Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Insidensi kematian akibat tenggelam bervariasi, kematian akibat


tenggelam hanya 1 dari 20 kematian yang terjadi di air. Sebagian besar kasus
tenggelam terjadi di air, 90 % di air tawar (sungai, danau, dan kolam renang) dan
10% di air laut. Kasus tenggelam akibat cairan yang bukan di air sering terjadi dalam
kecelakaan industri. WHO mencatat 0,7% penyebab kematian di dunia atau lebih dari
500 ribu kematian setiap tahunnya diakibatkan oleh tenggelam, sedangkan CDC
melaporkan 5,700 orang dirawat karena near-drowning antara tahun 2005-2009 di
USA, 50% memerlukan perawatan khusus dan menjadi penyebab kematian kedua
pada anak usia 1-4 tahun.

Korban terbanyak biasanya anak-anak, namun tenggelam dapat terjadi pada


semua umur. Di dunia merupakan penyebab kematian utama pada anak usia 5-14
tahun. Jumlah near drowning diperkirakan 20 sampai 500 kali jumlah tenggelam
(drowning). Negara kepulauan seperti Jepang dan Indonesia memiliki risiko lebih
tinggi kasus tenggelam. Near drowning seringkali menyebabkan pneumonia aspirasi
dengan komplikasi sepsis dan abses otak.

Untuk mencegah angka kematian pada anak akibat drowning, sangat penting
pengetahuan mengenai diagnosis serta penanganan yang tepat terhadap kasus
tersebut, maka penulis akan melaporkan kasus drowninng yang dirawat di Instalasi
Rawat Inap Bagian Anak RSUD Bengkalis.

0
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Azril fauzan rasya
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Alamat : Jl. Gatot subroto, Bengkalis
Tgl Masuk RS : 25 Oktober 2018
No.MR : 037xxx

2.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Terjatuh di dalam kolam ikan
Riwayat penyakit sekarang
Hal ini dialami pasien 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Os terjatuh
kedalam kolam ikan, kemudian keluarga pasien menolong os dan menepuk
nepuk punggung os. Muntah (+) os memuntahkan air . Keadaan os saat
sampai di rumah sakit dalam keadaan sianosis. Kejang tidak dijumpai, demam
tidak dijumpai, mimisan tidak dijumpai. Riwayat penyakit keluarga disangkal
keluarga riwayat minum obat obatan disangkal keluarga. Riwayat BAK dan
BAB biasa.

Riwayat penyakit dahulu


-
Riwayat pemakaian obat
-
Riwayat penyakit dalam keluarga
-
Riwayat Kehamilan

1
Ibu pasien ANC teratur ke bidan dan dokter kandungan. Sakit sewaktu
hamil disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara yang lahir secara normal,
cukup bulan, dengan berat badan lahir 3100 gr yang segera menangis.

Riwayat Imunisasi
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien imunisasi lengkap.

Riwayat makan dan minum


0 - 6 bulan: ASI eksklusif
6 bulan – 24 bulan: ASI + MPASI
6 bulan – sekarang : makanan dewasa
Riwayat alergi makanan : tidak ada
Riwayat Pertumbuhan :
- BBL = 3100 gram
- BB masuk = 12 kg
- PB masuk = 81 cm

Riwayat Perkembangan :
- Membalik badan usia 3 bulan
- Menegakkan kepala usia 4 bulan
- Duduk usia 7 bulan
- Merangkak 8 bulan
- Berdiri 12 bulan
- Berjalan 15 bulan
- Bicara beberapa kata 12 bulan

2
Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal :
- Pasien tinggal di rumah milik sendiri.
- Lingkungan rumah bersih.
- Sumber air minum : air galon
- Sumber MCK : sumur bor

2.3 Pemeriksaan fisik


Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tanda-tanda vital :
BB : 12 kg Nadi : 116 x /menit
RR : 24 x /menit Suhu : 36,80C
Gizi : TB = 81 cm BB = 12 kg
Status gizi menurut :
BB/TB % : 12x100%/13 = 81% (gizi baik)

Kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)
Pupil: bulat, isokor, diameter 2 mm / 2 mm
Refleks cahaya: langsung(+/+), tidak langsung (+/+)
Telinga : Serumen (-/-), sekret (-/-)
Hidung : Sekret tidak ada, NCH (+)
Mulut : Bibir : mukosa basah, sianosis (+)
Palatum : Utuh
Lidah : Kotor (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Simetris, kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-)
Thorax :

