TERINTEGRASI
2 GUIDE
BOOK
PRAKTIKUM TERINTEGRASI
PERANCANGAN
PR
PRODUK
DUK PRAKTIKUM TERINTEGRASI II
PERIODE SEMESTER GENAP 2017/2018
FUNCTIONAL PRODUCT
TAMPAK ATAS 3.25 CM
FINAL PRODUCT
7.5 CM
D 3.25 CM
10 CM
20.5 CM
TAMPAK SAMPING
TAMPAK DEPAN
GAMBAR TEKNIK
PROYEKSI AMERIKA
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Guide Book Praktikum
Terintergrasi II. Guide Book ini disusun sebagai panduan praktikan dalam menjalani Praktikum
Terintegrasi II.
Dalam penyusunan Guide Book ini tentu tidak lepas dari bantuan, bimbingan, masukan,
dan dukungan dari berbagai dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan rasa
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ishardita Pambudi Tama, ST., MT., Ph.D., selaku Kepala Jurusan Teknik Industri
Universitas Brawijaya
2. Bapak Sugiono, ST., MT., Ph.D., selaku Kepala Laboratorium Pengukuran Kerja dan
Ergonomi.
3. Ibu Debrina Puspita Andriani, ST., M.Eng. selaku Kepala Laboratorium Statistik dan
Rekayasa Kualitas
4. Seluruh Dosen Pengampu Praktikum Terintegrasi II
5. Seluruh Dosen Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri
6. Dan semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan Guide Book ini yang
mana tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Semoga Guide Book Praktikum Terintegrasi II ini dapat bermanfaat khusunya bagi
praktikan Praktikum Terintegrasi dalam menjalani Praktikum. Penyusun menyadari bahwa
dalam laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang diharapkan
untuk memperbaiki Guide Book ini kedepannya sehingga lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
MODUL III
BAB I PENGEMBANGAN KONSEP
1.1 Pengembangan Konsep ............................................................................... 29
1.1.1 Studi Spesifikasi Konsep ........................................................................... 29
1.1.2 Alternatif Konsep ...................................................................................... 30
BAB II PEMILIHAN KONSEP ............................................................................... 23
2.1 Metode Pemilihan Konsep........................................................................... 36
2.2 Analisa Konsep ........................................................................................... 37
BAB III PENGUJIAN KONSEP .............................................................................. 39
3.1 Pengujian Konsep ....................................................................................... 39
3.1.1 Mendefinisikan Maksud dari Pengujian Konsep ........................................ 39
3.1.2 Memilih Populasi Survei ........................................................................... 39
3.1.3 Memilih Format Survei ............................................................................. 40
3.1.4 Mengkomunikasikan Konsep ..................................................................... 41
3.1.5 Mengukur Respon Pelanggan .................................................................... 42
3.1.6 Menginterpretasikan Hasil ......................................................................... 43
3.2 Merefleksikan Hasil dan Proses ................................................................... 44
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
iv
PELANGGARAN DAN SANKSI
Kelompok
No Jenis Pelanggaran Sanksi
Pelanggaran
1. Ringan 1. Terlambat mengikuti kegiatan
Introduction dalam jangka waktu ≤ 15
menit
2. Terlambat mengikuti kegiatan Praktikum
Terintegrasi II, dalam jangka waktu ≤ 5
menit Pemotongan 5%
praktikum berlangsung
5. Terlambat konsultasi wajib asisten (≤ 1
jam)
6. Terlambat konfirmasi maju dosen tiap
modul (≤ 1 jam)
2. Sedang 1. Terlambat mengikuti kegiatan
Introduction dalam jangka waktu 15 – 30
menit
2. Terlambat mengikuti kegiatan Praktikum
Terintegrasi II, dalam jangka waktu 5 – 15
menit
3. Menggunakan alat elektronik tanpa izin Pemotongan
asisten 10% Nilai
4. Meninggalkan ruangan selama kegiatan Asisten pada
praktikum Bab yang
5. Terlambat konsultasi wajib asisten (1- 2 Bersangkutan
jam)
6. Tidak membawa kelengkapan praktikum
(Guide book, work book, kartu kendali
praktikum, perlengkapan yang dibutuhkan
sesuai dengan praktikum bersangkutan)
7. Terlambat konfirmasi maju dosen tiap
modul (1- 2 jam)
v
Kelompok
No Jenis Pelanggaran Sanksi
Pelanggaran
3. Berat 1. Terlambat mengikuti kegiatan
Introduction dalam jangka waktu > 30
menit
2. Terlambat mengikuti kegiatan Praktikum
Terintegrasi II, dalam jangka waktu > 15
menit
3. Tidak mengikuti kegiatan Introduction
dan Praktikum Terintegrasi II, tanpa Pemotongan
praktikum berlangsung
6. Melakukan praktikum pada saat ada
perkuliahan
7. Terlambat konsultasi wajib asisten
(>2jam)
8. Terlambat konfirmasi maju dosen tiap
modul (>2 jam)
9. Terlambat pengumpulan laporan akhir Pemotongan
nilai akhir 3 %
vi
M DUL I
1 2
SEGMENTASI KUESIONER
USIA CUSTOMER NEEDS
JENIS KELAMIN
PSIKOLOGIS
UJI STATISTIK
VALIDITAS
RELIABILITAS
PRAKTIKUM
TERINTEGRASI
2
BAB I
SEGMENTASI PASAR
1
Pada guide book perancangan produk ini, produk yang digunakan adalah otoped.
Perusahaan yang pertama kali meluncurkan produk Otoped ini adalah Thomas Otoped 2006.
Untuk selanjutnya pada tahun 2014 muncul kompetitor yaitu E-kick Otoped dengan
menawarkan produk otoped baru dengan fitur yang lebih canggih.
Awal kemunculanya pada tahun 2006, produk ini berbahan dasar plastik tanpa ada fungsi
tambahan lainnya. Kemudian di tahun 2008 pengembangan otoped dilakukan dengan
menambah sebagian bahan dasar body otoped dengan metal dan diberi bel musik.
Dan pada tahun 2011, produk ini mengalami perkembangan lagi dari segi yang dibuat full
metal dengan desain yang dapat dilipat. Pada tahun 2014 muncul otoped baru yang mampu
mengisi daya dengan listrik sehingga mampu mempermudah penggunaannya
Metal
Atas
+
III
menengah
Plastik
bawah
Keterangan:
2
= Produk otoped yang kita keluarkan
3
BAB II
IDENTIFIKASI PELUANG
Ide-ide untuk produk baru atau detail produk berasal dari beberapa sumber,diantaranya
adalah;
1. personal pemasaran dan penjualan,
2. penelitian danorganisasi pengembangan teknologi,
3. tim pengembangan produk saat ini,
4. manufaktur dan operasional organisasi,
5. pelanggan sekarang atau potensial,
6. serta pihak ketiga sepertI pemasok, pencipta, dan partner-partner bisnis.
Proses identifikasi peluang pengembangan produk berhubungan dengan kegiatan
mengidentifikasi kebutuhan pelanggan. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Mencatat kegagalan dan keluhan yang dialami pelanggan dengan produk yang ada
sekarang.
b. Mewawancarai pengguna utama, dengan memfokuskan pada proses inovasi oleh
pengguna dan modifikasi-modifikasi yang dilakukan oleh para pengguna terhadap
produk yang ada.
c. Mempertimbangkan implikasi terdahap adanya kecenderungan-kecenderungan dalam
gaya hidup, demografis, dan teknologi untuk kategori produk yang ada dan peluang—
peluang kategori produk baru.
d. Beberapa usulan pelanggan sekarang dikumpulkan secara sistematis melalui tenaga
penjualan dan system pelayanan pelanggan.
e. Studi para pesaing produk dilakukan secara hati-hati dengan berdasarkan pada basis
sekarang (keunggulan-keunggulanpesaing).
f. Status teknologi yang muncul dilihat kembali untuk memfasilitasi perpindahan
teknologi yang tepat dari penelitian kearah pengembangan produk.
