Anda di halaman 1dari 7

www.rajaebookgratis.

com

Mencari Senyum

Seorang lelaki tua dengan langkah tertatih-tatih memasuki sebuah


kota. Wajahnya kusut, matanya liar dan pakaiannya kumal.
Beberapa orang yang berpapasan dengannya segera menyingkir.

Di suatu tempat, di bawah sebuah pohon setua dirinya, lelaki itu


tersungkur. Perlahan ia mencoba bangkit dan kembali memandangi orang
yang lalu lalang di kota itu.

Lelaki Tua: "Tolong…! Tolonglah aku! Tolong…!" (mengiba, mengulang-


ulang perkataannya)

Dua lelaki muda melintas di hadapannya. Memandang sekilas kemudian


menghampirinya. Lelaki tua itu terus merintih-rintih. Beberapa orang
lewat begitu saja tanpa peduli.

Lelaki 1: "Ada apa, Pak? Ada apa?" (memegang tangan, membimbing


lelaki tua itu bangkit)

Lelaki 2: "Ya, apa ada yang bisa kami bantu?" (prihatin)

Lelaki Tua: "Tolonglah saya. Tolong! Saya…saya mencari sesuatu yang


telah tak ada lagi di kota kami."

Dua lelaki muda itu saling berpandangan heran.

Lelaki 1: "Sesuatu yang tak ada lagi di kota bapak?"

Lelaki Tua: "Ya…,aku mencari sesuatu yang sangat berharga, yang tiba-
tiba saja tercerabut dari wajah semua orang di kota kami." (manggut-
manggut, sedih)

Lelaki 1 dan lelaki 2: "Apa itu…?"

Lelaki Tua: (menerawang penuh harap) "Sebuah senyuman."

Lelaki 1 dan 2: "Senyuman?"

Lelaki 1: "Aneh. Bapak bilang bapak mencari sebuah senyuman. Apa saya
tidak salah dengar?"

Lelaki Tua: (menggeleng-gelengkan kepala) "Ya, aku sudah berjalan


begitu jauh, mencari sebuah senyuman."

Lelaki 2: "Jangan bergurau! Semua manusia diciptakan dengan wajah. Di


dalam wajah kita, ada bibir yang bisa digerakkan begini, begini dan begitu
(menggerakkan bibirnya ke depan, ke samping dan sebagainya dengan
kesal).
www.rajaebookgratis.com

Lelaki 1: "Ya, bahkan orang segila apa pun masih memiliki senyuman. Aku
benar-benar tak mengerti. "

Lelaki Tua: "Kalau begitu kalian menganggapku lebih dari gila!? (sewot).
Dengar, aku tidak mengada-ada! Semua orang di kotaku sudah tak bisa
lagi tersenyum! Titik!"

Lelaki 1 dan 2 saling berpandangan kembali.

Lelaki 1 : (menarik napas panjang, menggaruk-garuk kepala yang tak


gatal) " Baiklah. Sesuatu terjadi tentu ada sebabnya. Mungkin aku pun
telah gila, tetapi aku ingin tahu hal apa yang menyebabkan penduduk di
kota kalian tak bisa tersenyum?"

Lelaki 2: "Ya, apa ada orang-orang yang berkeliaran dan menjahit semua
bibir penduduk di kotamu, sehingga mereka tak bisa lagi tersenyum atau
membuka mulut untuk tertawa?" (mengejek)

Lelaki Tua: (menggeleng, serius) "Tidak. Bahkan jahitan-jahitan di mulut


kami telah dilepaskan. Dulu memang penduduk kota kami tidak bisa
bicara, kecuali (mencontohkan) Hm…hm…(mengangguk-angguk), tetapi
kini, setelah jahitan-jahitan dilepaskan dari bibir kami, entah mengapa
bibir kami menjadi kebas. Kami bebas berkata-kata tetapi tak bisa lagi
tersenyum. Bahkan, bila kami mencoba untuk tertawa yang keluar adalah
amarah, tangisan dan airmata…."

Lelaki 2: "Aku tak mengerti. Aku benar-benar tak mengerti. Lebih baik
aku pergi daripada mendengarkan celotehan orang gila ini!" (kesal dan
berbalik akan pergi)

Lelaki 1: (mengejar lelaki 2 yang bergegas pergi) "Tunggu, teman!


