Anda di halaman 1dari 15

LESI PANKREAS

Marcus M. Malek, MD – George K. Gittes, MD

ANATOMI DAN EMBRIOLOGI


Pankreas berasal dari minggu ke 4 kehamilan sebagai pasangan evaginasi dari foregut. Tunas
pankreas dorsal berkembang menjadi tubuh dan ekor pankreas, saluran kecil (santorini) dan papila
kecil, dan kelanjutan saluran utama (wirsung) ke dalam tubuh dan ekor pankreas. Pankreas dorsal
muncul sebagai divertikulum dari aspek dorsal anlage duodenum. Tunas pankreas ventral muncul
dari divertikulum biliaris dan ayunan di sekitar aspek dorsal anlage duodenum selama rotasi usus dan
berkembang menjadi kepala pankreas, serta bagian proksimal saluran pankreas utama (Fig.46-1).

Figure 46-1. Embriologi pankreas. A, Perut (a), kantung empedu (b), ventral (c) dan dorsal (d) tunas pankreas berkembang
secara terpisah pada minggu embriologis ke 4. Tunas ankreas berkembang sebagai evaginasi dari foregut. Tunas pankreas
dorsal berevaginasi secara langsung menuju ke anlage duodenum. B, Tunas pankreas ventral berevolusi dari tunas bilier
dan kemudian berayun ke kiri, dengan rotasi usus terjadi secara bersamaan. C, Saluran pankreas utama dari Wirsung dan
duktus aksesori minor dari Santorini.

Kedua tunas pankreas bergabung membentuk satu pankreas pada minggu ke 7 kehamilan, meskipun
fusi lengkap dari dua saluran ini untuk membentuk duktus pankreas utama tertunda hingga periode
perinatal. Komponen endokrin pankreas, pulau Langerhans, mulai berdiferensiasi sebelum evaginasi
tunas pankreas dari dinding foregut. Pulau-pulau Langerhans membentuk 10% dari pankreas selama
awal kehidupan embrio dan janin, tetapi angka ini menurun menjadi kurang dari 1% pada orang
dewasa. Pulau Langerhans dari pankreas janin tampaknya memainkan peran penting dalam
homeostasis janin. Asini pankreas mulai terbentuk pada minggu ke 12 kehamilan dan mulai
membentuk organel-organel dan granula zymogen, yang merupakan karakteristik sel-sel asinar. Sel-
sel ini tidak mengeluarkan jumlah enzim yang cukup hingga waktu kelahiran.

Pankreas berada retroperitoneal dan berwarna merah muda pada anak-anak. Acini pancreas dapat
dilihat dengan pembesaran daya rendah, seperti juga dapat dilihat pada septa yang membagi
lobulasi. Kepala pankreas terletak di C-loop dari doudenum sementara proses uncinate, yang berasal
dari bagian posteromedial kepala pankreas, diproyeksikan di bawah arteri dan vena mesenterika
superior. Leher pankreas didefinisikan sebagai bagian pankreas terletak anterior dari pembuluh-
pembuluh mesenterika superior. Tubuh dan ekor pankreas, terletak di sebelah kiri pembuluh-
pembuluh mesenterika superior, membentuk sudut tajam keatas mengararah pada hilus limpa.
Saluran pankreas utama membentang di sepanjang aspek posterior kelenjar dan melengkung
kebawah pada kepala pankreas untuk berjalan bersama saluran empedu, yang berjalan pada lekuk
posterior kearah pankreas atau di dalam substansi kelenjar posterior. Saluran pankreas utama dan
saluran empedu menyatu membentuk "saluran umum" sebelum masuk ke duodenum.

Pankreas cukup cembung, dengan midportion yang direfleksikan di atas permukaan anterior vertebra
lumbal, aorta, dan bagian lateral jatuh pada posterior kearah ginjal. Pasokan arteri pankreas berasal
dari arteri celiac dan mesenterika superior, yang membentuk arkade pancreaticoduodenal. Pankreas
juga memiliki anastomosis dari arteri limpa.

Figure 46-2. CT scan menunjukkan anatomi cross-sectional pankreas. Pankreas (P) terletak secara cembung melintasi
tulang belakang (lumbar) dengan ekor pankreas di sebelah limpa (Sp) dan hilus ginjal kiri. Kepala pankreas terletak di
sebelah kanan tulang belakang dekat dengan hilus ginjal kanan. L, liver; S, perut; C, usus besar. (Dari Maher MM, Hahn PF,
Gervais DA, et al: Portable abdominal CT: Analysis of quality and clinical impact in more than 10 consecutive cases. AJR Am J
Roentgenol 183: 663-670, 2004)

KELAINAN ANATOMI
Pankreas ektopik sering dijumpai di sepanjang organ yang berasal dari derifat foregut, seperti
lambung, duodenum, jejunum, ileum, dan kolon. Lesi ini ditemukan pada sekitar 2% dari otopsi dan
merupakan anomali paling umum dari antrum lambung. Selain itu, lesi ini dapat menyebabkan
obstruksi saluran lambung. Etiologi tidak diketahui secara pasti, namun satu penjelasan yang
mungkin adalah interaksi epitelial mesenkimal yang menyimpang dan terjadi transdifferensiasi
epitelium embrionik heterotopik menjadi epitelium pankreas. Pada penelitian baru-baru ini,
menjelaskan bahwa terdapat defek pada pensinyalan "hedgehog", dimana pensinyalan ini
berlawanan dengan perkembangan pankreas normal, dan berdampak pada pembentukan jaringan
ektopik pankreas. Pankreas ektopik biasanya asimtomatik dan ditemui secara kebetulan pada
laparotomi. Pankreas ektopik dapat diidentifikasi sebagai jaringan pankreas karena permukaannya
memiliki penampilan asinar granular yang sama dengan pankreas normal. Pankreas ektopik ini
biasanya tidak meradang, diduga karena mengandung banyak duktus sebagai drainase kecil
dibanding duktus tunggal besar, yang memiliki faktor resiko lebih tinggi untuk terjadi sumbatan.
Terkadang, pankreas ektopik dapat menghasilkan obstruksi atau perdarahan. Ketika ditemui pada
laparotomi, pankreas ektopik mungkin harus dilakukan tindakan eksisi, namun perlu
dipertimbangkan dan tidak dilakukan eksisi meningkatkan risiko morbiditas yang signifikan.
Pankreas annular diduga merupakan hasil dari rotasi yang salah dari tunas pankreas ventral dalam
perjalanannya di sekitar aspek posterior dari anlage duodenum. Duodenum dikelilingi dan sering
terobstruksi oleh jaringan pankreas yang mengandung acini, duktus, dan pulau langerhans yang
berfungsi normal. Teori patogenesis yang dipercaya bahwa setengah dari tunas pankreas ventral
bermigrasi ke anterior dan separuh bermigrasi ke posterior. Terjadinya defek pada pola ekspresi
endodermal Sonic hedgehog (Shh) dan Indian hedgehog, protein pensinyalan interseluler kuat yang
mendemarkasi batas molekul antara pankreas dan saluran pencernaan yang berdekatan, hal ini
dipercaya sebagai penyebab pembentukan pankreas annular. Drainase duktal dari sistem ini
bervariasi dan kompleks. Atresia duodenal dan stenosis, malrotasi usus, dan trisomi 21 sering dapat
ditemukan (maupun dalam kombinasi) dengan pankreas annular. Signifikansi klinis yang
berhubungan dengan obstruksi duodenum adalah muntah bilia. Tanda “double- bubble” merupakan
temuan radiografi klasik yang didapatkan. Penatalaksanaannya terdiri dari operasi bypass dari lesi
yang menghalangi dengan cara duodenoduodenostomy. Jika bypass seperti itu tidak layak secara
teknis, alternatif lain yang dapat digunakan adalah duodenojejunostomy. Reseksi atau pembagian
pankreas annular tidak boleh dilakukan.