2.1 Tahap-Tahap Identifikasi Peluang
Berikut merupakan Tahap-tahap dalam mengeidentifikasi peluang :
2.1.1 Mengumpulkan Data Mentah
Tahap ini bertujuan untuk mendpatkan data-data yang nantinya dapat diolah sebagai
kebutuhan pelanggan untuk menetapkan produk baru. Berikut merupakan metode yang biasa
digunakan untuk mengeidentifikasi peluang :
4
a. Interview
b. Focus Group
c. Survei tertulis (Kuisoner)
d. Observasi produk saat ini
Dalam melakukan metode-metode tersebut,salah satu contohnya dapat menggunakan
kuisioner sebagai alat bantu. Kuesioner adalah daftar pertanyaan untuk mendapatkan
keterangan dari sample atau sumber yang beranekaragam (agar sampel dapat mewakili
populasi). Ada 2 jenis kuisioner
a. Kuisioner terbuka
Kuesioner ini memberikan kesempatan penuh memberi jawaban menurut apa yang dirasa
perlu oleh responden. Peneliti hanya memberikan sejumlah pertanyaan berkenaan dengan
masalah penelitian dan meminta responden menguraikan pendapat atau pendiriannya
dengan panjang lebar bila diinginkan.
b. Kuisioner tertutup
Kuesioner tertutup terdiri atas pertanyaan atau pernyataan dengan sejumlah jawaban
tertentu sebagai pilihan. Responden mengecek jawaban yang paling sesuai dengan
pendiriannya Responden adalah orang yang memberi informasi melalui kuisioner. Sebaiknya
responden adalah pengguna utama atau stakeholder yang berhubungan dengan produk tersebut.
5
objek penelitian yang mudah rusak, penghematan biaya dan waktu, masalah ketelitian, ukuran
populasi, dan factor ekonomis. Berikut merupakan jenis-jenis metode sampling:
a. Sampling Random
1) Sampling Random Sederhana
Sampling random sederhana dilakukan apabila elemen populasi (dianggap)
homogeny dan tidak diketahui elemen-elemen populasi yang terbagi ke dalam
golongan-golongan serta ukuran populasi yang relative kecil. Berikut langkah-
langkah melakukan sampling random sederhana
a) Susun kerangka sampling
b) Tetapkan jumlah sampel
c) Tentukan jumlah sampel
d) Tentukan alat pengambilan sampel
e) Pilih sampel sampai dengan jumlah sampel terpenuhi
Sampling random sederhana ini dipilih ketika tiap sampel yang berukuran sama
memiliki probabilitas sama untuk terpilih dari populasi. Terdapat dua metode
pengacakan sample yaitu metode undian dan table random.
6
populasi memiliki pola beraturan. Berikut merupakan langkah-langkah untuk
melakukan sampling sistematis:
a) Jumlah elemen populasi dibagi dengan jumlah elemen sample, sehingga
didapatkan subpopulasi-subpopulasi yang memiliki jumlah elemen sama
(memilihi interval sama)
b) Dari subpopulasi pertama dipilih sebuah anggota dari sampel yang
dikehendaki, biasanya menggunakan table bilangan random.
c) Anggota dari subsample pertama yang terpilih, digunakan sebagai titik acuan
untuk memilih sampel berikutnya, pada setiap jarak/interval tertentu
4) Sampling Random Kelompok
Sampling random kelompok adalah bentuk sampling random yang populasinya
dibagi menjadi beberapa kelompok (cluster) dengan menggunakan aturan-aturan
tertentu, seperti batas alam dan wilayah administrasi pemerintah. Berikut langkah-
langkah untuk melakukan sampling kelompok;
a) Membagi populasi ke dalam beberapa kelompok
b) Memilih satu atau sejumlah kelompok dari kelompok-kelompok tersebut
secara random
c) Menentukan sampel dari satu atau sejumlah kelompok yang terpilih secara
random
b. Sampling Non Random
1) Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu hingga jumlah (kuota) yang diinginkan. Anggota
populasi manapun yang akan diambil, tidak menjadi maslaah, yang penting
mempunyai ciri-ciri tertentu dan sesuai dengan jumlah kuota yang ditetapkan. Hal
yang terlebih dahulu dilakukan pada sampling kuota ini adalah menetapkan
berapa jumlah kuota sebagai jumlah sampelnya.
2) Convenience Sampling
Merupakan teknik dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai
pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil
sebagai sampel karena kebetulan orang tersebut berada di situ atau kebetulan dia
mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan
istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-
the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian
7
penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya
diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis
sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif
3) Snowball Sampling:
Merupakan teknik sampling yang banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak
tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang
berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan
lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang
lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Satuan sampling dipilih atau ditentukan
berdasarkan informasi dari responden sebelumnya
4) Judgment Sampling :
Merupakan teknik sampling yang Satuan samplingnya dipilih berdasarkan
pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang
memiliki karakteristik atau kriteria yang dikehendaki dalam pengambilan sampel.
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud dan tujuan yang
diinginkan peneliti atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti
menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki atau mengetahui
informasi yang diperlukan bagi penelitian yang dia buat. Pengambilan sampel ini
dapat dibagi dua yaitu judgment sampling san quota sampling:
8
o Metode deskriptif : 10% populasi, untuk populasi relative kecil minimal 20
% populasi.
o Metode deskriptif korelasional, minimal 30 subjek
o Metode eksperimental, minimal 15 subjek per kelompok
Nama :
Pekerjaan :
Usia :
Kuesioner ini digunakan untuk menggal imengenai kebutuhan dan keinginan dari pelanggan terhadap produk Otoped.
9
a. Rekaman Video
b. Rekaman suara
c. Catatan
d. Foto
Uji kecukupan data diperlukan untuk memastikan bahwa yang telah dikumpulkan dan
disajikan dalam laporan penimbangan tersebut adalah cukup secara obyektif. Berikut macam-
macam metode uji kecukupan data.
Dalam hal ini uji kecukupan data menggunakan data hasil pengamatan bukan jumlah
kuesioner. data hasil pengamatan itu contohnya tinggi pertumbuhan anak, lebar kepala anak,
waktu pengamatan dan yang lainnya yang bersifat eksperimen. Untuk uji kecukupan data ini
menggunakan rumus berikut:
(1- 1)
Dimana:
10
Xi = Data Pengamatan.
Untuk uji kecukupan Data dengan memakai jumlah data cacat memiliki rumus tersendiri
yakni:
(1- 2)
Dimana:
3. Solvin's Formula
Digunakan untuk menghitung ukuran sample dengan jumlah populasi (N) dan error (e).
Ini adalah teknik random sampling untuk mengetahui ukuran sample. Banyak digunakan jika
pertanyaan yang diajukan bersifat kategorikal.
(1-3)
Dimana:
N=jumlah populasi;
11
rumus ini, pertama ditentukan berapa batas toleransi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini
dinyatakan dengan persentase. ditentukam toleransi kesalahan 10 % dan proporsi pengguna
otoped 45 orang.
Dengan menggunakan rumus Slovin:
n = N / ( 1 + N e² ) = 45 / (1 + 45 x 0,1²) = 28,571 = 28.
Dengan demikian, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 28.
12
Tabel 1.2 Filter Kebutuhan Pelanggan (Lanjutan)
Raw Opportunities Filter I (Exceptional Opportunities)
Awet digunakan
Tidak mudah rusak
Dapat digunakan berkali-kali
Tidak menimbulkan cedera parah saat terjadi Tidak menimbulkan cedera parah saat terjadi
tabrakan tabrakan
Sulit dibawa kemana-mana
Mudah dibawa kemana-mana dan praktis
Kurang praktis dibawa berpegian
Berat saat dibawa Berat saat dibawa
Agak sulit mengganti komponen otoped Komponen dapat diganti dengan mudah
13
BAB III
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PELANGGAN
Proses identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral dari proses
pengembangan produk, dan merupakan tahap yang mempunyai hubungan paling erat dengan
proses diferensiasi konsep, seleksi konsep, benchmark dengan pesaing, dan menetapkan
spesifikasi produk.
14
Untuk hasil kuesioner tertutup, karena data yang didapatkan merupakan data kualitatif
(skala ordinal), maka data tersebut harus diubah kedalam bentuk kuantitatif (skala interval).
Berdasarkan Somantri, (2006: 45) terdapat beberapa langkah dalam mengubah data berskala
ordinal kedalam skala interval. Langkah- langkah mengubah data berskala ordinal kedalam
skala interval ialah sebagai berikut:
1. Menghitung frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya tanggapan responden dalam memilih skala ordinal
dari 1 hingga 5 dengan jumlah responden sebanyak 50 orang dari setiap item
pernyataan.
2. Menghitung proporsi
Proporsi dihitung dengan membagi setiap frekuensi dengan jumlah responden. Untuk
proporsi dari skala 1 hingga 5.
3. Menghitung proporsi kumulatif
Proporsi kumulatif dihitung dengan menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk
setiap nilai.
15
4. Menghitung nilai z
Nilai z diperoleh dari tabel distribusi normal baku ( Critical Value Of z). Dengan
asumsi bahwa proporsi kumulatif berdistribusi normal baku.