Tetapi…kurasa, entahlah…, ia datang dari jauh, mungkin ia mengatakan
yang sebenarnya, dan mungkin kita bisa kita menolongnya."

Lelaki 2: (cemberut) " Menolong? Bagaimana menolong orang gila ini?"

Lelaki 1 bergegas menghampiri lelaki tua itu.

Lelaki 1: "Katamu seluruh penduduk di kotamu tak dapat lagi


tersenyum?"

Lelaki Tua: (manggut-manggut): "Ya…,ya…."

Lelaki 1: "Berarti kau juga?"

Lelaki Tua: (manggut-manggut lagi) "Tentu saja!"

Lelaki 1 bergegas kembali menghampiri Lelaki 2. Wajahnya lebih cerah.

Lelaki 1: "Dengar, lelaki tua itu mengaku bernasib sama dengan seluruh
penduduk di kotanya! Ia juga tak bisa tersenyum! Tugas kita adalah
www.rajaebookgratis.com

menolongnya agar ia bisa tersenyum lagi! Nah, setelah ia bisa tersenyum


kembali, mungkin hal ini akan berpengaruh pada para penduduk kota itu."

Lelaki 2: (Bengong) "Jadi…kita harus membuatnya tersenyum?"

Lelaki 1: "Ya, tunggulah sebentar di sini. Aku akan menyuruh orang


membawa makanan dan minuman yang enak untuknya. Siapa tahu ia
akan tersenyum."

Lelaki 2: "Tentu saja (setuju, yakin), ia akan tersenyum dan


berterimakasih pada kita."

Lelaki 1 meninggalkan tempat itu. Lelaki 2 sesekali memperhatikan si


lelaki tua. Wajah lelaki tua itu keras, dingin, dan penuh curiga.

Tak lama, Lelaki 1, kembali bersama seorang lelaki lain bergaya genit
(lelaki 3) yang membawa baki penuh berisi makanan dan minuman yang
enak. Mereka meletakkan nampan besar itu di hadapan si lelaki tua.

Lelaki 1: "Ini kubawakan makanan dan minuman lezat. Nikmati dan


tersenyumlah."

Lelaki Tua: (memakan makanan dan minuman itu dengan rakus)


"Terimakasih…."

Lelaki 2: (menghampiri) "Mengapa kau tak mengucapkan terimakasih


sambil tersenyum pada kami?"

Lelaki Tua : "Sudah kukatakan, aku tak bisa tersenyum!"

Lelaki 1,2,3 saling berpandangan.

Lelaki 2: "Aku akan menggelitik kakinya. Biasanya bila digelitik, orang


pasti akan tertawa!"

Lelaki 1 : "Ya, ya…, ide yang bagus!"

Lelaki 3: (bindeng) "Aih, ike juga setuju!"

Lelaki 2 segera menggelitik kaki lelaki tua itu, tetapi tak ada reaksi. Ia
menggelitik sekujur badan orangtua itu. Sia-sia. Lelaki tua tersebut tak
juga tertawa. Akhirnya ketiga lelaki itu menggelitik sekujur badannya
secara bersamaan.

Lelaki Tua: "Aduh…aduh, sakit! Aduh perih! A…duh!" (mengerang)

Lelaki 1,2,3: (Terkejut, menghentikan tindakan mereka) "Sakit? Perih?"

Lelaki 2: "Mengapa kau tak tersenyum? Seharusnya kau tertawa! Orang


akan tertawa bila kegelian!"

Lelaki tua: (melotot) "Aku tidak bisa, tahu! Bodoh! Bukankah sudah
www.rajaebookgratis.com

kukatakan sejak tadi, aku tak bisa lagi tersenyum. Jadi berhentilah
melakukan hal yang konyol! Tolong aku, anak muda!"

Lelaki 1,2,3 berpandangan keheranan.