3
- Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi (-), Ictus cordis tidak
terlihat.
- Palpasi : Vokal fremitus simetris normal.
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.
- Auskultasi : vesicular (+/+), wheezing (-/-) BJ I dan II reguler normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Datar, scar (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Alat Kelamin :laki-laki, tidak ada kelainan.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), turgor normal
Status Neurologis :
- Refleks Fisiologis : (+/+) normal
- Refleks Patologis : Babinski (-), Oppenheim (-), Gordon (-)
- Rangsang meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinki 1 (-), Brudzinki 2 (-)
Kernig (-)

2.4 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan darah rutin
Hb : 12,8 mg/dL Ht : 32,4 %
Leukosit : 9600 /uL Trombosit : 248.000 /uL
Diff counnt : basofil : 0%, eosinofil : 0%, staf : 1%, segment : 56%,
limfosit :35%, monosit : 4%
Pemeriksaan kimia darah
GDS : 138 mg/dL

Pemeriksaan elektrolit :
Na : 135 mmol/L

4
K : 4,3 mmol/L
Cl : 98 mmol/L

RESUME
Hal ini dialami pasien 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Os terjatuh
kedalam kolam ikan, kemudian keluarga pasien menolong os dan menepuk nepuk
punggung os. Muntah (+) os memuntahkan air . Keadaan os saat sampai di rumah
sakit dalam keadaan sianosis. Kejang tidak dijumpai, demam tidak dijumpai, mimisan
tidak dijumpai. Riwayat penyakit keluarga disangkal keluarga riwayat minum obat
obatan disangkal keluarga. Riwayat BAK dan BAB biasa
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien sianosis . Pemeriksaan
penunjang ditemukan dalam batas normal.

2.5 Diagnosis Kerja :


Tengtgtelam di air tawar

2.6 Penatalaksanaan : (IGD)


- O2 nasal canul 2L/i
- IVFD D5 ¼ NS 27 gtt/i mikro
- Inj. Picyn (ampicilin 500mg+sulbaktam 250 mg) 3x400 mg
- Inj. Gentamicin 2x60 mg
- Inj. Ranitidin 2x25 mg

2.7 Followup

Tanggal Follow up

5
26 Okt 2018 S : sianosis (-) Sesak (-) demam (-) batuk (-),muntah (-)
nafsu makan baik
O : Kesadaran: CM
BB: 12 kg HR:110x/i
RR : 24 x/i T : 36,80 C
Mata : konjungtiva anemis -/-,
Nafas cuping hidung (-), sianosis (-)
Thorak : Paru : gerakan dinding dada simetris,
retraksi - , vesikuler +/+ rhonkhi basah -/- whezing
-/-
Jantung : BJ 1 dan 2 normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, NT (-)
Ekstremitas : CRT < 2s, akral hangat
St. Neurologis normal
A: Tenggelam di air tawar
- IVFD D5 ¼ NS 28 gtt/i mikro
- Inj. Picyn (ampicilin 500mg+sulbaktam 250 mg)
3x400 mg
- Inj. Gentamicin 2x60 mg
- Inj. Ranitidin 2x25 mg
- BPPL

BAB III
TINJAUAN TEORI

3.1 Definisi

6
Ada perbedaan definisi antara tenggelam dan hampir tenggelam. Tenggelam
(drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam
pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan,
sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah adanya gangguan fisiologi
tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian.

3.2 PENYEBAB

Near drowning terjadi ketika korban tidak dapat bernafas dalam air dalam periode waktu
tertentu. Selama tenggelam, intake oksigen akan mengalami penurunan dan sistem utama
tubuh dapat berhenti akibat kekurangan oksigen. Dalam beberapa kasus terutama yang terjadi
pada anak, hal ini dapat terjadi dalam hitungan detik sedangkan pada dewasa terjadi lebih
lama. Sangat penting untuk diingat bahwa selalu ada kemungkinan untuk menyelamatkan
seseorang yang tenggelam walaupun dalam waktu cukup lama.