Cystic fibrosis adalah kondisi resesif autosomal, paling sering terjadi pada populasi kulit putih, dan
ditemukan pada sekitar 1 dari 2500 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen cystic
fibrosis transmembran conductance regulator (CFTR) yang mengkode protein yang diekspresikan
dalam membran apikal sel epitel eksokrin. Cystic fibrosis menyebabkan insufisiensi sekresi pankreas
yang signifikan. Pada sekresi pankreas dengan cystic fibrosis umumnya memiliki jumlah bikarbonat
yang sedikit, pH yang lebih rendah, dan volume cairan eksokrin keseluruhan yang lebih rendah dari
pankreas normal. Sekresi ini menyebabkan sumbatan saluran, dilatasi duktus, dan berujung pada
obstruksi aliran eksokrin pankreas. Sel-sel asinar terdegenerasi, menyebabkan fibrosis pankreas. Hasil
akhirnya berujung pada gangguan pencernaan lemak dan protein.

PANKREATITIS AKUT
Pankreatitis akut adalah inflamasi akut pankreas, dengan keparahan yang bervariasi mulai
dari nyeri perut ringan yang tak terdiagnosis hingga pankreatitis necrotizing fulminan dan kematian.
Episode inflamasi akut dapat sembuh secara sempurna kemudian berulang lagi. Pada kasus-kasus
demikian, digunakan terminologi pankreatitis akut berulang (acute relapsing pancreatitis).
Diperkirakan bahwa resolusi interval komplit morfologi dan fungsi yang terjadi berbeda dengan
perubahan ireversibel yang terjadi pada pankreatitis kronik.

Penyebab pankreatitis akut meliputi trauma, penyakit batu traktus biliaris, kista koledokus,
anomali perkembangan duktal, obat, gangguan metabolik, dan infeksi. Penyebab tersering biasanya
idiopatik.

Pankreas terletak menempel pada vertebra lumbal, sehingga trauma abdomen atas
(biasanya karena pegangan sepeda) dapat melukai pankreas atau duktus mayor. Batu biliaris pada
orang dewasa dapat menyebabkan pankreatitis karena obstruksi duktus pankreatikus yang
sementara, dengan atau tanpa refluks. Kista koledokus menyebabkan pankreatitis dengan menekan
duktus pankreatikus atau dengan refluks bliaris yang disebabkan oleh duktus biliaris-pankreatikus
komunis yang terletak di caput pankreas.

Divisum pankreas merupakan anomali yang terjadi pada 10% populasi dan diperkirakan
terjadi karena gagal fusi dari duktus dorsal dengan duktus ventral. Pada divisum pankreas,
kebanyakan sekresi eksokrin pankreas, termasuk dari corpus dan ekor pankreas, harus terdrainase
melalui duktus minor Santorini menuju ke duodenum. Hal ini menyebabkan obstruksi relatif dan
pankreatitis berulang. Pasien simptomatik ini perlu menjalani prosedur sphincteroplasty papila
minoris. Stenting endoskopik dengan atau tanpa spinkterektomi juga dapat dikerjakan namun
memerlukan kemampuan khusus dalam kanulasi duktus kecil yang ditemukan pada anak. Anomali
duktal lain yang langka juga dapat menyebabkan obstruksi dan pankreatitis berulang. Data tercatat
dari literatur orang dewasa mengindikasikan bahwa pembuangan batu pada kasus pankreatitis batu
empedu pada anak sebaiknya dilakukan secara endoskopik. Kista koledokus mungkin menyebabkan
pankreatitis oleh karena kompresi sementara duktus pankreaukus atau karena refluks biliaris. Obat
yang diperkirakan dapat menginduksi pankreatitis contohnya asparaginase dan asam valproat.
Penyakit sistemik dan kondisi metabolik seperti fibrosis kistik dengan inspisasi sekresi pankreas
dalam duktus, sindrom Reye, penyakit Kwasaki, hiperlipidema, dan hiperkalsemia dapat
menyebabkan pankreatitis. Infeksi oleh karena virus (coxsackie virus dan rotavirus) dan sepsis
bakteri generalisata dapat menyebabkan pankreatitis.

Jelas bahwa patogenesis pankreatitis akut meliputi aktivasi proenzim yang tidak sesuai
menyebabkan autodigesti pankreas. Mekanisme selular yang menyebabkan pankreatitis akut adalah
tidak jelas, dan masih dilakukan penelitian lebih lanjut. Enzim-enzim pankreas dapat menyebabkan
destruksi pada tempat yang jauh karena diseminasi vaskular atau kaena sekresi sitokin pankreas
seperti TNF alfa, radikal bebas seperti superoksida, dan substansi vasoaktif seperti histamin dan
kalikrein.

Mekanisme aktivasi enzim pankreas yang tidak sesuai ini tidak diketahui. Kemungkinan yaitu
1) Refluks enterokinase duodenum ke dalam pankreas mengaktibasi tripsin, yang kemudian
mengaktivasi proenzim lain di pankeas; 2) obstruksi duktus dengan ekstravasasi cairan yang kaya
enzim ke parenkima pankreas, atau 3) Fusi lisosom dengan granul lisosom dalam sel asinar yang
menyebabkan aktivasi proenzim oleh enzim lisosomal. Setelah teraktiasi, elastase, fosfolipase, dan
radikal bebas superoksida diperkirakan akan menjadi mediator utama kerusakan jaringan.

Pankreatitis akut biasanya menunjukkan gejala awal berupa nyeri midepigastrik akut yang
terkait dengan nyeri punggung, muntah hebat, dan demam subfebris. Nyeri tekan pada seluruh
regio abdomen, dengan tand peritonitis, distensi dengan penurunan bising usus. Pada kasus berat
yaitu necrotizing atau hemoragik, perdarahan dapat terdiseksi dari pankreas bersamaan dengan
jaringan, tampak sebagai ekimosis di regio flank disebut tanda Grey Turner, atau di umbilikus, disebut
tanda Cullen. Ekimosis ini memerlukan waktu 1-2 hari unutk berkembang.

Peningkatan kadar amilase membantu dalam diagnosis, walaupun nilai amilase normla tidak
mengeksklusi pankreatitis dari kemungkinan diagnosis banding. Derajat kenaikan amilase serum
tidak sebanding dengan tingkat keparahan penyakit. Amilase diekskresi melalui urin, tetapi seperti
gluksa, reabsorpsi tubular menyebabkan kadar amilase di urin meningkat hanya setelah terjadi
hiperamilasemia signifikan. Selain itu, waktu paruh amilase sekitar 10 jam. Sehingga, peningkatan
amilase serum dalam level sedang mungkin tidak terdeteksi di urin.

Hiperamilasemia atau hiperamilauria mungkin dapat diakibatkan oleh kondisi lain di luar
pankreatitis, yang paling sering yaitu inflamasi atau trauma salivari, penyakit pada usus termasuk
perforasi, iskemi, nekrosis, atau inflamasi, gagal ginjal dan makroamilasemia. Gangguan ekskresi
renal dapat dihitung dengan rasio klirens amilase terhadap kreatinin. Rasio memerlukan pengukuran
kadar amilase serum secara simultan dan kreatitin, dan amilase dan kreatinin urin:
(Uamy/Serumamy) (SerumCr/UrinCr)
Rasio lebih dari 0,03 bernilai signifikan. Kadar lipase ditawarkan sebagai tes yang lebih
spesifik untuk kerusakan jaringan pankreas, walaupun perforasi usus juga meningkatkan kadar lipase
melalui absorbsi melalui peritoneum. Lipase diproduksi hanya oleh pankreas, dan pengukurannya
sangat membantu untuk membedakan trauma pankreatik dan salivarius.

