Anda di halaman 1dari 23

Paper

Konfidensialitas Masalah Anak Dengan Adanya

Keterlibatan Orang Tua Dalam Terapi

Oleh :
Leonardus Bayu Agung Prakoso
17014101010
Masa KKM : 12 November 2018 – 09 Desember 2018

Pembimbing :
dr. Anita E. Dundu, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Paper yang berjudul

“Konfidensialitas Masalah Anak Dengan Adanya

Keterlibatan Orang Tua Dalam Terapi”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada November 2018

Oleh:

Leonardus Bayu Agung Prakoso


17014101010
Masa KKM : 12 November 2018 – 09 Desember 2018

Pembimbing :

dr. Anita E. Dundu, Sp.KJ


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2

A. Konsep Peranan Ganda Seorang Dokter ............................................ 2

B. Definisi ............................................................................................... 2

C. Konsep Terapi Keluarga ..................................................................... 5

D. Hak dan Kewajiban Dokter ................................................................ 9

E. Rahasia Kedokteran ............................................................................ 11

F. Pendekatan Terapi Keluarga............................................................... 17

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20

i
BAB I

PENDAHULUAN

Konfidensialitas berasal dari kata latin confidere, yang berarti mempercayai,

misalnya, seorang yang datang berobat kedokter, terpaksa ia harus menceritakan

hal-hal yang tidak enak rasanya bila diketahui oleh orang lain. Informasi

konfidensial itu di sampaikan atas dasar kepercayaan, dalam arti bahwa dokter

yang dipercayakan informasi tersebut tidak akan memberitahukan kepada orang

yang lain.1

Konfidensialitas merupakan suatu kewajiban penting bagi para tenaga

medis. Dalam hubungan dengan dokter, seorang pasien sering harus

menyampaikan hal-hal yang harus konfidensial. Kewajiban konfidensialitas

medik sepadan dengan hak atas privacy pada pihak pasien. Tetapi kewajiban itu

pun tidak bersifat mutlak, berarti ada pengecualiaan demi kepentingan yang lebih

tinggi daripada perlindungan privacy pasien.2

Suatu informasi konfidensialitas disampaikan atas dasar kepercayaan, dalam

arti bahwa dokter yang dipercayakan informasi tersebut tidak akan

memberitahukannya kepada orang lain. Kebanyakan dari informasi yang seorang

pasien berikan kepada dokter dan dimana dokter mengumpulkan informasi

tersebut dalam tugas profesionalnya adalah rahasia. Dengan ini mengartikan

bahwa dokter tidak boleh membocorkan informasi tersebut kepada orang lain

tanpa persetujuan dari pasien.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Peranan Ganda Seorang Dokter