Tenggelam bisa disebabkan oleh :

a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan


b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
d. Perahu atau kapal tenggelam
e. Terperangkap atau terjerat di dalam air
f. Bunuh diri

3.3 MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinik korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan


lamanya tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi yang
dianggap bermanfaat untuk pedoman penilaian dan pengobatan pasien tenggelam.
Klasifikasi ini berdasarkan status neurologis dan sangat berguna bila digunakan
dalam 10 menit pertama.

KATEGORI A KATEGORI B KATEGORI C

7
(Blunted)

(Awake) (Comatase)

 Sadar (GCS 15)  Stupor  Koma


sianosis, apnoe tetapi
 Respons terhadap  Respons terhadap
setelah dilakukan
rangsangan – nyeri –
pertolongan dapat
kembali bernapas  Distress pernapasan,  Apnoe
spontan sianosis
 Hipotermi
 Hipotermi ringan  Perubahan radiologis
 Laboratorium :
pada dada
 Perubahan radiologis asidosis metabolik,
ringan pada dada  Laboratorium AGD : hiperkarbia,
asidosis metabolik, hipoksemia,
 Laboratorium AGD :
hipoksemia, gangguan fungsi
asidosis metabolik,
hiperkarbia ginjal akut, gangguan
hipoksemi
elektrolit

Tabel 1. Gambaran klinik menurut Conn dan Barker

3.4 FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya tenggelam, yaitu :


a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan
usia 18-24 tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat
dalam
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan
membunuh,kekerasan atau permainan di luar batas

8
3.5 KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi tenggelam adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
1) Typical Drowning, keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran
pernapasan korban saat korban tenggelam.
2) Atypical Drowning
a) Dry Drowning, keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada
cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan.
b) Immersion Syndrom, terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba
terjun ke dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan
terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan
vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.
c) Submersion of the Unconscious, sering terjadi pada korban yang
menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary
atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala
saat masuk ke air.
d) Delayed Dead, keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah
lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
b. Berdasarkan Kondisi Kejadian
1) Tenggelam (Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang
banyak sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas
atas tepatnya bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan
saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang
sangat sedikit.
2) Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.
c. Berdasarkan jenis air
1) Air tawar, seperti air sungai, danau, kolam renang

9
2) Air laut

3.6 PATOFISIOLOGI
Anak yang terbenam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri
secara panik disertai berhentinya pernapasan (breath holding). 10 sampai 12% korban
tenggelam dapat langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak
dijumpai aspirasi air di dalam paru. Mereka meninggal akibat asfiksia waktu
tenggelam yang disebabkan spasme laring. Spasme laring tersebut akan diikuti
asfiksia and penurunan kesadaran serta secara pasif air masuk ke jalan napas dan
paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang disertai aspirasi cairan
dan dikenal sebagai wet drowning. Kasus seperti ini lebih banyak terjadi, yakni 80
sampai 90%. Perubahan patofisiologi yang diakibatkan oleh tenggelam, tergantung
pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Setiap
jaringan pada tubuh mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap hipoksemia dan
kepekaan jaringan otak merupakan organ yang dominan mengalami disfungsi sistem
organ pada tubuh terhadap hipoksia.

Terhadap air laut atau air tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena
air laut bersifat hipertonik sehingga cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli.
Tetapi, alveoli yang dipenuhi cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya
sehingga menyebabkan shunt intra pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat
hipotonik sehingga dengan cepat diserap ke dalam sirkulasi dan segera
didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan permukaan surfaktan paru
sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap berjalan. Ini
menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu,
aspirasi air tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh
terhadap atelektasis, bronchospasme, dan infeksi paru..

Perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada korban hampir tenggelam


terutama akibat dari perubahan tekanan parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa.
Sedangkan faktor lain yang juga berpengaruh adalah perubahan volume darah dan

10
konsentrasi elektrolit serum. Korban hampir tenggelam kadang-kadang telah
mengalami bradikardi dan vasokonstriksi perifer yang intensif sebelumnya. Oleh
sebab itu, sulit memastikan pada waktu kejadian apakah aktivitas mekanik jantung
terjadi. Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving fisiologis pada air dingin,
sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi atau peninggian
kadar katekolamin. Aspirasi air yang masuk ke paru dapat menyebabkan vagotonia,
vasokonstriksi paru dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus
dengan menghambat kerja surfaktan.

Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi,
oksigenasi, dan perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa
menimbulkan trauma sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang
adekuat. Dedem cerebri yang difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang
disebabkan oleh anoksia dan iskemia susunan syaraf pusat yang menyeluruh.
Kesadaran yang hilang bervariasi waktunya, biasanya setelah 2 sampai 3 menit terjadi
apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi setelah 4 sampai
10 menit anoksia. Ini memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi dalam
beberapa detik setelah orang tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2
sampai 6 menit. Otak dalam suhu normal tidak akan kembali berfungsi setelah 8
sampai 10 menit anoksia walaupun telah dilakukan tindakan resusitasi. Anoksia dan
iskemia serebri yang berat akan mengurangi aktivitas metabolik akibat peninggian
tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini dipercayai menjadi
trauma susunan saraf pusat sekunder.

Hampir sebagian besar korban tenggelam memiliki konsentrasi elektrolit


serum normal atau mendekati normal ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa
terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksemia yang menyeluruh. Pasien hampir
tenggelam setelah dilakukan resusitasi biasanya fungsi ginjal seperti albuminuria, Hb
uria, oliguria, dan anuria kemudian bisa menjadi nekrosis tubular akut.

AIR TAWAR AIR LAUT

11
Osmolaritas < darah Osmolaritas > darah

Hipotonik Hipertonik

Hipovolemik

Hipervolemik

Hemodilusi Hemokonsentrasi

Tabel 2. Perbedaan antara sifat air tawar dan air laut

Tenggelam dalam air tawar

inhalasi air tawar

alveolus paru-paru

12
absorbsi dalam jumlah besar

hipervolemi ← hemodilusi hebat (±72%) → hemolisis

↓ ↓

tekanan sistole menurun perubahan biokimiawi

↓ ↓

fibrilasi ventrikel K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun

↓ ↓

anoksia cerebri → MENINGGAL ← anoksia myocardium

Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi
hemodilusi yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya hemolysis, oleh
karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium dalam plasma
meningkat dan Natrium berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium.
Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau sirkulasi menjadi
berlebihan, terjadi penurunan tekanan systole, dan dalam waktu beberapa menit
terjadi fibrilasi ventrike. Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah,
terjadi anoksia cerebri yang hebat, hal ini yang menerangkan mengapa kematian
terjadi cepat.

Tenggelam dalam Air Asin

inhalasi air asin

13
alveolus paru-paru

hemokonsentrasi

hipovolemi ← cairan sirkulasi berdifusi keluar → hematokrit meningkat

↓ ↓

viskositas darah meningkat K+ menurun, Na+ dan Cl- meningkat

↓ ↓

payah jantung K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun

MENINGGAL

Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai


sekitar 42 persen, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru sehingga terjadi edema
pulmonum yang hebat dalam waktu relatif singkat. Pertukaran elekrolit dari air asin
ke dalam darah mengakibatkan meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar
Natrium plasma. Fibrilasi ventrikel tidak terjadi, namun terjadi anoksia pada
myocardium dan disertai peningkatan viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya
payah jantung. Tidak terjadi hemolisis, melainkan hemokonsentrasi, tekanan sistolik
akan menetap dalam beberapa menit.

Kematian Mendadak dalam Air Dingin

14
Mati mendadak segera setelah seseorang masuk ke dalam air yang dingin,
sering disinggung, walaupun tanpa penyebab langsung, oleh karena spasme laring
atau vagal refleks yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut, yaitu yang
mendadak tadi, hanya dapat dijelaskan oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel pada
koeban, dan dapat dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air yang dingin atau
tersiram air yang dingin dapat menimbulkan ventricular ectopic beat.