Pemeriksaan radiologis abdomen penting sebagai bagian untuk mengevaluasi pasien dengan
nyeri perut. Pada pasien dengan pankreatitis, foto polos abdomen dapat menunjukkan isolated loop
usus di sekitar pankreas yang radang, disebut sentinel loop. Temuan lain yang menunjukkan
pankreatitis yaitu adanya spasme lokal kolon transversum dengan dilatasi proksimal, disebut colon
cut off sign. Kalsifikasi pankreas menunjukkan pankreatitis ronik. Foto polos dada sebaiknya
dikerjakan pada semua pasien pankreatitis akut untuk melihat bukti adanya efusi pleura dan edema
paru.

USG abdomen dapat menunjukkan penurunan ekogenisitas pankreas karena adanya edema
pankreas, tetap penemuan seperti ini tidak reliabel dalam penentuan diagnosis maupun tingkat
keparahan. Kegunaan penting USG adalah untuk melihat adanya batu empedu dan kemuungkian
penyebab pankreatitis dan untuk melihat perbaikan dalam edema dan akumulasi cairan di sekitar
pankreas. CT scan abdomen dapat menunjukkan resolusi yang lebih baik dibanding USG, baik dalam
penentuan ukuran pankreas, derajat edema, dan adanya akumulasi cairan. Ukuran pankreas dapat
diestimasi lebih akura dengan CT scan dibanding USG dan adanya komplikasi seperti abses pankreatik
atau pseudokista dapat ditunjukkan dengan jelas. Peggunaan CT pankreatografi dinamik disarankan
karena kemampuannya dalam membedakan pankreas yang terperfusi maupun tidak terperfusi
(nekrotik). Dengan penggunaan kontras bolus dengan scanning cepat pada potongan pankreas,
penilaian tepat mengenai persentase jaringan pankreas yang terperfusi maupun yang tidak dapat
dibuat. Jika diperlukan, CT scan juga dapat digunakan sebagai prosedur intervensional untuk
diagnosis dan drainase akumulasi cairan. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
juga dapat digunakan pada anak dengan pankreatitis akut. Literatur menyarankan bahwa rasio
komplikasi pada anak lebih banyak dibanding populasi dewasa. Namun, hal ini berpotensi
membantu pada anak dengan pankreatitis biliaris refraktori yang berat yang mungkin memiliki batu
yang terimpaksi di ampulla, juga pasien trauma dengan suspek luka pada duktus atau telah terbentuk
pseudokista pankreas. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) relatif masih baru,
merupakan teknik non invasif dan menjauhkan pasien dari risiko komplikasi ERCP. Sebagai
tambahan, pemeriksaan ni lebih murah dan tidak memerlukan radiasi maupun administrasi kontras,
yang diperlukan dalam ERCP. Kekurangan dari MRCP yaitu tidak dapat dilakukan intervensi
terapeutik. Tetapi, pengunaannya dapat membatu mengarahkan ke jenis terapi intervensi yang
terbaik untuk pasien sesuai dengan proses patologiknya. Masalah lain yaitu dalah MRCP seringkali
memperkirakan secara berlebihan stenosis duktus pankreatikus utama pada pasien pankreatitis.
Walau demikian, MRCP sekarang merupakan pilihan pertama untuk penunjang awal untuk
mengevaluasi anatomi duktus pankreatikus pada anak dengan pankreatitis rekuren atau yang tidak
bisa dijelaskan.

Ciri-ciri utama dalam merawat pasien dengan pankreatitis akut adalah penggantian cairan
yang agresif untuk mempertahankan keluaran urin yang baik (2 mL / kg / jam), biasanya diukur
dengan bantuan kateter urin yang tinggal di dalam, dan ambang batas yang sangat rendah untuk
memindahkan pasien ke saluran intensif. unit perawatan.

Pankreatitis akut menyebabkan kerusakan jaringan difus di seluruh tubuh sebagai akibat dari
pelepasan mediator aktif, termasuk fosfolipase A2, elastase, histamin, kinin, kallikrein, dan
prostaglandin. Kehilangan cairan ekstraseluler bisa sangat besar. Pemantauan konstan diperlukan
untuk menghindari perkembangan hipovolemia berat. Pasien dengan pankreatitis akut harus
dipertahankan dalam kondisi istirahat usus dengan penyedot nasogastrik. Sebagian besar pasien
menerima antagonis reseptor histamin-2 (H2) untuk mencegah paparan sel duodenum pembuat
secretin terhadap asam lambung, yang merupakan stimulator poten sekresi pankreas. Antagonis ini
juga dapat membantu mencegah ulserasi stres yang terlihat pada pasien dengan pankreatitis.
Regimen terapeutik ini logis tetapi empiris, karena tidak ada penelitian yang menunjukkan
peningkatan hasil dengan intervensi ini. Namun, uji klinis menunjukkan hasil yang membaik pada
pankreatitis akut dengan menggunakan analog somatostatin kerja panjang. Mungkin masuk akal
untuk menggunakan analog ini pada kasus pankreatitis sedang sampai berat.

Analgesia yang adekuat sangat penting untuk meminimalkan stres tambahan dari rasa sakit.
Meperidin (Demerol) dianggap analgesik yang lebih baik pada pankreatitis karena morfin
menyebabkan spasme sfingter Oddi. Dimana spasme sfingter ini meningkatkan tekanan duktus
pankreas dan berpotensi memperparah pankreatitis. Sampai saat ini, keunggulan Meperidine
ketimbang morfin pada pankreatitis akut belum terbukti dalam perbandingan berdasarkan hasil.
Bahkan, morfin sebenarnya dapat menyebabkan periode analgesia yang lebih lama dengan risiko
kejang yang lebih rendah. Sebuah peringatan penting adalah bahwa diagnosis pankreatitis harus
pasti sebelum memberikan pasien dosis yang signifikan dari narkotika karena kemampuan untuk
mendiagnosis masalah nonpankreas yang serius, seperti iskemia usus atau ulkus berlubang, mungkin
saja terluput.

Ketika kasus pankreatitis berkembang semakin parah, pasien perlu dimonitor secara ketat
untuk tanda-tanda perkembangan kegagalan organ multisistem. Efusi pleura dan edema paru dapat
berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan dewasa berat dengan hipoksia, membutuhkan
intubasi endotrakeal. Distensi abdomen yang tegang seringkali berhubungan dengan pankreatitis
dengan hipoventilasi. Hipokalsemia, hipomagnesemia, anemia dari perdarahan, hiperglikemia, gagal
ginjal, dan sepsis lambat dapat dilihat pada pasien ini dan membutuhkan pemantauan ketat.
Ketidaksepakatan terjadi dalam hal perlu atau tidaknya penggunaan antibiotik profilaksis. Secara
umum, kasus ringan atau sedang mungkin tidak mendapatkan manfaat dari antibiotik. Kasus
pankreatitis yang lebih parah mendapatkan manfaat karena tingginya tingkat sepsis, meskipun
konfirmasi data pada pasien tersebut kurang. Beberapa keuntungan telah diungkap dengan
penggunaan Imipenem, dengan penurunan insiden sepsis pankreas pada pasien dengan pankreatitis
nekrotika.