Peran pertama adalah sebagai ahli klinik sehingga objek akan berstatus

sebagai pasien dengan segala hak dan kewajibannya. Tujuan tindakan dokter

disini adalah pemulihan kesehatan pasien dengan melakukan berbagai tindakan

medik. 1,2

Peran kedua adalah sebagai ahli forensik yang bertugas membantu proses

pengadilan dalam pembuatan Visum et Repertum untuk penyelidikan. Maka

korban akan berstatus sebagai benda bukti, dan telah diatur dalam peraturan

perundang-undangan secara impertaif. Tindakan yang dilakukan dokter adalah

pemeriksaan forensi yang bertujuan untuk menegakkan keadilan. 1,2

Kedua peran ini harus dibedakan dengan tegas, karena akan membawa

konsekuensi hukum yang berbeda sifatnya. Hak dan tanggung jawab/ kewajiban

dokter sebagai ahli klinik sangat berbeda peranannya sebagai ahli forensik,

walaupun terjadi pada satu kasus dan pada saat yang bersamaan.1,2

B. Definisi

Konfidensialitas berasal dari kata latin confidere, yang berarti mempercayai,

misalnya, seorang yang datang berobat kedokter, terpaksa ia harus menceritakan

hal-hal yang tidak enak rasanya bila diketahui oleh orang lain. Informasi

konfidensial itu di sampaikan atas dasar kepercayaan, dalam arti bahwa dokter

yang dipercayakan informasi tersebut tidak akan memberitahukan kepada orang

yang lain.1

2
Konfidensialitas medik merupakan suatu kewajiban penting bagi para

tenaga medis. Dalam hubungan dengan dokter, seorang pasien sering harus

menyampaikan hal-hal yang harus konfidensial. Kewajiban konfidensialitas

medik sepadan dengan hak atas privacy pada pihak pasien. Tetapi kewajiban itu

pun tidak bersifat mutlak, berarti ada pengecualiaan demi kepentingan yang lebih

tinggi daripada perlindungan privacy pasien.2

Kebanyakan dari informasi yang seorang pasien berikan kepada dokter, dan

dimana dokter mengumpulkan informasi tersebut dalam tugas profesionalnya,

adalah rahasia. Dengan ini mengartikan bahwa dokter tidak boleh membocorkan

informasi tersebut kepada orang lain tanpa persetujuan dari pasien. Beauchamp &

childress menjelaskan kerahasiaan pribadi sebagai berikut ketika seseorang

membuka informasi kepada orang lain dan orang lain yang diberikan informasi

secara terbuka berjanji untuk tidak membocorkan informasi tersebut kepada pihak

ketiga tanpa persetujuan dari yang mempercayakan.3

Empat dasar kepentingan tentang kerahasian pribadi

1. Penghargaan terhadap wewenang pribadi pasien

Prinsip penting dalam etika medis adalah menghargai wewenang pribadi

pasien. Prinsip ini menegaskan hak-hak pasien untuk memiliki kendali terhadap

hidupnya sendiri. Menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki hak untuk

menentukan siapa yang sebaiknya memiliki akses ke informasi pribadi tentang

dirinya sendiri. 5

2. Pernyataan janji

Beberapa pandangan tentang hubungan dokter-pasien telah memiliki unsur

dari sebuah kontrak pernyataan. Kontrak semacam ini dapat termasuk didalamnya

3
sebuah pernyataan janji bahwa para dokter menjaga informasi tentang pasiennya

sebagai rahasia. Para pasien pada umumnya mengharapkan pada dokter untuk

menjadikan informasinya rahasia, dan garis pedoman profesi pentingnya

standarisasi yang tinggi dalam kerahasiaan. Tentu saja, kerahasiaan adalah salah

satu pusat dari kedokteran universal.para pasien akan secara beralasan percaya

bahwa ketika mereka datang kepada dokternya akan ada kesepahaman bahwa apa

yang mereka katakan akan terjaga kerahasiaannya. Jika sang dokter kemudian

melanggar kerahasiaan, pasien dapat merasa bahwa sang dokter terlah melanggar

pernyataan janji.5

Namun terdapat dua masalah dalam pandangan ini,: pertama, tidak pernah

ada pernyataan janji secara langsung, jadi masalah tentang pernyataan janji

menjadi semacam fiksi, dan kedua, ini mengangkat seluruh masalah tentang

mengapa begitu penting untuk menjaga janji. Alasan pentingnya menjaga janji

lebih cenderung menjadi dasar satu dari sekian banyak teori yang mendukung

kerahasiaan.5

3. Kode Etik

Tidak seperti wewenang pribadi pasien, kode etik kebanyakan cenderung

berfokus pada posisi seorang dokter ketimbang pasien. Salah satu karakteristik

seorang dokter yang baik adalah bahwa ia dapat dipercaya dan menghargai

kerahasiaan pasien.5

4. Hukum Konsekuensi

Dalam gambaran ini adalah tentang konsekuensi tentang pelanggaran

kerahasiaan yang menentukan keseriusan dari pelanggaran, dan tentu saja, itu

mendasari apakah pelanggaran kerahasiaan itu salah sejak awal. Ada beberapa

4
jenis konsekuensi yang berbeda yang terkait disini, dan analisa dari situasi

tergantung dari sisi mana pelanggaran kerahasiaan itu di tinjau.5

Beberapa kepentingan konsekuensi: pasien marah dan kecewa, kehilangan

kepercayaan pada dokter tertentu; kehilangan kepercayaan menunjukkan pada

penerimaan pelayanaan kesehatan yang minim akibat keengganan untuk menemui

sang dokter; pasien kehilangan kepercayaan pada sebagian besar dokter dan ini

mungkin mengarah pada minimnya pelayanan kesehatan yang di terimanya.5

Jika profesi ini tidak menetapkan standarisasi yang sangat tinggi terhadap

kerahasiaan maka para pasien bisa saja tidak memiliki kepercayaan yang cukup

kepada para dokter, yang menghasilkan minimnya angka kesehatan.5

C. Konsep Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola

interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga.

Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada

terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya, klien

yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa

terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut teori awal dari

psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab

dari perilaku maladaptive.3,4

Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh

seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola

komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian

ini menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :2,3

5
1. the double bind (ikatan ganda)

Dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat salah satu anggota

membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar keadaan tetap

stabil.

2. family homeostasis (kestabikan keluarga)

Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam. Oleh karena

itu, untuk meningkatkan fungsi anggota keluarga maka sistem dalam keluarga

musti dipengaruhi dengan melibatkan seluruh anggota keluarga bukan

individual/perorangan.

Adanya gangguan dalam pola komunikasi keluarga adalah inti dari double

bind. Ini terjadi bila korban menerima pesan yang berlawanan/bertentangan yang

membuat sulit bertindak konsisten dan memuaskan. Anak diberitahukan bahwa ia

harus asertif dan membela haknya namun diwaktu yang sama dia diharuskan

menghormati orangtuanya, tidak menentang kehendaknya, dan tidak pernah

menanyakan/menuntut kebutuhan mereka. Apa yang dikatakan berbeda dengan

yang dilakukan. Keadaan ini selalu ditutupi dan disembunyikan, sehingga si

„korban‟ tidak pernah menemukan sumber dari kebingungannya. Jika komunikasi

ini (double bind communication) terjadi berulang kali, akan mendorong perilaku

skizoprenik 3,4

Kemudian timbul kontrovesi mengenai teori double bind ini, khususnya

dengan faktor gentik dan sosiologi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia. Hal

ini kemudian melahirkan penelitian untuk pengembangan terapi keluarga.3,4

Teori keluarga memiliki pandangan bahwa keluarga adalah fokus unit

utama. Keluarga inti secara tradisional dipandang sebagai sekelompok orang yang

6
dihubungkan oleh ikatan darah dan ikatan hukum. Fungsi keluarga adalah sebagai

tempat saling bertukar antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik

dan emosional setiap individu. Untuk menjaga struktur mereka, sistem keluarga

memiliki aturan, prinsip-prinsip yang memungkinkan mereka untuk melakukan

tugas-tugas hidup sehari-hari. Beberapa peraturan yang dinegosiasikan secara

terbuka dan terang-terangan, sedangkan yang lain terucap dan rahasia. Keluarga

sehat memiliki aturan yang konsisten, jelas, danditegakkan dari waktu ke waktu

tetapi dapat disesuaikan dengan perubahan perkembangan kebutuhan keluarga.

Setiap anggota keluarga memiliki peranan yang jelas terkait dengan posisi sosial

mereka. 3

Terapi keluarga sering dimulai dengan fokus pada satu anggota keluarga

yang mempunyai masalah. Khususnya, klien yang diidentifikasi adalah remaja

laki-laki yang sulit diatur oleh orang tuanya atau gadis remaja yang mempunyai

masalah makan. Sesegara mungkin, terapis akan berusaha untuk mengidentifikasi

masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua

anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan

umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga

bermasalah sering percaya pada pemahaman tentang arti penting dari

komunikasi.3,4

Terapi keluarga mengajarkan penyelesaian tanpa paksaan, mengajarkan

orang tua untuk menetapkan kedisiplinan pada anak-anak mereka, mendorong tiap

anggota keluarga untuk berkomunikasi secara jelas satu sama lain, mendidik

anggota keluarga dalam prinsip perubahan perilaku, tidak menekankan kesalahan

7
pada satu anggota akan tetapi membantu anggota keluarga apakah hyarapan

terhadap anggota yang lain masuk akal. 3,4

Pendekatan berpengaruh yang lain disebut strategi atau terapi keluarga

terstruktur. Disini terapis berusaha menemukan problem utama dari masalah klien

dalam konteks keluarga, bukan sebagai masalah individual. Tujuannya adalah

untuk mengurangi sikap menyalahkan yang mengarah pada satu orang.