5. Menghitung nilai densitas fungsi z
Menentukan nilai Z untuk setiap kategori, dengan asumsi bahwa proporsi kumulatif
dianggap mengikuti distribusi normal baku. nilai z diperoleh dari Tabel Distribusi
Normal Baku.
6. Menghitung Scale Value
Menghitung SV (Scale Value) dengan rumus :
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡−𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑎𝑡 𝑢𝑝𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡
𝑆𝑣 = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑢𝑝𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡−𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑙𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡 (3- 1)
Scale Value yang nilainya kecil atau harga negatif terbesar diubah menjadi sama
dengan satu (=1).
Untuk SV1 = -1.4581, maka Y= -1.4581+ 𝑥 = 1
𝑥 = 1+ 1.4581
𝑥 = 2.4581
Contoh hasil perhitungan untuk item pertanyaan 1 dapat dilihat pada tabel xx berikut
Tabel 1.4 Contoh Hasil Perhitungan Item Pertanyaan 1
Nilai Z Densit Scale Skala
Skala Ordinal Frekuensi Proporsi Proporsi Kumulatif
as Value Interval
1 9 0.1800 0.1800 -0.9154 0.2625 -1.4581 1
2 13 0.2600 0.4400 -0.1510 0.3945 -0.5079 1.9502
3 15 0.3000 0.7400 0.6433 0.3245 0.2336 2.6917
4 10 0.2000 0.9400 1.5589 0.1184 1.0303 3.4884
5 3 0.0600 1.0000 ~ 0 1.9730 4.4311
50
Untuk item pertanyaan selanjutnya diubah dengan langkah-langkah yang sama seperti
diatas.
16
3.3 Pengujian Data
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) iłu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang hendak diukur. Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Contoh: meteran
yang valid dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti, karena meteran memang
alat untuk mengukur panjang. Meteran tersebut menjadi tidak valid fika digunakan untuk
mengukur berat. Alat ukur panjang dari karet adalah contoh instrumen yang tidak reliabel.
Instrumen-instrumen dalam ilmu alam, misalnya meteran, termometer, timbangan,
biasanya telah diakui validitasnya dan reliabilitasnya (kecuali instrumen yang sudah rusak dan
palsu). Instrumen-instrumen itu dapat dipercaya validitas dan reliabilitasnya karena sebelum
instrumen itu digunakan/ dikeluarkan dari pabrik telah diuji validitas dan reliabilitasnya/di tera.
Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial sudah ada yang baku (standar), karena telah teruji
validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku bahkan belum ada. Untuk itu
maka peneliti harus mampu menyusun sendiri instrumen pada setiap penelitian dan menguji
validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang tidak teruji validitas dan reliabilitasnya bila
digunakan untuk penelitian akan menghasilkan data yang sulit dipercaya kebenarannya.
1. Validitas
Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur tertentu dalam
melakukan fungsi ukurannya.
Validitas berarti sejauh mana ketetpatan dan kecermatan alat ukur tertentu dalam
melakukan fungsi ukurannya. Apabila melakukan penelitian dengan pengumpulan datanya
menggunakan kuisioner, maka kuisioner yang dibuat harus dapat mengukur apa yang ingin
diukurnya. Semakin tinggi validitas suatu variable (atribut), maka pengujian tersebut semakin
mengenai sasarannya dan semakin menunjukkan apa yang harus ditunjukkannya.
Validitas terbagi menjadi 2, yakni validitas internal dan eksternal. Instrumen yang
mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara
rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Jadi kriterianya ada di dalam instrumen
itu. Validitas internal terbagi menjadi 2, yakni:
a. Validitas Konstruk
Instrumen yang mempunyai validitas konstruk, jika instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur gejala sesuai dengan yang didefinisikan. Misalnya akan mengukur efektivitas
17
kerja, maka perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu efektifitas kerja. Setelah itu disiapkan
instrumen yang digunakan untuk mengukur efektivitas kerja sesuai dengan definisi.
b. Validitas Isi
Untuk instrumen yang berbentuk test, maka pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan
membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Seorang
dosen yang memberİ ujian di luar pelajaran yang telah ditetapkan, berarti instrumen ujian
tersebut tidak mempunyai validitas isi. Untuk instrumen yang akan mengukur efektivitas
pelaksanaan program, maka pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan
antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan.
Langkah-Langkah dalam pengujian validitas adalah sebagai berikut:
- Pengkonstruksian instrumen berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dengan
berlandaskan teori tertentu.
- Berkonsultasi dengan ahli (minimal 3 orang dan telah bergelar doctor sesuai lingkup
yang diteliti)
- Uji coba instrument
- Analisis item
Instrumen yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria di dalam instrumen disusun
berdasarkan luar atau fakta-fakta empiris yang telah ada. Kalau validitas internal instrumen
dikembangkan menurut teori yang relevan, maka validitas eksternal instrumen dikembangkan
dari fakta empiris. Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan (untuk
mencari kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang
terjadi di lapangan.
Uji validitas yang digunakan adalah validitas internal berupa validitas konstruk karena
kuisioner digunakan untuk mengukur gejala sesuai dengan yang didefinisikan. Adapun
pengujian yang dilakukan adalah menggunakan korelasi.
1. Formulasi Hipotesis
H0 : Butir pernyataan tidak mengukur aspek yang sama
H1 : Butir pernyataan mengukur aspek yang sama
2. Menentukan Taraf Signifikansi
α = 0.05
4. Menentukan Arah Pengujian
Menolak H0 apabila Sig < 0.05
5. Uji Statistik
Langkah pengujian validitas menggunakan software SPSS ialah sebagai berikut:
a. Buka Variabe View pada SPSS, definisikan semua variable yang akan digunakan.
18
b. Buka Data View, masukkan data yang akan diuji.
c. Klik Analyze – Correlate – Bivariate
d. Masukkan seluruh variable beserta jumlah total variable kedalam kotak variable,
pilih pearson pada correlation coefficients, Klik OK
Berikut merupakan hasil pengujian validitas kuisioner tertutup untuk produk otoped.
Berdasarkan table 1.5, terlihat bahwa setiap item pertanyaan memiliki nilai sig < 0.05
maka H0 ditolak dan memiliki nilai korelasi yang signifikan baik antara level 0.01 dan 0.05
sesuai dengan tanda yang ditunjukkan pada tabel. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua butir
pertanyaan mengukur aspek yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pertanyaan
valid untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan.
Keandalan disini bisa berarti beberapa kali pun variable-variabel pada kuisioner tersebut
ditanyakan kepada responden maka hasilnya tidak menyimpang terlalu jauh dari rata-rata
jawaban responden.
Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan
19
keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi
butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu. Reliabilitas di bagi menjadi tiga
yaitu:
1. Koefisien konsistensi
Menguji keajegan dari data dengan beberapa pengujian kepada orang sama dengan
pertanyaan/pernyataan yang sama di waktu yang berbeda. Sehingga dapat dilihat keajegan dari
responden.
2. Koefisien ekuivalensi
Menguji keajegan dari data dengan cara menanyakan kepada orang yang sama dengan
pertanyaan/ pernyataan yang berbeda tetapi kontennya sama (setara/ bisa di ekuivalenkan).
Sehingga dapa dilihat keajegan dari orang yang ditanyai.
3. Konsistensi internal
Menguji keajegan data dengan melihat jawaban dari pernyataan/ pertanyaan responden
terhadap setiap instrument pengujian. Biasa menggunakan Cronbach alfa.
Pada pembahasan ini pengujian reliabilitas dilakukan secara internal dengan menganalisis
konsistensi butir-butir yang ada pada kuisioner dengan menggunakan teknik Cronbach-Alfa.
3. Formulasi Hipotesis
H0 : Butir pernyataan tidak mengukur aspek yang sama
H1 :Butir pernyataan mengukur aspek yang sama
4. Menentukan Taraf Signifikansi
α = 0.05
5. Menentukan Arah Pengujian
Menolak H0 apabila Sig < 0.05
6. Uji Statistik
Langkah pengujian validitas menggunakan software SPSS ialah sebagai berikut:
a. Buka Variabe View pada SPSS, definisikan semua variable yang akan digunakan.
b. Buka Data View, masukkan data yang akan diuji.
c. Klik Analyze – Scale- Reability Analysis
d. Masukkan seluruh variable kedalam kolom item, lalu Klik Statistics, centang scale
if item deleted, Klik OK
Berikut merupakan hasil pengujian reliabilitas kuisioner tertutup untuk produk otoped.
