INFO KOMODITI
GARAM
i
Ernawati Munadi
SANKSI PELANGGARAN
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
ii
Dilema Pergaraman di Indonesia
Info Komoditi
GARAM
EDITOR:
Zamroni Salim, Ph.D
Ernawati Munadi, Ph.D
iii
Ernawati Munadi
Judul:
Info Komoditi Garam
Zamroni Salim, Ph.D dan Ernawati Munadi, Ph.D
Copyright © 2016
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
All rights reserved
Diterbitkan oleh
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia bekerja sama dengan
Al Mawardi Prima Anggota IKAPI DKI Jaya
AMP Press
Imprint Al-Mawardi Prima
Anggota IKAPI JAYA
Jl. H. Naimun No. 1 Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan
Telp/Fax. (021) 29325630
Email: info@almawardiprima.co.id
Website: www.almawardiprima.co.id
iv
Dilema Pergaraman di Indonesia
KATA PENGANTAR
Bunga Rampai Info Komoditi Garam merupakan salah satu dari serangkaian
Bunga Rampai Info Komoditi yang telah diterbitkan oleh Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan (BPPP) sejak tahun 2013 yang dimaksudkan untuk
memberikan kompilasi singkat data dan statistik tentang produksi, konsumsi,
pengolahan, perdagangan, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan
komoditas tertentu. Hal ini mengingat pentingnya sebuah pemahaman yang
kuat dari setiap produk, yang sangat diperlukan bukan hanya untuk pengambilan
keputusan kebijakan perdagangan yang efektif, namun juga pengembangan dan
pemahaman bagaimana untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
Khusus untuk komoditas garam, pemahaman yang sangat mendalam
terkait dengan kondisi produksi dan konsumsi garam di Indonesia beserta
permasalahan-permasalahan yang dihadapi sangat diperlukan dan sangat
krusial bagi pengambil kebijakan khususnya dan masyarakat secara umum
dalam menyikapi pengembangan sektor pergaraman di Indonesia. Menarik untuk
dicermati misalnya, bagaimana Indonesia dengan produksi garam nasional pada
tahun 2015 yang mencapai 2,84 juta ton belum sepenuhnya mampu memenuhi
kebutuhan garam dalam negeri sebesar 3,75 juta ton pada tahun yang sama.
Ironisnya, ketidakmampuan produksi garam Indonesia dalam memenuhi
kebutuhan dalam negerinya bukan hanya disebabkan oleh produksi yang lebih
rendah dari konsumsi, namun juga karena kualitas garam yang dihasilkan juga
belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan industri yang mensyaratkan
kualitas garam yang lebih tinggi. Indonesia harus mengimpor dengan jumlah yang
tidak kalah banyaknya dengan yang diproduksi dalam negeri, yaitu sebesar 2,16
juta ton pada tahun 2014. Akibat situasi ini, garam bukan hanya berperan sebagai
komoditas strategis, namun juga sebagai komoditas politis karena garam sangat
potensial dalam memberikan keuntungan bagi beberapa pihak.
Pemahaman yang mendalam terkait dengan kondisi perdagangan garam
baik di dalam negeri maupun di pasar internasional serta bagaimana prospek
garam di masa yang akan datang juga sangat penting, khususnya bagi pengambil
kebijakan dalam rangka meningkatkan daya saing garam Indonesia di pasar
global. Dengan pemahaman yang sangat mendalam terkait dengan aspek-
aspek tersebut, yang secara mendalam di bahas dalam Bunga Rampai Info
Komoditi Garam ini, diharapkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah mampu
menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi semua stakeholder yang terlibat
v
Ernawati
Bunga Rampai
Munadi
Info Komoditi Rumput Laut
vi
Dilema Pergaraman diPengantar
Kata Indonesia
DAFTAR ISI
Pengantar Editor............................................................................................v
Daftar Isi....................................................................................................... vii
Daftar Gambar............................................................................................. viii
Daftar Tabel...................................................................................................ix
Indeks ........................................................................................................116
Biografi Penulis..........................................................................................117
vii
Ernawati Munadi
DAFTAR GAMBAR
viii
Dilema Pergaraman di Indonesia
DAFTAR TABEL
ix
Ernawati Munadi
x
Dilema Pergaraman di Indonesia
BAB I
DILEMA PERGARAMAN DI INDONESIA
Ernawati Munadi
1
Ernawati Munadi
2
Dilema Pergaraman di Indonesia
3
Ernawati Munadi
4
Dilema Pergaraman di Indonesia
5
Ernawati Munadi
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). (2015). Distribusi Perdagangan Komoditi Garam
Indonesia. Diunduh dari www.bps.go.id tanggal 31 Januari 2016.
Detik Finance. (2015, Oktober 7). Faisal Basri Kritik BUMN Garam.
Diunduh tanggal 29 Januari 2016 dari http://finance.detik.com/
read/2015/10/07/210546/3038896/ 1036/faisal-basri-kritik-bumn-
garam.
Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP. (2015). Refleksi 2014,
Outlook 2015. Jakarta: Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, KKP.
Gatra. (2015, April 20). Hingga Akhir 2015, Kebutuhan Garam Nasional 2,6
Juta Ton. Diunduh tanggal 15 Februari 2016 dari http://www.gatra.
com/ekonomi/industri/143400-hingga-akhir-2015,-kebutuhan-
garam-nasional-2,6-juta-ton.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (2014). Laporan Kinerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014. Jakarta:
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (2015). Laporan Kinerja
Kementerian Kelatuan dan Perikanan Tahun 2014. Diunduh tanggal
17 Februari 2016 dari http://kkp.go.id/assets/uploads/2015/03/
LAKIP-KKP-2014.pdf.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin). (2016) Diunduh 11 Mei 2016,
dari http://kemenperin.go.id/artikel/11298/Garam-Industri-Masih-
Bergantung-Impor.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM ITB). (2016).
Peningkatan Kualitas dan Produksi Industri Garam Rakyat. Diunduh
tanggal 12 Februari 2016 dari http://www.lppm.itb.ac.id/pengabdian/
laporanpengabdian /peningkatan-kualitas-dan-produksi-industri-
garam-rakyat.
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (Puska PDN). (2012).
Penerapan Supply Chain Management untuk Meningkatkan Efisiensi
dan Efektifitas Distribusi pada Kasus Garam. Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Jakarta.
Sulistyono, Endra. (2015). Mewujudkan Garam Nasional yang
Berswasembada. Diunduh 15 Mei 2016, dari: http://www.kemenkeu.
go.id/sites/default/files /Mewujudkan%20Garam%20Nasional%20
yang%20Berswasembada.pdf.
US Geological Survey (USGS). (2013). Publications: Mineral Yearbook.
Diambil kembali dari US Geological Survey (USGS): minerals.usgs.
gov/minerals/pubs/commodity/salt/myb1-2013-salt.xls.
6
Produksi Garam Indonesia
BAB II
PRODUKSI GARAM INDONESIA
Septika Tri Ardiyanti
2.1 Pendahuluan
Garam menjadi salah satu komoditas strategis nasional yang kedudukannya
tidak kalah penting jika dibandingkan dengan kebutuhan pokok lainnya,
mengingat peran dan fungsi yang dimilikinya. Selain berfungsi sebagai bahan
pangan, garam juga berfungsi sebagai bahan baku bagi industri dalam negeri.
Sebagai bahan pangan yang mengandung unsur mineral yang dibutuhkan oleh
manusia, Sodium dan Klor (NaCl), keberadaan garam tentu mutlak diperlukan di
tiap rumah tangga masyarakat. Sementara sebagai bahan baku industri, garam
menjadi bahan baku penting bagi industri makanan olahan, industri kimia atau
farmasi, industri penyamakan kulit dan industri pengeboran minyak (Rismana
dan Nizar, 2014). Melihat peran esensial garam bagi konsumsi rumah tangga
yang menyangkut ketahanan pangan dan pemenuhan gizi nasional serta fungsi
sebagai bahan baku bagi industri di dalam negeri, tidak heran apabila garam
kemudian juga dijuluki sebagai salah satu “komoditas politik” (Gibran, 2015).
Sebagai “komoditas politik”, isu swasembada garam nasional kemudian
menjadi salah satu isu yang banyak diperbincangkan. Hal tersebut disebabkan
karena Indonesia masih bergantung pada garam impor untuk memenuhi
kebutuhan dalam negerinya, sebuah kondisi yang cukup ironis bagi Indonesia,
negara yang 2/3 wilayahnya merupakan lautan. Meskipun pemerintah telah
menargetkan bahwa Indonesia harus menjadi poros maritim dunia di masa
mendatang, usaha produksi garam yang notabene merupakan salah satu
produk hasil laut ternyata masih belum banyak diminati di dalam negeri,
termasuk usaha untuk meningkatkan kualitas garam nasional (Purbani, 2001).
Hingga saat ini, sebagian besar produksi garam dilakukan secara individual
oleh petani garam sehingga produksi garam mempunyai produktivitas yang
rendah dan kualitas garam yang relatif rendah pula sehingga tidak memenuhi
spesifikasi yang disyaratkan oleh industri di dalam negeri (Efendy, et al.,
2016). Apabila dibandingkan antara kebutuhan nasional dan kemampuan
produksi, maka produksi garam nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan
dari sisi konsumsi saja, sementara untuk kebutuhan bahan baku industri
masih bergantung pada impor. Meskipun garam konsumsi telah dipenuhi
oleh produksi dalam negeri, namun ternyata sebagian besar produksi garam
rakyat tersebut masih membutuhkan proses pengolahan lebih lanjut untuk
dapat memenuhi segala standar yang dibutuhkan hingga layak dikonsumsi
oleh masyarakat (Efendy, Zainuri dan Hafiluddin, 2014).
7
Septika Tri Ardiyanti
8
Produksi Garam Indonesia
9
Septika Tri Ardiyanti
10
Produksi Garam Indonesia
standar high grade, dengan kadar NaCl minimum 96% (adbk), kadar
air (b/b) maksimum 2,5%, Calsium (Ca) maksimum 0,1%. Hasil produk
CAP digunakan untuk industri kertas, industri PVC, sabun (deterjen) dan
tekstil.
2. Garam industri aneka pangan adalah garam beryodium maupun tidak
beryodium yang digunakan sebagai bahan baku/bahan penolong pada
industri aneka pangan untuk memproduksi makanan atau minuman.
Spesifikasi teknis yang dibutuhkan pada garam industri aneka pangan
adalah garam beryodium maupun tidak beryodium dengan standar food
grade dan telah diolah dengan tingkat kehalusan tertentu dengan kadar
NaCl minimum 97% (adbk), Calsium (Ca) maksimum 0,06%, Magnesium
(Mg) maksimum 0,06%, kadar air (b/b) maksimum 0,5%, bagian yang
tidak larut dalam air maksimum 0,5% dan cemaran logam Kadmium
(Cd) maksimum 0,5 mg/Kg, Timbal (Pb) maksium 10 mg/Kg, Raksa (Hg)
maksimum 0,1 mg/Kg dan Arsen (As) maksimum 0,1 mg/Kg untuk garam
beryodium minimum 30 mg/Kg. Garam jenis ini banyak digunakan untuk
industri mie, bumbu masak, biskuit, minuman gula, kecap, mentega dan
pengalengan ikan.
3. Garam industri farmasi adalah jenis garam yang digunakan pada industri
farmasi sebagai bahan baku/bahan penolong dengan spesifikasi kadar
NaCl minimal 99,8% (adbk), kadar impurities mendekati 0%. Garam jenis
ini banyak digunakan untuk pembuatan cairan infus, cairan pembersih
darah (Haemodialisa) atau garam murni.
4. Garam industri perminyakan adalah garam yang digunakan sebagai bahan
penolong pada proses pengeboran minyak. Spesifikasi garam industri
perminyakan yaitu garam dengan kadar NaCl minimal 95% (adbk), Sulfat
(SO4) maksimum 0,5%, Calsium (Ca) maksimum 0,2% dan Magnesium
(Mg) maksimum 0,3% dengan kadar air 3% sampai dengan 5%.
5. Garam industri penyamakan adalah garam yang digunakan sebagai
bahan penolong pada proses penyamakan kulit. Spesifikasi garam untuk
industri tersebut adalah garam yang peruntukannya sebagai bahan
penolong dengan standar NaCl minimal 85% (adbk).
6. Garam water treatment adalah garam yang digunakan sebagai bahan
penolong pada proses penjernihan air dan/atau pelunakan air pada
boiler. Spesifikasi yang dibutuhkan pada garam untuk water treatment
adalah kadar NaCl minimal 85% yang peruntukkannya sebagai bahan
penolong untuk penjernihan air. Sedangkan, untuk pelunakan air
pada boiler dibutuhkan spesifikasi garam dengan tingkat kadar NaCl
minimal 95%.
11
Septika Tri Ardiyanti
12
Produksi Garam Indonesia
13
Septika Tri Ardiyanti
14
Produksi Garam Indonesia
Catatan: data produksi garam Indonesia yang tercatat oleh USGS lebih rendah dari data tercatat oleh KKP sehingga
kemungkinan data tersebut hanya sebatas garam untuk keperluan konsumsi rumah tangga karena volumenya hanya
di kisaran 700 ribu ton.