Contohnya, terapis menyampaikan bahwa perilaku menentang dan agresif dari

remaja mungkin adalah tanda dari ketidakamanan remaja atau alasan untuk

mendapatkan perhatian yang lebih dari ayahnya. Pada banyak keluarga yang

mengalami stress, pesan emosional begitu tersembunyi sehingga anggota keluarga

lebih sering berbicara tanpa berbuat. Mereka sering mengasumsikan bahwa

mereka dapat “saling membaca pikiran masing-masing”.2,3

Saat ini, terapi keluarga terstruktur telah disesuaikan untuk membawa faktor

budaya yang mungkin berpengaruh pada terapi keluarga dari kelompok etnis

tertentu. Untuk membawa keluarga ke terapi, membuat mereka tetap kembali,

harus ada perjanjian keluarga yang disusun untuk menghindari hal-hal berikut : 2,3

1. penolakan anak untuk mengikuti terapi,

2. sikap ambivalen ibu dalam memasukkan keluarganya ke dalam terapi,

3. penolakan keberadaan seorang ayah dalam keluarga, dan anggota

keluarga tetap berusaha menjaga rahasia keluarga dari orang asing.

Terapi keluarga biasanya diberikan saat pasien sudah dewasa sebagai hasil

dari keluarga yang patologis. Terapi individual mungkin tidak berguna karena

kondisi keluarga yang tidak mendukung.

8
Kondisi keluarga itu bisa mengganggu kepribadian dan tingkah laku pasien.

Namun jika memungkinkan, tritmen bagi penderita skizofrenia atau borderine

yang masih awal dengan memanfaatkan seluruh anggota yang ada mungkin bisa

berguna. Terapi dimulai dengan fokus pada masalah yang dialami pasien dalam

keluarga dan kemudian anggota keluarga menyampaikan/memberikan kontribusi

masing-masing. Terapis bertugas untuk mendorong seluruh anggota keluarga

untuk mau terasa terlibat dalam masalah yang ada bersama-sama. 2,3

Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika :

1. Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga

2. ketidak harmonisan seksual atau perkawinan

3. konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan

D. Hak dan Kewajiban Dokter

- Hak Dokter Menurut Undang-Undang

Adanya perlindungan hukum bagi dokter, ini mengingat bahwa pekerjaan

dokter di anggap sah sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dan

bahkan pekerjaan seorang dokter harus bebas dari intervensi pihak lain, dan bebas

dari kekerasan. Jika pun terdapat dugaan “malpraktek” harus melalui proses

pembuktian hukum terlebih dahulu, termasuk diantaranya tentu saja seorang

dokter memperoleh pembelaan hukum.6,7

Di dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran, pada pasal 50

disebutkan adanya hak-hak dokter, yakni: 6,7

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang sesuai standar profesi dan

Standar Operasional Prosedur

9
2. Memberikan pelayanan medik menurut standar profesi dan Standar

Operasional Prosedur

3. Memperoleh info yang jujur dan lengkap dari pasien atau keluarga pasien.

4. Menerima imbalan jasa.

- Kewajiban Dokter Menurut Undang-Undang

Sumber dari dasar hukum kewajiban dokter , antara lain : 7

 Kewajiban Dokter (PP No. 32-1996)

Pasal 21

Mematuhi standar operasional tenaga kesehatan

Pasal 22

1. Menghormati hak pasien

2. Menjaga kerahasiaan pasien

3. Memberikan informas kondisi dan tindakan yang akan dilakukan

4. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

5. Membuat dan memelihara rekam medis

 Kewajiban Dokter (UU No. 29-2004)

Pasal 51

1. Memberikan pelayanan medik sesuai standar profesi dan standar

prosedur serta kebutuhan medis pasien

2. Merujuk pasien kedokter lain apabila tidak mampu

3. Merahasiakan segala sesuatu tentang pasien

4. Melakukan pertolongan darurat

5. Menambah pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran

10
 Kewajiban Dokter (“KODEKI”-18 pasal)

 Kewajiban Umum (9):

1. Menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter

2. Melakukan profesi menurut ukuran yang tertinggi

3. Tidak boleh di pengaruhi untuk keuntungan pribadi

4. Tidak bertentangan dengan etik

5. Tiap perbuatan yang melemahkan daya tahan hanya untuk

kepentingan penderita

6. Berhati-hati menerapkan tekhnik/pengobatan baru

7. Memberi keterangan yang terbukti kebenarannya

8. Mengutamakan kepentingan masyarakat, menjadi pendidik dan

pengabdi masyarakat

9. Bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat.

 Kewajiban terhadap penderita (5):

1. Melindungi hidup mahluk insani

2. Tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya,

jika tidak mampu wajib rujuk.

3. Memberikan kesempatan pada penderita untuk berhubungan dengan

orang lain.