Tabel 1.6 Tabel uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.756 6
20
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted
P1 23.963124 33.847 .474 .735
P2 23.763360 32.507 .617 .713
P3 23.747282 32.961 .548 .723
P4 23.892086 32.711 .572 .719
P5 23.572640 33.832 .488 .734
TP 13.215388 10.063 1.000 .648
Berdasarkan table diatas, nilai dari Chronbach Alpha bernilai lebih dari 0.6 , maka dapat
dikatakan bahwa item pertanyaan dalam kuisioner reliable untuk digunakan.
21
M DUL II
TECHNICAL
CORRELATIONS
TECHNICAL RESPONS
6
3 RELATIONSHIP MATRIX
1 4 2
5
VOICE OF CUSTOMER BENCHMARKING
TECHNICAL
BENCHMARKING
HOUSE OF QUALITY
PRAKTIKUM
TERINTEGRASI
2
BAB I
SPESIFIKASI PRODUK
Untuk mendapatkan spesifikasi produk yang akan dibuat, pada bab ini akan dibahas
mengenai pembuatan HOQ (House of Quality).
Moderate 3
Weak 1
None 0
22
Gambar 2.1 Room 1,2 dan 3
Pada gambar Room 1,2, dan 3 yaitu Voice of Customer atau Customer Needs, Voice of
Team Design atau Technical Response, dan Relationship Matrix yang membentuk hubungan.
Dimana pernyataan kebutuhan konsumen dijawab oleh tim desain, dan hubungan keduanya
dinyatakan dengan pemberian nilai relationship matrix.
1.3 Benchmarking
Merupakan tahapan selanjutnya dalam HOQ yakni membandingkan ekspektasi pelanggan
dengan produk kompetitor yang dijadikan sebagai pertimbangan. Kompetitor yang dilibatkan
yaitu Otoped Thomas and his friends dan Otoped E-Kick Peugeot. Nilai harapan didapatkan
dari rata-rata nilai yang diberikan pelanggan pada masing-masing produk dari hasil kuisioner
tertutup. Berikut adalah gambar Room 4.
23
1.4 Technical Bencmarking
Benchmarking (Room 4) merupakan aktivitas untuk memperbaiki kualitas dengan aliansi
antar partner untuk berbagi informasi dalam proses dan pengkuruan yang akan menstimulasi
praktek inovatif dan memperbaiki kinerja.
2 Ukuran (Panjang 86 Cm 70 86
Horizontal)
3 Ukuran (Panjang 70-100 Cm 50-70 70-100
Vertikal)
4 Seleksi bahan Polyurethane/Alumunium - Plastik Alumunium
5 Diameter roda 10 Cm 7 9
6 Ukuran handle 30 Cm 20 28
tangan
7 Ukuran pijakan kaki 76 x 10 Cm 60 x 7 76 x 8
8 Jarak tempuh dalam 1-2 Meter 2,0-2,5 3,5-7
satu kali dorong
9 Berat maksimal user 140 Kg 70 180
10 Waktu pengereman 3 Detik - 2
11 Jumlah Komponen 20 Unit 10 25
12 Petunjuk manual Ada Subj. Tidak ada Ada
user
Berikut adalah gambar Room 5 yang menunjukkan perbandingan antar kompetitor produk.
24
1.5 Correlations
Correlations (Room 6) pada HOQ menjelaskan tentang hubungan antar respon teknis yang
dibuat oleh tim desain. Hubungan korelasi antar metrik pada HOQ ditunjukkan sebagai berikut.
25
Gambar 2.5 Room 7 dan 8
Pada Gambar 4.3 ditunjukkan nilai kepentingan untuk setiap metric dan juga nilai ranking
yang menunjukkan nilai prioritas dalam dilakukan pengembangan terhadap produk. Prioritas
yang utama adalah metric Berat Otoped dengan nilai Relative Importance 12,48%.
26
27
Jarak Tempuh dalam satu kali dorong
Waktu pengereman
Jumlah komponen
Peugeot
Weak 1
Customer Need
1 2 3 4 5
Otoped dapat dioperasikan dengan mudah 4.3 3.7 3.7
3.50 3 3 3 9 3 3 9 9
Otoped dapat disimpan dengan mudah 4 3.4 3.2
3.80 3 3 1
Otoped nyaman digunakan 4.3 3.7 3.5
4.50 1 3 9 9 9
Otoped menyesuaikan posisi tubuh 3.80 3 3 9 3 4.3 3.8 3.5
Otoped mudah untuk dirawat 4.6 3.9 3.4
3.70 3 1 9 3
Otoped tahan lama 4.3 3.6 3.3
3.60 3 3
Otoped aman saat tabrakan 4.3 3.8 3.8
4.30 3 9
Otoped mudah dbawa kemana-mana dan praktis 3.9 3.5 3.6
4.30 9 3 3 1 1 3
Otoped ringan 4.3 3.9 3.7
4.60 9 3 3 9
Komponen otoped dapat diganti dengan mudah 4.4 3.8 3.6
4.00 3 9
Absolute Importance 90.6 48.6 57.6 67.8 19.5 49.3 71.8 51 64.2 49.2 77.7 78.6 725.9
Relative Importance 12.48% 6.70% 7.93% 9.34% 2.69% 6.79% 9.89% 7.03% 8.84% 6.78% 10.70% 10.83%
Rank based on percent Importance 1 11 7 5 12 9 4 8 6 10 3 2
Polyurethane/Alumunium
76 cm x 10 cm
70-100 cm
1m - 2m
140 kg
3 detik
5.9 kg
86 cm
10 cm
30 cm
Subj.
20
Performance standard
Thomas and his friends 5
E-Kick Peugeot 4
3
2
1
Berikut merupakan analisis HOQ (House of Quality) produk penyiram:
1. Room 1: pada room 1 berisi pernyataan pelanggan (Voice of Customer) yang didapat
dari penyebaran kuisioner terbuka untuk perancangan produk penyiram.Pada HOQ
produk Otoped, terdapat 10 pernyataan kebutuhan konsumen salah satunya adalah
otoped dapat dioperasikan dengan mudah.
2. Room 2: room 2 berisi Voice of Team Design yaitu jawaban dari tim desain terkait
pernyataan kebutuhan pelanggan. Untuk menjawab pernyataan kebutuhan konsumen,
tim desain menentukan 12 metric, diantaranya adalah metric berat otoped.
3. Room 3: berisi hubungan antara Voice of Customer dengan Voice of Team Design,
hubungan yang kuat ditunjukkan dengan angka 9, hubungan sedang dengan angka 3,
dan hubungan lemah dengan angka 1. Pernyataan otoped dapat dioperasikan dengan
mudah dengan jawaban tim desain berat otoped memiliki hubungan “sedang” sehingga
dinyatakan dengan nilai 3.
4. Room 4: room 4 adalah Benchmarking, yaitu membandingkan produk yang akan
dirancang oleh tim dengan produk kompetitor. Terdapat 2 produk kompetitor otoped,
yaitu Thomas and his friend dan E-Kick Peugeot.
5. Room 5: Technical Benchmarking berisi perbandingan kemampuan teknis produk yang
akan dirancang dengan kedua produk kompetitor.
6. Room 6: Correlations berisi korelasi antar metric pada Voice of Team Design. Korelasi
terdiri dari korelasi kuat positif, korelasi positif, korelasi negatif dan korelasi kuat
negatif.
7. Room 7: Absolute Importance menunjukkan seberapa penting respon teknis pada room
2 untuk diwujudkan. Metric berat otoped memiliki ranking tertinggi, sehingga metric
tersebut penting untuk diwujudkan.
8. Room 8: menunjukkan mengenai standar performansi produk atas tiap–tiap respon
teknis.
28
M DUL III
C
A
D
PRODUCT
CONCEPT
CONCEPT CONCEPT
DEVELOPMENT TESTING
CONCEPT
SELECTION
2
PRAKTIKUM
TERINTEGRASI
BAB I
PENGEMBANGAN KONSEP
Dalam perancangan produk tahapan yang tidak kalah penting ialah tahapan
pengembangan konsep produk yang akan dibuat. Setelah itu tahapan selanjutnya ialah
pemilihan konsep produk hasil dari pengembangan konsep produk tersebut.
1.1 Pengembangan Konsep
Konsep produk merupakan gambaran singkat bagaimana produk memuaskan kebutuhan
pelanggan. Sehingga perlu dimunculkan konsep untuk memperbarui mekanisme produk otoped
yang baru berdasarkan hasil dari analisis House of Quality yang paling penting untuk
diperbaiki.