Lelaki 1: (bangkit) "Sebentar, aku punya akal!" (pergi)

Lelaki 2 dan 3 bangkit sambil memandang lelaki tua itu sebal. Mereka
bolak-balik di hadapan lelaki tua itu sambil memikirkan cara membuatnya
tersenyum. Sesekali lelaki 2 nyengir kuda melihat gaya lelaki 3 yang
centil. Tetapi lelaki tua itu sama sekali tak bergeming.

Lelaki 3 (bindeng): (berlari gembira menghampiri lelaki tua itu) "Aih, aku
punya dollar yang banyak! Kau mau? Ambillah? Nih, ini! Semua menjadi
milikmu!"

Lelaki Tua: "Untukku? Boleh." (memasukkan semua dolar ke sakunya).

Lelaki 3 : (bengong, bindeng) "Mana ucapan terimakasihmu?"

Lelaki Tua: "Terimakasih." (datar)

Lelaki 3: (kesal, bindeng) "Di mana-mana, orang itu kalau dikasih


bantuan, apalagi uang, matanya berbinar-binar, hati menjadi girang dan
ia akan tersenyum bahkan tertawa. Bagaimana sih?"

Lelaki Tua: (cemberut) "Ngasih kok nggak ikhlas. Sudahlah, tolong saja
aku dan para penduduk kota agar bisa tersenyum kembali…."

Lelaki 2 dan 3: "Huh!" (kesal)

Tiba-tiba, lelaki 1 datang bersama seorang badut yang lucu sekali. Badut
itu menari-nari, menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Sang
Badut mengitari lelaki tua dan mencoba terus menghiburnya.

Badut (jenaka) : "Apakabar, Pak tua? Tralala trilili, aku pelucu, penghibur
semua orang (tertawa-tawa), janganlah takut!" (badut memamerkan
berbagai aksi lucu)

Lelaki 1,2,3 : (tertawa dan bertepuk tangan melihat aksi badut)

Lelaki tua itu menatap Sang Badut agak lama, lalu di luar dugaan, ia
malah menangis. Lambat laun tangisan itu berubah isakan yang semakin
kencang. Lelaki 1,2 dan 3 keheranan.

Lelaki Tua: ( Menangis, sedih sekali) "Mengapa harus ada orang


sepertimu? (menunjuk-nunjuk badut). Setelah tiga puluh dua tahun
kepedihan ini kau muncul dengan konyolnya."

Lelaki 3: "Aih, apa maksudmu, Pak Tua!"

Lelaki 1: "Ya, bukankah seharusnya badut dapat membuat orang


www.rajaebookgratis.com

tersenyum dan tertawa?"

Lelaki Tua: (menangis)"Sungguh, aku telah melihat badut-badut


bermunculan tahun ini di sepanjang jalan di kota kami. Seolah mereka
adalah pahlawan yang bisa mengurangi derita dan membuat kami
menyunggingkan senyuman. (mencoba berhenti menangis) Dengar! Kami
hanya bisa menertawakanmu dalam kegetiran terpencil di sudut sanubari
kami. Kalian tak bisa membodohi kami. Sebab kalian cuma badut! Bahkan
bila kalian mengenakan jas, dasi atau sorban sekali pun! Senyumku
bukan untuk orang seperti kalian!"

Lelaki 2: "Oh, Tuhan! Aku tak mengerti! Ia malah marah!"

Badut: (Kesal) "Ya, sudah. Lebih baik aku pergi."

Lelaki 1 dan 2 berpandangan bingung sambil menggelengkan kepala.


Lelaki 3 dengan centil melambai-lambaikan tangannya pada Sang Badut.

Lelaki 3: "Aih, daaag, Om Badut!"

Suram. Ke empat lelaki itu termenung sesaat.

Lelaki Tua: (berjalan,mencari, mendamba)"Senyuman…,di mana


senyuman itu? Aku ingin membawa berjuta senyuman kembali ke kota
kami…, senyuman…mana senyuman itu? Kehidupan kota kami bagai mati
tanpa senyuman…." (merintih sedih)

Hening.

Lelaki 1: (berteriak) "Pak Tua! Hei, Pak Tua! Sebenarnya siapakah yang
mengambil semua senyuman dari kota kalian!?"

Lelaki 2: "Ya! Itu yang belum kau ceritakan pada kami!"