Perubahan yang terjadi pada organ-organ saat tenggelam :

a. Perubahan Pada Paru-Paru


Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 –
90% pada korban hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat
mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen,
bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat memberi cedera pada paru dan
atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.
b. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan
bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat
berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan pada fungsi
kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat
perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan
keseimbangan asam-basa.
c. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ
tetapi penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak.
Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan
peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban
yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran
terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel
mulai terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak

15
akan kembali setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama
selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam
d. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi
biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria,
hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan
mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis
laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
e. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi
selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan
intravena yang diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan
keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan
elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya.
Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang
banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan
hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan
jaringan akibat hipoksia yang luas

3.7 TATALAKSANA

Banyak usaha yang dilakukan dalam mengembangkan protokol yang dapat


memperbaharui hasil penatalaksanaan pasien-pasien tenggelam. Namun, belum ada
pengobatan klinis yang lebih unggul dari penanganan supportif yang konvensional.
Belum ada pengobatan klinis yang unggul pada keadaan hipoksia selain tindakan
pencegahan dan resusitasi segera.

Resusitasi awal di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit korban tenggelam
harus difokuskan kepada menjamin oksigenasi, ventilasi, sirkulasi yang adekuat,
tekanan gasa darah arteri, keadaan asam basa, serta saluran napas harus bebas dari

16
bahan muntah dan benda asing yang dapat mengakibatkan abstruksi dan aspirasi.
Penekanan perut tidak boleh dilakukan secara rutin untuk mengeluarkan cairan di
paru apabila tidak terbukti efektif karena bisa meningkatkan risiko regurgitasi,
aspirasi, dan kehilangan kontrol akan memperberat trauma spinal. Kecepatan dan
efektivitas dalam melaksanakan resusitasi ini sangat menentukan kelangsungan hidup
neuron-neuron korteks, khususnya pada pasien-pasien yang sangat kritis. Transfer
oksigen yang tidak efektif akibat fungsi paru yang memburuk bisa mengakibatkan
hipoksia yang lebih berat dan berlanjut karena kerusakan organ yang multipel.

Otak adalah organ yang dituju dalam pengobatan. Pencegahan trauma otak
pada korban dilakukan dengan mengangkat korban dari air secepatnya dan resusitasi
jantung paru dasar harus dilakukan. Ini perlu segera dilakukan karena hipoksia
dengan cepat berkembang dalam beberapa detik ke keadaan apnoe. Oleh karena itu,
apabila tidak mungkin mengangkat korban dari air, secepatnya ventilasi mulut ke
mulut harus dilakukan segera setelah penolong menarik korban. Kemudian harus
segera diberikan oksigen inspirsi yang tinggi. Dukungan oksigen harus diberikan
tanpa memandang keadaan pasien. Apabila korban dicurigai mengalami trauma leher
maka harus dibuat posisi netral dan melindunginya dengan gips cervical (cervical
colar).

Prinsip pertolongan di air :

a. Raih ( dengan atau tanpa alat ).


b. Lempar ( alat apung ).
c. Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
d. Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
Penanganan Korban :
a. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
b. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi
kepala, leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan

17
untuk menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan
pasanglah sebelum menaikan penderita ke darat.
c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan
untuk memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas
sepanjang perjalanan.
d. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
e. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
f. Berikan oksigen bila ada.
g. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.

Metode Resusitasi Jantung Paru

Dalam menangani korban tenggelam, penolong harus mengutamakan jalan


napas dan oksigenasi buatan. RJP yang harus dilakukan adalah RJP konvensional (A-
B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respons
darurat.

I. Basic Life Support

Adapun bentuk bantuan hidup dasar yang bisa diberikan dibagi


menjadi dua jenis, yaitu untuk korban sadar dan korban tidak sadar

A. Korban Sadar

1. Penolong tidak boleh langsung terjun ke air untuk melakukan


pertolongan, karena korban dalam keadaan panik dan sangat

18
berbahaya bagi penolong. Sedapat mungkin, penolong untuk selalu
memberikan respon suara kepada korban dan sambil mencari kayu
atau tali atau mungkin juga pelampung dan benda lain yang bisa
mengapung disekitar lokasi kejadian yang bisa digunakan untuk
menarik korban ke tepian atau setidaknya membuat korban bisa
bertahan di atas permukaan air.
2. Aktifkan sistem penanganan gawat darurat terpadu (SPGDT).
Bersamaan dengan tindakan pertama di atas, penolong harus
segera mengaktifkan SPGDT, untuk memperoleh bantuan atau bisa
juga dengan mengajak orang-orang yang ada disekitar tempat
kejadian untuk memberikan pertolongan.