29
Berpindah tempat Melakukan peluncuran Menggerakkan roda
Menggunakan handle
Memudahkan
Menggunakan pijakan
pengoperasian
Menyediakan manual
user
Memudahkan
perawatan
Memastikan Mempercepat
Menghindari tabrakan
keamanan pengereman
30
Tabel 1.1 Alternatif Konsep – Morphological Chart
Kriteria Fungsi Pilihan Desain
Aluminium (A1) Plastik (A2)
Material Dasar
Handle
2 (D1) 3 (D2)
Jumlah Roda
Rem
Berdasarkan pada morphological chart yang telah digambarkan pada Tabel 1.1, maka
bisa dihasilkan kombinasi yaitu 147𝐶 , hal tersebut dikarenakan terdapat 7 faktor serta 14 jumlah
level dan faktor. Dari kombinasi tersebut, diperoleh alternative konsep sebanyak 3432 konsep
produk yang berbeda. Namun, tidak keseluruhan dari alternative konsep tersebut
dikembangkan karena terdapat beberapa konsep yang tidak relevan dikembangkan. Dari
banyaknya alternative produk yang diperoleh, kemudian dipilih beberapa konsep produk yang
31
kemudian dikembangkan lebih lanjut yang memenuhi kriteria tertentu. Berikut merupakan
beberapa alternative konsep yang diperoleh dan selanjutnya akan dikembangkan.
Konsep A : A1 – B1 – C1 – D1 – E2 – F2 – G1
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet A yaitu logam aluminium, jenis handle yang
berbentu rata, jumlah roda sebanyak 2, satu dibagian depan dan satu roda di bagian belakang,
tidak terdapat standar, tidak dapat dilipat, petunjuk manual user berupa buku dan rem yang
terletak dibagian atas atau di dekat handle tangan.
Konsep B : A1 – B2 – C1 – D1 – E1 – F1 – G2
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet B yaitu logam aluminium, jenis handle yang
berbentu bergerigi yang digunakan untuk menyesuaikan jari-jari pengguna, jumlah roda
sebanyak 2, satu dibagian depan dan satu roda di bagian belakang, terdapat standar di bagian
bawah yang dapat dinaik-turunkan untuk menaruh otopet agar tidak terjatuh , dapat dilipat agar
mudah dalam menyimpan dan membawanya, petunjuk manual user berupa buku, dan rem
yang terletak dibagian bawah dekat bagian kaki pengguna.
Konsep C : A2 – B1 – C2 – D1 – E1 – F1 – G1
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet C yaitu plastik, jenis handle yang berbentu rata,
petunjuk manual user berupa pamplet, jumlah roda sebanyak 2, satu dibagian depan dan satu
32
roda di bagian belakang, terdapat standar di bagian bawah yang dapat dinaik-turunkan untuk
menaruh otopet agar tidak terjatuh , dapat dilipat agar mudah dalam menyimpan dan
membawanya, dan rem yang terletak dibagian atas dekat bagian handle tangan pengguna.
Konsep D : A2 – B2 – C1 – D2 – E2 – F2 – G1
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet D yaitu plastik, jenis handle yang berbentu
bergerigi yang digunakan untuk menyesuaikan jari-jari pengguna, petunjuk manual user
berupa buku, jumlah roda sebanyak 3, satu dibagian depan dan dua roda di bagian belakang,
tidak terdapat standar, tidak dapat dilipat, dan rem yang terletak dibagian atas dekat bagian
handle tangan pengguna.
Konsep E : A1 – B1 – C2 – D2 – E2 – F1 – G2
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet E yaitu logam aluminium, jenis handle yang
berbentuk rata, petunjuk manual user berupa pamphlet, jumlah roda sebanyak 3, satu dibagian
depan dan dua roda di bagian belakang, terdapat standar di bagian bawah, dapat dilipat agar
mudah dalam menyimpan dan membawanya, dan rem yang terletak dibagian bawah dekat
bagian kaki pengguna.
33
Gambar 1.6 Konsep E
Konsep F : A1 – B2 – C2 – D2 - E2 - F2 – G1
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet F yaitu logam aluminium, jenis handle yang
berbentu bergerigi yang digunakan untuk menyesuaikan jari-jari pengguna, petunjuk manual
user berupa pamphlet, tidak terdapat manual book jumlah roda sebanyak 3, satu dibagian depan
dan dua roda di bagian belakang, tidak terdapat standar di bagian bawah, tidak dapat dilipat,
dan rem yang terletak dibagian atas dekat bagian handle tangan pengguna.
Konsep G : A2 – B2 – C1 – D1 – E1 – F1 – G2
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet G yaitu plastik, jenis handle yang berbentuk
bergerigi yang digunakan untuk menyesuaikan jari-jari pengguna, petunjuk manual user
berupa buku, jumlah roda sebanyak 2, satu dibagian depan dan satu roda di bagian belakang,
terdapat standar di bagian bawah yang dapat dinaik-turunkan untuk menaruh otopet agar tidak
terjatuh , dapat dilipat agar mudah dalam menyimpan dan membawanya, dan rem yang terletak
dibagian atas dekat bagian handle tangan pengguna.
34
Gambar 1.8 Konsep G
Konsep H : A1 – B1 – C2 – D2 – E1 – F1 – G2
Penjelasan: Jenis material pada konsep otopet E yaitu logam aluminium, jenis handle yang
berbentuk rata, petunjuk manual user berupa pamplet , jumlah roda sebanyak 3, satu dibagian
depan dan dua roda di bagian belakang, terdapat standar di bagian bawah, dapat dilipat agar
mudah dalam menyimpan dan membawanya, dan rem yang terletak dibagian bawah dekat
bagian kaki pengguna. Konsep E ditolak dikarenakan konsep ini tidak relevan dengan
menggunakan roda berjumlah seharusnya tidak dibutuhkan lagi standar samping
Berikut merupakan ringkasan dari penjelasan konsep-konsep otopet yang akan dibuat yang
dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Ringkasan konsep-konsep yang akan dibuat
Konsep
A B C D E F G
Jenis
Aluminium Aluminium Plastik Plastik Aluminium Aluminium Plastik
Material
Jenis
Rata Bergerigi Rata Bergerigi Rata Bergerigi Bergerigi
Handle
Manual
Buku Buku Pamplet Buku Pamplet Pamplet Buku
Book
Jumlah
2 2 2 3 3 3 2
Roda
Standar/
Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada
Jagrak
Sistem
Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada
Lipat
Jenis Rem Tangan Kaki Tangan Tangan Kaki Tangan Tangan
35
BAB II
PEMILIHAN KONSEP
36
Berdasarkan tahap penyaringan terdapat 2 konsep yang akan digabung, yaitu konsep E dan
F serta 1 konsep yang akan diperbaiki, yaitu konsep G. Berikut merupakan penjelasan
gabungan dan perbaikan konsep.
Tabel 1.4 Konsep Tersaring
Jenis Manual Jumlah Sistem Jenis
Konsep Handle
Material Book Roda Lipat Rem
B Aluminium Bergerigi Buku 2 Ada Kaki
EF Aluminium Bergerigi Pamplet 3 Ada Tangan
G+ Plastik Bergerigi Buku 3 Ada Tangan
b. Penilaian Konsep
Penilaian konsep merupakan sebuah analisis konsep yang ada untuk memilih salah satu
konsep dengan memberikan bobot kepentingan relatif pada setiap kriteria seleksi. Berikut
merupakan pugh matrix pada tahap penilaian konsep untuk produk otoped. Berdasarkan
tahap penyaringan sebelumnya, terdapat 3 konsep yang dapat dilanjutkan, yaitu konsep B,
gabungan konsep EF, dan konsep G dengan perbaikan.
Tabel 1.5 Matriks PUGH Penilaian Konsep
Konsep
Kriteria Seleksi Beban B EF G+
Kemudahan pengoperasian 13% 4 0,52 3 0,39 4 0,52
Kenyamanan penggunaan 15% 4 0,6 4 0,6 3 0,45
Keamanan penggunaan 15% 3 0,45 4 0,6 3 0,45
Daya tahan 12% 4 0,48 4 0,48 2 0,12
Kemudahan untuk dibuat 20% 3 0,6 2 0,4 4 0,8
Ringan dan mudah dibawa 37e
25% 3 0,75 2 0,5 4 1
mana-mana
Total Nilai Peringkat 3,4 2,97 3,34
Lanjutkan? Kembangkan Tidak Tidak
37
Jenis Material Jenis Handle Manual Book Jumlah Roda
38
BAB III
PEMILIHAN KONSEP
3.1 Pengujian Konsep
Pada sub bab ini akan berisikan pengujian yang dilakukan selama fase pengembangan
konsep. Pada tahap ini dibutuhkan respons dari pelanggan potensial yang merupakan target
pasar yang ingin dituju mengenai uraian dan gambaran konsep produk.