15
Septika Tri Ardiyanti
Produksi Indonesia 1.371,0 30,6 1.113,1 2.071,6 1.087,7 2.190,0 2.840,0 46,6 100,0
- PT. Garam (Persero) 308,5 4,5 156,7 307,3 156,8 315,0 345,0 37,1 12,1
- Garam Rakyat 1.062,5 26,1 956,4 1.764,3 930,9 1.875,0 2.495,0 48,6 87,9
Keterangan: Data produksi diambil dari neraca garam sehingga volume produksi tersebut sudah termasuk penyusutan 10%-25%.
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) (2015a)
16
Produksi Garam Indonesia
17
Septika Tri Ardiyanti
18
Produksi Garam Indonesia
(KUKP). Sebesar kurang lebih 81,6% dari total produksi garam rakyat berasal
dari produksi dengan mendapat bantuan PUGAR, sementara hanya sebagian
kecil lainnya yang belum mendapat bantuan PUGAR (KKP, 2014b). Namun
demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan KKP, program PUGAR terus
berusaha untuk memperluas cakupannya agar dapat semaksimal mungkin
dapat memberikan bantuan pada seluruh petani garam rakyat.
19
Septika Tri Ardiyanti
20
Produksi Garam Indonesia
21
Septika Tri Ardiyanti
22
Produksi Garam Indonesia
belum memenuhi standar yang disyaratkan. Tabel 2.5. dan Tabel 2.6. berikut
merupakan hasil uji garam yang merupakan hasil produksi dengan media
isolator di daerah Pati dengan kadar NaCL berkisar 97%-98%.
23
Septika Tri Ardiyanti
24
Produksi Garam Indonesia
1
Teknologi geomembrane menggunakan lembaran yang lebih lebar dan tebal dibandingkan dengan teknologi geoisolator
(media isolator) sehingga diharapkan tidak akan mudah robek untuk menjaga kualitas garam yang dihasilkan (KKP, 2015b).
25
Septika Tri Ardiyanti
Tabel 2.7 Struktur Biaya Produksi Garam Rakyat Tahun 2015 dengan
Pola Sewa di Cirebon dan Indramayu
No. Komponen Satuan Jml. Biaya (Rp)
Berbeda dengan pola sewa, pada pola bagi hasil biaya modal sebagian
berasal dari pemilik lahan seperti lahan, pembelian kincir, mesin pompa dan
beberapa peralatan lain yang dibutuhkan sehingga komponen biaya produksi
yang dikeluarkan oleh petani garam dengan pola sewa dan pola bagi hasil
terdapat perbedaan dikarenakan beberapa komponen biaya berasal dari
pemilik lahan. Untuk membantu dalam permodalan yang diperlukan, pemilik
lahan/ koperasi petani garam juga memberikan pinjaman kepada petani
penggarap dengan jumlah pinjaman sebesar Rp 3.500.000. Lebih lanjut,
struktur biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani penggarap dengan
menggunakan pola bagi hasil disajikan pada Tabel 2.8.
26
Produksi Garam Indonesia
Tabel 2.8 Struktur Biaya Produksi Garam Rakyat Tahun 2015 dengan
Pola Bagi Hasil di Cirebon dan Indramayu
No. Komponen Satuan Jml. Biaya (Rp.)
I Masa Persiapan dan Produksi
Biaya perbaikan lahan 500.000
Pembelian bamboo Rp./Buah 300.000
Pembelian Bilik Bambu Rp./Buah 4 120.000
II Masa Panen
Tenaga kerja selama 90 hari Rp./orang 3 27.000.000
Karung plastik ukuran 50 Kg Rp./Buah 1800 3.240.000
Tali plastik raffia Rp./Kg 10 130.000
Biaya pengangkutan garam 4.500.000
Total biaya produksi 35.790.000
Sumber: BPPP Kementerian Perdagangan (2016a)
2.7 Penutup
Garam merupakan salah satu komoditas strategis nasional. Selain peran
dan fungsinya bagi pemenuhan pangan dan gizi serta sebagai bahan baku
industri dalam negeri, garam menyediakan lapangan kerja bagi ratusan ribu
tenaga kerja serta sebagai sarana pengentasan kemiskinan bagi masyarakat
khususnya di wilayah pesisir. Produksi garam nasional selama 7 tahun terakhir,
2009 – 2015 terus mengalami peningkatan dengan tren pertumbuhan sebesar
46,6% per tahun. Meningkatnya produksi garam nasional merupakan salah
satu bukti besarnya perhatian khusus yang diberikan pemerintah pada sektor
garam khususnya garam rakyat melalui berbagai program dan kebijakan
yang dikeluarkan.
Namun demikian, besarnya perhatian pemerintah yang diberikan pada
sektor garam bukan berarti bahwa dari sisi produksi garam nasional telah
terbebas dari berbagai masalah dan hambatan. Permasalahan yang timbul
dari sisi produksi tersebut salah satunya disebabkan karena pola pengelolaan
yang masih bersifat individual sehingga luas lahan sempit dan terpencar-
pencar yang tidak memungkinkan petani untuk mendapat manfaat dari skala
ekonomi. Selain itu, produksi garam dalam negeri juga masih mengalami
kendala baik dari sisi teknologi, sumber daya manusia, infrastruktur serta
kualitas garam yang dihasilkan.
Teknologi yang digunakan dalam pembuatan garam rakyat masih
sangat tradisional sehingga berpengaruh pada produktivitas dan kualitas
garam yang dihasilkan oleh petani. Produksi garam nasional hanya mampu
memenuhi kebutuhan sisi konsumsi sementara untuk keperluan industri
masih bergantung pada impor. Sumber Daya Manusia (SDM) garam juga
27
Septika Tri Ardiyanti
masih berpusat di beberapa lokasi sentra industri garam seperti Madura dan
Jawa Timur.
Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dengan dua
per tiga wilayahnya merupakan laut, Indonesia ternyata belum mampu
memenuhi kebutuhan garamnya sendiri. Oleh karena itu, berbagai kebijakan
guna mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas garam dalam negeri
baik melalui intensifikasi seperti peningkatan teknologi, pengembangan SDM
dengan perbaikan kelembagaan serta pembangunan infrastruktur di sekitar
tambak garam harus terus dilaksanakan. Selain intensifikasi, ekstensifikasi
dengan memanfaatkan lahan-lahan potensial harus tetap terus dilanjutkan,
dioptimalkan serta terus dilakukan monitoring pelaksanaannya di lapangan.
Upaya yang baik tersebut diperlukan sehingga swasembada garam nasional
dapat terwujud danpada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia khususnya di wilayah pesisir.
DAFTAR PUSTAKA
Assadad, L., Utomo, B. S. (2011). Pemanfaatan Garam Dalam Industri
Pengolahan. Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan, Vol. 6 (1), pp. 26 - 37.
BKIPM, KKP. (2014, Maret 17). KKP Perkuat Basis Produksi Garam Rakyat.
Diunduh tanggal 7 April 2016 dari http://palu.bkipm.kkp.go.id/2014/03/
kkp-perkuat-basis-produksi-garam-rakyat/.
Bloch, D. (2016). Salt Monopolies - China. Diunduh tanggal 28 April 2016
dari http://salt.org.il/frame_china1.html.
BPPP, Kementerian Perdagangan. (2016a). Focus Group Discussion (FGD)
(18 Mei 2016).
BPPP, Kementerian Perdagangan. (2016b). Bedah Naskah BRIK Garam (10
Juni 2016).
Burhanuddin, S. (2001). Proceeding: Forum Pasar Garam Indonesia. Forum
Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Pusat Riset Wilayah Laut dan
Sumberdaya Non Hayati, KKP.
Efendy, M., Heryanto, A., Sidik, R. F., Muhsoni, F. F. (2016). Perencanaan
Usaha Korporatisasi Usaha Garam Rakyat. Jakarta: Sekretariat
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan
dan Perikanan.
Effendy, M., Zainuri, M., Hafiluddin. (2014). Persembahan Program Studi Ilmu
Kelautan untuk Maritim Madura. Intensifikasi Lahan Garam Rakyat di
Kabupaten Sumenep. Bangkalan: UTM Press.
28
Produksi Garam Indonesia
29
Septika Tri Ardiyanti
Neraca. (2012, Mei 4). Swasembada Garam Terbelit Kebijakan Impor. Diunduh
tanggal 14 Maret 2016 dari http://www.neraca.co.id/article/13378/
swasembada-garam-terbelit-kebijakan-impor.
Peraturan Menteri Perindustrian No. 88/M-IND/PER/10/2014 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 134/M-IND/
PER/10/2009 tentang peta panduan (road map) pengembangan
klaster industri garam. 2014. Jakarta.
Purbani, D. (2001). Proses Pembentukan Kristalisasi Garam. Jakarta: Pusat
Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Riset
Kelautan dan Perikanan.
Pusat Kebijakan Perdagangan dalam Negeri (Puska PDN). (2011). Analisis
Kebijakan Harga Garam Nasional. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan.
Rismana, E., Nizar. (2014). Kajian Proses Produksi Garam Aneka Pangan.
Chemistry Progress, Vol. 7 (1), pp. 25-28.
Tempo. (2011, Januari 6). Produksi Garam Terjun Bebas. Diunduh tanggal
7 April 2016 dari http://bisnis.tempo.co/read/news/2011/01/06/
090304207/produksi-garam-terjun-bebas.
US Geological Survey (USGS). (2013). Publications: Mineral Yearbook.
Diunduh tanggal 14 Februari 2016 dari http://minerals.usgs.gov/
minerals/pubs /commodity/salt/myb1-2013-salt.xls.
30
Konsumsi Garam
BAB III
KONSUMSI GARAM
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
3.1 Pendahuluan
Garam merupakan salah satu bahan pokok kebutuhan masyarakat
yang mengandung unsur sodium dan chlor (NaCl), dimana unsur sodium
sangat penting untuk mengatur proses keseimbangan cairan di dalam tubuh,
disamping fungsinya dalam mengatur kelancaran proses transmisi saraf dan
kerja otot (klikdokter, 2016). Khusus untuk garam konsumsi rumah tangga,
harus menggunakan garam yang mengandung yodium. Kekurangan yodium
memiliki konsekuensi buruk bagi kesehatan yang disebut sebagai Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
mencakup keterbelakangan mental yang permanen, gondok, kegagalan
reproduksi, meningkatnya kematian anak dan penurunan sosial ekonomi.
Anak dengan kekurangan yodium memiliki rata-rata IQ 13,5 poin lebih rendah
dibandingkan yang cukup yodium. Untuk mengatasinya penanggulangan
GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi garam beryodium (depkes.
go.id, 2016).
Selain sebagai konsumsi rumah tangga, garam juga sangat diperlukan
untuk kebutuhan industri, yakni sebagai bahan baku dalam pembuatan
berbagai produk industri. Industri Kimia merupakan salah satu industri yang
sangat banyak menggunakan garam dimana lebih dari 50% produk kimia
menggunakan garam dalam proses produksinya. Garam juga digunakan
dalam memproduksi berbagai macam produk industri antara lain kaca, kertas,
karet dan pengolahan air (EUsalt, 2016).
Garam yang dibutuhkan sektor industri harus memiliki kualitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan garam untuk konsumsi rumah tangga.
Oleh karena itu, penting bagi produsen garam dalam negeri untuk dapat
memproduksi garam dengan kualitas tinggi, mengingat kebutuhan garam dari
sektor industri sendiri berkontribusi 65% dari total permintaan garam nasional.
Disinilah pemerintah perlu mengeluarkan terobosan baru untuk memenuhi
kebutuhan garam berkualitas tersebut (Sulistyono, 2015).
Kualitas garam yang dibutuhkan oleh industri tidak hanya terbatas pada
kandungan NaCl yang tinggi (minimal 97%). Namun demikian, terdapat
beberapa persyaratan lain seperti batas maksimal kandungan logam berat
seperti kalsium dan magnesium. Kandungan kedua logam berat tersebut
tidak boleh melebihi 400 ppm untuk industri aneka pangan. Adapun untuk
industri Chlor Alkali Plant (CAP) atau soda kostik mensyaratkan ambang batas
31
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
kandungan logam berat tidak melebihi 200 ppm serta kadar air yang rendah.
Sementara itu, garam untuk kebutuhan industri farmasi yang digunakan untuk
memproduksi infuse dan cairan pembersih darah harus mengandung NaCl
99,9-100% (Kemenperin, 2014). Namun dari sekian banyak sentra produksi
garam di Indonesia, daerah yang saat ini mampu memenuhi kebutuhan
garam industri salah satunya dari Nusa Tenggara Timur (NTT) (Maulana &
Abdurrahma, 2016).
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan
industri, kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Kebutuhan garam pada tahun 2007 sebesar 2,7 juta ton, meningkat menjadi
2,9 juta ton pada tahun 2008 dan 2009, serta menjadi 3 juta ton pada tahun
2010. Dari jumlah kebutuhan garam tersebut di atas, sekitar 1,6-1,9 juta
ton dipenuhi dari impor (Aprilia & Ali, 2011 dalam Assadad & Utomo, 2011).