Lelaki Tua: (mengernyitkan kening, menggelengkan kepala, menerawang)


"Aku tidak begitu pasti. Mereka para penjarah."

Lelaki 2: "Penjarah? Apa yang mereka jarah?"

Lelaki Tua: "Apa saja. Harta, kedudukan bahkan kehormatan. Mereka


menjarah beras, gula juga perempuan. Mereka membakar dan membuat
onar. Memaksa kami menggigil karena takut dan lapar, setiap malam dan
siang. Mereka bermain-main dengan darah lalu tiba-tiba para ulama kami
mati. Kemudian tak ada lagi senyum yang bisa kami temukan. Semua
senyum mereka rampas, untuk mereka bagikan pada orang-orang gila
yang kini berkeliaran di kota kami…. "

Hening lagi.

Tiba-tiba terdengar suara hiruk pikuk. Lelaki-lelaki itu mencari arah


datangnya suara dan terkejut melihat banyak orang menuju ke arah
mereka. Wajah orang-orang itu seperti mencari sesuatu. Lelaki 1 segera
www.rajaebookgratis.com

menghampiri salah seorang di antara mereka.

Lelaki 1: "Siapa kalian? Darimana dan hendak kemana?"

Orang 1: "Kami mencari orang-orang yang bercahaya."

Lelaki 2: (menghampiri) " Orang-orang yang bercahaya?Apa maksudmu?"

Orang 1: "Kami telah kehilangan senyuman. Hanya orang-orang


bercahaya yang bisa mengembalikan senyum kami."

Lelaki Tua : ( tersentak, tergopoh-gopoh) "Jadi kalian juga seperti aku?


Hidup tanpa senyuman?"

Orang-orang itu mengangguk-angguk.

Lelaki Tua: "Dan hanya orang-orang yang bercahaya, yang bisa membuat
kita kembali tersenyum?"

Orang 1: "Ya."

Lelaki 2: "Siapa mereka? Di mana mereka?"

Orang 1: "Entahlah. Kita bisa jelas mengetahui, ketika kita melangkah di


jalan cahaya…."

Lelaki Tua: "Melangkah di jalan cahaya?"

Orang 1: "Ya, melangkah di jalan cahaya!"

Orang-orang itu mengangguk-angguk dan segera berlalu dari hadapan


mereka. Tiba-tiba lelaki tua menyusul. Ia berlari ke arah orang-orang itu.

Lelaki Tua: "Aku ikut! Cahaya! Cahaya!" (berlari meninggalkan ketiga


lelaki yang tampak bingung).

Lelaki 3: "Aih, masak sih senyuman begitu susah dicari. Sampai harus
menuju cahaya segala. Lihat nih (pada lelaki 2), senyumku manis kan?"

Lelaki 2: (melompat, terbelalak) "Itu bukan senyuman! (pada Lelaki 1)


Teman, lihatlah, seringainya! Menyeramkan!"

Lelaki 3: (bingung, mencoba tersenyum, tetapi yang tampak seringai


yang mengerikan)

Lelaki 1: "Benar! Kkkau menakuti kami! Seharusnya kau tersenyum. Lihat


senyumku, ini…"

Lelaki 3: (takut) "Aih, tolong!! Senyummu membuatku takut! Toloooong!"


(lari meninggalkan Lelaki 1 dan Lelaki 2).
www.rajaebookgratis.com

Lelaki 2: "Berhenti tersenyum! Kau menyeramkan. Nah, lihat senyumku


(mencoba tersenyum, tetapi kaku) "A…apa yang terjadi…, a…aku tak bisa
tersenyum…."

Lelaki 3: (memegang bibirnya) "A…aku juga…,mengapa bisa begini? Apa


yang…sebenarnya terjadi?"

Panik.

Lelaki 1 dan 2: (sedih, bingung) "Senyuman…, di mana senyuman?


(mencari, melangkah tak tentu arah) Cahaya…, cahaya… di mana cahaya?
Senyuman…senyuman… di mana senyuman…? Cahayaaaa!??
Senyumaaaann!?? Senyumaaaan!?? Cahayaaaa!??"

Utan Kayu, 1998


Helvy Tiana Rosa
5 Februari 2001

Anda mungkin juga menyukai