Nutrisi sangat penting pada pasien dengan pankreatitis. Keseimbangan nitrogen telah
menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup. Kebutuhan nutrisi agresif ini harus datang dalam
bentuk hiperalimentasi parenteral awal. Hiperalimentasi harus mencakup formulasi lipid, meskipun
diketahui adanya hiperlipidemia dan pankreatitis. meskipun pemantauan ketat kadar lipid serum
harus dijaga untuk menghindari kadar trigliserida lebih dari 500 mg / dL. Secara umum,
pengembalian ke nutrisi enteral harus hati-hati, biasanya setelah menyelesaikan resolusi nyeri perut
dan lebih disukai setelah normalisasi tingkat enzim serum.

Intervensi bedah pada pankreatitis akut biasanya tidak diperlukan. Selain operasi untuk
pseudokista pankreas atau papillotomy dalam kasus divisum pankreas, intervensi bedah untuk
pankreatitis akut terbatas pada pasien dengan pankreatitis nekrosis parah yang membutuhkan
debridemen atau pasien dengan abses pankreas. 34,35 Pada beberapa kasus, pankreatitis ditemukan
ketika laparotomi atau laparoskopi. dilakukan untuk diagnosis preoperatif apendisitis (Gambar 46-5).
Dalam keadaan ini, jalan terbaik adalah meraba kandung empedu untuk mengetahui keberadaan
batu. Jika pankreatitis ringan dan batu empedu terjadi bersamaan, kolesistektomi masuk akal
dikerjakan. Jika pankreatitis parah, tentu lebih aman mungkin untuk melakukan kolesistostomi, yang
memungkinkan akses ke batu empedu. Jika tidak ada batu empedu, tetapi pasien memiliki
pankreatitis nekrosis parah, debridemen terbatas dapat diterima. Juga, membiarkan drainase besar
di tempatnya sudah cukup memadai. Pengurasan pankreas dini, drainase pankreas, dan reseksi
pankreas belum terbukti dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada kasus pankreatitis
berat.

Abses pankreas dapat terjadi akibat infeksi pada jaringan pankreas nekrosis atau infeksi pada
pengambilan cairan peripankreas. Abses pankreas meningkatkan mortalitas dari pankreatitis tiga kali
lipat dan merupakan indikasi absolut untuk terapi bedah. 36,37 Membedakan abses pancreas dari
pengambilan cairan pancreas yang tak terinfeksi merupakan hal yang penting karena pankreatitis itu
sendiri dapat membuat pasien tampak “septik”. Diagnosis abses pankreas ditegakkan melalui
pewarnaan Gram dan kultur dari specimen abses yang diduga, pengambilan abses ini menggunakan
aspirasi jarum terpandu CT. Indikasi untuk aspirasi adalah demam dan leukositosis bertahan lebih
dari 7 hingga 10 hari setelah onset pankreatitis. Pasien yang terbukti memiliki nekrosis pankreas oleh
CT pancreatography dinamis merupakan kandidat untuk dilakukan aspirasi karena nekrosis pankreas
biasanya mendahului perkembangan abses pankreas. Terapi bedah untuk abses pankreas adalah
debridemen jaringan nekrotik yang jelas dan penempatan saluran hisap besar. Beberapa mekanisme
harus disiapkan untuk pengangkatan bahan terinfeksi pasca operasi, baik dengan operasi ulang atau
dengan pembentukan drainase. Dalam beberapa kasus tidak mungkin untuk membedakan
pseudokista pankreas yang terinfeksi dari abses. Dalam hal ini, laparotomi atau laparoskopi harus
dilakukan dengan drainase cairan.

Pseudokista pankreas adalah komplikasi trauma atau pankreatitis yang menyebabkan


kerusakan pada sistem duktus pankreas. Enzim pankreas yang terekstravasasi dan jaringan yang
tercerna membentuk suatu kavitas yang terdiri atas reaksi fibroblastik dan peradangan, tetapi tanpa
lapisan epitel. Pseudokista bisa akut atau kronis. Pseudokista akut memiliki dinding yang tidak teratur
pada CT scan, lembut dan biasanya berkembang segera setelah episode akut pankreatitis atau
trauma (Gambar 46-6). Pseudokista kronis biasanya berbentuk bola dengan dinding tebal dan
umumnya terlihat pada pasien dengan pankreatitis kronis. Perbedaan antara kedua jenis pseudokista
ini penting karena 50% pseudokista akut sembuh tanpa terapi, sedangkan pseudokista kronis jarang
secara spontan sembuh. Sebuah pseudokista akut mengembangkan dinding berserat tebal dalam 4
hingga 6 minggu. Kista pseudokalsifikasi kurang dari 5 cm biasanya hilang tanpa intervensi. Jika
dibandingkan dengan orang dewasa, pseudokista pada anak-anak cenderung lebih sering sembuh
dengan terapi medis saja. Beberapa bukti menunjukkan bahwa somatostatin dapat membantu
menyelesaikan pseudokista pankreas pada anak-anak.

Pseudokista pankreas yang menetap memerlukan baik drainase internal (lebih disukai), eksisi
(pseudo-kista distal saja), atau drainase eksternal (kista yang terinfeksi atau belum matang).
Pendekatan minimal invasif untuk cystogastrosomy dapat dilakukan dengan prosedur laparascopy
intragastric. Strategi minimal invasif lainnya untuk pseudokista pankreas termasuk trans esophageal
cystogastrostomy endoskopi dan drainase perkutan. Prosedur endoskopi ini harus dilakukan di
institusi dengan pengalaman yang signifikan dengan teknik ini. Drainase perkutan adalah pengobatan
pilihan untuk pseudokista yang terinfeksi karena kista ini biasanya memiliki dinding yang tipis dan
lemah yang tidak dapat menerima drainase internal.

Tiga komplikasi utama pseudokista pankreas adalah perdarahan, ruptur, dan infeksi.
Perdarahan adalah komplikasi yang paling serius dan biasanya terjadi akibat tekanan dan erosi kista
ke pembuluh viseral dekat (misalnya limpa, gastroduodenal). Pasien-pasien ini memerlukan
angiografi darurat dengan embolisasi. Ruptur atau infeksi pseudokista jarang terjadi. Dalam kedua
kasus, drainase eksterna diindikasikan.

Asites pankreas pada anak-anak biasanya terjadi setelah trauma atau operasi pankreas.
Pasien-pasien ini dapat ditemukan ascites atau efusi pleura pankreas. Cairan bebas terjadi karena
adanya kebocoran duktus pankreatik mayor yang tidak dapat tertampung. Perawatan utamanya
terdiri dari pengistirahatan kerja usus dengan hiperalimentasi dan penggunaan analog somatostatin
kerja panjang. Dalam banyak kasus, ascites sembuh secara spontan dengan perawatan ini. Jika tidak,
ERCP atau MRCP harus dilakukan untuk menentukan lokasi cedera duktus. Untuk cedera duktus
distal, reseksi distal sederhana sudah adekuat, tetapi cedera duktus proksimal membutuhkan Roux-
en Y jejunal anastomosis untuk mempertahankan jumlah jaringan pankreas.