4. Merahasiakan rahasia penderita

5. Wajib melakukan pertolongan darurat

11
E. Rahasia kedokteran

Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus di rahasiakan mengenai apa

yang diketahui dan di dapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran,

baik yang menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau , baik pasien

yang masih hidup maupun yag sudah meninggal.3

- Hakekat Rahasia Kedokteran

1. Rahasia Jabatan dan Rahasia Pekerjaan

Rahasia jabatan bukan berdasarkan azas kepercayaan, diwajibkan bagi pejabat

negara (rahasia dokter sebagai pejabat struktural) sedangkan rahasia pekerjaan

berdasarkan azas kepercayaan.6

2. Azas Kepercayaan

Profesi kedokteran (bidang kesehatan) baru dapat berlangsung bila ada

kerelaan pasien untuk mengungkapkan keadaan dirinya, termasuk hal-hal yang

amat pribadi. Bentuk pengungkapan diri pasien dalam hubungannya dengan

prefesi kedokteran meliputi tindakan anamnesis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan laboratorik. Hal ini berarti semua data pribadinya diserahkan pada

tangan dokter yang memeriksanya (beserta staf medis lainnya).6

Dalam keadaan memerlukan bantuan medik, seorang pasien berada dalam

situasi konflik. Di satu pihak, pasien menderita dan memerlukan bantuan orang

lain (dokter), tetapi di pihak lain pasien juga menginginkan rahasianya tetap utuh,

demi ketentraman batin dan integritas pribadinya. Nampaknya pasien yang datang

ke dokter harus mengorbankan kepentingannya yang kedua (rahasia pribadi).6

Tradisi profesi kedokteran ternyata menghargai kerahasiaan pribadi tersebut

sehingga perlu mencantumkannya dalam etik kedokteran. Akibatnya dapat

12
dikatakan bahwa konstruksi hubungan dokter pasien adalah berdasarkan atas

kepercayaan. Artinya dokter percaya bahwa pasien akan mengungkapkan keadaan

diri seutuhnya, sedangkan pasien juga percaya bahwa dokter akan menjaga rahasia

yang dikatahuinya, yaitu yang dinamakan rahasia kedokteran.6

Pada perkembangan selanjutnya masyarakat menganggap rahasia pribadi itu

merupakan kepentingan umum, karena menyangkut hak asasi seluruh masyarakat

sehingga perlu diatur oleh hukum.6

- Aspek Kunci Kerahasiaan Menurut Hukum

Ada sebuah kewajiban hukum yang umum bagi para dokter untuk menjaga

kerahasiaan dari apa yang para pasien ceritakan kepada mereka. Kewajiban ini

tidak mutlak:4,5

a. Ada situasi saat hukum mewajibkan para dokter untuk melanggar

kerahasiaan

b. Ada situasi saat hukum membolehkan para dokter untuk melanggar

kerahasiaan.5

Pada dua situasi ini sangatlah penting jika sekiranya para dokter melanggar

kerahasiaan hanya pada orang-orang yang relevant atau aparat yang berwenang.

Kewajiban umum bagi para dokter untuk menjaga kerahasiaan adalah kepentingan

umum, bukan kepentingan pribadi. Dengan kata lain, dari perspektif hukum yang

terpenting adalah kepentingan umum bagi pasien untuk bisa mempercayai dokter-

dokter mereka untuk bisa mempertahankan kerahasiaan.5

- Ketentuan yang Mengatur Rahasia Kedokteran

Kewajiban seorang dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran telah diatur

dalam PP No. 10 tahun 1996. Dalam peraturan tersebut tidak di bedakan antara

13
rahasia jabatan kedokteran ataukah rahasia pekerjaan kedokteran. Tetapi dalam

penjelasannya ada kecendrungan bahwa yang diatur adalah kedua-duanya, karena

subjek delik yang di ancam dalam pasal 322 KUHP adalah mereka yang

membuka rahasia pekerjaan maupun rahasia jabatan.6

Berkaitan dengan rahasia kedokteran, pasal 322KUHP menyebutkan:

1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpanya

karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang

dahulu, diancam pengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau

denda paling banyak enam ratus rupiah.

2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu

hanya dapat dituntut atas pengaduan orang lain.