39
Survei terhadap pelanggan potensial Survei pelanggan relatif cepat dan tidak
relative cukup mahal dari segi waktu, mahal
maupun uang Investasi yang dibutuhkan untuk
Investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan dan peluncuran produk
mengembangkan dan meluncurkan relatif besar
produk relatif kecil Jika proporsi target pasar yang akan
Jika terdapat proporsi target pasar yang membeli produk relatif kecil. (Kondisi ini
cukup besar untuk membeli produk. (Hal terjadi jika banyak orang harus dijadikan
itu terjadi jika banyak responden yang sampel untuk meningkatkan keandalan
menunjukkan sikap positif tanpa hasil estimasi proporsi produk yang aka
emnggunakan sampel yang besar dibeli)
Sumber : Ulrich (2011)
40
Internet
Dengan menggunakan internet, tim dapat menciptakan suatu situs pengujian konsep
virtual. Dengan metode itu peserta survei dapat mengamati konsep dan memberikan respon
mereka.
41
Model fisik, dikenal juga sebagai model yang mirip (looks-like models). Metode ini secara
jelas menggambarkan bentuk dan penampilan produk. Model ini seringkali terbuat dari kayu
atau busa polimer yang diwarnai menyerupai prosuk yang sebenarnya.
Prototipe yang Dioperasikan (Working Prototipes)
Jika tersedia, prototipe yang dioperasikan atau bekerja seperti model, akan sangat berguna
pada pengujian konsep. Akan tetapi, penggunaan working prototipes juga beresiko. Resiko
utamanya adalah responden akan menyamakan prototipe dengan produk akhir.
Jenis material pada konsep otopet yaitu logam aluminium, jenis handle yang berbentu bergerigi yang digunakan
untuk menyesuaikan jari-jari pengguna, jumlag roda sebanyak 2, satu dibagian depan dan satu roda di bagian
belakang, terdapat standar di bagian bawah yang dapat dinaik-turunkan untuk menaruh otopet agar tidak terjatuh,
dapat dilipat agar mudah dalam menyimpan dan membawanya, dan rem yang terletak dibagian bawah dekat
bagian kaki pengguna.
42
5. Jika produk ini berkisar harga Rp. 150.000,- sampai Rp. 200.000,- dan dijual di toko terdekat. Bagaimana
peluang anda untuk membeli produk dalam satu tahun mendatang?
a. Saya pasti akan membeli otoped ini.
b. Saya mungkin akan membeli otoped ini.
c. Saya mungkin atau tidak membeli otoped ini.
d. Saya mungkin tidak akan membeli otoped
e. Saya pasti tidak akan membeli otoped
6. Menurut anda, bagaimanakah produk kami? Dan apa yang harus diperbaiki dari produk kami?
......................................................................................................................................................................
........................................................................................................................................
Terimakasih atas partisipasi anda dalam pengujian konsep produk kami.
Malang, November 2015
Responden
(...........................................)
Sumber: Ulrich (2001)
Skala ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli
dibagi menjadi lima kategori :
Pasti akan membeli
Mungkin akan membeli
Mungkin atau tidak akan membeli
Mungkin tidak akan membeli
Pasti tidak akan membeli
Terdapat banyak alternatif untuk skala ini, termasuk menyediakan tujuh atau lebih kategori
respon. Alternatif lain adalah meminta langsung kepada pelanggan untuk menyebutkan angka
peluang untuk menbeli produk.
43
N : Jumlah pelanggan potensial yang diharapkan melakukan pembelian selama periode
waktu tertentu (untuk kategori produk yang sudah ada dan stabil, N adalah jumlah
pembelian yang diharapkan akan terjadi terhadap kategori produk yang sudah ada selama
periode waktu tertentu)
A : Proporsi pelanggan potensial atau pembelian produk yang tersedia (available) dan
pelanggan menyadari (aware) keberadaan produk tersebut (hal ini terjadi jika kesadaran
dan ketersediaan diasumsikan merupakan faktor yang terpisah, hasil kali kedua faktor ini
akan menghasilkan nilai A)
P : Peluang produk akan dibeli jika tersedia dan pelanggan menyadari keberadaan produk
tersebut.
𝑷 = 𝑪𝒅𝒆𝒇𝒊𝒏𝒊𝒕𝒆𝒍𝒚 𝒙 𝑭𝒅𝒆𝒇𝒊𝒏𝒊𝒕𝒆𝒍𝒚 𝒙 𝑪𝒑𝒓𝒐𝒃𝒂𝒃𝒍𝒚 𝒙 𝑭𝒑𝒓𝒐𝒃𝒂𝒃𝒍𝒚 (1-
2)
Keterangan :
𝐹𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒𝑙𝑦 : adalah proporsi responden survei yang memilih skala “pasti akan membeli”
𝐹𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑙𝑦 : adalah proporsi responden survei yang memilih skala “mungkin akan
membeli”
𝐶𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒𝑙𝑦 dan 𝐶𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑙𝑦 : adalah konstanta kalibrasi yang biasanya ditetapkan
berdasarkan pengalaman perusahaan dengan produk yang sama. Umumnya bernilai
sekitar 0.10 < 𝐶𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑒𝑙𝑦 < 0.50, dan 0 < 𝐶𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑙𝑦 < 0.25
44
M DUL IV
ARSITEKTUR BILL OF MATERIAL
PRODUK TREE, TABLE
SKEMA
3.25 CM
PRODUK
KOMPONEN
PRODUK
7.5 CM
D 3.25 CM
20.5 CM
10 CM
DIMENSI
ANTROPOMETRI
DESAIN INDUSTRI
PRODUK
PACKAGING
ESTETIKA
PRODUK
ASPEK ERGONOMIS
VISUAL ERGONOMI
2
CULTURAL ERGONOMI
POSTUR KERJA
COUPLING
SAFETY AND HEALTH
PRAKTIKUM
TERINTEGRASI
BAB I
DESAIN ARSITEKTUR
Dalam bab desain produk dibagi menjadi beberapa pembahasan yakni, desain arsitektur dan
desain industri.
2.1 Desain Arsitektur
Arsitektur produk adalah penugasan elemen-elemen fungsional dari produk terhadap
kumpulan bangunan fisik (physical building blocks) produk. Tujuan arsitektur produk adalah
menguraikan komponen fisik dasar dari produk, apa yang harus dilakukan komponen tersebut
dan seperti apa penghubung atau pembatas (interface) yang digunakan untuk peralatan lainnya.
Sebuah produk dianggap terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen
fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja
keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian produk
(part), komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi
produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut.
Beberapa elemen fisik ditentukan oleh konsep produk, dan yang lainnya ditentukan selama fase
perancangan detail.
Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama
yang disebut chunks. Setiap chunks terdiri dari sekumpulan komponen yang
mengimplementasikan fungsi dari produk.
Terdapat 2 jenis karakteristik produk, yaitu:
a. Modular
Arsitektur paling modular adalah yang setiap elemen fungsionalnya diimplementasikan
oleh satu chunk. Terdapat beberapa interaksi antar chunk yang dapat dijelaskan dengan
baik. Arsitektur modular mempermudah perubahan desain suatu chunk tanpa merubah
chunk lainnya agar produk dapat berfungsi secara baik. Chunk juga didesain cukup
independen satu dengan lainnya.
b. Integral
Elemen-elemen fungsional dari produk diimplementasikan dengan menggunakan lebih
dari satu chunk. Satu chunk mengimplementasikan beberapa elemen fungsional. Interaksi
antar chunk sulit dijelaskan dan mungkin bersifat incidental (tidak diprediksi sebelumnya)
terhadap fungsi utama produk.
45
1.1.1 Tipe-Tipe Modularitas
Arsitektur modular terdiri dari tiga tipe yaitu slot, bus, dan seksional. Perbedaan antara
ketiga tipe ini terletak pada acara pengaturan interaksi antar chunk.
a. Arsitektur Modular Slot
Masing-masing penghubung antar chunk pada arsitektur modular slot mempunyai tipe
yang berbeda dari yang lain. Karena itu beberapa chunk yang terdapat pada produk tidak
dapat dipertukarkan.
b. Arsitektur Modular Bis
Pada arsitektur jenis ini, chunk-chunk yang berbeda dapat dihubungkan ke produk melalui
hubungan yang sama. Contohnya adalah perluasan card untuk personal komputer. Produk-
produk non-elektronik juga dapat dibuat di sekitar arsitektur modular bis. Lampu jalan,
sistem penyusunan yang menggunakan rel, rak-rak yang dapat disesuaikan yang terdapat
di atas mobil semuanya berbentuk aristektur modular bis.
c. Arsitektur Modular Seksional
Semua penghubung mempunyai tipe yang sama tetapi tidak ada satu elemen tunggal yang
semua chunk-chunk berbeda dapat dipasang sekaligus. Contoh lainnya sistem pipa, sofa
yang melingkar, dinding pemisah kantor dan beberapa sistem komputer merupakan contoh
dari arsitektur modular seksional.