Fistula pankreas adalah komplikasi pasca operasi. Sebagian besar fistula dengan keluaran
rendah menutup secara spontan tetapi dapat mengalir selama beberapa bulan. Analog somatostatin
kerja panjang menurunkan keluaran fistula dan mempercepat laju penutupan, tetapi mereka tidak
menyebabkan penutupan fistula yang tidak mungkin menutup. Mengelola fistula pankreas berpusat
pada hal berikut (1) mempertahankan nutrisi yang adekuat, dengan hiperalimentasi jika pemberian
makanan enteral menghasilkan keluaran volume tinggi, dan (2) memastikan saluran fistula tidak
terhalangi. Dalam fistula yang tidak mungkin menutup, intervensi bedah dengan roux-en-Y
jejunostomy ke titik kebocoran dianjurkan. 46

Gambar 46-5. Saponifikasi berat pada peritoneum dan lemak omentum seperti deposit lemak
berwarna putih (tanda panah) terjadi pada pasien dengan pankreatitis akut. Diagnosis preoperasinya
adalah apendisitis akut.
Gambar 46-6. CT-scan akut pseudokista pada pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas berat.
Dindingnya (tanda panah) tampak ireguler dengan cairan tak terlokalisir di dalamnya.

PANKREATITIS KRONIS
Pankreatitis kronis dibedakan dari pankreatitis akut berdasarkan irreversibilitasnya terhadap
perubahan yang disebabkan oleh inflamasi. Pankretitis kronik dapat berupa proses kalsifikasi
maupun obstruktif. Pada bentuk kalsifikasi, pankreatitis herediter merupakan kejadian yang lebih
sering jika dibandingkan dengan bentuk obstruktif dan berhubungan dengan batu pankreas
intraduktal, psedokista, dan pembentukan jarinan perut dengan kerusakan signifikan. Pada tipe
obstruktif, kejadiannya dihubungkan dengan obstruksi anatomis (paling sering adalah pancreas
divisum), secara umum kejadiannya lebih ringan dengan pembentukan jaringan parut yang lebih
sedikit jika dibandingkan degngan pankreatitis dalam bentuk kalsifikasi. Selain itu pada pankreatitis
obstruktif bentuk arsitektur, sifatnya lebih reversibel walau hanya sebagian jika penyebab dari
obstruksi tersebut dihilangkan,

Pankreatitis kronis termasuk jarang di anak – anak. Penyebab tersering di Amerika Utara
adalah herediter dengan gennya adalah autosomal dominan, dimana terjadi mutasi genetik pada
kromosom 7q35. Mayoritas dari pasien tersebut mengekspresikan satu dari dua mutasi yang terjadi
di gen cationic trypsinogen (PRSS1). Mutasi tersebut diperkirakan berujung pada kegagalan
pengenalan tripsin yang menyebabkan pencegahan deaktivasi tripsin di pankreas. Hal tersebut
menyebabkan proses pencernaan berlangsung terus menerus sehingga terjadi pankreatitis. Pada
kasus – kasus idiopatik, screening genetik dapat dilakukan untuk mencari mutasi gen tersebut.
Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah serangan berulang dari pankreatitis akut. Pankreatitis
herediter tidak memiliki perbedaan dengan kejadian kalsifikasi pankreas dan kejadianna di anggota
keluarga lainnya. Gejala dapat mulai muncul pada umur sekitar 10 tahun dan insufisiensi pankreas,
baik eksokrin dan endokrin, perlahan – lahan muncul. Komplikasi lainnya dapat berupa diabetes
melitus, ascites dengan efusi pleura, hipertensi porta, dilatasi duktus pankreatik, dan thrombosis
vena porta dan splenic. Pseudokista dapat lebih sering terjadi pada pasien dengan pankreatitis
herediter. Pasien – pasien tersebut memiliki 40% resiko terjadinya pembentukan adenokarsinoma
pankreas.

Pada beberapa pasien dengan pankreatitis familial yang memiliki nyeri tak diketahui asalnya,
pemeriksaan ERCP atau MRCP dapat membantu untuk melokalisir lokasi lesi yang dapat i dikoreksi
secara bedah, seperti batu ukuran besar atau striktur dengan dilatasi distal duktus. Pilihan
pembedahan pada pankreatitis tersebut antara lain eksisi dari pankreatitis yang terlokalisir,
pancreatektomi subtotal, pankreaticojejunostomi lateral (prosedur Puestow termodifikasi), dan
spinchteroplasti. Walaupun hasil dari terapi pembedahan tidak sepenuhnya memuaskan, evidence
yang ada menunjukkan bahwa kasus – kasus komplikasi dari pankreatitis herediter yang ditangani
dengan prosedur Puestow dapat meningkatkan kualitas hidup yang diikuti dengan peningkatan
fungsi pankreas dan status nutrisi. Tidak seperti kasus pankreatitis herediter pada dewasam gejala
steatorrhea dapat ditemukan pada anak - anak.

Pankreatitis obstruktif yang disebabkan oleh pancreas divisum atau kista choledochal dapat
ditangani dengan meringankan obstruksinya. Hubungan antara pancreas divisum dengan pankreatitis
kronis masih kontroversial. Beberapa pasien dengan dilatasi duktus dapat membaik dengan
sphincterotomy atau spinchteroplasti. Kasus – kasus lainnya dapat sulit untuk didiagnosis, dan tes –
tes fungsional dari tekanan duktus setelah stimulasi sekretin telah disarankan. Hasil pembedahan
dari pasien dengan obstruksi fungsional tidak begitu memberikan hasil yang memuaskan.

Diagnosis dari pankreatitis kronis tidak bergantung pada hasil pemeriksaan amilase atau
lipase. Walaupun peningkatan enzim serum sering ditemukan pada kejadian eksaserbasi, akan tetapi
peningkatan tersebut inkonsisten dan sering memberikan hasil normal. Diagnosis dari pankreatitis
kronik berdasarkan dari karakteristik nyeri, terganggunya fungsi pankreas, dan perubahan
penampakan radiologis. Peningkatan lemak feses, diabetes melitus, dan steatorhea merupakan
tanda – tanda dari insufisiensi pankreas. Pada pemeriksaan CT scan, terlihat mikrokalsifikasi di
jaringan parenkim dan batu yang terkalsifikasi di duktus. Selain itu, pseudokista pankreas atau
inflamasi dapat terlihat pada CT scan. ERCP memberikan gambaran yang bagus untuk mengamati
anatomi duktus dan dapat digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dari pancreas divisum sebagai
kemungkinan penyebab dari pankreatitis kronik. MRCP menyediakan alternatif yang tidak invasif
untuk menentukan anatomi duktal. Papillotomi dapat dilakukan melalui pemeriksaan endoskopi.

Terapi pankreatitis kronik ditujukan secara langsung untuk paliatif gejala. Terapi inisial untuk
eksaserbasi akut adalah kontrol nyeri dan hidrasi. Steatorrhea mengindikasikan kebutuhan untuk
penggantian enzim pankreas. Secara umum, pasien – pasien tersebut membaik dengan makanan
porsi kecil dengan frekuensi sering. Diabetes melitus yang muncul dari pankreatitis kronik memiliki
kecenderungan untuk terjadi kejadian hipoglikemik parah setelah pemberian dosis insulin ringan.
Hipersensitivitas terhadap insulin dapat muncul akibat loss dari islet pankreas. Tidak seperti diabetes
mellitus yang diakibatkan oleh autoimun yang menghancurkan sel beta penghasil insulin di islet
Langerhans, pada pankreatitis kronik menghancunkan seluruh islet, termasuk sel penghasil hormon
glukagon. Oleh karena itu, efek glukagon sebagai lawan efek dari insulin juga hilang di pasien –
pasien tersebut.