Ada perbedaan antara rahasia jabatan dengan rahasia pekerjaan. Rahasia

jabatan merupakan suatu rahasia yang diketahui karena jabatan atau kedudukan

seseorang, seperti pegawai negeri. Adapun rahasia pekerjaan merupakan rahasia

yang di ketahui karena pekerjaan.3,4

Apabila rahasia pekerjaan itu dibidang kedokteran maka disebut rahasia

kedokteran (rahasia medis) merupakan suatu yang diketahui berdasarkan

informasi yang disampaikan pasien (termasuk oleh orang yang mendampingi

pasien ketika berobat ), termasuk segala sesuatu yang dilihat (diketahui) ketika

memeriksa pasien sendiri yang menceritakannya kepada dokter sehingga

sewajarnyalah pasien itu sendiri dan dianggap sebagai pemilik rahasia medis atas

dirinya sendiri , bukannya doktrer.3,4

Kewajiban menyimpan rahasia juga diatur dalam pasal 48 UU No. 29 tahun

2004 tentang praktek kedokteran yang diberlakukan sejak Oktober 2005 . Pada

14
pasal 28 ayat (1) dinyatakan: setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan

praktek kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. Sementara itu ayat (2)

menyatakan : rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien,

memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka menegakkan

hukum, permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-

undangan.3,4

Ketentuan UU No. 29 tahun 2004 tersebut tidak mengkriminalisasi

perbuatan menyimpan rahasia kedokteran. Namun hal ini bukan berarti ketentuan

pasal 322 KUHP tidak berlaku lagi terhadap pekerjaan dokter (rahasia

kedokteran), karena ketentuan UU No. 29 tahun 2004 ini tidak menganulir

(mengeculikan) pasal 322 KUHP terhadap rahasia kedokteran.3,4

Dalam perspektif hukum pidana formal (hukum acara pidana) telah disediakan

hak undur diri sebagai saksi atau ahli sebagaimana terdapat dalam pasal 170

KUHP, yang menyatakan:

1. Mereka yang karena pekerjaannnya, harkat martabat atau jabatannya

diwajibankan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban

untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang di

percayakan kepada mereka.

2. Hakim menentukan sah tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Atas dasar hak undur diri sebagai saksi atau ahli tersebut, seorang tetap

dapat menyimpan rahasia kedokteran, namun hak tersebut tidaklah bersifat

mutlak, karena permintaan mundur sebagai saksi atau ahli sebagai tergantung

pada penilaian hakim. Artinya apabila hakim memandang kesaksian atau

keterangan ahli dari dokter tersebut sangat penting (menentukan) dalam memutus

15
perkara itu, karena hakim dapat menolak, permintaan mundur sabagai saksi atau

ahli.4,5

Pengecualian terhadap wajib simpan rahasia kedokteran juga berlaku pada

kondisi-kondisi darurat seperti wabah dan bencana alam, dimana seorang dokter

ataupun petugas kesehatan tidak boleh membiarkan bencana terjadi tanpa

penangan yang semestinya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 6 tahun

1962 tentang wabah. Undang-undang ini mewajibkan dokter atau petugas

kesehatan lain untuk segera melaporkan kondisi-kondisi luar biasa karena wabah

penyakit dan penyebarannya sehingga segera di tanggulangi.5

Pasal 1 PP No. 10 tahun 1966 memberi batasan tentang yang di maksud

dengan rahasia kedokteran yaitu segala sesuatu yang di ketahui pada waktu atau

selama melakukan pekerjaan di lapangan kedokteran. Hal ini meliputi segala fakta

yang di dapatkan selama menagani pasien, mulai dari pemeriksaan dan

interpretasinya (diagnosa) sampai dengan penataksanaannya. Sehingga hal-hal

yang diketahui yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, bukanlah merupakan

rahasia kedokteran.6

Pada prakternya diketahui bahwa hal ini merupakan masalah sederhana.

dibutuhkan penalaran, intuisi dan pengalaman dan kebijaksanaan dalam memilih

hal-hal yang sepatutnya di rahasiakan.6

Pasal 2 peraturan ini membatasi daya berlakunya wajib simpan rahasia

kedokteran, karena bila ada peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari PP