46
--------- Aliran tenaga atau energi
Aliran material
47
untuk memilih susunan geometris sangat terkait dengan tahap pengelompokan elemen-elemen
pada skema. Apabila pengelompokan tersebut tidak layak, beberapa elemen harus disusun
ulang pada chunk-chunk yang lain. Perancangan geometris dari chunk sangat terkait dengan
aspek estetika, keamanan dan kenyamanan produk.
48
1.1.4 Perencanaan Platform
Kumpulan bagian, termasuk rancangan komponen yang dapat digunakan bersama oleh
bermacam-macam produk disebut bentuk dasar (platform produk). Perencanaan platform
produk melibatkan upaya untuk mengendalikan pertentangan antara perbedaan dengan
persamaan. Dua alat sederhana yang membantu tim untuk mengatasi pertentangan ini adalah:
a. Rencana Diferensiasi (Differentiation Plan)
Rencana diferensiasi secara eksplisit memperlihatkan cara bagaimana beberapa versi
produk akan berbeda dari sudut pandang pelanggan dan pasar.Metode ini berbentuk
matriks dengan baris menunjukkan atribut-atribut yang membedakan produk yang akan
dibuat dan kolom menunjukkan beberapa model produk yang akan dibuat.Atribut pembeda
adalah atribut yang penting bagi pelanggan dan ditujukan untuk membedakan berbagai
macam produk.Atribut-atribut pembeda ini umumnya diekspresikan dalam bentuk
spesifikasi. Tim menggunakan metode ini untuk menentukan bagaimana produk yang akan
dibedakan. Kekurangan dari metode ini adalah umumnya menghasilkan produk dengan
biaya yang tak terbatas.
b. Rencana Penyamaan (Commonality Plan)
Rencana penyamaan secara eksplisit menunjukkan cara bagaimana beberapa versi produk
yang berbeda dapat disamakan secara fisik. Metode ini terdiri dari matriks dimana baris
menunjukkan beberapa chunk dari produk. Kolom ketiga, keempat dan kelima
menunjukkan tiga versi yang berbeda dari produk. Kolom kedua menunjukkan jumlah tipe
yang berbeda untuk setiap versi chunk yang dicantumkan pada matriks.
Tantangan dalam perencanaan platform adalah memecahkan konflik antara keinginan
untuk mendiferensiasikan produk dengan menggunakan komponen-komponen penting yang
sama untuk sebuah produk. Berikut ini adalah beberapa tuntutan untuk mengatasi konflik
tersebut:
a. Keputusan rencana platform harus diinformasikan melalui perkiraan terhadap implikasi
biaya dan pendapatan yang kuantitatif
b. Melakukan pengulangan (iterasi) dalam mengambil keputusan akan lebih baik
c. Arsitektur produk menentukan sifat pertentangan antara perbedaan (differentiation)
dengan persamaan (commonality)
49
1.1.5 Isu-Isu yang Berkaitan dengan Perancangan Tingkatan Sistem
Pada bagian ini kita akan mendiskusikan beberapa isu yang sering muncul selama tahap
lanjutan dari aktivitas perancangan tingkatan sistem dan implikasinya terhadap arsitektur
produk.
a. Menetapkan sistem sekunder
Sistem sekunder biasanya mengandung hubungan yang fleksibel. Jenis hubungan ini dapat
ditetapkan setelah keputusan mengenai arsitektur utama dibuat. Sistem sekunder yang
memotong dan melintasi batasan chunk merupakan tantangan manajemen tertentu.
b. Membuat arsitektur chunk
Beberapa chunk dari produk yang kompleks mungkin juga mempunyai sistem yang sangat
kompleks di dalam chunk itu sendiri. Setiap chunk tersebut mungkin mempunyai
arsitekturnya sendiri, yaitu skema dimana chunk tersebut dibagi menjadi chunk-chunk
yang lebih kecil. Permasalahan ini identic dengan tantangan yang dihadapi dalam
membuat arsitektur produk keseluruhan.
c. Membuat spesifikasi penghubung yang lebih rinci
Ketika perancangan tingkatan sistem berlanjut, interaksi fundamental diidentifikasikan
lebih rinci dengan mencantumkan sebanyak mungkin kumpulan sinyal, aliran material dan
pertukaran energi. Ketika aktivitas ini dilakukan, spesifikasi penghubung antarchunk akan
menjadi lebih jelas. Pembatas semacam ini menunjukkan hubungan yang mengikat
antarchunk dan sering dituliskan secara detail pada dokumen spesifikasi formal.
50
Bill of material table tidak cukup untuk menggambarkan produk yang memiliki
subassembly, maka digunakan bill of material tree. Bill of material tree berupa “pohon”
dengan beberapa level yang menggambarkan struktur produk. Produk akhir
berada pada level 0 (nol), dan nomor level bertambah untuk level-level di bawahnya.
51
standar yang digunakan untuk menyangga Otoped saat diletakkan dalam posisi berdiri yang
terbuat dari bahan alumunium berukuran P = 7 cm; D = 1 cm, sambungan roda depan yang
berfungsi sebagai penyambung antara roda depan dengan pijakan yang terbuat dari bahan
alumunium berukuran P = 5 cm; D = 1,5 cm, sambungan roda belakang yang berfungsi sebagai
penyambung antara roda belakang dengan pijakan yang terbuat dari bahan alumunium
berukuran P = 5 cm; D = 1,5 cm, dan roda yang digunakan untuk menjalankan Otoped yang
terdiri atas velg yang terbuat dari bahan alumunium berukuran D = 10 cm serta ban yang terbuat
dari bahan karet berukuran D = 12 cm.
Setelah mengetahui komponen fisik dasar dari produk dapat dibuat desain produk dan
desain komponen dari produk. Pada gambar 8.1 dan 8.2 terdapat desain produk dan desain
komponen produk dari Otoped yang akan dibuat.
52
Gambar 1.5 Desain komponen produk
Mekanisme dari Otoped ini, yaitu pertama-tama membuka Otoped yang masih dalam
posisi terlipat. Setelah itu, pengguna Otoped dapat langsung mengendarainya dengan
memijakkan salah satu kaki ke pijakan Otoped dan kaki yang lain memijak tanah agar dapat
mendorong Otoped untuk mulai berjalan. Setelah Otoped berjalan, salah satu kaki pengguna
Otoped yang sebelumnya memijak ke tanah dapat berganti posisi untuk memijakkan kaki
tersebut ke pijakan Otoped seperti kaki yang lainnya, sedangkan kaki yang lainnya mendekati
pedal rem agar pengguna Otoped dapat dengan mudah memberhentikan Otoped yang sedang
dikendarainya dengan rem. Posisi kedua tangan pengguna Otoped saat mengendarai Otoped
adalah menggenggam setir Otoped. Setir Otoped tersebut dapat dibelokkan ke kanan atau ke
kiri mengikuti arah yang diinginkan oleh pengguna Otoped. Setelah Otoped selesai digunakan,
Otoped dapat diletakkan pada posisi berdiri dengan menurunkan standar atau jagrak pada
Otoped agar Otoped tidak terjatuh. Apabila Otoped ingin disimpan di tempat yang sempit,
Otoped ini dapat dilipat.
53
BAB II
DESAIN INDUSTRI
54
Gambar 1.6 Hubungan antara faktor dalam visual ergonomics
Dari ketiga hubungan tersebut yang meliputi dari faktor indra manusia adalah
ketajaman visual, penglihatan warna, kemampuan indra untuk melihat dari jarak tertentu,
pemakaian alat bantu (kacamata), dan kesehatan mata. Kemudian yang meliputi dari faktor
pekerjaan adalah tampilan visual, pemasangan alat elektronik, pengaturan tata letak
fasilitas kerja, ukuran huruf dan warna, kesediaan waktu istirahat, dan intensitas pekerjaan.
Dan yang terakhir adalah lingkungan adalah pechayaan, kualitas udara, zat yang berbahaya
bagi mata, faktor fisiologi dan kepuasan dalam bekerja.
Tabel 1.2 Penilaian Visual Ergonomis
Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan
b. Cultural Ergonomics
Ergonomi budaya merupakan pendekatan yang menganggap variasi interaksi dan
pengalaman yang ditawarkan benda tersebut kepada pengguna berdasarkan budaya .