Berdasarkan data pada tahun 2014, kebutuhan garam di Indonesia adalah
sebanyak 3,53 juta ton. Kebutuhan garam itu meliputi antara lain garam
konsumsi 756.000 ton dan garam industri 2,57 juta ton.
3.2 Kondisi Kebutuhan Garam Nasional Tahun 2015
Total kebutuhan/konsumsi garam nasional, baik untuk konsumsi rumah
tangga maupun industri, terus meningkat selama 6 tahun terkahir. Pada tahun
2010, total kebutuhan garam mencapai 3,0 juta ton, lalu meningkat rata-rata
4,3% per tahun menjadi 3,75 juta ton di tahun 2015. Peningkatan kebutuhan
tersebut terutama disumbang oleh peningkatan kebutuhan garam industri
yang signifikan, yakni naik rata-rata 6,8% per tahun selama 2010-2015,
sedangkan kebutuhan garam konsumsi hanya naik 0,4% per tahun.
Berdasarkan data dari KKP (2015), penggunaan garam konsumsi
didominasi oleh sektor Rumah Tangga. Namun demikian, kebutuhan garam
konsumsi untuk industri pengasinan naik cukup tajam 13,7% per tahun selama
2010-2015, sehingga kontribusinya mencapai lebih dari 50% dari kebutuhan
garam konsumsi nasional tahun 2015. Adapun penggunaan garam industri
didominasi oleh industri CAP dan Farmasi, yang mencapai 73,5% dari total
kebutuhan garam industri tahun 2015. Selain itu, kebutuhan garam untuk
industri CAP dan Farmasi mengalami peningkatan 2,1% per tahun.
Kementerian Perindustrian (2014) memproyeksikan kebutuhan garam
untuk industri akan terus meningkat sekitar 50.000 ton setiap tahun. Tingginya
kebutuhan garam ini dipicu oleh industri pangan nasional yang terus tumbuh.
Potensi kebutuhan garam nasional sangat tinggi dan terus mengalami
peningkatan, sehingga diperkirakan Indonesia masih belum akan terbebas
dari impor garam. Hal tersebut dikarenakan produksi garam lokal, masih
belum bisa memenuhi kebutuhan industri baik secara kuantitas, meskipun
32
Konsumsi Garam
Keterangan:
*) Garam Aneka Pangan dikategorikan ke dalam garam industri sejak 2014 berdasarkan Permenperin No. 88/M-IND/
PER/10/2014 tentang Perubahan atas Permenperin No. 134/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Roadmap)
Pengembangan Klaster Industri Garam
**) Data produksi sudah termasuk penyusutan 10% - 25%
Data ekspor dan impor yang digunakan dalam perhitungan ini berasal dari Badan Pusat Statistik (2016)
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (2016), diolah
33
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
Ind.
Perminyakan,
Industri Aneka Penyamakan
R.Tangga Pengasian/ Industri Farmasi Industri Kimia Kulit, Pakan
Pangan
(NaCL min 94%) Pengawetan Ikan (NaCL (NaCL min 96%) Ternak/
( NaCL
min 99,8%) ikan, Water
min 97%)
Treatment, Es
Batu, Dll
(NaCL min
85%)
Sebesar 73% dari volume garam industri dikonsumsi oleh Industri kimia
(NaCl min. 96%) sehingga dapat dikatakan bahwa Industri Kimia mendominasi
kebutuhan total garam untuk industri tahun 2015 sebanyak 1.795.200 ton
garam untuk kebutuhan industri dikonsumsi oleh industri kimia diikuti oleh
Industri Aneka Pangan, Industri Perminyakan, Penyamakan Kulit, Pakan
Ternak/Ikan, Water Treatment, es batu dan Industri Farmasi.
34
Konsumsi Garam
Standar Mutu
Industi Soda Abu
IMPOR
Industri CAP
Standar Mutu
AIR LAUT
Garam Konsumsi Pangan
Industri Pangan
saat
Beryodium Olahan
masak/saji
Pergaraman Rakyat
K1
Industri Catering/ Pangan Siap
Resto/Hotel Santap
Bisnis Bisnis
K2 Pencucian Iodisasi
Garam
Industri Pengasinan ikan, Konsumen Rumah Garam
Industri Pakan Ternak dan Tangga Bumbu
Industri Perkebunan K3 Masak
35
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
b. Garam Diet
Garam diet adalah garam konsumsi beryodium berbentuk cairan/padat
dengan kadar NaCl maks 60% (adbk) serta Kalium Iodate (KI03) min. 30
mg/kg yang dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat.
Garam Konsumsi merupakan kebutuhan penting bagi rumah
tangga. Sudah dapat dipastikan bahwa setiap rumah tangga di Indonesia
mengkonsumsi garam untuk kebutuhan sehari-hari sebagai bahan pangan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menyediakan garam konsumsi
rumah tangga yang mengandung yodium cukup, dalam rangka menjaga
kecukupan gizi bagi masyarakat.
Menurut pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (2013), konsumsi
garam di Indonesia dianggap berlebih sehingga rentan menimbulkan berbagai
penyakit seperti hipertensi, diabetes, jantung koroner, kanker dan stroke.
Konsumsi garam yang dianjurkan per orang per hari adalah 5 gram (setara 1
sendok teh), sementara saat ini, konsumsi garam masyarakat dapat mencapai
10 gram (setara 2 sendok teh) per orang per hari. Untuk mencegah hal ini,
pemerintah akan mengatur dan menerbitkan buku saku tentang pembatasan
konsumsi garam, sebagai pedoman konsumsi.
36
Konsumsi Garam
NaCL
Soda Soda
Klorin Farmasi
Abu Kostik
Lain-lain
Pengolahan
Air
seperti Ca dan Mg <50 ppm, sulfat <150 ppm serta tidak adanya logam
berat lainnya (Rismana, 2014). Berdasarkan informasi dari Kementerian
Perindustrian, saat ini industri masih sangat tergantung pada bahan baku
impor. Bahkan, hampir 95% Bahan Baku Obat (BBO) masih dipenuhi
dari impor. Salah satu bahan baku obat yang masih dipenuhi dari impor
adalah garam farmasi. Garam farmasi merupakan bahan baku yang
banyak digunakan dalam industri farmasi yakni antara lain sebagai bahan
baku infus, produksi tablet, pelarut vaksin, sirup, oralit, cairan pencuci
37
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
38
Konsumsi Garam
kualitas tinggi dan merupakan bahan baku yang penting dalam proses
produksi walau hanya dibutuhkan dalam kuantitas yang tidak banyak.
Sebagai contoh untuk industri mie, garam digunakan dalam adonan mie
dan campuran pada bumbu mie. Menurut Rismana (2014), garam aneka
pangan banyak digunakan di industri pangan seperti makanan ringan
mempunyai kadar NaCl sekitar 99,00% dengan kandungan kalsium dan
magnesium < 200 ppm.
d. Konsumsi Garam pada Industri Penyamakan Kulit
Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolahberbagai macam
kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit wetblue, kulit kras) menjadi
kulit jadi. Terdapat 4 jenis penyamakan kulit, yaitu penyamakan nabati,
penyamakan minyak, penyamakan sintetis dan penyamakan mineral.
Garam dibutuhkan oleh industri penyamakan kulit sebagai bahan baku/
penolong dalam penyamakan mineral. Garam yang digunakan tersebut
berupa Garam Krom (Cr) basa yang mempunyai valensi III (Kromium
trivalent) (Setiyono dan Yudo, 2014). Garam Krom tersebut harus
39
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
40
Konsumsi Garam
Tabel 3.2 Syarat Mutu Garam untuk Bahan Baku Industri menurut
SNI 01-4435-2000
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
- bau - Normal
- rasa - Asin
- warna - Putih Normal
2 Natrium Klorida (NaCl) % (b/b) adbk Minimal 94,7
3 Air (H2O) % (b/b) Maksimal 7
4 Bagian tidak larut dalam air % (b/b) adbk Maksimal 0,5
5 Cemaran logam
- Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 10,0
- Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 10,0
- Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,1
6 Cemaran arsen (As) mg/kg Maksimal 0,1
41
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
Sumber: Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI (2013)
42
Konsumsi Garam
Berdasarkan data World Bank (2016), pada tahun 2013, jumlah rumah
tangga di negara dengan pendapatan menengah ke atas mengonsumsi garam
cukup yodium mencapai 91,3%, jauh lebih tinggi dibanding di negara dengan
pendapatan menegah ke bawah yang hanya 73,6%. Beberapa negara
dengan jumlah rumah tangga yang mengonsumsi garam cukup yodium tinggi
antara lain RRT (96,7%), Brazil (95,7%), dan Meksiko (91,0%). Sementara
beberapa negara dengan jumlah rumah tangga yang mengonsumsi garam
cukup yodium rendah antara lain Mauritania (7,3%), Sudan (9,5%), dan
Ethiopia (15,4%). Adapun negara ASEAN yang masih berada di bawah
standar kecukupun yodium adalah Vietnam (45,1%), Myanmar (68,8%),
Thailand (70,9%), dan Laos (79,5%),
World Health Organization (WHO) menargetkan bahwa standar
kecukupan Yodium (Universal Salt Iodization/USI) atau garam beryodium
untuk semua, adalah kondisi dimana Rumah Tangga telah mengkonsumsi
minimal 90% garam dengan kandungan yodium cukup. Pada tahun 2013,
13 propinsi di Indonesia telah mencapai syarat USI. Hal ini menunjukkan
peningkatan 2 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2007 dimana saat itu
hanya 6 propinsi yang sudah memenuhi syarat USI.
Kekurangan garam yodium dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan manusia. Selain berupa pembesaran kelenjar gondok
dan hipotiroid, kekurangan yodium jika terjadi pada wanita hamil mempunyai
resiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan pada bayi yang
lahir berupa gangguan perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut
kretin. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar
anak usia sekolah, rendahnya produktifitas kerja pada orang dewasa serta
timbulnya berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat
menghambat pembangunan.
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) dapat diatasi dengan mudah
melalui garam yang telah difortifikasi yodium sesuai standar. Masalah
rendahnya konsumsi garam beryodium cukup (>30ppm) di rumah tangga,
antara lain karena belum optimalnya penggerakan masyarakat, kurangnya
kampanye konsumsi garam beryodium, dan dukungan regulasi yang belum
memadai. Masalah lain adalah belum rutinnya pelaksanaan pemantauan
garam beryodium di masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga melakukan beberapa upaya percepatan
pemenuhan garam beryodium dalam mengatasi GAKY, antara lain melalui
(BAPPENAS, 2004):
a. Membina dan mengawasi produsen dan distributor garam beryodium
melalui pembinaan penerapan sistem manajemen mutu dan penerapan
hukum
43
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
44
Konsumsi Garam
perhari 90 mikrogram pada anak usia 0-59 bulan, 120 mikrogram pada anak
usia 6-12 tahun, 150 mikrogram diatas 12 tahun dan 200 mikrogram pada
wanita hamil dan menyusui. Untuk mengurangi resiko kekurangan konsumsi
garam yodium, pemerintah menerbitkan beberapa regulasi, yaitu Keputusan
Presiden Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Konsumsi
Beryodium; dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 2010
tentang Pedoman Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
di Daerah.
3.7 Penutup
Berdasarkan jenisnya, Garam Konsumsi dibagi menjadi 2 yaitu Garam
Konsumsi untuk Rumah Tangga dan Garam Industri dengan berbagai
spesifikasi khusus yang dibutuhkan oleh masing-masing industri sehingga
dalam menyelesaikan masalah konsumsi garam, pemerintah perlu membuat
kebijakan yang sesuai bagi Garam Konsumsi dan Garam Industri. Kebutuhan
garam nasional yang mencapai sebesar 3.750.284 ton per tahun pada tahun
2015 dengan total produksi garam rakyat nasional mencapai 2,84 juta ton
pada tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa dari sisi kuantitas Indonesia masih
belum mampu memenuhi kebutuhan garam nasional.
Garam yang dikonsumsi masyarakat tercatat masih belum memenuhi
standar Yodium yang dipersyaratkan oleh WHO dimana kondisi ideal adalah
90% rumah tangga sudah memenuhi kebutuhan yodium. Saat ini baru 13
propinsi dari total 33 propinsi di Indonesia yang sudah memenuhi standar
WHO tersebut. Sedangkan dari sisi kebutuhan garam untuk keperluan
industri, Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan pemenuhan
standar kualitas dan spesifikasi garam yang dibutuhkan oleh industri.
Menyadari permasalahan ini, pemerintah perlu cepat tanggap untuk
membuat kebijakan yang tepat untuk Garam Konsumsi dan Garam Industri.
Dalam menyelesaikan permasalahan Garam Konsumsi, pemerintah perlu
membuat kebijakan dan sosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya
mengkonsumsi garam beryodium dengan tujuan utama untuk mempercepat
pemerataan penyerapan Garam Konsumsi beryodium dengan fokus pada 20
propinsi di Indonesia yang masih belum memenuhi standar WHO. Sementara
untuk pemenuhan kebutuhan industri pemerintah perlu mengupayakan dan
membangun banyak industri yang mampu memurnikan dan meningkatkan
kualitas garam rakyat agar mampu memenuhi standar Industri.