3. Jika memang ditempat kejadian ada peralatan atau sesuatu yang


bisa menarik korban ketepian dengan korban yang dalam keadaan
sadar, maka segera berikan kepada korban, seperti kayu atau tali,
dan usahakan menarik korban secepat mungkin sebelum terjadi hal
yang lebih tidak diinginkan. Setelah korban sampai ditepian
segeralah lakukan pemeriksaan fisik dengan terus memperhatikan
ABC untuk memeriksa apakah ada cedera atau hal lain yang dapat
mengancam keselamatan jiwa korban dan segera lakukan
pertolongan pertama kemudian kirim ke pusat kesehatan guna
mendapat pertolongan lebih lanjut.

4. Jika tidak ada peralatan atau sesuatu yang bisa menarik korban,
maka penolong bisa segera terjun ke air untuk menghampiri
korban. Tapi harus diingat, penolong memiliki kemampuan
berenang yang baik dan menghampiri korban dari posisi belakang
korban.

5. Jika korban masih dalam keadaan sadar dan bisa ditenangkan,


maka segera tarik (evakuasi) korban dengan cara melingkarkan

19
salah satu tangan penolong pada tubuh korban melewati kedua
ketiak korban atau bisa juga dengan menarik krah baju korban
(tapi ingat, hal ini harus dilakukan hati-hati karena bisa membuat
korban tercekik atau mengalami gangguan pernafasan) dan segera
berenang mencapai tepian. Barulah lakukan Pertolongan Pertama
seperti pada no. 3 di atas.

6. Jika Korban dalam keadaan tidak tenang dan terus berusaha


menggapai atau memegang penolong, maka segera lumpuhkan
korban. Hal ini dilakukan untuk mempermudah evakuasi,
kemudian lakukan tindakan seperti no 5 dan kemudian no. 3 di
atas.

B. Korban tidak sadar

Seperti halnya dalam memberikan Pertolongan Pertama untuk


korban tenggelam dalam keadaan sadar, maka untuk korban tidak
sadar sipenolong juga harus memiliki kemampuan dan keahlian untuk
melakukan evakuasi korban dari dalam air agar baik penolong maupun
korban dapat selamat.

Adapun tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Segera hampiri korban, namun tetap perhatikan keadaan sekitar untuk


menghindari hal yang tidak diingin terhadap diri penolong. Lakukan
evakuasi dengan melingkarkan tangan penolong ditubuh korban
seperti yang dilakukan pada no. 3 untuk korban sadar.

20
2. Untuk korban yang dijumpai dengan kondisi wajah berada di bawah
permukaan air (tertelungkup), maka segera balikkan badan korban dan
tahan tubuh korban dengan salah satu tangan penolong. Jika penolong
telah terlatih dan bisa melakukan pemeriksaan nadi dan nafas saat
menemukan korban, maka segera periksa nafas dan nadi korban. Kalau
nafas tidak ada maka segera buka jalan nafas dengan cara
menggerakkan rahang korban dengan tetap menopang tubuh korban
dan berikan nafas buatan dengan cara ini. Dan jika sudah ada nafas
maka segera evakuasi korban ke darat dengan tetap memperhatikan
nafas korban.

3. Ketika penolong dan korban telah sampai ditempat yang aman (di
darat), maka segera lakukan penilaian dan pemeriksaan fisik yang
selalu berpedoman pada ABC. Berikan respon kepada korban untuk
menyadarkannya.

4. Ketika respon ada dan korban mulai sadar, maka segera lakukan
pemeriksaan fisik lainnya untuk mengetahui apakah ada cedera lain
yang dapat membahayakan nyawa korban. Jika tidak ada cedera dan
korban kemudian sadar, berikan pertolongan sesuai dengan yang
diperlukan korban, atau bisa juga dengan mengevakuasi korban ke
fasilitas kesehatan terdekat untuk pemeriksaan secara medis.