Dalam mendesain berdasarkan pertimbangan dari ergonomi budaya bukan hanya
mempertimbangkan konteks budaya tetapi juga untuk mempertimbangkan untuk
memberikan pengalaman yang interaktif bagi pengguna. Dalam ergonomi budaya
mempertimbangkan pemahaman kita tentang makna budaya sekitar dan digunakan untuk
mengevaluasi produk sehari-hari yang digunakan. Dalam aspek ini bertujuan untuk
menggabungkan ergonomi budaya dan desain interaktif untuk mengeksplorasi interaksi
yang bisa ditawarkan berupa pengalaman kepada pengguna.
Tabel 1.3 Penilaian Cultural Ergonomics
Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan
55
pengalaman yang interaktif
bagi pengguna produk tersebut.
c. Postur Kerja
Dari segi ergonomi produk hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana dampak
pada produk tersebut terhadap kenyamanan postur operator. Dalam penentuan dimensi
produk diperlukan ukuran ukuran produk yang biasa sebut dengan dimensi antropometri.
Data antropometri tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan
stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai
dan layak dengan dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya.
Tabel 1.4 Penilaian Postur Kerja dan Antropometri
Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan
Bentuk dasar
mempertimbangkan 3 aspek
Postur Kerja dan antropometri dimana sudah
Antropometri disesuaikan dengan dimensi-
dimensi tubuh yang digunakan
dalam produk tersebut.
d. Coupling
Didalam penentuan kenyamanan kerja diperlukan beberapa kenyamanan dalam
genggaman tangan.
Tabel 1.5 Skor Coupling
0 1 2 3
Good Fair Poor Unaccepttabel
Pegangan Pegangan tangan bisa Pegangan tangan Dipaksakan, genggaman
pas & kuat diterima tapi tidak ideal tidak bisa diterima yang tidak aman,tanpa
ditengah, atau coupling lebih walaupun pegangan, coupling tidak
genggaman sesuai digunakan oleh memungkinkan sesuai digunakan oleh
kuat bagian lain dari tubuh tubuh
Sumber: Hignett, 2000
Didalam penentuan kenyamanan kerja diperlukan beberapa kenyamanan dalam genggaman
tangan.
Tabel 1.6 Penilaian Coupling
56
Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan
57
Berikut ini merupakan pengertian dari aspek estetika yaitu estetika atau nilai-nilai
keindahan ada dalam seni maupun desain, yang membedakan adalah estetika dalam seni untuk
diapresiasi, sedangkan estetika dalam desain adalah bagian dari sebuah fungsi suatu produk.
Dalam teori desain dikenal prinsip form follow function, yaitu bentuk desain mengikuti
fungsi. Selain memenuhi fungsi, ada tiga aspek desain yang harus dipenuhi jika suatu produk
desain ingin dianggap berhasil, yaitu produk desain harus memiliki aspek keamanan (safety),
kenyamanan (ergonomi) dan keindahan (estetika). Aspek keamanan berarti suatu produk
desain tidak mencelakai pemakainya. Aspek ergonomi berarti suatu produk desain proporsinya
pas ketika dipakai. Aspek keindahan berarti suatu produk disain harus memberikan
pengalaman yang menyenangkan jika dilihat.
Desain perwujudannya harus memenuhi fungsi tertentu. Selain fungsi, ada tiga prinsip
dasar yang harus dipenuhi untuk bisa dikatakan sebagai desain yang bagus, yaitu keamanan,
kenyamanan dan keindahan. Karya seni perwujudannya harus mengungkapkan ide (gagasan)
tertentu. Aspek estetika yang menjadi pertimbangannya yaitu dari 2 aspek, yaitu bentuk dasar
dari desain tersebut dan warna.
Tabel 1.8 Penilaian Aspek Estetika
Aspek Estetika Level kepetingan Penjelasan
58
2.1.3 Rencana Packaging
Kemasan adalah pelindung dari suatu barang, baik barang biasa mau pun barang-barang
hasil produksi industri. Dalam dunia industri kemasan merupakan pemenuhan suatu kebutuhan
akibat adanya hubungan antara penghasil barang dengan masyarakat pembeli.
Untuk keperluan ini kemasan harus dapat menyandang beberapa fungsi yang harus
dimilikinya seperti:
– Tempat atau wadah dalam bentuk tertentu dan dapat melindungi barang dari
kemungkinan rusak, sejak keluar dari pabrik sampai ke tangan pembeli.
– Mutu kemasan dapat menumbuhkan kepercayaan dan pelengkap citradiri dan
mempengaruhi calon pembeli untuk menjatuhkan pilihan terhadap barang yang
dikemasnya .
– Kemasan mempunyai kemudahan dalam pemakaiannya (buka, tutup, pegang, bawa)
tanpa mengurangi mutu ketahanannya dalam melindungi barang.
– Rupa luar kemasan harus sesegera mungkin menimbulkan kesan yang benar tentang
jenis isi barang yang dikemas.
– Perencanaan yang baik dalam hal ukuran dan bentuk, sehingga efisien dan tidak sulit
dalam hal pengepakan, pengiriman serta penempatan, demikian pula penyusunan
dalam lemari pajang.
– Melalui bentuk dan tata rupa yang dimilikinya kemasan berfungsi sebagai alat
pemasar untuk mempertinggi daya jual barang. Dalam fungsi ini desain bentuk-
kemasan harus mendapat dukungan penuh dari unsur desain-grafisnya, sehingga
bentuk kemasan selain menarik harus dapat menyampaikan keterangan dan pesan-
pesannya sendiri.
59
Gambar 1.8 Perencanaan Packaging
Karena itu mutu lain dari sebuah kemasan dinilai dari kemampuannya dalam memenuhi
fungsi, di mana kemasan dituntut untuk memiliki daya tarik yang lebih besar daripada barang
yang dibungkus di dalamnya. Keberhasilan daya tarik kemasan ditentukan oleh estetik yang
menjadi bahan pertimbangan sejak awal perencanaan bentuk kemasan, karena pada dasarnya
nilai estetik harus terkandung dalam keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa
melupakan kesan jenis, ciri dan sifat barang yang diproduksi.
Sedangkan untuk membuat kemasan yang menarik harus memperhatikan beberapa hal
sebelum membuatnya, yaitu :
1. Melakukan survey
Lakukan survey untuk mengenal konsep desain kompetitor, seberapa pengaruh desain
kompetitor terhadap penjualan produk. Buat Panelis dan poling untuk mengetahui
sebarapa kuat kompetisi antara konsep desain produk anda dengan kompetitor. Dari hasil
survey ini desainer akan mampu menciptakan konsep desain kemasan yang bisa bersaing.
2. Membuat konsep desain kemasan dan beberapa alternatif
Buatlah minimal 2 konsep desain kemasan sebagai bahan perbandingan antar dua konsep
desain yang telah dibuat.
Pilihan terbanyak terhadap salah satu konsep menjadi indikasi karakter konsumen terhadap
produk yang akan dikemas nantinya.
3. Menciptakan desain kemasan yang menarik dan berkarakter
Usahakan untuk menciptakan desain kemasan produk yang belum dipakai oleh produk
lain. Sehingga produk yang ditawarkan memberikan kesan lebih menarik dan lebih unik
dibandingkan produk lain dengan jenis usaha yang sama.
4. Sesuaikan desain kemasan dengan isi produk
60
Desain kemasan yang dirancang selayaknya harus mengacu kepada jenis dan karakter
produk yang akan dikemas. Sehingga jangan sampai terjadi desain kemasan tidak
memberikan corak produknya. Misal, desain sabun mandi tentunya berbeda dengan
konsep desain pelumas mesin motor, sehingga kewajiban desainer memperkuat persepsi
ini
5. Sesuaikan desain kemasan dengan karakter konsumen.
Seorang desainer kemasan harus pandai menganalisa kelompok segmen produk yang akan
dikemas sehingga acuan hebatnya sebuat desain kemasan bukan hanya pada bagus atau
tidaknya dari sisi grafisnya, tapi bagaimana desain yang diciptakan tersebut selaras dengan
sasaran pasar yang dibidik, sehingga calon konsumen tidak merasa asing dengan desain
kemasan yang dibuat. Membuat desain kemasan produk sesuai dengan target pasarnya,
bisa dibedakan berdasarkan umur konsumen, maupun jenis kelamin konsumen, kelas
harga penjualan, dan budaya daerah.
61
TAMPAK ATAS
LABORATORIUM
PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI
www.lpke.ub.ac.id
LABORATORIUM
STATISTIK DAN REKAYASA KUALITAS
www.lab-srk.ub.ac.id
PRAKTIKUM TERINTEGRASI II