45
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
DAFTAR PUSTAKA
Asahimas Chemical. (2016). Caustic Soda. Diunduh 27 Mei 2016 dari http://
www.asc.co.id/?idm=3&id=11.
Assadad, L., & Utomo, B. S. (2011). Pemanfaatan Garam Dalam Industri
Pengolahan. Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan, Vol 6 No.1, 26 - 37.
Badan Standardisasi Nasional (2014). Perumusan & Penerapan SNI
(Termasuk SNI Wajib), Serta Peran GAPMMI. Disampaikan dalam
Member Gathering GAPMMI
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI. (2013).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI.
Bappenas. (2004). Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program
Penanggulangan Gaky. Diunduh 27 Mei 2016 dari: http://kgm.
bappenas.go.id/document/ makalah/23_makalah.pdf
Depkes.go.id. (2010). Konsumsi Garam Beryodium Untuk Semua. Diunduh
22 Maret 2016 dari: http://gizi.depkes.go.id/konsumsi-garam-
beryodium-untuk-semua.
Eusalt. (2016). Salt Uses. Diunduh 27 April 2016 dari http://eusalt.com/salt-
uses.
Eurochlor. (2016). Membrane Cell Process. Diunduh 27 Mei 2016 http://www.
eurochlor.org/media/7812/membrane_300dpi2.pdf.
Klikdokter. (2016). Garam. Diunduh 27 April 2016 dari: http://www.klikdokter.
com/rubrikspesialis/gizi/info-nutrisi/garam.
Kementerian Perindustrian. (2016). Garam Industri Masih Bergantung Impor,
Diunduh 11 Mei 2016 dari http://kemenperin.go.id/artikel/11298/
Garam-Industri-Masih-Bergantung-Impor.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2016). Peningkatan Kualitas Garam
Menuju Swasembada Garam Nasional. Bahan Paparan Kementerian
Kelautan Dan Perikanan.
Kotaś, J. & Stasicka, Z (2000). Chromium occurrence in the environment and
methods of its speciation. Environmental Pollution 107 (3): 263–283
Maulana, A. G. & Abdurahma, M. (2016). Industri Jamin Serap Garam
Petani. Diunduh 7 April 2016 dari http://industri.bisnis.com/
read/20160127257/513492/industri-jamin-serap-garam-petani.
46
Konsumsi Garam
47
Steven Raja Ingot dan Titis Kusuma Lestari
48
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
BAB IV
PERDAGANGAN GARAM DI DALAM NEGERI
Nugroho Ari Subekti
49
Nugroho Ari Subekti
bab ini akan dibahas lebih komprehensif tata niaga garam di dalamnya dan
tentu saja akan bersentuhan dengan berbagai sisi baik di sektor hulu maupun
hilir seperti struktur pasar garam, pola pemasaran dan distribusi garam, serta
kebijakan garam.
50
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
51
Nugroho Ari Subekti
kecuali garam yang digunakan untuk industri farmasi dan CAP. Kondisi ini
semakin diperparah dengan fakta yang terjadi bahwa terdapat dua izin sekaligus
yang bisa diperoleh yaitu sebagai IP dan IT yang memungkinkan terjadinya
penyimpangan garam yang seharusnya untuk industri menjadi untuk konsumsi.
Tujuan utama pemerintah dalam rangka melindungi industri garam
rakyat menjadi bumerang karena ketidakmampuan pemerintah mengawasi
tata niaga garam impor. Banyaknya pelaku importir tidak serta merta
meningkatkan penyerapan garam rakyat. Ketiadaan sanksi tegas bagi IP
iodisasi yang tidak melakukan kewajiban penyerapan garam rakyat menjadi
kendala dalam penegakan kebijakan tersebut. Kondisi ini diperburuk dengan
berubahnya status Perusahaan Negara Garam menjadi Perusahaan Persero
PT. Garam (Persero) Garam berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun
1991. Perubahan bentuk institusi ini berdampak pada tidak adanya lagi
kemampuan pemerintah dalam mengatur tentang produksi dan distribusi
atau pemasaran garam.
Menurut penelitian yang dilakukan Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam
Negeri (2012) dengan sampel 5 perusahaan garam terbesar di Jawa Timur,
menemukan fakta bahwa tidak ada rantai distribusi yang bersifat eksklusif.
Secara normatif, mereka menyatakan tidak ada halangan baik dalam bentuk
aturan maupun perjanjian antar mereka dalam melakukan distribusi garam.
Dengan kata lain tidak ada satu perusahaan yang menguasai atau memonopoli
distribusi garam dalam negeri. Namun berdasarkan analisis Rochwulaningsih
(2013) walaupun ada banyak importir produsen dan importir terdaftar, dalam
kenyataanya distribusi bahan baku garam di Indonesia hanya dikuasai oleh
beberapa importir produsen.
Kondisi ini diperkuat dengan temuan KPPU pada tahun 2005 terkait
kartel garam bahan baku di Sumatra Utara yang dilakukan empat IP di
Indonesia yaitu PT. Garam, PT. Budiono, PT. Garindo, PT. Graha Reksa, dan
PT. Sumatera Palm. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengakui
ada ‘7 begal garam’ yang mengendalikan harga garam di Indonesia (finance.
detik.com, 2015). Meskipun kasus yang ditangani tahun 2005 oleh KPPU
sedikit berbeda, namun diyakini pelanggaran yang terjadi di tahun tersebut
kemungkinan masih berkaitan dengan indikasi kartel garam yang terjadi saat
ini (2016) dengan pelaku yang sebagian besar adalah pemain lama.
Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi, secara umum struktur
pasar garam di Indonesia cenderung berbentuk oligopoli. Dengan struktur
pasar yang oligopolistik berdampak pada penguasaan pasar garam yang
kuat sehingga diindikasikan menimbulkan praktek kartel di dalamnya. Tiga
modus praktek kartel menurut KPPU (kkpnews.kkp.go.id, 2015) yaitu: 1)
52
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
53
Nugroho Ari Subekti
4.3.1 Kelembagaan
4.3.1 Kelembagaan Rantai
Rantai PasokanPasokan
Nasional Nasional
Rantai pasokan perdagangan garam secara nasional menunjukkan pola
Rantai pasokan perdagangan garam secara nasional menunjukkan pola yang
yang kompleks sebagaimana tampak pada Gambar 4.1. Seluruh fungsi usaha
kompleks sebagaimana tampak pada Gambar 4.1. Seluruh fungsi usaha perdagangan
perdagangan terlibat dalam rantai distribusi perdagangan garam, termasuk di
terlibat dalam
dalamnya rantaiyang
importir distribusi perdagangan garam,
mendistribusikan garamtermasuk
dari luardi negeri
dalamnya
ke importir
Indonesia.
Kelembagaan utama garam
yang mendistribusikan yang dari
terlibat dalam
luar negeri ke rantai pasokan
Indonesia. Kelembagaangaram dariyang
utama hulu ke
hilirterlibat
adalah petani garam, PT. Garam, importir, pengumpul, pedagang
dalam rantai pasokan garam dari hulu ke hilir adalah petani garam, PT. Garam, besar,
produsen garam beryodium, distributor, sub distributor, pedagang eceran dan
importir, pengumpul, pedagang besar, produsen garam beryodium, distributor, sub
konsumen. Berdasarkan analisis lapangan dari Pusat Kebijakan Perdagangan
distributor, pedagang eceran dan konsumen. Berdasarkan analisa lapangan dari Pusat
Dalam Negeri (2012), rantai pasokan perdagangan garam dibedakan menjadi
dua Kebijakan Perdagangan
yaitu sisi Dalam Negeri
sentra produksi yang(2012),
merujukrantaipada
pasokan perdagangan
garam bahan garam
baku dan
sentra pasarmenjadi
dibedakan yang merujuk
dua yaitu pada garam
sisi sentra olahan.
produksi yang merujuk pada garam bahan
baku dan sentra pasar yang merujuk pada garam olahan.
Sentra Produksi/
Garam Lokal Sentra Pasar/
Garam Bahan Baku
Garam Olahan
Perkebunan/Pupuk
Petani
Garam
PabrikPenyamakankulit
Konsumen
Akhir
Ladang
PT. Pengecer
Gudang
Garam Pedagang Pengumpul
Besar
Importir
Prod.
Garam Gudang
PT Garam
Pabrik
Makanan
Pengeringan
Importir Ikan
Industri
Industri Pabrik
Kimia Skala
Kimia Sendiri Menengah
(CAP)
Perminyakan
54
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
Sub Pedagang
Produsen Distributor Agen Pedagang 100%
Agen Grosir
5,1% 8,2% 74,7%
24,6%
5,6% Rumah
4,3% Tangga
55
Nugroho Ari Subekti
Daerah Istimewa Aceh tidak melakukan impor garam dalam proses produksi
garam. Dibandingkan dengan pola distribusi garam nasional, pola distribusi
perdagangan garam di Aceh relatif memiliki rantai yang cukup panjang untuk
mencapai konsumen akhir. Di Aceh, rantai pasok garam terpanjang harus
melewati lima elemen rantai pasok sebelum sampai ke konsumen akhir yaitu
kegiatan usaha lainnya dan rumah tangga.
Pada rantai pasok yang terpanjang, pendistribusian garam ke konsumen
akhir dikuasai dua elemen rantai pasok yaitu pedagang grosir dan pedagang
eceran. Pedagang grosir akan menyalurkan garam ke pedagang eceran
sebesar 74,4% dan sebesar 24,6% langsung ke rumah tangga, dan sisanya
ke kegiatan usaha lainnya. Selain dari pedagang grosir, pedagang eceran
mendapatkan garam dari agen dan sub agen yang selanjutnya akan
memasarkan seluruhnya ke konsumen rumah tangga. Sementara rantai
pasok terpendek adalah dari distributor ke konsumen rumah tangga, namun
jumlahnya sangat kecil (4,3%). Dengan jumlah pasokan yang sedikit, harga
garam yang disalurkan ke konsumen dari distributor akan mengikuti harga
jual dari pedagang eceran dan pedagang grosir.
56
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
Produsen
Impor
39,8%
Distributor
Sub
Distributor
0,2%
Agen
20,9%
0,1%
1,35% 30,2%
73,8%
30,1%
Pedagang
2,8% Grosir
0,03% 81,3%
0,07%
40,2%
Supermarket/ 71,3% Pedagang
Swalayan Eceran
1,7%
26,3%
2,5%
15%
0,12% 0,07% 72%
Industri Kegiatan Usaha Rumah
29,8% Pengolahan Lainnya tangga
7,1% 5,2%
0,1% 18.6%
Tidak seperti pola distribusi garam di daerah lain seperti Aceh, terlihat
pola distribusi perdagangan garam di Propinsi Jawa Timur sangat dikuasai
oleh distributor dan sub distributor. Dari 100% garam yang dikuasai distributor,
hampir sepertiganya diperuntukkan untuk industri pengolahan, sementara
57
Nugroho Ari Subekti
sisanya akan dibagikan ke sub distributor dan pedagang eceran. Dari dua
elemen rantai distribusi ini, garam akan disalurkan ke konsumen rumah
tangga dan ke kegiatan usaha lainnya.
Sedikit berbeda dengan pola distribusi nasional, di Jawa Timur, pedagang
grosir dan pedagang eceran memegang peranan penting dalam distribusi
garam ke konsumen akhir khususnya rumah tangga. Dengan penguasaan
garam hampir 70% di kedua lembaga ini, maka harga garam sangat ditentukan
oleh kedua lembaga ini. Namun demikian, dari sisi penguasaan garam,
pedagang eceran mempunyai keuntungan yaitu sumber pasokan garam
di Jawa Timur tidak hanya tergantung pada pedagang grosir. Hampir 70%
pasokan garam didapatkan dari rantai distribusi sebelum pedagang grosir
yaitu sub distributor dan distributor. Sehingga dari sisi marjin keuntungan
yang diperoleh, pedagang eceran kemungkinan mempunyai persentase yang
lebih besar dari pedagang grosir.
55,3%
70,1%
0,9%
29,1%
Rumah
Tangga
13,9%
Rantai
Sumber: BPS distribusi di NTB boleh dikatakan pendek karena hanya ada dua
(2015)
elemen rantai pasok di dalamnya yaitu pedagang grosir dan pedagang eceran.
Pedagang grosir menjadi awal perdagangan garam yang menjual barang
Rantai distribusi
dagangannya di NTB boleh
ke pedagang eceran dikatakan pendek
(55,27%), industri karena hanya
pengolahan ada dua elemen
(30,88%),
rantai pasok di dalamnya yaitu pedagang grosir dan pedagang eceran. Pedagang
grosir menjadi
58 awal perdagangan garam yang menjual barang dagangannya ke
pedagang eceran (55,27%), industri pengolahan (30,88%), dan ke rumah tangga
(13,85%). Pedagang grosir juga menjadi elemen rantai pasok yang menjadi distributor
bagi industri pengolahan.