5. Jika tidak ada respon dan tidak ada nafas, segera buka jalan nafas
dengan cara ini, periksa jalan nafas dengan cara look, listen, feel
selama 3-5 detik. Jika tidak ada nafas maka segera berikan bantuan
pernafasan (bantuan hidup dasar) dengan cara ini lalu periksa nadi
karotis. Apabila nadi ada, maka berikan bantuan nafas buatan sesuai
dengan kelompok umur korban hingga adanya nafas spontan dari
korban (biasanya nafas spontan ini disertai dengan keluarnya air yang
mungkin menyumbat saluran pernafasan korban ketika tenggelam),

21
lalu posisikan korban dengan posisi pemulihan. Terus awasi jalan
nafas korban sambil penolong berupaya untuk menyadarkan seperti
tindakan no. 4 di atas atau mencari bantuan lain untuk segera
mengevakuasi korban.

6. Ketika tindakan no.5 tidak berhasil (tidak ada respon, tidak nafas dan
tidak ada nadi), maka segera lakukan Resusitasi Jantung Paru, dengan
cara seperti ini.

II.Advanced Life Support

D (Drugs) : pemberian obat-obatan.

Pemberian obat-obatan ada yang bersifat penting seperti adrenalin,


natrium bicarbonat, sulfas atropin dan berguna seperti kortikosteroid.
Obat-obatan ini berguna untuk mengatasi keadaan darurat dan
mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain obat, terapi cairan juga
merupakan langkah penting dalam penanganan korban tenggelam.
Pemberian cairan pada pasien yang tenggelam di air asin tentu berbeda
dengan yang tenggelam di air tawar, karena perbedaan dari sifat
masing-masing jenis air tersebut. Air laut mempunyai sifat hipertonik
sehingga menarik cairan dari ekstrasel ke intrasel, dan terjadilah
hemokonsentrasi, maka dapat diberikan jenis cairan koloid. Sedangkan
yang terjadi pada air tawar adalah sebaliknya yaitu hemodilusi,
sehingga harus diberi cairan yang bersifat hipotonis seperti NaCl
0,45%

E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya


fibrilasi ventrikel dan monitoring

F (Fibrillation Treatment) : berupa DC Shock untuk menghilangkan


fibrilasi

22
III.Prolonged Life Support

G (Gauge) : monitoring terus-menerus terhadap sistem pernapasan,


kardiovaskuler dan sistem saraf.

H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem


saraf dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dapat dicegah terjadinya
kelainan neurologic permanen.

I (Intensive Care) : perawatan intensif di ICU yaitu tunjangan ventilasi


seperti intubasi, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 dan tunjangan
sirkulasi

3.8 KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi adalah akibat dari keadaan hipoksia, aspirasi air ke
dalam paru dan infeksi yang terjadi setelahnya.

23
a. Ensefalopati Hipoksik : suatu keadaan di mana bagian otak tertentu yang
mengalami hipoksia saat tenggelam tidak dapat kembali ke fungsi normal atau telah
terjadi kerusakan yang permanen
b. Pneumonia aspirasi : merupakan kompliasi yang paling sering terjadi akibat
masuknya air ke dalam paru atau terhirupnya air saat pasien berusaha untuk
meyelamatkan diri. Bakteri maupun mikrorganisme lain yang ada di air akan
berkembang biak di dalam paru dan menyebabkan terjadinya infeksi
c. Gagal Ginjal : Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi
biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria,
hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan
tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan
aliran darah ke ginjal.

BAB IV
PEMBAHASAN

24
Korban dikatakan hampir tenggelam apabila korban dapat bertahan hidup
dalam 24 jam pertama. Apabila tidak dilakukan penanganan segera maka sebagian
besar pasien mengalami kerusakan organ yang multipel dimana otak merupakan
organ yang sangat peka dalam hal ini.

Patofisiologi korban hampir tenggelam sangat tergantung kepada jumlah dan


sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Oleh sebab itu, tindakan
di luar rumah sakit atau di tempat kejadian tenggelam menentukan hasil tindakan di
rumah sakit dan prognosa selanjutnya.

Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah


pernapasan dan kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong
kehidupan jantung dasar dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar
melalui resusitasi, dan mencegah insufisiensi

Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan


terlebih dahulu kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan
interaksi yang konstan dengan korban.

Pada pasien anak ini, os mampu bertahan hidup dalam 24 jam pertama. Saat os masuk
ke rumah sakit. dilakukan tatalaksana basic life support pada os yang dalam keadaan
sadar dan kemudian dirawat di ruangan untuk pemulihan dan observasi 24 jam.

25

Anda mungkin juga menyukai