PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini
tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung
tulang panjang, terutama lutut. ( Price, 1962:1213 ).
http://4.bp.blogspot.com/-
Ry6f1P9taOU/TfdHbdKmT3I/AAAAAAAAAE4/34DKcZIwmgU/s1600/A00092F05.jpg
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas
Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari
327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang
osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang
dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang
dalam stadium lanjut. (www.kompas.com).
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-
paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya
penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi
lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara
penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti
kemotherapy. Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25 tahun
( pada usia pertumbuhan ). ( Smeltzer. 2001: 2347 ).
Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan
anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-
laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui ( www.medicastore.com).
2. Tujuan penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan asuhan keperawatan
osteosarkoma.
b. Tujuan Khusus
6. Mampu menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan Osteosarkoma.
7. Mampu mengidentifikasi solusi dalam faktor-faktor penghambat pada pasien dengan Osteosarkoma.
3. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif yaitu
menggambarkan secara langsung melalui pendekatan proses keperawatan dengan cara teknik
pengumpulan data seperti wawancara, pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain
serta data dari catatan medik klien.
4. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dari laporan kasus ini, maka penulisannya
dibuat secara sistematis, dibagi menjadi 5 bab yaitu :
BAB I. Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II. Tinjauan teoritis meliputi konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah
neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung
bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang.
( Wong. 2003: 616 ).
Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini
tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung
tulang panjang, terutama lutut. ( Price. 1998: 1213 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling
fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi
karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.( Smeltzer. 2001:
2347 ).
Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal.
Tempat yang paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra, mandibula, klavikula, skapula, atau tulang-
tulang pada tangan dan kaki. Lebih dari 50% kasus terjadi pada daerah lutut. ( Otto.2003 : 72 ).
Sarkoma osteogenik atau osteosarkoma adalah merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Osteosarkoma merupakan tumor tulang maligna primer yang paling lazim dan seringkali berakibat fatal
dan dapat timbul sebagai metastase sekunder dari ekstrimitas tungkai pada 50% kasus. Biasanya
terdapat pada lokasi bekas radiasi atau lebih sering sebagai penyerta pada penyakit paget. Osteosarkoma
sering terjadi pada laki-laki pada kelompok usia 10-25 tahun dan pada orang tua yang mengalami
penyakit paget.
2. ETIOLOGI
b. Keturunan
c. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
Tulang paha atau femur adalah bagian tubuh terbesar dan tulang terkuat pada tubuh manusia. Ia
menghubungkan tubuh bagian pinggul dan lutut. Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput,
collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola
dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplaii darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang
pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral
dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang
batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang
menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica
yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada
permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea
aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris
medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah
dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang
melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya,
disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh
incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella.
Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
4. PATOFISIOLOGI
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini
tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung
tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu
predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan
osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung
osteosarkoma. Akhir-akhir ini dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan
terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan adanya
pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan
tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi bertindak
sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara
hematogen paling sering keparu atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, robert : 2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang)
atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).
Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah,
sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur,
ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau
bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau
miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor
ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang
normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon
osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi
terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Destruksi Tulang Penimbunan Periosteum Tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi
Fraktur
Nyeri Akut
5. ABSES
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksii bakteri. Jika bakteri
menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah
yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di
sekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.
6. GAMBARAN KLINIS
a. Rasa sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi
semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
b. Pembengkakan, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas (Gale. 1999: 245).
c. Keterbatasan gerak
d. Fraktur patologik.
f. Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta distensi pembuluh
darah maupun pelebaran vena.
g. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan
malaise (Smeltzer. 2001: 2347).
Studi radiografikal, scan MRI dan CT pada tulang yang terkena penyakit, mielogram, artetiografi, dan
essai biokimia darah dan urine akan memberikan informasi diagnostic. Pada radiografi, terdapat tanda
kerusakan tulang di dalam diafisis dengan erosi korteks tulang, terangkatnya periosteum terlihat pada
tepi lesi di tempat terbentuknya tulang baru di bawah (segitiga codman). Terbentuknya tulang baru
terlihat di dalam medula atau korteks tulang, tergantung dari tumor tersebut apakah osteolitik atau
osteoblastik.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
c. Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi, eksisi, biopsi
jarum, dan lesi- lesi yang dicurigai.
f. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya.
g. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”, ( Rasjad. 2003).
9. DIAGNOSA BANDING
c. Tumor sel datia atau defosit metastasis karsinomatosa pada tulang dari tumor primer.
10. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan
penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan
dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit.
Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi. Osteosarkoma
biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang
digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau
metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau
dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena,
diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale.
1999: 245 ).
b. Tindakan keperawatan
1) Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan
imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril
serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi,
sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi
gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
4) Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi,
program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah. (Smeltzer. 2001: 2350 ).
a) Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas
terapeutik.
d) Beri penguatan pada balutan awal / pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan
tepat.
g) Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
i) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau mengankat jaringan maligna dengan
menggunakan metode yang seefektif mungkin.
a. Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan amputasi pada
ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui tulang atau sendi di atas
tumor untuk control lokal terhadap lesi primer. Beberapa pusat perawatan kini memperkenalkan reseksi
lokal tulang tanpa amputasi dengan menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung
kembali penempatan tulang-tulang.
b. Kemoterapi
Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan dengan factor citrovorum,
adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.
11. KOMPLIKASI
b. Akibat tidak langsung : Penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
c. Akibat pengobatan : Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada kemoterapi.
12. PROGNOSA
Prognosa jelek, hanya kira-kira seperlima atau kurang dari 10 persen yang kasus yang mempunyai
harapan hidup / bertahan sampai / lebih dari 5 tahun.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan lain-lain.
2. Riwayat kesehatan
3. Pengkajian fisik
4. Hasil laboratorium/radiologi
b. Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi
seluruhnya.
DO :
Kriteria Hasil :
b. Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
Intervensi:
a. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
e. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan
rasa nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik
teratasi seluruhnya.
DO : Klien tampak mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan massa.
Kriteria Hasil :
a. Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
b. Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam
aktivitas,
Intervensi :
a. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi
tersebut.
R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
b. Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
c. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan
mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya
terjadi penurunan BB.
3. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu
dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit /
jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut.
Intervensi :
R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
4) Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada
daerah luka.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC. Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Rahmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Banjarbaru: Akper Depkes.
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I. Salemba medika. Jakarta
Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC
--. 2003. Catatan Kuliah Medikal Badah III. (Print out). Jurusan Keperawatan Banjarbaru