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
dan ke rumah tangga (13,85%). Pedagang grosir juga menjadi elemen rantai
pasok yang menjadi distributor bagi industri pengolahan.
Pada pola distribusi perdagangan garam di NTB terlihat bahwa pedagang
grosir memiliki peran yang sangat penting dalam distribusi garam ke dua
elemen konsumen akhir yaitu kegiatan usaha lainnya dan rumah tangga.
Hal ini terindikasi dari persentase penyaluran ke kedua elemen tersebut
yang menyentuh 45%, sementara sisanya dipasok ke pedagang eceran.
Jadi secara umum dalam pembentukan harga di tingkat konsumen akhir,
kemungkinan besar dua lembaga rantai pasok ini akan mempunyai peranan
yang sama besar.
90,2%
66,7%
Pedagang Grosir Pedagang Rumah Tangga
Distributor
Eceran
90% 10%
9,8%
60
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
61
Nugroho Ari Subekti
dengan marjin keuntungan yang diambil PE di Aceh yang dua kali lebih besar
dibandingkan PB.
Sebagai representasi pola distribusi dan pemasaran garam tingkat
nasional, Jawa Timur memiliki kemiripan temuan marjin perdagangan dan
pengangkutan di tingkat nasional. Marjin keuntungan yang diambil PB
di Jawa Timur memiliki nilai lebih tinggi dari PE. Fenomena ini juga dapat
mengindikasikan bahwa, PB di Jawa Timur kemungkinan hanya dikuasai oleh
beberapa pemain dengan penguasaan pasar yang sangat besar sehingga
mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga garam.
62
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
63
Nugroho Ari Subekti
64
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
65
Nugroho Ari Subekti
66
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
67
Nugroho Ari Subekti
4.4 Penutup
Rantai distribusi suatu barang dimulai dari produsen hingga ke konsumen
yang pada akhirnya akan menggambarkan suatu pola distribusi. Setiap
elemen yang terbentuk dalam rantai distribusi mempunyai peran yang sangat
penting dalam perekonomian masyarakat antara lain sebagai katalisator
antara produsen dan konsumen serta dapat memberikan nilai tambah bagi
pelakunya. Secara normatif, rantai distribusi yang baik adalah suatu gabungan
elemen-elemen pelaku distribusi yang mampu membangun suatu mekanisme
pergerakan barang dari produsen ke konsumen secara kontinyu dengan biaya
yang efisien dan dapat mensejahterakan seluruh pelaku di dalamnya.
Permasalahan utama dari komoditas garam dalam negeri adalah tidak
seimbangnya antara pasokan dan kebutuhan. Selain itu, kualitas garam yang
dihasilkan secara umum belum bisa memenuhi kebutuhan industri dalam
negeri. Selain faktor ketergantungan pada cuaca, keterbatasan penerapan
teknologi dan lahan menjadi hambatan utama dalam peningkatan kuantitas
dan kualitas produksi garam. Komoditas garam yang cenderung bersifat
musiman menjadikan komoditas ini sangat rentan pada tekanan harga pada
waktu masa panen. Harga cenderung akan menurun drastis ketika masa
panen, namun tidak akan membaik ketika tidak musim garam.
Perbaikan kebijakan yang mendukung industri garam perlu dilakukan
untuk menjamin semua kepentingan pelaku komoditas garam di dalam
negeri. Kebijakan penetapan harga garam di tingkat petani diharapkan dapat
mendorong kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam. Dalam beberapa
tahun terakhir, pemerintah juga mendorong peningkatan produksi garam
nasional dengan program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR).
Kebijakan ini secara nyata telah meningkatkan tingkat produksi garam rakyat
secara signifikan di berbagai daerah sentra industri garam di Indonesia. Rantai
distribusi yang terlalu panjang juga menjadikan komoditas garam tidak efisien.
Ini terlihat dari tidak meratanya marjin biaya dan pendapatan di berbagai
tingkat rantai distribusi. Penguatan peran PT. Garam sebagai kepanjangan
tangan pemerintah untuk memotong panjangnya rantai distribusi menjadi
sangat penting dalam rangka meningkatkan efisiensi rantai distribusi garam di
Indonesia. Diperlukan kebijakan yang lebih ketat terkait dengan pengawasan
impor garam industri agar tidak terjadi perembesan garam di pasar garam
konsumsi. Dan yang terakhir, diperlukan suatu kebijakan yang secara khusus
mengatur tentang tata niaga garam rakyat.
68
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
DAFTAR PUSTAKA:
Badan Pusat Statistik. (2015). Distribusi Perdagangan Komoditi Garam
Indonesia. Diunduh tanggal 31 Januari 2016 dari www.bps.go.id.
Biro Umum dan Humas Departemen Perindustrian dan Perdagangan. (2004).
2004 Impor Garam Dilarang, mulai 1 Juli sampai 31 Desember
2004. Diunduh tanggal 15 Januari 2016dari http://www.kemenperin.
go.id/artikel/544/Impor-Garam-Dilarang,-Mulai-1-Juli-Sampai-31-
Desember-2004.
Boenarco, I. S. (2012). Kebijakan Impor Garam Indonesia (2004-2010):
Implikasi Liberalisasi Perdagangan Terhadap Sektor Pergaraman
Nasional. Universitas Indonesia. Diunduhtanggal 15 Januari 2016
dari www.lib.ui.ac.id.
Detik Finance. (22 September 2015). KPPU: Kartel Garam Sudah Sejak 2006,
kok Baru Ribut Sekarang? Diunduhtanggal 29 Februari 2016 dari
http://finance.detik.com/read/2015/09/22/100742/3025169/4/kppu-
kartel-garam-sudah-sejak-2006-kok-baru-ribut-sekarang.
Detik Finance. (30 Maret 2016). Gubernur Jatim Keberatan Permendag
125 Tentang Impor Garam. Diunduh tanggal 29 Februari 2016 dari
http://finance.detik.com/read/2016/03/30/074230/3175512/1036/
gubernur-jatim-keberatan-permendag-125-tentang-impor-garam.
Direktorat Jasa Kelautan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut. (2016).
Peningkatan Kualitas Garam Menuju Swasembada Garam Nasional.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tidak dipublikasikan.
Fathuddin dan Heriansah. (2014). Analisis Tata Niaga Garam Untuk
Pengembangan Usaha Garam Rakyat di Kabupaten Pangkep.
Diunduh tanggal 15 Januari 2016dari http://stitek-balikdiwa.ac.id/
images/jbd_v5n2_1.pdf.
Kompas. (27 Januari 2016). Harga Garam Masih Anjlok diunduh tanggal 31
Januari 2016 dari http://print.kompas.com/baca/2016/01/27/Harga-
Garam-Masih-Anjlok.
Kemala, G. W. R. (2013). Analisis Faktor-faktor yang memengaruhi Impor
Garam Indonesia (dari Negara Mitra Dagang Australia, India,
Selandia Baru, dan Cina). Institut Pertanian Bogor. Diunduh tanggal
15 Januari 2016dari www.repository.ipb.ac.id.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (23 September 2015). Importir Lakukan
3 Modus Kartel Garam. Diunduh tanggal 29 Februari 2016dari http://
kkpnews.kkp.go.id/index.php/importir-lakukan-3-modus-kartel-
garam/.
69
Nugroho Ari Subekti
70
Perdagangan Garam di Dalam Negeri
71
Nugroho Ari Subekti
72
Perdagangan Luar Negeri Garam
BAB V
PERDAGANGAN LUAR NEGERI GARAM
Aziza Rahmaniar Salam
5.1 Pendahuluan
Indonesia masih mengandalkan pemenuhan sebagian besar kebutuhan
garam dari impor. Impor garam Indonesia pada tahun 2014 mencapai 2,3
juta ton dari total kebutuhan yang mencapai 3,53 juta ton setiap tahunnya
sebagaimana yang telah disampaikan pada bab sebelumnya (BPS, 2016).
Kondisi pergaraman Indonesia saat ini bertolak belakang dengan apa yang
terjadi pada masa sebelum Indonesia merdeka, dimana saat itu Indonesia
merupakan eksportir garam. Hal ini menunjukkan bahwa garam sejak dulu
merupakan komoditas strategis yang menjadi perhatian dan kepentingan
pemerintah yang berkuasa. Namun sejak Indonesia merdeka, yang terjadi
justru merupakan kebalikannya yaitu garam tidak lagi dipandang sebagai
komoditas strategis. Kebutuhan akan garam ini seharusnya sudah mulai
dapat dipenuhi dari dalam negeri, mengingat selama ini walaupun Indonesia
mengimpor garam namun juga mengekspor garam (Rochwulaningsih, 1989).
Direktur Utama PT. Garam (Persero) menyampaikan setidaknya ada 3
penyebab mengapa Indonesia masih menjadi negara importir garam (Sutianto,
2015b). Pertama, masa panen dan pengolahan garam di Indonesia relatif
sangat singkat dan sederhana. Akibatnya, kualitas garam Indonesia menjadi
sangat rendah. Selain itu, petani garam yang mayoritas masih tradisional
tidak melakukan beberapa tahapan pengolahan garam, utamanya tahapan
refinery guna menaikkan kualitas garam. Berbeda dengan garam yang
diproduksi oleh industri pengolahan garam yang melakukan beberapa tahap
untuk memperoleh garam kualitas tinggi (high grade). Australia melakukan
pengolahan garam dengan beberapa tahapan skala industri modern. Masa
panen yang lama, skala industri yang modern dengan teknologi pengolahan
yang modern juga serta lahan pengolahan yang luas yang mencapai ribuan
hektar membuat garam produksi Australia lebih banyak dan berkualitas.
Kendala kedua adalah teknologi. Indonesia belum memiliki teknologi
pengolahan (refinery) untuk garam yang berkualitas rendah. Refinery
diperlukan untuk menaikkan kualitas garam agar sesuai kebutuhan industri
makanan minuman yang selama ini masih impor.
Kendala ketiga adalah kesulitan mencari lahan baru. Indonesia
memerlukan tambahan lahan baru di tepi pantai yang relatif luas, minimal
5.000 hektar yang tidak terpisah-pisah. Selama ini lahan yang ada secara
total cukup luas bahkan belum dimaksimalkan tetapi berada pada lokasi yang
73
Aziza Rahmaniar Salam
terpisah-pisah, atau tidak berada dalam satu lokasi. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah dengan merencanakan membuka lahan baru di
Nusa Tenggara Timur tetapi masih terkendala pembebasan lahan.
Tujuan lahan baru ini seluas 13 ribu hektar adalah untuk memproduksi
garam industri yang kebutuhannya sekitar 2,2 juta ton per tahun. Diharapkan
strategi ekstensifikasi ini dapat menutupi seluruh kebutuhan garam industri
secara bertahap dengan estimasi dalam 1.000 hektar (ha) tambak garam
mampu memproduksi sekitar 200.000 ton per tahun (Khayam, 2015).
Pemilihan lokasi pembukaan tambak baru di NTT, dinilai sangat tepat karena
wilayah ini memiliki masa kemarau yang jauh lebih panjang dibandingkan
daerah lainnya sekitar 8,5 bulan atau mendekati lamanya masa kemarau di
Australia yaitu selama 11 bulan. Diharapkan pembukaan tambak garam baru
sebanyak 13.000 ha tersebut bisa menutup kebutuhan impor garam industri
yang kriteria dan kualitasnya lebih tinggi dari garam konsumsi.
74
Perdagangan Luar Negeri Garam
Pada tahun 2014, impor Indonesia mencapai USD 104,35 juta atau 2.268,2
ribu ton. Harga satuan ekspor jauh diatas harga satuan impor. Harga satuan
ekspor garam Indonesia pada tahun 2014 mencapai USD 0,21/Kg dan harga
satuan impor mencapai USD 0,05/Kg. Hal ini mengindikasikan bahwa harga
garam impor jauh lebih murah dibandingkan harga garam yang diekspor
(Tabel 5.1).
2501.00.10.00 Garam meja 1,54 1,64 2,33 2,64 2,35 14,19 92,23
2501.00.90.00 Lain-lain, mengandung natrium 0,03 - - - 0,03 25,74 1,02
klorida paling sedikit 94,7%
dihitung dari basis kering
2501.00.50.00 Air laut 0,47 0,28 0,28 0,20 0,17 (21,08) 6,71
2501.00.90.90 Lain-lain 0,02 - 0,03 0,01 - - 0,04
Sumber: BPS (2015), diolah
75
Aziza Rahmaniar Salam
Dilihat dari sisi impor, jenis garam yang banyak diimpor adalah
HS 2501.00.90.10 (lain-lain yang mengandung natrium khlorida paling sedikit
94,7% dihitung dari basis kering) dengan pangsa impor pada tahun 2014
sebesar 99,9 % atau mencapai 2,3 ton dari total impor Garam Indonesia
(Tabel 5.4).
Tabel 5.4 Perkembangan Volume Impor Garam Indonesia
HS 10 digit (Ton)
Tren
Kode HS Deskripsi 2010 2011 2012 2013 2014 2010-2014 Pangsa
(%) (%)
2501.00.10.00 Garam meja 32,4000 0,5560 5,4420 0,5260 1,5020 -46,20 0,00006622
2501.00.90.00 Lain-lain, mengandung natrium
klorida paling sedikit 94,7%
dihitung dari basis kering 2.083,285 2.835,755 2.212,527 1.922,284, 2.267,112 -2,17 99,954
2501.00.50.00 Air laut 1,1530 0,8440 0,9080 0,7540 0 - 0,00
2501.00.90.90 Lain-lain 23,98 114,38 10,471,64 643,69 1,046,67 152,95 0,04615
Berdasarkan negara asal impor (Tabel 5.6), untuk impor garam yang
mengandung natrium khlorida paling sedikit 94,7%, didominasi dari Belanda
dengan pangsa 49,06% atau 1.174, 46 ribu ton diikuti Australia sebesar
76
Perdagangan Luar Negeri Garam
22,19% atau 531,33 ribu ton dan India dengan pangsa sebesar 16,62%
atau 398,01 ribu ton. Dilihat dari negara asal impornya, yang mengalami
peningkatan impor ke Indonesia paling tinggi adalah Belanda sebesar
141,6%, diikuti Jerman dan Australia dengan peningkatan impor masing-
masing sebesar 20,3 % dan 0,23 %.
Data dari Direktorat Impor Kementerian Perdagangan (2016)
menunjukkan berdasarkan perijinan impor yang dikeluarkan, impor terbesar
adalah perijinan untuk impor garam industri dan sejak tahun 2013-2014 tidak
ada perijinan impor garam untuk garam konsumsi.
Tabel 5.5 Data Realisasi Impor Garam, 2008-2014 (RibuTon)
No Jenis Garam 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Garam Iodasi/Garam
Konsumsi 88,5 99,8 597,6 923,8 495,0 0 0
2 Garam Non Iodasi/
Garam Industri 1.542,3 1.636,7 1.590,1 1.691,4 1.819,8 2.020,9 2.251,6
Da
Total 1.630,8 1.736,5 2.187,6 2.615,2 2.314,8 2.020,9 2.251,6
Sumber: KSO Sucofindo – Surveyor (2016)
201
77
Aziza Rahmaniar Salam
Chili
Lainnya 18%
23%
Belarusia
2% Meksiko
RRT
16%
3%
Bahama
3%
Ukraina
3% Kanada
Jerman Belanda 10%
8% India
5%
9%
Namun jika dilihat dari sisi nilai ekspor, negara pengekspor garam
terbesar tahun 2014 adalah Belanda dengan pangsa ekspor 12% atau senilai
USD 0,32 miliar, diikuti Jerman dan Chili dengan pangsa ekspor sebesar 7%
dan 6% atau setara dengan USD 0,199 miliar dan USD 0,198 miliar. Sepuluh
negara utama pengekspor garam menguasai 60% pasar, 40% sisanya
dipenuhi oleh negara-negara lainnya termasuk Indonesia yang menempati
urutan ke-89. Belanda sebagai negara pengekspor garam terbesar di dunia
(Salt Partners, 2016) memiliki 4 perusahaan yang menghasilkan garam
yaitu Akzo Nobel, Frisia Zout, Solvay Chemicals, dan Esco-European Salt
Company, dimana sumber utama garam di Belanda adalah berasal dari
pertambangan (Ezco Salt, 2016).
Akzo Nobel memproduksi garam berdasarkan pada teknologi garam
vakum. Bahan baku utama yang digunakan adalah air garam mentah dan
energi (steam dan listrik). Akzo Nobel memiliki produksi tahunan sekitar 6 juta
ton garam. Esco-European Salt Company, yang memiliki beberapa pabrik
di Eropa memproduksi beberapa jenis garam seperti garam dapur, garam
farmasi, garam industri dan garam untuk diet, serta menghasilkan juga “water
softening” yang banyak digunakan dalam proses industri.
78
Perdagangan Luar Negeri Garam
Dilihat dari nilai impor, negara pengimpor terbesar pada tahun 2014
adalah Amerika Serikat dengan pangsa impor sebesar 15% atau USD 0,589
Juta. Urutan ke-2 adalah Jepang dengan pangsa 11% (USD 0,43 Juta)
dan ke-3 adalah RRT dengan pangsa 9% (USD 0,341 Juta). Indonesia
menempati urutan ke-10 negara pengimpor garam terbesar di dunia dengan
pangsa 3% atau dengan nilai impor sebesar USD 0,104 Juta pada tahun
2014.
79
Aziza Rahmaniar Salam
Harga garam Australia yang relatif cukup mahal dibandingkan India, RRT,
dan Thailand, namun impor garam terbesar Indonesia salah satunya berasal
dari Australia. Hal ini karena yang diimpor dari Australia adalah garam dengan
kualitas tinggi yang dibutuhkan oleh industri makanan minuman, farmasi dan
pertambangan. Secara kualitas memang garam dari Australia lebih baik
dibandingkan kualitas garam dari India (Saad S dalam Suhendra, 2011).
Alasan memilih Australia antara lain karena 1) Merupakan produsen terbesar
dengan lokasi yang terdekat dari Indonesia, 2) Kualitas garam Australia
yang baik disebabkan proses periode produksi garam lebih lama daripada
Indonesia yakni mencapai 3-4 bulan dan dilakukan secara beberapa tahap
dengan skala industri modern, dan 3) Memiliki puluhan ribu hektar untuk
produksi garam sehingga persediaan garamnya cukup banyak (Sutianto,
2015a).
Harga garam Australia yang mencapai Rp 43.257 per kilogram, sangat
mahal dibandingkan dengan harga garam di negara lain, tetapi jika dilihat dari
jumlah garam yang di ekspor, Australia jauh dibawah India dan RRT. India
memiliki jumlah garam yang jauh lebih banyak dan harga yang murah karena
saat ini khusus untuk tujuan ekspor, India memiliki lebih dari 300.000 hektar
lahan garam (Suhana, 2016). Harga garam India yang murah menjadikan
India sebagai salah satu negara pengekspor garam utama di dunia. Secara
kualitas garam Indonesia tidak kalah bahkan lebih bagus dari India, tetapi
Indonesia belum mampu mengekspor sebanyak India. India sangat serius
dalam upaya penambahan kuantitas garam. Salah satu hal yang dilakukan
pemerintah India pada penambak garam adalah pemberian asuransi dan
beasiswa pada anak penambak garam. Hal ini membuat para penambak
garam India tidak dipusingkan lagi dengan masalah biaya. Pemerintah India
80
Perdagangan Luar Negeri Garam
Adapun tiga negara utama ekportir garam yaitu Belanda, Kanada dan
Jerman, mempunyai RCA cukup tinggi yaitu hingga mencapai 4, hal ini
dikarenakan penggunaan teknologi yang tinggi dan masa pembuatan garam
yang cukup lama sehingga kualitas garam baik dan meningkatkan nilai dan
kuantitas ekspor. Perhitungan RCA untuk Belanda, Kanada dan Jerman
adalah sebagai berikut:
81
Aziza Rahmaniar Salam
82
Perdagangan Luar Negeri Garam
83
Aziza Rahmaniar Salam
1 Definisi Garam konsumsi: Kadar NaCl paling Garam konsumsi: Kadar NaCl paling
sedikit 94,7% sedikit 94,7% sampai dengan <97%
Garam industri: kadar NaCl
Garam industri: kadar NaCl paling paling sedikit 97%
sedikit 97%
2 Instrumen IP Garam Konsumsi dan IP Garam Persetujuan Impor (PI) Garam Industri
Perizinan IndustriDiajukan kepada Dirjen diajukan secara online kepada
Daglu Koordinator Pelaksana UPTP I
6 Verifikasi oleh Jenis, Volume, Pos TArif atau No Penambahan data atau keterangan
Surveyor HS, Uraian, Negara dan Pelabuhan mengenai spesifikasi
Muat, Waktu Pengapalan dan
Pelabuhan Tujuan
84
Perdagangan Luar Negeri Garam
5.7 Penutup
Indonesia yang semula eksportir garam, saat ini merupakan negara
pengimpor walaupun masih ada sebagian kecil garam yang diekspor. Hal ini
menunjukkan adanya peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan industri
garam nasional dan meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan.
Rendahnya daya saing garam Indonesia memerlukan perhatian yang
serius baik dari pemerintah maupun produsen garam. Peningkatan penguasaan
teknologi produksi menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan guna
meningkatkan kualitas yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing
garam Indonesia sehingga dapat bersaing di pasar internasional. Diperlukan
berbagai kebijakan pemerintah yang dapat mendukung peningkatan daya
saing dan perlindungan terhadap produsen lokal.
85
Aziza Rahmaniar Salam
DAFTAR PUSTAKA
Akzonobel. (2016). Company Profile. Diunduh pada 11 Maret 2016 melalui
https://www.akzonobel.com/ic/products/salt/.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Data Ekspor dan Impor Garam Indonesia.
Jakarta.
Boenarco. I.S. (2012) Kebijakan Impor Garam Indonesia (2004-2010):
Implikasi Liberalisasi Perdagangan Terhadap Sektor Pergaraman
Nasional (Tesis). Jakarta Univeritas Indonesia. Diunduh pada tanggal
26 Mei 2016 melalui ib.ui.ac.id/file?file=digital/20300588-T30500.
pdf.
Esco Salt. Company Profile. Diunduh pada 11 Maret 2016 melalui http://www.
esco-salt.com/water_softening.html?&L=1.
Kementerian Perdagangan. (2004). Keputusan Menteri Perindustrian Dan
Perdagangan No360/MPP/Kep/5/2004. Diunduh pada 11 Mei
2016 melalui http://www.kemendag.go.id/files/regulasi/2004/05/
MPP_360_04.htm.
Kementerian Perdagangan. (2007). Permendag No. 44/MDAG/
PER/10/2007. Diunduh pada 11 Mei 2016 melalui https:
//www.google.co.id/ search?q=Permendag+No.+
44%2FMDAG%2FPER%2F10%2F2007&oq=
Permendag+No.+44%2 FMDAG%2FPER%2F10%2F2007
&aqs=chrome..69i57.299j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8.
Kementerian Perdagangan. (2012). Permendag No. 58/M-DAG/PER/9/2012.
Diunduh pada 11 Mei 2016 melalui https://www.google.co.id/
search?q= Permendag +No.+44%2FMDAG%2FPER%2
F10%2F2007&oq=Permendag+No.+ 44%2FMDAG%2FPER%
2F10%2F2007&aqs=chrome..69i57.299j0j4&sourceid=
chrome&ie=UTF-8#q=Permendag+No. +58%2FM-
DAG%2FPER%2F9%2F2012.
Khayam. M. (2015). Pemerintah Dorong Pembukaan Lahan Garam Industri.
Gatra.com. Diunduh pada 9 Mei 2016 melalui http://redaksi.gatra.
com/ekonomi/industri/152455-pemerintah-dorong-pembukaan-
lahan-garam-industri.
Pusat Humas Kementerian Perdagangan. (2016). Jakarta.
86
Perdagangan Luar Negeri Garam
87
Aziza Rahmaniar Salam
88
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
BAB VI
PELUANG DAN TANTANGAN KOMODITAS GARAM
DI INDONESIA
Aditya P. Alhayat
6.1 Pendahuluan
Dari segi proses produksi, garam sebenarnya komoditas yang sederhana.
Garam dapat dibuat dengan hanya menguapkan air laut memanfaatkan
sinar matahari, melalui penambangan batuan garam (rock salt), ataupun
diperoleh dari sumur air garam (brine) (Rositawari, Taslim, dan Soetrisnanto,
2013). Proses pembuatan garam dapat dilakukan dengan tanpa melibatkan
teknologi yang komplek. Namun demikian, permasalahan garam di Indonesia
relatif kompleks. Bagi sebagian masyarakat tentu tidak bisa menerima
suatu kenyataan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki
sumber daya air laut melimpah dan menjadi salah satu negara dengan garis
pantai terpanjang di dunia, ternyata masih impor garam dalam jumlah yang
tidak sedikit. Garam merupakan salah satu potret ironis industri Indonesia, di
satu sisi potensi garam yang tinggi mengingat Indonesia merupakan negara
bahari, namun di sisi lain produksi garam Indonesia masih sangat rendah
(Manadiyanto, 2010).
Garam juga dianggap sebagai produk strategis karena manfaat
kegunaannya. Garam bukan hanya sekedar digunakan sebagai penyedap
rasa untuk konsumsi rumah tangga, namun juga dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri makanan dan minuman, tekstil, kertas, kimia, farmasi,
hingga untuk pengeboran minyak bumi. Selain itu, meskipun importasi garam
telah diatur, namun dalam implementasinya seringkali mengundang pro dan
kontra, yaitu dari industri yang memanfaatkan garam sebagai bahan baku
dan Kementerian Perindustrian selaku unit pembina dengan petani garam
yang didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dalam bab ini akan diulas lebih detil mengenai permasalahan atau
tantangan pengembangan garam di Indonesia. Selain itu, dibahas pula
mengenai prospek dan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh stakeholder
terkait. Kebijakan pergaraman terkini juga menjadi salah satu topik bahasan
dalam bab ini.