Terapi bedah atau endoskopi diindikasikan untuk obstruksi pankreas atau duktus bilier atau
pada komplikasi psedokista pankreas. Pasien dengan nyeri yang tidak diketahui letaknya, yang tidak
memiliki masalah anatomi yang teridentifikasi tidak memiliki keuntungan dari intervensi bedah.
Peringanan dari obstruksi dapat dilakukan dengan endoskopik sphincterotomi, ductal stenting, atau
drainase dengan menggunakan Roux-en-Y lateral pancreaticojejunostomy ( prosedur Puestow yang
dimodifikasi). Reseksi pankreas, dimulai dengan reseksi distal tetapi berkembang menjadi subtotal
atau bahkan pancreatektomi total, telah dipertimbangkan untuk nyeri yang tak diketahui sumbernya.
Pasien – pasien tersebut akan hilang nyerinya akan tetapi rawan untuk terjadinya insufisiensi
pankreas.

GANGGUAN FUNGSIONAL PANKEATIK


Penyebab hipoglikemia persisten pada anak bervariasi sesuai usia. Pada bayi baru lahir dan
bayi muda, penyebab kebanyakannya adalah:
1. Persistent Hyperinsulinemic Hyloglicemia of Infancy (PHHI), yang sebelumnya disebut
nesidioblastosis
2. Kurangnya substrat glukoneogenesis (contohnya pada penyakit penyimpanan glikogen)
3. Kurangnya hormon glukoneogenesis (contohnya pada hipotiroid atau defisiensi hormon
pertumbuhan)
Sementara penyebabnya akan berbeda pada anak dengan onset hipoglikemia setalah usia 1
tahun, yaitu insulinoma sebagai penyebab terbanyak.

Persistent Hyperinsulinemic Hyloglicemia of Infancy (PHHI)


Nesidioblastosis berasal dari bahasa Yunani nesidio (pulau) dan blast (pembentukan baru).
Nesidioblast diperkirakan sebagai sel progenitor pada dinding duktus pankeatikus, normalnya
menyediakan keadaan fisiologis bagi islet untuk memperbanyak islet, seperti pada kehamilan
ataupun pascareseksi pankreas. Terdapat postulat yang menjelaskan bahwa nesidioblast mengalami
overproliferasi pada pasien PHHI. Postulat ini didasarkan pada patologi atipikal pada nesidioblastosis.
Namun, ditemukan bahwa proliferasi nesidioblastosis pada regio periduktal pankreas adalah normal
pada bayi baru lahir.
Defek pasien PHHI berhubungan dengan 4 gen yang bertanggungjawab terhadap
kemampuan beta pankreas untuk meregulasi sekresi insulin melalui channel ATP sensitif kalium,
normalnya terdiri dari reseptor sulfonilurea heteromultimeters. Secara lebih spesifik, gen-gen
tersebut adalah reseptor sulfonilurea ( ABCC8), channel kalium (KCNJ11), glutamat dehidrogenase
(GULD1), dan glukokinase (ADPGK) yang terletak di kromosom 11p15.1. Pada beberapa pasien PPHI
ditemukan mutasi truncation dari second nucleotide-binding fold pada ABCC8 dari channel ATP-
sensitif kalium. Mutasi pada reseptor channel ini dapat mencegah feedback normal regulasi produksi
insulin terhadap kadar glukosa serum. Agen hipoglikemik oral bekerja dengan mengikat reseptor
sulfonilurea dan mengaktivasi pelepasan insulin.

Dua tipe PHHI adalah lokal dan difus. Keduanya memiliki presentasi klinis yang serupa
sehingga perbedaan keduanya hanya dapat dilihat histologis. Tipe fokal berhubungan dengan
hilangnya alel maternal dari beberapa kromosom 11p15, dengan pewarisan mutasi paternal ABCC8.
Hal ini dikarateristikkan dengan adanya tumor like terlokalisir dari agregasi islet yang juga disebut
sebagai hiperplasia sel islet adenomatosa fokal. Akumulasi dari kluster besar islet dipisahkan oleh
cincin tipis sel acinar atau jaringan penghubung. Hal ini ditemukan pada sepertiga kasus PHHI. Tipe
difus PHHI disebabkan mutasi resesif protein ABCC8/KCNJ11 yang diwariskan dengan tampakan difus
abnormalitas fungsional sel beta pankreas. Penegakan tipe PHHI harus jelas karena pada PHHI fokal
tidak diperlukan reseksi eksesif pankreas seperti pada pasien PHHI difus.

Pada umumnya, pasien PHHI mengalami hipoglikemia segera setelah lahir, meskipun pada
kasus dewasa juga dilaporkan (kemungkinan dengan penyebab berbeda). Gejala-gejalanya meliputi
hipoglikemia, dengan perubahan perilaku seperti jiteriness dan kejang. Penting untuk mengukur
kadar insulin serum dan level glukosa secara berkala karena level insulin absolut mungkin normal
tetapi rasio insulin dengan glukosa darah tidak normal.
Pasien PHHI berbeda dengan pasien insulinoma yang mana pasien adenoma biasanya memiliki level
insulin absolut tinggi. Sebagai tambahan, hiperinsulinemia pada PHHI lebih mudah disupresi dengan
somatostatin dan analognya.

Terapi awal PHHI sebaiknya pemberian makan sering-sering atau bisa berupa regimen model
drip dengan penambahan glukosa intravena seperlunya. Akses vena sentral disarankan karena akses
vena yang adekuat termasuk tindakan livesaving dan konsentrasi infus glukosa yang tinggi mungkin
diperlukan. Ketika kecepatan infus glukosa yang dibutuhkan untuk mencegah hipoglikemia adalah 15
mg/kg/jam, kemungkinan besar adalah PHHI. Ketika onset terjadi setelah periode bayi baru lahir,
pasien kemungkinan hanya mengalami hipoglikemi intermiten dan penegakan diagnosis menjadi
lebih sulit. Oleh karena insidensi adenoma penghasil insulin lebih tinggi, pasien yang berusia lebih
dari 1 tahun pada onset hipoglikemia sebaiknya dilakukan evaluasi berupa laparotomi eksplorasi atau
laparoskopi.

Terapi medis awal PHHI sebaiknya meliputi analog somatostatin long acting seperti
octreotide atau obat antisekretorik seperti diazoxide. Diazoxide bekerja utamanya dengan
mengaktivasi channel ATP kalium melalui ABCC8 untuk menghambat sekresi insulin. Octreotides
mengaktivasi channel kalium sel beta untuk menghambat sekresi insulin. Kelemahan utama
octreotide adalah sediannya injeksi subkutan. Terapi medis lainnya adalah glukokortikoid untuk
membuat resistensi insulin dan streptozotocin (toksin spesifik sel beta) untuk mengurangi jumlah sel
insulin sekretorik. Sebagai tambahan, glukagon bisa digunakan sebagai agen sementara pengontrol
hipoglikemia. Obat-obatan ini paling efektif untuk mengobati kasus yang lebih ringan atau anak yang
lebih tua yang terkena PHHI. Kegagalan medis untuk mengontrol hipoglikemia memerlukan reseksi
bedah.

Pada pasien dengan tipe PHHI difus memerlukan terapi pembedahan yang 90-95% berupa
pankreatektomi yang perlu meninggalkan sisa pankreas pada duktus bilier komunis sepanjang C-loop
duodenum (Gbr. 46.10). Hal ini penting diingat, terutama pada pasien yang telah melewati periode
newborn untuk menginspeksi pankreas lebih detail untuk mencari adenoma penghasil insulin karena
penemuan adenoma mengarahkan preservasi jaringan pankreas secara signifikan dan menyingkirkan
insufisiensi endokrin dan eksokrin potensial. Pada fase postoperatif, pasien akan mengalami
hiperglikemik transien. Semua pasien yang dilakukan reseksi bagian pankreas yang luas memiliki
risiko tinggi mengalami diabetes mellitus di kemudian hari. Dari sekitar 95% pankreatektomi, 75%
mengalami diabetes mellitus. Untuk itu, beberapa startegi direkemoendasikan untuk meminimalisir
efek dari pankreatektomi near total, seperti pendekatan non-bedah memakai hiperalimentasi jangka
panjang, gastric tube feeding kontinyu, dan pemberian oktreotide, 75% pankreatektomi dengan
rencana pankreatektomi near total di masa depan jika gejala masih ditemukan, dan pankreatektomi
near total pada semua pasien, dengan isolasi islet pankreas yang dieksisi dan kriopreservasi untuk
autotransplantasi ke depannya untuk mengontrol diabetes.