10 tahun1996 ini maka tahun simpan rahasia kedokteran tidak berlaku. Hal ini

merupakan keluwesan atas prioritas kepentingan yang akan di lindungi. Jadi bila

16
ada kepentingan lain yang dianggap lebih tinggi ( kepentingan umum), maka

rahasia kedokteran harus mengalah.6

Pasal 3 peraturan ini menentukan subyek hukum yang harus menyimpan

rahasia kedokteran. Selain mereka yang telah profesional di bidang kedokteran,

maka mereka yang sedang dalam pendidikan dalam bidang ini pun wajib

menyimpan rahasia kedokteran walaupun belum di sumpah. Termasuk dalam

golongan ini adalah para mahawiswa kedokteran, perawat, dan sebagainya.6

Sangsi hukum yang diterapkan sehubungan dengan pembukaan rahasia

kedokteran dapat di tinjau baik dari segi hukum pidana maupun perdata. Dari segi

hukum perdana pembukaan rahasia jabatan di ancam oleh pasal 112 dan 322

KUHP, sedangkan dari segi hukum perdata dapat di terapkan pasal 1365 KUHP

perdata.6

F. Pendekatan Terapi Keluarga

1. Network therapy

Secara logika, terapi keluarga adalah perluasan dari simultan dengan semua yang

tersedia dari system kekeluargaan, teman, dan tetangga serta siapa saja yang

berkepentingan untuk memupuk rasa kekeluargaan.5,6

2. Multiple-impact therapy

Multiple-impact therapy biasanya dapat membantu remaja pada saat mengalami

krisis situasi. Tim kesehatan mental bekerja dengan keluarga yang beramasalah

selama dua hari. Setelah dibei pengarahan, anggota tim akan dipasangkan dengan

salah satua atau lebih anggota keluarga dengan beberapa varisasi kombinasi.

Mungkin ibu dan putrinya dapat ditangani oleh satu orang terapist, sedangkan

17
ayah ditangani secara individual sepert halnya anak laki-lakinya. Bila dibutuhkan

regroup diperbolehkan untuk mengeksplorasi maslah keluarga yang rumit. Tujuan

dari terapi adalah untuk reorganisasi sistem keluarga sehingga dapat terhindar dari

malfungsi. Diharapkan sistem keluarga menjadi lebih terbuka dan adaptif, untuk

itu terus dilakukan followup.5,6

3. Multiple- family and multiple- couple group therapy

Masa kegiatan kelompok keluarga selanjutnya menimbulkan suatu keadaan yang

biasa untuk membantu masalah emosional. Model ini, partisipan tidak dapat

memeriksa satu persatu dengan mentransaksi keluarga kecil mereka tetapi

mengalami simultan mengenai masalah ekspresi oleh keluarga dan pasangan

suami istri. Dengan demikian, terapi kelompok ini dapat menunjang pemikiran

pada pasangan suami istri.5,6

18
BAB III

KESIMPULAN

Konfidensialitas berasal dari kata latin confidere, yang berarti mempercayai,

Konfidensialitas medik merupakan suatu kewajiban penting bagi para tenaga

medis. Dalam hubungan dengan dokter, seorang pasien sering harus

menyampaikan hal-hal yang harus konfidensial. Kewajiban konfidensialitas

medik sepadan dengan hak atas privacy pada pihak pasien. Tetapi kewajiban itu

pun tidak bersifat mutlak, berarti ada pengecualiaan demi kepentingan yang lebih

tinggi daripada perlindungan privacy pasien.

Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus di rahasiakan

mengenai apa yang diketahui dan di dapatkan selama menjalani praktek lapangan

kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau,

baik pasien yang masih hidup maupun yang sudah meninggal

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Monte, C. F., & Sollod R.N.2003. Beneath the Mask: An Introduction to

Theories of Family. USA: John Wiley & Sons, Inc.

2. Hope T,Savulescu J, Hendrick J. Medical ethnics and law. Edisi 2. Sidney:

elsevier.2008.hal 94-111

3. Schultz, D. P &. Schultz, S. E. 2013.Theories of Family, Tenth Edition.

USA: Wadsworth, Cengage Learning.

4. Kaplan HI, Sadock BJ dan Grebb J. Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Tangerang:

Binarupa Aksara; 2007.

5. Bertens Kees, kewajiban konfidensial: pengantar Etika Bisnis

6. Hanafiah M.J, Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Edisi 4.

Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta: EGC.2008. hal. 48-56

7. Becvar, Dorothy S. Becvar, Raphael J. 2010. Family Teraphy (A systematic

Intregation). Adivision of Simon & Schester, Inc. Needham Height;

Massachusetts.

20

Anda mungkin juga menyukai