89
Aditya P. Alhayat
domestik Indonesia sangat prospektif saat ini dan masa depan. Berdasarkan
data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan/KKP (2016a), total kebutuhan
garam nasional tahun 2015 mencapai 3,7 juta ton, mengalami peningkatan
16,2% dibandingkan kebutuhan garam nasional tahun 2011 dengan volume
sebesar 3,2 juta ton. Apabila dihitung secara rata-rata menggunakan metode
Compound Annual Growth Rate (CAGR), maka pertumbuhan kebutuhan
garam nasional periode 2011-2015 mencapai 3,8% per tahun. Dengan
asumsi rata-rata pertumbuhan 2011-2015, kebutuhan domestik untuk tahun
2019 diperkirakan mencapai 4,4 hingga 4,6 juta ton.
Sumber: KKP (2015a dan 2016a) dan hasil olah data penulis
90
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
(2015a) yang mencatat jumlah konsumsi garam rumah tangga yang konstan
selama 2011-2013, yaitu pada kisaran 732 ribu ton hingga 747 ribu ton2.
Meskipun garam untuk industri aneka pangan dan pengasinan ikan masing-
masing belum sebesar konsumsi rumah tangga, namun pertumbuhan
permintaannya relatif tinggi. Dengan menggunakan metode perhitungan
CAGR, industri aneka pangan selama periode 2011-2015 tumbuh 17,3%
per tahun, sedangkan industri pengasinan ikan tumbuh 12,4% per tahun.
Permintaan garam untuk pengasinan ikan diperkirakan meningkat seiring
dengan melimpahnya pasokan ikan laut karena kebijakan Pemerintah
Indonesia yang gencar memberantas illegal, unreported, unregulated fishing.
Konsumsi garam industri terbesar digunakan untuk industri CAP dan
farmasi dengan pangsa mencapai 90% dari kebutuhan garam industri dan
diperkirakan terus meningkat dengan pertumbuhan 7,9% per tahun. Industri
CAP yang merupakan industri kimia dasar menghasilkan bahan baku utama
untuk 500 industri hilir dan berfungsi sebagai katalisator industrialisasi di
Indonesia dengan kontribusi pembayaran pajak sebesar Rp1,5 triliun per
tahun (Sindo News, 2015). Seiring dengan pertumbuhan perekonomian
Indonesia dan penguatan perekonomian global, kebutuhan garam untuk
bahan baku industri tentu akan semakin meningkat. Pada tahun 2014,
kebutuhan garam industri di Indonesia mencapai 2,1 juta ton (KKP, 2015a).
Untuk tahun 2016, Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI)
memperkirakan kebutuhan garam industri meningkat menjadi 2,3 juta ton
(Kontan, 2015a). Dengan demikian, permintaan garam industri diproyeksikan
meningkat kurang lebih 5% per tahun.
91
Aditya P. Alhayat
92
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
93
Aditya P. Alhayat
94
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
untuk menjadi eksportir garam terbuka lebar. Namun dengan catatan bahwa
jenis garam yang potensial untuk diekspor merupakan kategori garam meja
(HS 2501.00.10), dan bukan merupakan garam industri dengan kadar NaCl
yang tinggi.
Selama periode 2011-2015, Indonesia rata-rata mampu mengekspor
garam sebesar 2,3 ribu ton per tahun. Sementara itu, impor garam rata-rata
pada periode tersebut mencapai 2,2 juta ton per tahun (BPS, 2015). Dengan
demikian, volume ekspor garam Indonesia hanya sebesar 0,1% dari total
kuantitas garam yang diimpor. Namun apabila dilihat secara spesifik pada
jenis garam meja, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan. Pada
tahun 2015, surplus neraca perdagangan garam meja mencapai USD 0,4
juta, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang mencapai USD 0,5 juta. Dari
sisi volume, rata-rata ekspor garam meja Indonesia ke dunia periode 2011-
2015 mencapai 2,1 ribu ton per tahun, sedangkan rata-rata impornya hanya
sebesar 1,9 ton per tahun. Pada tahun 2015, Indonesia banyak mengekspor
garam meja ke Timor Timur, Filipina, dan Malaysia dengan pangsa volume
ekspor kumulatif ketiga negara tersebut sebesar 96,1%.
95
Aditya P. Alhayat
96
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
97
Aditya P. Alhayat
98
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
memenuhi persyaratan industri, maka garam industri harus diimpor dari luar
negeri.
99
Aditya P. Alhayat
100
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
101
Aditya P. Alhayat
garam petani untuk selanjutnya diproses lebih lanjut menjadi garam industri.
Uniknya, penggarap areal tambak yang dimiliki PT. Garam juga melibatkan
petani secara perseorangan dengan sistem sewa.Terlebih pada Oktober 2015,
PT. Garam menaikkan harga sewa lahan dengan sangat tinggi sehingga
semakin memberatkan bagi petani di tengah produksi yang terbatas.Sewa
lahan di ring I meningkat dari Rp 1,5 juta menjadi Rp 3 juta per tahun; ring
II naik dari Rp 1 juta menjadi Rp 2 juta; ring III semula Rp 750 ribu menjadi
Rp 1,5 juta; dan ring IV dari Rp 500 ribu menjadi Rp 1 juta (Tempo, 2015).
102
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
6.7 Penutup
Pasar garam Indonesia sangat prospektif yang ditandai dengan tingginya
kebutuhan garam dalam negeri, terutama sebagai bahan baku industri.
Namun demikian, peluang tersebut belum dapat sepenuhnya dimanfaatkan
oleh petani garam rakyat sebagai produsen terbesar garam domestik.Kendala
103
Aditya P. Alhayat
104
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Adiraga, Y. dan Setiawan, A. H. (2014). Analisis Dampak Perubahan Curah
Hujan, Luas Tambak Garam dan Jumlah Petani Garam Terhadap
Produksi Usaha Garam Rakyat di Kecamatan Juwana Kabupaten
Pati Periode 2003 – 2012. Diponegoro Journal Of Economics, Vol. 3
(1), pp. 1-13.
Antara News. (2014, November 16).Nagekeo Terbaik untuk Garam Industri di
Indonesia.Diunduh tanggal 2 Maret 2016 dari http://www.antaranews.
com/berita/464595/nagekeo-terbaik-untuk-garam-industri-di-
indonesia.
Antara News. (2015, Agustus 11). Pelaku kartel garam untuk Rp2,25 triliun
setiap tahun. Diunduh tanggal 16 Februari 2016 dari http://www.
antaranews.com/berita/511836/pelaku-kartel-garam-untuk-rp225-
triliun-setiap-tahun.
Berita Satu. (2015, September 13). Tersangka Suap Kuota Impor Garam
Akhirnya Ditahan. Diunduh tanggal 16 Februari 2016 dari http://
www.beritasatu.com/nasional/306633-tersangka-suap-kuota-impor-
garam-akhirnya-ditahan.html.
Bisnis. (2015a, April 15). Nasib Investasi Garam Cheetham Di NTT Masih
Terkatung-katung. Diunduh tanggal 3 Maret 2016 dari http://industri.
bisnis.com/read/20150415/99/422954/nasib-investasi-garam-
cheetham-di-ntt-masih-terkatung-katung.
Bisnis. (2015b, April 1). Skema Bantuan Pugar Berubah, Petani Garam
Cirebon Tetap Kurang Puas. Diunduh tanggal 4 Maret 2016 dari
http://bandung.bisnis.com/read/20150401/61825/530545/skema-
bantuan-pugar-berubah-petani-garam-cirebon-tetap-kurang-puas.
Bisnis. (2015c, Mei 28).Pembatasan Impor Garam Bakal Ganggu Kinerja
Industri.Diunduh tanggal 24 Mei 2016 dari http://industri.bisnis.
com/read/20150528/257/438264/pembatasan-impor-garam-bakal-
ganggu-kinerja-industri.
BPPP Tegal (2016).Masalah dan Kendala Produksi Garam Rakyat.Diunduh
tanggal 16 Februari 2016 dari http://www.bppp-tegal.com/web/index.
php/artikel/98-artikel/artikel-pegaraman/188-masalah-dan-kendala-
produksi-garam-rakyat.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2015).Perkembangan Ekspor dan Impor Garam
Indonesia. Sistem Informasi Statistik Ekspor Impor, Pusat Data dan
Informasi Perdagangan, Kementerian Perdagangan.
Detik Finance.. (2015a, Oktober 7). RI Punya Garis Pantai Panjang Tapi
Impor Garam, Ini Penyebabnya. Diunduh tanggal 15 Februari 2016
dari http://finance.detik.com/read/2015/10/07/142628/3038290/4/ri-
punya-garis-pantai-panjang-tapi-impor-garam-ini-penyebabnya.
105
Aditya P. Alhayat
Detik Finance. (2015b, Oktober 7). Faisal Basri Kritik BUMN Garam. Diunduh
tanggal 29Januari 2016 dari http://finance.detik.com/read/2015/10/0
7/210546/3038896/1036/faisal-basri-kritik-bumn-garam.
DPR. (2016). Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan
Petambak Garam.Diunduh tanggal 4 Maret 2016 dari http://www.dpr.
go.id/doksileg/proses2/RJ2-20150921-113245-8931.pdf.
Gatra. (2015, April 20). Hingga Akhir 2015, Kebutuhan Garam Nasional 2,6
Juta Ton. Diunduh tanggal 15 Februari 2016 dari http://www.gatra.
com/ekonomi/industri/143400-hingga-akhir-2015,-kebutuhan-
garam-nasional-2,6-juta-ton.
Heriansah dan Fathuddin. (2014). Analisis Tata Niaga Garam untuk
Pengembangan Usaha Garam Rakyat di Kabupaten Pangkep.
Jurnal Balik Diwa, Vol. 5 (2): pp. 1-9.
his. (2013, September). Chemical Economics Handbook: Sodium Chloride.
Diunduh tanggal 28 Maret 2016 dari https://www.ihs.com/products/
sodium-chloride-chemical-economics-handbook.html.
Kabar Bisnis. (2013, Januari 8).KKP Kecewa Berat dengan Produktivitas PT
Garam.Diunduh tanggal 16 Februari 2016 dari http://www.kabarbisnis.
com/read/2835760/kkp-kecewa-berat-dengan-produktivitas-pt-
garam.
Kementerian Kelatuan dan Perikanan (KKP). (2015a). Neraca Garam
Nasional Tahun 2011 – 2014. Tidak dipublikasikan.
Kementerian Kelatuan dan Perikanan (KKP). (2015b). Luas Tambak Garam
Rakyat Berdasarkan Kabupaten/Kota PUGAR Tahun 2011 - 2014.
Tidak dipublikasikan.
Kementerian Kelatuan dan Perikanan (KKP). (2015c). Laporan Kinerja
Kementerian Kelatuan dan Perikanan Tahun 2014.Diunduh tanggal
17 Februari 2016 darihttp://kkp.go.id/assets/uploads/2015/03/LAKIP-
KKP-2014.pdf.
Kementerian Kelatuan dan Perikanan (KKP).(2015d). Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 25/PERMEN-
KP/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan
Perikanan Tahun 2015-2019.Diunduh tanggal 3 Maret 2016 dari
http://infohukum.kkp.go.id.
Kementerian Kelatuan dan Perikanan (KKP). (2016a). Peningkatan Kualitas
Garam Menuju Swasembada Garam Nasional.Tidak dipublikasikan.
Kementerian Kelatuan dan Perikanan (KKP).(2016b). Buku Laporan Kinerja
Satu Tahun KKP pada Tahun 2015.Diunduh tanggal 3 Maret 2016
dari http://roren.kkp.go.id/arsip/file/123/buku-laporan-kinerja-
kkp-27112015.pdf/.
106
Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di Indonesia
107
Aditya P. Alhayat
108
Tata Niaga dan “Manisnya” Garam di Indonesia
BAB VII
TATA NIAGA DAN "MANISNYA" GARAM DI
INDONESIA
Zamroni Salim
7.1 Pendahuluan
Indonesia masih bergantung pada garam impor untuk memenuhi
kebutuhan dalam negerinya, khususnya kebutuhan untuk industri. Produksi
garam Indonesia masih rendah dan sebagian besar masih tergantung pada
impor (Manadiyanto, 2010; Sucofindo, 2011; Setywati, 2014; Republika,
2015). Dari data statistik terlihat bahwa impor garam mencapai sekitar 69,70%
(impor sebesar 2,3 ton dari total kebutuhan yang mencapai 3,75 ton tahun
2015) (KKP, 2016). Ketergantungan yang tinggi tersebut tidak terlepas dari
permasalahan yang ada dalam industri dan perdagangan garam di Indonesia.
Bab VII merupakan benang merah dari sejumlah bab yang sudah ditulis
sebelumnya. Seperti telah diuraikan dalam beberapa bab sebelumnya,
produksi garam nasional, dari sisi jumlah, belum mampu memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Dari sisi kualitas komoditas garam juga belum
mampu memenuhi kualitas sesuai yang dinginkan oleh pasar (khususnya
industri) yang menjadikan garam sebagai salah satu bahan bakunya.
Beberapa permasalahan terkait dengan kinerja produksi garam, kualitas
garam dan usaha petani garam dalam menghasilkan garam telah diulas di Bab
II - Bagian Produksi. Isu menonjol yang disajikan dalam Bab II tersebut adalah
masalah rendahnya produksi dan produktivitas, serta kualitas garam yang
dihasilkan oleh petani. Permasalahan tersebut tentu saja tidak terlepas dari
teknik produksi dan tingkat teknologi yang digunakan (yang pada umumnya
masih sederhana) (Setywati, 2014).
Dalam Bab III secara garis besar membahas isu penting dalam aspek
konsumsi garam. Dalam bab ini, isu menarik yang dikaji adalah masalah
kualitas garam rakyat yang dinilai belum mampu memenuhi standar yang
dipersyaratkan oleh dunia industri, meskipun pihak petani melalui koperasi
mengatakan bahwa mereka mampu meningkatkan kualitas asalkan pihak
industri menentukan spesifikasi secara jelas3. Pemenuhan kebutuhan garam
industri yang berasal dari impor, dengan alasan (stigma) kualitas garam
rakyat yang rendah, akan cenderung menyebabkan garam rakyat yang
tidak akan pernah diminati oleh industri pengguna, termasuk industri yang
melakukan pengolahan garam rakyat. Dalam kenyataanya, ada sejumlah
perusahaan domestik yang mampu mengolah garam rakyat menjadi garam
3
Focus Group Discussion, BPPP, Kementerian Perdagangan, 18 Mei 2016.
109
Zamroni Salim
dengan kualitas yang lebih baik4. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya
garam rakyat bisa diproses lebih lanjut menjadi garam yang lebih baik dengan
teknologi tertentu.
Bab IV membahas aspek perdagangan garam di dalam negeri. Salah
satu isu mendasar yang diulas adalah masalah yang terkait dengan struktur
pasar yang berbentuk oligopoli (bila dilihat dari sisi supply garam, khususnya
garam industri yang berasal dari impor). Sementara itu, bila dilihat dari
supply garam rakyat, struktur pasar yang ada lebih berbentuk oligopsoni
dimana hanya ada sejumlah kecil pembeli (perusahaan swasta termasuk PT
Garam) yang menyerap garam rakyat. Kondisi struktur pasar yang berbentuk
oligopsoni dan oligopoli ini tentu saja tidak menguntungkan bagi masyarakat
secara umum, baik itu petani maupun pengguna garam (industri) - dalam hal
ini adalah industri pemakai yang salah satunya adalah industri makanan dan
minuman.
Bab V mengkaji perdagangan luar negeri. Dalam bab ini dijelaskan
bagimana posisi Indonesia di dalam perdagangan dunia, baik sebagai
importir maupun eksportir. Sebagai eksportir, Indonesia bisa dikatakan
hanya pemain kecil yang dalam posisi tawar-menawar harga bisa diabaikan
(bukan penentu harga di pasar internasional). Sebagai importir, Indonesia
mampu menyerap sekitar 3% garam dunia tahun 2014 (Trade Map, 2016).
Sementara itu, Bab VI menguraikan peluang yang bisa dimiliki dan tantangan
yang akan dihadapi di Indonesia terkait dengan industri garam nasional, tidak
hanya dari sisi produksi, tetapi juga distribusi, konsumsi dan perdagangan.
Terkait dengan prospek yang ada dalam industri garam nasional, Bab VI telah
menjelaskan bahwa peluang investasi terbuka lebar termasuk bagi investor
asing, mengingat Indonesia mempunyai daerah pantai yang luas. Kendala
yang dihadapi petani garam selama ini, khususnya masalah teknologi dan
ketergantungan musim, tentu bisa diatasi dengan kehadiran pengusaha
swasta (baik nasional maupun asing).
110
Tata Niaga dan “Manisnya” Garam di Indonesia
111
Zamroni Salim
112
Tata Niaga dan “Manisnya” Garam di Indonesia
tata niaga yang mengatur pelarangan impor satu bulan sebelum panen
raya, semasa panen raya dan dua bulan setelahnya, termasuk tata niaga
yang menyangkut harga garam dengan kualitas tertentu (BAB V), sesuai
dengan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/
DAGLU/PER/5/2011, yang diperbaharui dengan Permendag No.58/M-DAG/
PER/9/2012 tanggal 4 September 2012 dan revisi kembali melalui Permendag
No. 125 Tahun 2015 tanggal 29 Desember 2015 Tentang Ketentuan Impor
Garam.
Untuk mendorong produksi dan produktivitas sekaligus melindungi usaha
garam rakyat, pemerintah sudah beberapa kali mengeluarkan kebijakan.
Beberapa diantaranya adalah Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan (Menperindag) No. 360/MPP/Kep/5/2004, diperbarui dengan
Permendag No. 58/M-DAG/PER/9/2012 yang mengatur tata niaga garam
impor. Tidak efektifnya berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
adalah karena masalah penegakan hukum (law enforcement) dan pengawasan
yang lemah di lapangan. Salah satu indikator dari kelemahan penegakan
hukum tersebut adalah masih carut marutnya industri garam nasional, indikasi
kartel dalam tata niaganya dan juga masih belum berpihaknya industri garam
bagi kesejahteraan petani garam dan juga.
Diskursus mengenai perlunya pengaturan tata niaga dengan penentuan
harga dasar (floor price) maupun harga atas/plafon (ceiling price) masih
terus mengemuka. Satu sisi tata niaga seperti ini bisa menjamin harga yang
lebih baik bagi petani, namun disisi lain, kebijakan ini juga bisa menciptakan
distorsi pasar yang menyebabkan terganggunya arus distribusi garam yang
bisa berdampak pada membanjirnya atau langkanya garam di pasar dalam
negeri. Kebijakan harga minimal garam pada titik pengumpul memberikan
tekanan pada posisi tawar petani garam terhadap pengumpul. Petani garam
cenderung tidak bisa memperoleh harga yang layak mendekati harga yang
ditetapkan oleh pemerintah. Sementara itu, bila tata niaga garam dilepas,
dan tidak mengenal kuota (impor), pada satu sisi akan menciptakan efisiensi
ekonomi secara nasional; namun di sisi lain, bisa mengganggu atau bahkan
mematikan petani garam, terutama bila jumlah garam impor tidak terkendali.
Tata niaga masih diperlukan untuk mengatur industri garam di Indonesia
dengan sejumlah perbaikan dan adanya keberpihakan pemerintah yang nyata.
Diperlukan keberpihakan pemerintah untuk meningkatkan minat produksi
petani garam. Kebijakan bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
ada selama ini baik menyangkut produksi, kualitas hasil produksi maupun
pemasaran/tata niaga. Ketidakpastian harga menjadi salah satu masalah
utama. Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengeluarkan
113
Zamroni Salim
kebijakan tata niaga dengan penentuan harga pada level pengumpul. Harga
yang lebih fair, dan stabil harus bisa diberikan kepada petani garam.
Kebijakan pemerintah yang bisa mengontrol impor garam pada masa-
masa panen juga harus tetap dilakukan. Selama ini memang sudah ada
kebijakan impor, kapan harus impor, tetapi dalam pelaksanaannya impor
datang justru di saat panen raya, yang cenderung membuat harga garam
pada tingkat petani menjadi lebih rendah.
Langkah bijak yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mewajibkan
importir melakukan impor sesuai kuota dengan sistem lelang terbuka,
wajib menyerap garam rakyat, menambah jumlah perusahaan yang bisa
melakukan impor sehingga perebutan impor kuota lebih kompetitif. Selain
itu juga diperlukan adanya kewajiban transparansi publik bagi para importir
terkait dengan jumlah kuota yang mereka perolehnya dan besarnya serapan
garam rakyat yang bisa dilakukan oleh mereka.
Langkah lain yang bisa dilakukan adalah dengan menggerakkan industri
pengolah garam rakyat (sekarang ini jumlahnya masih sangat terbatas)
yang mampu mengolah garam rakyat menjadi garam yang bisa memenuhi
persyaratan minimum yang ditetapkan oleh dunia industri. Dengan adanya
industri pengolah ini tentu akan memberikan jaminan pasar dan harga yang
lebih baik bagi petani garam. Selain itu untuk melengkapi kebijakan yang
terkait dengan perdagangan, pemerintah perlu memperhatikan jalur distribusi
fisik garam yang sering bermasalah termasuk sarana dan prasarana/
infrastruktur di daerah penghasil garam. Perbaikan infrastruktur ini akan
memberikan manfaat terhadap kelancaran distribusi garam dari areal tambak
garam ke jalur distribusi berikutnya. Perbaikan ini juga bermanfaat secara
luas bagi masyarakat di daerah penghasil garam secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Efendy, M., Heryanto, A., Sidik, R. F., & Muhsoni, F. F. (2016). Perencanaan
Usaha Korporatisasi Usaha Garam Rakyat. Jakarta: Sekretariat
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan
dan Perikanan.
BPPP, Kementerian Perdagangan. (2016). Focus Group Discussion (18 Mei
2016).
Kementerian Kelatuan dan Perikanan (KKP). (2015). Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 25/PERMEN-
KP/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan
Perikanan Tahun 2015-2019. Diunduh tanggal 3 Maret 2016 dari
http://infohukum.kkp.go.id.
114
Tata Niaga dan “Manisnya” Garam di Indonesia
115
Bunga Rampai Info Komoditi Garam
INDEKS
L
A law enforcement, 82, 138
anionic surfactants, 49
anti-caking, 90, 101 M
ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature Marjin Perdagangan dan Pengangkutan
(AHTN), 12, 38 (MPP), 73, 74
atas dasar basis kering (adbk), 13, 46 mean sea level (msl), 16
mismatch, 119
B multiplier effect, 5
Buku Tarif Kepabeanan Indonesia
(BTKI), 90 N
Brine, 109 natrium klorida (NaCl), 52, 92, 94, 101
C O
Caustic Soda, 48, 49, 58 Oligopsoni, 123, 134, 137
Centrifuge, 16 Oligopoli, 65, 123, 134, 136
Chlor Alkali Plan (CAP), 2, 119
collecting point, 81 P
Compound Annual Growth Rate (CAGR), Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat
110 (PUGAR), 31, 83, 124, 125, 131, 136
Crushing, 16, 28 Pengembangan Usaha Garam Rakyat
crystallization column, 17 (PUGAR), 85, 125, 127, 129
D R
Demand, 12 Refinery, 88, 89
Drying, 16, 28 Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), 124
E Revealed Comparative Advantage (RCA), 99
Elektrodialisa, 17 Rock salt, 12, 109
Roadmap, 43, 110
F
free-flowing, 90, 101 S
Focus Group Discussion (FGD), 37, 135 Salt Lake, 11, 17
Saponification, 49
G Sea Water, 12
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium Sleving, 17
(GAKY), 40, 131 Standar Nasional Indonesia (SNI), 52, 79
Geomembrane, 33, 125 Supply, 7, 12, 86, 123, 134, 136, 137
H T
High Density Polyetylene (HDPE), 33 table salt, 12
I U
Impurities, 14 Universal Salt Iodization (USI), 55
Importir Produsen (IP), 63, 102
Importir Terdaftar (IT), 64 W
Iodine Deficiency Disorder (IDD), 79 washing plant, 16
water treatment, 1, 14, 15, 44
K water softening, 96
Kelompok Usaha Kelautan dan Perikanan World Custom Organization (WCO), 12
(KUKP) World Health Organization (WHO), 55, 57
116
Bunga Rampai Info Komoditi Garam
Ernawati Munadi
Ernawati Munadi adalah ahli ekonomi internasional dengan pengalaman
lebih dari 10 tahun baik di tingkat lokal, maupun nasional sebagai Konsultan,
Dosen dan Peneliti. Ernawati memulai karir profesionalnya sebagai Konsultan
sejak tahun 2006, ketika bergabung dengan Proyek Bantuan Perdagangan
Indonesia (ITAP) di bawah naungan USAID, sebagai ahli di bidang Ekonomi
Perdagangan. Pada bulan Oktober 2008, dipromosikan sebagai Trade
Economist/Senior Team Leader dalam proyek yang sama. Sejak itu penulis
bekerja sebagai konsultan di berbagai proyek yang dibiayai oleh organisasi
internasional seperti Bank Dunia, AusAid, USAID, dan Uni Eropa. Hingga
kini masih aktif menjadi dosen di Universitas Wijaya Kusuma. Keahliannya
adalah dampak liberalisasi perdagangan pada permintaan ekspor Indonesia
hingga model analisis transmisi siklus bisnis dari Indonesia dan Amerika
Serikat. Dalam 5 tahun terakhir Ernawati mengembangkan keahlian di bidang
perijinan perdagangan (trade license) dan kebijakan bukan tarif (non-tariff
measures). Tulisannya telah banyak diterbitkan diberbagai jurnal penelitian
baik nasional maupun internasional. Ernawati memperoleh gelar S1 di bidang
Agronomi Pertanian dari Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya; gelar Master
117
Bunga Rampai Info Komoditi Garam
118
Bunga Rampai Info Komoditi Garam
119
Bunga Rampai Info Komoditi Garam
120