Gambar 46.10 Beberapa derajat pankretektomi diindikasikan pada persistent


hyperinsulinemic hypoglicemia pada bayi. Tipikalnya, 95% pankreatektomi
ditunjukkan pada gambar, seperti terlihat, meninggalkan di belakang batas
pankreas sepanjang C-loop dari duodenum. IMV, vena mesenterica inferior; PV,
vena porta; SA, arteri splenikus; SMV, vena mesenterica superior; SV, vena
splenikus

Sebaliknya, pasien PHHI tipe fokal bisa diobati dengan reseksi pankreas yang dipandu secara
topografis. Kesulitannya terletak saat membedakan tipe fokal dan difus. Kasus-kasus terbaru
menunjukkan stimulasi kalsium arterial dengan sampling vena dan sampling vena porta transhepatal
bisa membantu membedakan antara PHHI tipe difus dan lokal. Setelah dilakukan eksplorasi lokal saat
laparotomi dan laparoskopi dan dengan bantuan analisis frozen section, reseksi pankreas bisa
dibatasi sejauh regio yang terlibat. Dalam hal ini, komplikasi reseksi pankreas ekstensif bisa dihindari
pada pasien PHHI tipe fokal.
Luaran jangka panjang untuk pasien ini tergantung dari onset usia, yang akan berhubungan
juga terhadap keparahan penyakit, dan diagnosis yang ditegakkan, karena diagnosis yang lebih
lambat menghasilkan insidensi defisit neurologis yang lebih tinggi. Kebanyakan pasien tampaknya
“grow out of the disease” setelah beberapa tahun, menandakan turunnya aktivitas sel beta. Riwayat
penyakit alamiah bisa menjelaskan diabetes mellitus yang ditemukan pada pasien selama usia
sekolah.

GLYCOGEN STORAGE DISEASE


Kekurangan glucose-6-phosphatase (glycogen storage disease tipe 1) ditandai dengan
hipoglikemia parah pada neonatus dan infan, keadaan ini disebabkan ketidakmampuan defosforilasi
subunit glycogen menjadi glukosa. Hipoglikemia menjadi jelas terlihat ketika jarak antar waktu makan
meningkat, sehingga hepar diperlukan untuk menghasilkan glukosa dari glikogen yang tersimpan.
Diagnosis secara klinis ditegakkan dengan kadar insulin yang rendah dan hepatomegali, ketosis dan
xanthoma kutaneus yang terjadi karena kompensasi dari kadar lipid yang tinggi. Pasien tersebut
seringkali memiliki kadar glukosa puasa <20 mg/dL. Akses vena sentral dibutuhkan untuk infus
kontinyus glukosa konsentrasi tinggi. Peningkatan insidensi dari adenoma hepatik ditemukan pada
pasien-pasien yang bertahan hingga dewasa, dengan risiko 10% bertransformasi menjadi ganas.
Transplantasi hepar sudah menjadi pilihan dari pasien ini.

KISTA DAN TUMOR PANKREAS

Tumor Endokrin Pankreas

Sel endokrin pada pankreas orang dewasa terbatas pada islet langerhan, walaupun neuron
pankreas dikatakan dapat menghasilkan hormon-hormon peptida aktif secara lokal seperti peptida
intestinal vasoaktif / Vasoactive Intestinal Peptide (VIP). Empat hormon utama yang dihasilkan islet
pankreas diantaranya : insulin dari sel beta sentral, yang memenuhi >90%islet; glukagon dari lapisan
perifer sel Alfa, somatostatin dan polipeptida pankreatik dari sel Delta, dan sel polipeptida pankreatik
(PP) . Pada populasi kecil sel endokrin juga bertanggung jawab atas produksi ghrelin, gastrin, dan
hormon peptida lainnya. Sekarang, dipercaya bahwa tumor endokrin pancreatik berasal dari sel sel
yang terletak di islet, walaupun beberapa bukti menunjukkan bahwa sel prekursor terdapat di afici
atau duktus pancreatik yang dapat berubah menjadi tumor juga. Hanya insulinoma, gastrinoma, dan
VIPoma yang dikatakan terjadi di anak anak.

Insulinoma merupakan tumor endokrin pankreatik tersering di anak anak, walaupun kasusnya
masih jarang, dengan perkiraan insidensi 1 kasus per 250000 pasien per tahun. Hanya 10%
insulinoma merupakan ganas dan bermetastasis ke jaringan sekitar. Tumor ini menyebabkan gejala
hipoglikemia, disertai pusing, nyeri kepala, keringat berlebih, dan kejang. The classic Whipple
ditemukan pada pasien dengan insulinom, yaitu: gejala hipolikemia dengan puasa, kadar glukosa
kurang dari setengah kadar glukosa puasa normal, dan gejala membaik dengan penambahan glukosa.

Pasien insulinomia biasanya berusia lebih dari 4 tahun, walaupun pada neonatus juga dapat
ditemukan insulinomia. Lesinya biasanya tunggal, kecuali pada neoplasia endokrin multipel tipe 1 /
Multiple Endocrine Neoplasia type 1 (MEN 1), dimana insulinomia multipel dapat ditemukan.

Insulinomia didiagnosis dengan rasio insulin-glukosa lebih dari 1.0 (mikrounit insulin per
mililiter/miligram dengan glukosa per desiliter. Normal rasio kurang dari 0,3. Kadar insulin C-peptide
harus selalu diukur karena ketiadaan kadar tersebut mengindikasikan penyebaran eksogen insulin.
Perbedaan antara lesi jinak dan ganas sulit dan biasanya dilihat dari ukuran tumor (<2 cm biasanya
jinak), serta adanya metastasis.
Lokalisasi tumor sebelum operasi dapat menjadi sulit. Insulinoma ekstrapankreas sangat jarang
dan potongan kecil CT pankreas dapat mengidentifikaskan lebih dari sebagian tumor. Tumor
hipervaskular kecil dapat terlihat di angiography blush, namun angiografi kemungkinan tidak lebih
bagus dibandingkan dengan tekonologi pencitraan terbaru. MRI dan ultrasonografi endoskopi dapat
memvisualisasi tumor yang sangat kecil. Sampel selektif vena porta dapat membantu melokalisasi
tumor untuk reseksi pankreas yang tak terlihat. Semua pasien harus dilakukan operasi reseksi. Tumor
tersebut memiliki karakteristik berwarna merah muda, keras, berkapsul, dan biasanya dapat
dilakukan enuklasi simpel. Pada saat operasi, tumor yang tak terlihat/tersembunyi, dapat dilokalisasi
dengan ultrasonografi intraoperatif. Kegagalan melokalisasi tumor dengan teknik yang tidak
disebutkan sebelumnya biasanya tidak terjadi, namun karena insulinoma sering terdapat pada ekor
pankreas, sehingga pankreatektomi distal dapat menjadi pilihan prosedur blind. Pasien dengan MEN
1 dan adenoma multipel memerlukan 95% prosedur pankreatektomi. Insulinoma yang ganas
membutuhkan kemoterapi, biasanya dikombinasi dengan obat toksis sel beta streptosotocin. Pada
tumor ganas yang sudah bermetastasis ke hepar, kemoembolisasi sangat dibutuhkan dan
dikombinasikan dengan analog somatostatin. Prognosis secara umum untuk pasien ini adalah sangat
buruk (ad malam).

