk
menentukan tindakannya. Faktanya dalam dunia sosial tidaklah demikian.
Menurut Coleman, individu manusia bukan hanya sekedar tempat ataupun
media bagi bekerjanya suatu struktur sosial.

Page
17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hal – hal atau alasan yang mendorong sesorang melakukan kegiatan
ekonomi di sebut motif ekonomi. Motif ekonomi tersebut sebagi berikut: Motif
mencapi kemakmuran, Motif memperoleh penghargaan, Motif mencapai
kekuasaan ekonomi, Motif sosial atau membantu sesama, Motif memperoleh
keuntungan atau laba. Motif perilaku ekonomi terbagi dalam dua aspek: Motif
intrinsik, Motif ekstrinsik. Tindakan ekonomi dalam masyarakat yang
berhubungan dengan ekonomi moral, tidak hanya dihadapi oleh komunitas
petani, tetapi juga oleh komunitas pedagang. Tindakan ekonomi sendiri terdapat
dua aspek yaitu tindakan ekonomi rasional dan tindakan ekonomi irrasional.
Keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubungan sosial merupakan
tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat (embedded)
dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung di antara para aktor, dan
tidak hanya terbatas terhadap tindakan aktor individual sendiri, tetapi juga
mencangkup perilaku ekonomi yang lebih luas. Teori pertukaran melihat dunia
ini sebagai arena pertukaran, tempat orang – orang saling bertukar ganjaran /
hadiah. Teori pilihan rasional menurut Adam Smith, pengarang The Wealth of
Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang betindak untuk mengejar kepentingan
pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible hand” menghasilkan
keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh masyarakat”
B. Saran

Page
18
DAFTAR PUSTAKA

Polanyi, Kari 1944. The Great Transformation. The political and Economic Original of
Our Time. New York: Beacon Press Book
Damsar. (2011). Pengantar Sosiologi ekonomi. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.
Coleman, J. 2008 Dasar – Dasar Teori Sosial. Bandung : Nusa Media.
Sairin, Sjafri, dkk.2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Machmud, Eka. M. 2015 Transaksi dalam Teori Exchange Behaviorism George Caspar
Homans (Perspektif Ekonomi Syariah),Vol.8, No. 2, 257-280.
Widianto, Arif.A. 2016. Mengkompromikan Yang Formal Dan Moral:
Rasionalitas Tindakan Ekonomi Pengusaha Home Industry Di Sriharjo, Bantul,
Yogyakarta.
Coleman, J.S. 1988. Social Capital in The Creation of Human Capital. American
Journal of Sociology. Vol, 94.
Coleman, J.S. 1990. Foundation of Social Theory.Cambridge MA. Belknap
Scott, James. 1976 .The Moral Economy of The Peasant.New Haven, Conn,;Yale
University Press.
Granovetter. 1985. Economic Action And Social Structure The Problem Of
Embededdedness. Vol 91,No.3, 481-510.

Page
19

Anda mungkin juga menyukai