Sel yang memproduksi gastrin fetus di pankreas dipercaya berperan dalam kejadian
gastrinoma pankreatik. Pankreas merupakan sumber utama gastrin pada fetus. Setelah lahir, antrum
gaster menjadi sumber utama gastrin. Sindoma Sollinger-Ellison terdiri dari hipersekresi gastrer
dengan ulkus peptik berat dan tumor pada penghasil gastrin. Pankreas merupakan lokasi tersering
terjadinya gastrinoma, dengan keganasan sekitar 65% kasus dan biasanya menghasilkan bentuk asam
amino-17 gastrin.

Diagnosis dari gastrinoma berdasarkan adanya hipergastrinemia dan hipersekresi gaster. Kadar
gastrin biasanya lebih dari 500 pg/mL, tetapi pada kasus yang diragukan dapat didagnosis dengan
menggunakan 2 U/kg sekretin intravena sebagai uji stimulasi. Gastrinoma berespon dengan 200
pg/mL atau lebih pada serum gastrin. Lokalisasi dari gastrinoma dapat menjadi sulit karena tumor ini
kebanyakan terjadi di luar pankreas. CT, MRI, ultrasonografi endoskopi, dan sampel vena portal
selektif dapat digunakan untuk membantu melokalisasi tumor. Tumor yang tersembunyi kebanyakan
terletak di duodenum dan dapat membutuhkan duodenotomi.

Terapi medis untuk gastrinoma adalah omeprazol, penghambat sekresi asam yang secara
selektif menghambat pompa proton hidrogen-potassium dependen ATP yang merupakan pendukung
penting dalam sekresi asam. Seluruh pasien dengan penyakit yang dapat direseksi/operasi sebaiknya
dilakukan eksplorasi, walaupun kebanyakan tumor pankreas tidak dapat dioperasi. hanya beberapa
pasien yang melakukan reseksi total menjadi sembuh.

Kista Non-Neoplasma

Meskipun kebanyakan lesi kista pankreas adalah pseudosit dan dapatan, kista kongenital bisa
terlihat sejak dini ditandai oleh masa yang dapat menekan struktur sekitarnya. Alternatifnya, kista
kongenital dapat ditemui pada saat pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi. Kista kongenital
berisikan cairan “claudy straw-colored” dengan level enzim pankreas yang normal. Sebagian besar
kista dapat di temukan dibagian distal pankreas dan dapat digunakan untuk reseksi lokal dengan tepi
pankreas normal. Lesi pada kepala pankreas secara internal harus didrainase dengan roux-en-Y
cystojejunostomy. Duplikasi usus konggenital tersequstrasi di pankreas. Memiliki mukosa lambung
yang dapat dihubungan dengan duktus pankreas. Asam lambung menyebabkan pankreatitis. Masa
berukuran kecil dan dapat di identifikasi pada pemeriksaan CT. pembedahan diperlukan, baik dalam
enukleation, distal pancreatectomy, atau bisa juga pancreaticoduodenectomy.
Kista non neoplasma dapatan pada pankreas disebut kista yang teretensi dan terlihat
pelebaran pada duktus pankreas. Kista mengandung banyak cairan enzim pankreas. Pembedahan
retention cyst dari tipe yang lainnya atau pseudocyst sulit dibedakan. ERCP atau MRCP dapat
disambungkan pada system duktus dan juga dapat menentukan metode pembedahan. (pembedahan
VS roux-en-Y cystojejunostomy)

Tumor Eksokrin Pankreas

Sistem eksokrin pankreas berisikan duktus pankreas, sel sentroasinar, dan asini. Tumor timbul dari
sistem termasuk tumor pseudopapiler, duktus adenokarsinoma, karsinoma sel asinar, yang termasuk
serous cystadema, mucinous cystadenoma dan cystadenocarcinoma, dikarakteristikan baik pada
populasi dewasa. Pada literatur sangat jarang ditemukan pada anak-anak, yang sebenarnya tidak baik
untuk dikarakteristikkan. Beberapa ulasan dari literatur tidak tercatat kasus cystadenocarsinoma
didapati pada anak-anak. Beberapa kasus cystadenoma adalah berbeda dengan lesi dewasa. Kasus
cystadenoma dikarenakan malformation development dan bukan neoplasma.

Adenocarsinoma/ Pancreatoblastoma

Pada umumnya, kanker pankreas jarang pada anak-anak dengan tumor pankreas eksokrin.
Memiliki prognosis keseluruhan yang lebih baik setelah reseksi pembedahan di banding tumor
eksokrin pankreas malignan pada dewasa. Adenocarsinoma duktal adalah bentuk kanker pankreas
tersering pada dewasa. Adenocarsinoma duktal juga ditemukan pada anak-anak namun pada
literatur lama. Dikarenakan tumor pankreas pada anak-anak sudah dikarakteristikan lebih baik.
Diagnosis adenocarsinoma duktal menjadi dipertanyakan. Lesi jarang ditemukan akhir-akhir ini, hal
ini menunjukan adanya kesalahan diagnosis terhadap diagnosis adenocarsinoma duktal sebelumnya.
Adenocarsinoma sel asinar banyak ditemukan pada anak-anak dan memiliki kecenderungan kurang
aggresif dengan prognosis lebih baik. Terapinya adalah reseksis bedah menyeluruh untuk keduanya.

Varian lain adenocarsinoma ditemukan pada bayi dan anak-anak yang lebih muda disebut
sebagai pancreoblastoma dan kebanyakan merupakan tumor pankreas eksokrin pada anak-anak.
Pancreoblastoma lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dari perempuan dan diperkirakan
berasal dari embrionik, seperti Wilm’s tumor dan hepatoblastoma. Tedapat kehilangan sebuah alel
pada kromososm 11p menunjukan adanya hubungan genetik anatara pancreatoblastoma, Beckwith-
Wiedemann syndrome dan berhubungan dengan keganasan embrional. Pncreatoblastoma adalah
keganasan letak rendah dan sering tumbuh di caput pankreas (2/3). Pancreatoblastoma muncul
dengan tampakan tumor sel duktus imatur. Sedangkan tumor yang besar biasanya jinak. Metastasis
dilaporkan pada 1/3 pasien dengan lokasi tersering di hepar dan paru. Level alfa protein bisa
meningkat pada pancreoblastoma dan bisa digunakan sebagai penanda rekurensi pasien. Prognosis
biasanya baik pada reseksi menyeluruh. Rekurensi biasa terjadi sehingga di perlukan tindak lanjut
berkala.

Tumor Frantz adalah tumor kistik papiler juga disebut tumor solid pseudopapiler, banyak
ditemukan pada anak perempuan dan perempuan dewasa muda. Tumor Frantz diturunkan dari sel
eksokrin secara histologis tidak terdapat struktur asinar maupun duktal. Perubahan degeneratif
ditemukan pembentukan pseudopapiler dan biasanya ditemukan kapsul fibrosa. Tumor
pseudopapiler solid tidak seganas pancreoblastoma dan jarang metastasis. Prognosis baik hanya
dengan reseksi lokal. Meskipun tumor pseudopapiler solid cenderung tumbuh perlahan, untuk saat
ini reseksi agresif dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai