Anda di halaman 1dari 62

Tugas Akhir Mata Kuliah Geoteknik

(Urban planning, Tunneling, Coastal Engineering, Dam


Engineering, Geophysical-Geotechnical Correlation)

Dibuat Oleh
Darrian
03411540000055

Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
Kota Masa Depan yang Tangguh dan Berkelanjutan: Peran metode
Geofisika
Sumber : Lapenna.V.2017.Resilient and sustainable cities of tomorrow: the role of applied
geophysics.Italy:Intituto di Metodologie per I’Analisi Ambientale

Sebuah Essai , Oleh : Darrian 03411540000055


Chapter 1 Introduction
Pada era ini, peran teknologi sangat dibutuhkan dalam pembangunan berkelanjutan.
Metode geofisika adalah satu dari peran teknologi sebagai metode pendukung pembangunan
berkelanjutan. Pertama-tama kita harus menganalisis proses urbanisasi dan dampaknya dahulu
terhadap lingkungan dan kerawananya terhadap bencana (Geo-hazard) pada daerah padat
penduduk. Sekarang lebih dari setengah penduduk dunia tinggal di daerah padat penduduk
(perkotaan) , prose urbanisasi ini mengubah bentangan permukiman. Pada tahun 2050 diperkirakan
bahwa jumlah kota yang berpenduduk lebih dari 10 juta manusia akan terus meningkat dan sekitar
66% populasi dunia akan tinggal di daerah perkotaan (UNDESA,2014).
Peran geofisika sangat dibutuhkan untuk mengatasi perencanaan wilayah kota, baik dari
segi sosial dan ekonomi . Eksplorasi bawah permukaan sebagai fondasi bangunan besar seperti
apartemen di daerah perkotaan semakin dibutuhkan. Strategi dan program untuk pembangunan
berkelanjutan dibutuhkan tindak pencegahan rawanya bencana dan meminimalisir dampak buruk
terhadap lingkungan. Dari segi infrastruktur (seperti pipa gas, pipa air, pipa pembuangan sanitasi
yang baik, dll) membutuhkan tindakan mitigasi kusus juga supaya dapat menghindari kerusakan
yang parah karena bencana alam.

Gambar. 1 Skenario proses urbanisasi dalam skala global, dengan perkiraan terdapat 41 kota berpenduduk lebih dari
10 juta jiwa pada tahun 2030 (UNDESA,2014)

Pengetahuan tentang struktur bawah permukaan , mulai dari kedalaman bebera meter sampai
kedalaman 2 Km sangatlah penting bagi upaya tindakan mitigasi di daerah padat penduduk.
Sebagai tambahan reservoir-reservoir yang ada di daerah perkotaan seperti reservoir air tanah,
geothermal, dll dapat digunakan sebagai infrasturktur pendukung kota masa depan yang
berkelanjutan (Gambar. 2).

Gambar. 2 Gambaran perencanaan tata wilayah kota masa depan yang berkelanjutan

Pemanfaatan lahan kota berkelanjutan bukan hanya dipermukaan saja, tetapi dibawah permukaan
juga dimana bawah permukaan dapat digunakan sebagai sarana transportasi public, penyimpanan
kendaraan, tempat tinggal, dll. Karena hal tersebut , dibutuhkan sebuah pendekatan inovatif untuk
memperoleh suatu model 3 dimensi pada daerah perkotaan. Metode geofisika bertanggung jawab
untuk merespon kebutuhan teknologi tersebut, Baik metode terapan geofisika secara aktif dan
pasif. Beberapa negara besar sudah melakukan survey tersebut. Contoh pertama adalah Urban
Geoscience Program yang dipromosikan oleh British Geological Survey dengan tujuan
merekonstruksi model 3 dimensi ber-resolusi tinggi pada area kota metropolitan (Glasgow dan
London, UK), Contoh kedua adalah program Urban Geology oleh German (Van der Meulen, 2016;
Mielby et al., 2017).
Chapter 2 Case Study About Megacities
Studi Kasus pertama berada di kota Sao Paulo (Brazil) dimana survei geofisika
menunjukan potensial yang bagus dalam survei hidrogeologi pada lingkungan padat penduduk.
Metode geofisika yang dipakai adalah metode Time Domain Electromagnetic (TDEM) dimana
metode ini mencari pola resistivitas bawah permukaan daerah Komplek Kampus University of Sao
Paulo (Gambar 3). Survei ini menghasilkan informasi akuifer sedimen yang memiliki potensi
untuk eksplorasi air tanah yang sangat dibutuhkan oleh Kota Sao Paulo dikarenakan sungai dan
danau sudah tercemar oleh berbagai polutan berbahaya. Terlebih lagi integrasi data geologi dan
geofisika digunakan untuk estimasi kedalaman batuan dasar cekungan Kota Sao Paulo dan
mengkarakterisasi akuifer batuan kristalin dengan zona rekahan pada batuan granitic di batuan
dasar Kota Sao Paulo. Hasil survei ini membuka suatu pandangan baru tentang penggunaan TDEM
dimana terdapat kesulitan pengukuran karena daerah padat penduduk memiliki noise
elektromagnetik yang tinggi.

Gambar 3. Explorasi elektromagnetik air tanah pada daerah padat penduduk Kota Sao Paulo, dimana resistivitas
yang kecil menunjukan adanya lapisan konduktif yang berasosiasi dengan adanya air tanah

Studi kasus kedua CLARA project , proyek ini merupakan proyek gabungan 3 institusi
(Istituto Nazionale di Oceanografia e Geofisica Sperimentale (OGS) public research centre, the
University of Ferrara, the University of Roma - La Sapienza, the University of Enna and the
University of Catania) dan perusahaan swasta. Proyek ini fokus kepada pendekatan multi-disiplin
yang berbasis integrasi data eksplorasi geofisika dengan perbedaan spasial Global Earth
Observation System of System (GEOSS) dan program internasional Global Monitoring for
Environment and Security (Copernicus).
Kota yang menjadi sorotan penelitian ini adalah Kota Ferara dan Matera dengan beberapa
pemukiman di Provinsi Enna. Kota Ferara terfokus pada potensi geothermal dan mitigasi potensi
sesmik; Kota Matera memiliki tempat bersejarah Sassi dengan potensi bencana hidrogeologi;
Ketiga adalah pemukiman di Sicily yang terfokus kepada mitigasi hidrogeologi dan seismic.
Penelitian ini menggunakan property fisik dan geometri baik di permukaan dan bawah permukaan
lingkungan padat penduduk yang rawan terkena bencana seismic, zona aktif, dan zona
hidrogeologi yang tidak stabil. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini : integrasi
data remote sensing (radar), eksplorasi geofisika (tomografi seismik, tomografi elektromagnetik,
resistivitas, dan tomografi self-potential), sensor (fiber-optik, accelerometer, MEMS, dll), dan ICT
arcitechture (web-service, web-sensors, google like service, dll ). Data yang ditunjukan pada paper
ini hanya penggunaan ERT untuk bawah permukaan area kastil Tramontano, pada wilayah padat
penduduk Matera dimana tujuan pengukuran ini untuk mengetahui area longsoran. Gambaran 2
dimensi (Gambar 4) dikarakterisasikan oleh material pasiran resistif yang berada dibawah kastil
Tramontano dengan lapisan konduktif sepanjang bidang miring mayoritas lempung, yang
berpengaruh pada pergerakan tanah.

Gambar. 4 ERT wilayah kastil Tramontano di area padat penduduk Matera, menggunakan konfigurasi wenner
dengan spasi elektroda 2 meter. Panjang lintasan 94 meter dengan kedalaman wilayah eksplorasi sedalam 15 meter
dan nilai rms dibawah 5% dengan kontras antara zona konduktif lempung dan zona resistif pasir yang cukup jelas

Beberapa contoh studi kasus diatas, merupakan bukti bahwa peranan geofisika dibutuhkan sebagai
dasar strategi pembangunan kota yang berkelanjutan mulai diterapkan diluar negeri, bagaimanakah
dengan Indonesia ?
Chapter 3 Argument Based on Jakarta Megacity, Indonesia
Sumber :
1. Sari.E.P.2014.Identification of Baribis Fault-West Java Using Second Vertical Derivative Method of
Gravity.Indonesia:Research Gate

2. Minardi.S.2014.Analysis of Groundwater Decline and Land Subsidence by Using Microgravity and Vertical
Gravity Gradient Over Time Method : Case Study in Jakarta.Indonesia

Kasus kali ini yang Saya ambil adalah Ibukota Negara Indonesia yang sangat terkenal
dengan bencana tahunan (banjir, longsor, tanah ambles, dll) dan jumlah penduduknya sebanyak
9,608 juta orang (Badan Pusat Statistik, 2010). Dengan perkembangan penduduk yang pesat,
kebutuhan infrastuktur seperti tempat tinggal, pipa gas, pipa air bawah tanah juga semakin
meningkat, tindakan mitigasipun sangat dibutuhkan untuk mencegah adanya kerusakan
infrastruktur dan korban jiwa. Kali ini Saya ingin membahas tentang peran geofisika terhadap
mitigasi di daerah Jakarta, mitigasi yang pertama merupakan tindakan mitigasi terhadap isu
patahan Baribis yang melewati Jakarta. Berdasarkan bukti sejarah, terdapat gempa besar yang
mengguncang Jakarta pada 5 Januari 1699 sekitar pukul 01.30 WIB menurut catatan geologi asal
Jerman, Arthur Wichman gempa tersebut merusak 40 bangunan, termasuk bangunan Hindia
Belanda Istana Daendels. Dalam diskusi “Gempa Bumi Megathrust M 8,7: Siapkah Jakarta?” yang
diadakan akhir Februari 2018, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
Dwikorita Karnawati menyebut gempa itu diduga terjadi karena patahan Baribis yang melintasi
Jakarta. Pada diskusi yang sama, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut
Teknologi Bandung (FTTM ITB) Sri Widiyantoro mengatakan patahan Baribis masih menjadi
perdebatan dan perlu dibuktikan dengan penelitian di lapangan.
Pertama-tama kita harus mengetahui dahulu tentang patahan-patahan yang ada di Jawa
Barat, terdapat tiga patahan yaitu: Patahan Cimandiri, Patahan Lembang ,dan Patahan Baribis
(Gambar 5) dimana Patahan Baribis memanjang mulai dari timur ke barat pada bagian utara Jawa
Barat.
Gambar. 5 Patahan-patahan yang terdapat di Jawa Barat

Berdasarkan studi metode gravity oleh (Subakti,2014) patahan Baribis merupakan patahan
aktif dengan lineament strike antara 1070-1270, relative berarah tenggara-barat laut (arah strike ke
bagian selatan Ibukota Jakarta). Patahan Baribis merupakan patahan aktif yang beberapa kali
menyebabkan gempa dengan magnitude lebih dari 5, seperti gempa magnitude 5,4 pada 22
September 1980 jam 18:17:59 UTC, Magnitudo 5,8 pada 6 Juli 1990 jam 00:16:27, dan magnitude
5,8 pada 24 September 2000 jam 00:55:11 UTC.
Untuk keberadaanya saat ini, Patahan Baribis belum dilakukan studi dengan maksimal
seperti yang dilansir kompas hari Rabu (3/10/2018) Rovicky Dwi Putrohari yang merupakan ahli
geologi dan anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengatakan bahwa Patahan Baribis
masih tahap dugaan. Peran dari geologi dan geofisika sangat dibutuhkan disini, sebagai gambaran
dasar bawah permukaan. Pemetaan daerah yang rawan terlikufaksi dan strategi pembangunan
infrastruktur yang tahan gempa dapat mencegah kerugian baik dari segi sosial maupun ekonomi.
Metode yang dapat dipakai dalam kasus ini adalah metode gravitasi, mikrogravitasi, dan
elektromagnetik (MT,VLF) dalam pemetaan patahan, Geolistrik dan seismic untuk pemetaan
dangkal daerah likuifaksi.
Studi kasus kedua merupakan tindakan mitigasi penurunan tanah yang berdampak pada
banjir. Berdasarkan akuisisi data microgravity pada bulan Juli 2008 dan Agustus 2009, dengan
area luasan penelitian 32 x 32 Km. Hasil pemodelan amblesan di Jakarta berdasarkan data
gayaberat mikro antar waktu yang dipadukan dengan data penurunan muka air tanah dari sumur
pantau menunjukkan bahwa amblesan akibat pengambilan air tanah mempunyai nilai yang
tergradasi dimana semakin ke Selatan amblesan didominasi oleh sumber tersebut. Sedangkan
amblesan akibat pembebanan di permukaan terbesar terjadi di Jakarta Barat dan Jakarta Utara (8
– 13 cm), disusul oleh Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan jakarta Selatan (kurang dari 8 cm). Di
Jakarta Selatan amblesan lebih didominasi akibat pengambilan air tanah (didukung oleh
pemantauan ketinggian muka sumur). Berdasarkan hasil tersebut kita dapat merencanakan strategi
geoteknik bagi pembangunan dan strategi pengelolaan air tanah. Untuk permasalahan air tanah,
pemerintah seharusnya mempunyai peran untuk membatasi dan mengawasi pengambilan air tanah
dimana masih banyak warga Jakarta yang tidak menggunakan PAM tetapi masih menggunakan
air sumur dengan penyedotan yang tidak terkendali. Pengawasan dan sanksi yang tegas perlu
diterapkan pemerintah untuk membatasi penggunaan air tanah yang berlebihan di Jakarta, metode
lainya adalah dengan eksplorasi daerah infilling air tanah wilayah Jakarta dan menjaganya supaya
supplai air tanah tidak berkurang dan tanah tidak ambles. Untuk permasalahan pembangunan,
pemadatan tanah harus sesuai dengan beban yang diberikan supaya tanah tidak ambles, dengan
survei bedrock (batuan fondasi) terlebih dahulu. Untuk fondasi yang dangkal dapat dilakukan
pemadatan tanah sesuai dengan beban yang nanti diberikan dan untuk fondasi dalam ujung tiang
pancang harus menancap ke bagian batuan yang keras supaya tidak terjadi penurunan tanah, dalam
kasus inipun membutuhkan pengawasan dari pemerintah untuk mengawasi tingkatan beban untuk
fondasi sudah tepat atau belum.
TUGAS PAPER 1 (KASUS BENDUNGAN)

Geofisika Lubang Bor dan Permukaan Untuk Merehabilitasi


Bendungan Beton (Penne, Itali Pusat)

Inti paper : Kali ini paper focus terhadap permasalahan rehabilitasi bendungan karena
terdapat kebocoran pada bedungan, metode pengukuran geofisika seperti geolistrik dan seismic
akan digunakan untuk membuat model baru yang nantinya akan dibandingkan dengan model yang
lama sebelum dilakukan survei geofisika. Memang terdapat perbedaan yang akan dijelaskan
dibawah ini.
Bendungan seperti yang kita ketahui dapat mendapat permasalahan structural seiring
dengan berjalanya waktu (seperti retakan, ketidakstabilan , dll) karena adanya gaya (bisa karena
pembebanan, maupun tekanan hidrolik air terhadap bendungan yang menyebabkan kebocoran).
Hal ini dapat menurunkan fungsi bendungan sebagaimana mestinya, Paper kali ini menginvestigasi
model geologi bendungan yang ada di Penne. Bendungan mulai mengalami kebocoran karena
dimakan usia (dibangun tahun 1960 an ) dan pada decade terakhir kapasitas penyimpanan
bendungan semakin berkurang untuk irigasi di pemukiman sekitarnya. Oleh karena itu pemerintah
ingin membuat suatu dinding berpermeabilitas rendah (cut off wall) untuk ditancapkan sampai
mengenai lapisan geologi yang impermeable.
Tujuan utama metode geofisika (geolistrik dan seismic) adalah untuk memberikan
gambaran awal tentang bawah permukaan, dimana survei lubang bor digunakan untuk
memvalidasi hasil survei geofisikanya sebelum dijadikan model geologi yang ter-update. Untuk
metode seismic sendiri dapat dikaitkan langsung dengan property geotekniknya dimana variasi
kecepatan seismic adalah respon dari perubahan shear strength (kuat geser) dan kepadatan tanah.
Namun terdapat beberapa kendala dimana seismic refleksi sering gagal untuk mendeteksi
kedalaman dangkal karena tidak adanya komponen berfrekuensi tinggi, di sisi lainya seismic
refraksi berjalan dengan baik jika kecepatan gelombang terus meningkat seiring kedalaman. Jika
terdapat informasi tambahan tentang adanya low-velocity layer (lapisan berkecepatan rendah),
metode tomografi seismic refraksi dapat mengatasi kekurangan tersebut jika model inisialnya
diinisiasi dengan benar. Teknik ini bergantung dengan kondisi lapangan dan respon dari tanah itu
sendiri, namun Teknik SRT biasa digunakan untuk permasalahan dekat permukaan. Kedalaman
penetrasi SRT sangat bergantung dengan jumlah ray yang dapat kembali ke permukaan. Mirip
dengan seismic refraksi, SRT membutuhkan sebuah lintasan dengan source-geophone yang
panjangnya 3-5 kali lebih panjang dari target kedalaman. Integrasi gelombang P dan S merupakan
indikasi langsung dari kepadatan tanah, dan berelasi dengan modulus elastis. Poisson ratio juga
bisa menjadi parameter efektif untuk tanah kohesif (bernilai 0.5), pasir dan kerikil (0.12-0.4), batu
lempung (0.28-0.48), dan sandstone (0.17-0.4) dimana tanah tanah tersebut merupakan tanah yang
biasa ditemukan disekitaran area bendungan.
Multichannel analysis of Surface Waves (MASW) dapat menginvestigasi bawah
permukaan sampai sepertiga kali signal panjang gelombang permukaan yang terekam,
walaupunresolusi berkurang drastic dengan bertambahnya kedalaman. Metode tomografi elektrik
(ERT) dan metode self potential (SP) juga sering digunakan pada Analisa bendungan dimana
property elektrik berubah drastis jika terdapat fluida. ERT ini memiliki potensi yang besar jika
terjadi transisi tajam antara medium resistif dan konduktif, tetapi sama dengan metode lainya
resolusi berkurang seiring kedalaman dan jika memaksakanya maka model tidak akan sesuai
dengan aslinya. Data bor juga menjadi komplemen data survei geofisika (sebagai pengkalibrasi
model tomografi).
Gambar 1. (a) Rencana pengerjaan , dimana garis hitam putus-putus menandakan aliran
air bawah tanah , bulatan hitam piezometer, dan hipotesis awal pemasangan cutoff wall (garis
hitam lurus)
Deskripsi lapangan :
- Bendungan yang terletak di Desa Penne sekitar 130 Km timur Kota Roma, Italia
- Dibuat pada tahun 1960 yang berfungsi sebagai Irigasi, sekaligus tempat bertemunya
Sungai Gallero dan Sungai Tavo
- Terdapat lapisan alluvium dibawahnya, dimana unit dangkalnya tersusun dari pasir
berlanau dan lempung; Unit dalamnya tersusun dari pasir dan kerikil
- Konduktivitas hidroliknya diuji di laboratorium dimana sampel diambil dari sampel bor
saat bendungan dikonstruksi nilai K memiliki range 10-6-10-2m/s untuk alluvium berbutir
halus, lebih tinggi dari 10-2m/s untuk alluvium berbutir kasar, lebih rendah dari 10-6m/s
untuk deposit alluvial sungai Tavo (flysch formation)
- Awalnya bendungan didisain untuk menamung air dengan ketinggian dari permukaan
laut setinggi 260m, tapi kenyataanya terdapat kebocoran dimana pengukuran piezometric
menunjukan adanya kenaikan tinggi air tanah yang berlangsung saat ketinggian air
bendungan 250 m dari permukaan laut (gambar 2)
- Tujuan utama suvei geofisika :
a. Untuk melakukan kajian terhadap formasi flysch yang berpermeabilitas rendah
tentang kedalaman dan ekstensi lateralnya
b. Mendefinisikan ketebalan dan ekstensi dari butir kasar-halus dari lapisan alluvium,
dan hubunganya terhadap kebocoran (butir kasar sangat permeable)

Gambar 2. Kepala hidrolik yang terukur di piezometer (lihat gambar 1, bulatan hitam) yang
diplot sebagai fungsi ketinggian reservoir, diukur secara mingguan selama 3 tahun (2007-2009).
Garis abu-abu diagonal mengindikasn area kepala hidrolik yang lebih tinggi dari air di reservoir.
Alur penelitian

Gambar 3. Alur kerja penelitian

Secara umum alur kerja dibagi menjadi 4 :


1. Rekonstruksi model geologi awal (MINIT) dengan Batasan yang tepat menggunakan
informasi dari survei geofisika
2. Metode ERT dan SRT digunakan untuk menggambarkan bawah permukaan baik resistivity
dan kecepatan gelombang P. Interpretasi gabungan dari metode tersebut akan memberikan
gambaran awal model geofisika (GINIT), untuk dicompare dengan (MINIT)
3. Pengambilan keputusan: jika perbedaan model antara geologi dan geofisika signifikan,
data pengeboran digunakan untuk membandingkan kedalaman dan jenis lapisan hasil
survei geofisika yang terlihat GINIT (perbandingan data geofisika dengan stratigrafi lubang
bor) hal ini bertujuan untuk memvalidasi rekonstruksi geofisikanya. Pelaksanaan
pengeboran ini berguna untuk mengetahui (gelombang S dan P) dan memberikan
property elastis dengan tujuan akhir membentuk model geofisika akhir GFINAL
4. Output model geologi akhir MFINAL dengan batasan bendungan yang tepat didefinisikan
dari gabungan data survei geofisika, data lubang bor, dan model geologi awalnya
Survei dan interpretasi lapangan
Tabel 1.Desain Akuisisi parameter relektric dan seismic

1. Electrical Resistivity Tomography


- Pada lintasan ERT L1, menggunakan 48 elektroda, spasi 2 dan 3 meter dengan konfigurasi
dipole-dipole dan pole-dipole yang berfungsi untuk mengoptimalkan kedalaman dan
resolusinya
- Pada lintasan ERT L2, menggunakan 48 elektroda, spasi 2 meter dengan konfigurasi
dipole-dipole dan pole-dipole yang berfungsi untuk mengoptimalkan kedalaman dan
resolusinya
- Menghasilkan 8846 data pengukuran (L1) dan 1980 data pengukuran (L2) yang nantinya
akan diinversikan menggunakan algoritma VEMI, berdasarkan metode finite-element
untuk menyelesaikan permasalahan forward dan metode Gauss-newton untuk inversi
- Algoritma inversinya berbeda dengan yang ada di RES2DINV dimana pada proses inversi
ini kita bisa menambahkan data awal ( a priori)
- Resolusi ART menurun drastic seiring kedalaman sehingga sensitivitas kumulatif
diturunkan untuk setiap sel K dari finite element mesh

Dimana J adalah matriks jacobi, NE adalah banyaknya elemen finite, Nq adalah jumlah
pengukuran dan nilai absolut pada J diberikan untuk menghindari nilai sensitivitas yang
negative
- Hasil dari sensitivitas untuk L1 10-4 Sampai kedalaman 222m diatas permukaan laut
(gambar 5a)
- Hasil sensitivitas untuk L2 10-4 namun terdapat penurunan sensitivitas pada kedalaman
250-260 diatas permukaan laut dimana terdapat injeksi beton pada jaman dahulu (gambar
5b)

Gambar 4. Lokasi Investigasi geologi dan geofisika dengan 2 line (L1) dan (L2) dan
hipotesis pertama cut-off wall (garis putus putus)

Gambar 5. Sensitivitas kumulatif untuk L1 (a) dan L2 (b)

2. Seismic refraction Tomography


- Data seismic direkam menggunakan system 48 channel berfrekuensi 8 Hz dan
menggunakan geophone vertical untuk akuisisi gelombang P
- Shot ditembakan setiap 2 geophone menggunakan 8-gauge minibang shotgun untuk
dilakukan rekonstruksi tomografinya (gambar 6 a)
- Setelah picking first break (gambar 6b dan 6c) Inversi tomografi dilakukan menggunakan
linear travel time interpolation untuk ray tracingnya dan algoritma iterative biconjungate
gradient untuk inversi travel time
3. Downhole
- Investigasi downhole ini menggunakan palu bodem 7 kilogram yang dipukul secara
vertical pada plat besi (sumber gelombang P) dan secara horizontal pada plat alumunium (
sumber gelombang S)
- Geophone kemudian dimasukan dengna interval 1 meter dengan orientasi berdasarkan
kompas untuk memaksimalkan komponen gelombang S
- Untuk pengukuran gelombang S dilakukan 2 shot pada arah yang berkebalikan untuk setiap
geophone yang berfungsi untuk meningkatkan resolusi saat pincking gleombang S (gambar
7b)
- Dilakukan koreksi untuk traveltime (gambar 7 a) supaya jadi vertical menggunakan

Dimana tic merupakan koreksi traveltime, H adalah offset horizontal dari source, Z
kedalaman receiver, dan N kedalaman lubang bor (30 meter pada kasus ini) jika tic di plot
sebagai fungsi kedalaman maka didapatkan hasil seperti (gambar 8)

Gambar 7. BH1 data lapangan (a) pencatatan gelombang P dengan picking waktu
kedatangan gelombang P (garis hitam) (b) pencatatan gelombang S (2 polarity yang
berbeda) dengan kedatangan gelombang s yang di picking (garis hitam putus
putus)dengan gelombang P yang ditumpangkan (garis hitam)

Gambar 8. Lubang bor BH1- travel time yang dikoreksi sebagai fungsi dari kedalaman
untuk gelombang P (garis cross) dan gelombang S (garis berlingkaran) garis lurus
menunjukan pencocokan linear hitam untuk gelombang P dan hitam putus-putus untuk
gelombang S

Hasil dan Pembahasan


Tabel 2. Paramter geofisika yang didapatkan dari pengukuran

1. Electrical Resistivity Tomography


Model inversi dari line L1 (gambar 9) menunjukan terdapat 3 lapisan :
a. Resistivitas rendah : 10-50 Ohm meter; pada kedalaman dangkal yang
mengindikasikan adanya deposit alluvial butir halus, tidak ada tanda tanda bedrock
(formasi flysch) pada panjang x lebih dari 60 meter, hal ini berbeda dengan model
geologi awal (gambar 1)
b. Dibawahnya terdapat formasi dengan resisitivitas 100-400 Ohm meter yang
berhubungan dengan deposit alluvial berbutir kasar yang permeabel
Pertemuan antara litologi butir halus dan kasar didefinisikan pada kedalaman 252-253
diatas permukaan laut dengan ketebalan sekitar 8-10 meter tapi menghilang menjadi butir
halus kembali pada 105-100 meter diatas permukaan laut, dimana nilai resistivitas kurang
dari 10 Ohm meter
c. Sekitar 245 diatas permukaan laut , nilai resistivitas berubah drastic menjadi kurang
dari 10 Ohm meter , mengindikasikan formasi Flysch dimana konduktivitas dapat
berasosisasi dengan marly unit
Model inversi dari line L2 (gambar 10) juga menjunjukan adanya 3 model lapisan,
sehingga model pada (gambar 9) dapat diekstensi secara lateral tanpa adanya perbedaan
pada ketebalan lapisan. Disini menunjukan bahwa formasi Flysch tidak punya outcrop
pada area studi, tapi terletak 245 meter diatas permukaan laut

Gambar 9. Model inversi line L1 , lokasi SRT digambarkan dengan garis hitam putus-
putus. Garis titik-titik hitam menunjukan diskontinuitas antara lapisan resistif dan
konduktifnya. Lokasi pengeboran ditunjukan pada anak panah hitam dan lokasi line L2
ditunjukan dengan panah abu-abu

Gambar 10. Model inversi line L2, garis titik hitam menunjukan diskontinuitas sepanjang lapisan
konduktif dan resistif. Lokasi line L1 ditunjukan dengan panah abu-abu
2. Seismic Refraktion Tomography
- Bagian tomografi gelombang P (gambar 11) menunjukan geometri bawah permukaan
dangkal dengan lapisan berkecepatan rendah berkisar antara 400-1000 m/s, melewati
(x=70-140m) sampai kecepatan sedang berkisar antara 1000-1500 m/s. Dibawah lapisan
dangkal , terdapat lapisan yang berkecepatan lebih dari 1500 m/s, menunjukan lapisan yang
lebih keras dengan pertemuan antara lapisan tersebut pada 253 meter diatas permukaan laut
- Dengan membandingkan 2 model, lapisan permukaan memiliki resistivitas dan kecepatan
rendah yang merupakan material berbutir halus lepas (lanau dan lempung) yang berasal
dari deposit alluvialnya
- Untuk material berbutir kasar (pasir dan gravel) , memiliki resistivitas dan kecepatan yang
lebih tinggi
- Kedalaman maksimun SRT adalah 14 meter pada x=70 meter sehingga tidak ada bukti
lapisan ketiga seperti ERT

Gambar 11. Model inversi seismic gelombang P pada line L1. Diskontinuitas pada ERT
ditunjukan pada 253 diatas permukaan laut dan ditandai oleh garis bertitik hitam, lokasi borehole
ditandai dengan garis berpanah hitam. Zona kosong menandakan tidak adanya raypath yang
melewati daerah tersebut.
3. Downhole
Untuk mempersingkat yang akan dibahas adalah data borehole BH1 dan BH3 tapi data
BH2 tetap dimasukan pada model geologi akhir (di papernya gadibahas BH2)
- Pada kolom stratigrafi BH1 yang didapatkan dari sample core (gambar 12), lapisan terdiri
dari 3 yaitu :
a. Lempung dan lanau berpasir (alluvium butir halus)
b. Pasir dan Gravel (alluvium butir kasar)
c. Unit Flysch
- Dari data ERT memiliki kemiripan yang baik dengan stratigrafi aslinya
- Untuk kasus SRT, terdapat kemiripan juga pada model gelombang P dimana terdapat
kontras pada 253 diatas permukaan laut yang merupakan transisi lapisan low velocity yang
konduktif dengan lapisan high velocity yang resistif
- Slope lainya terdapat pada 246 diatas permukaan laut dimana ada transisis antara alluvium
butir kasar dengan unit Flych. Dimana kecepatan gelombang pada kedalamn dangkal
berkisar antara 700m/s untuk lempung dan lanau ; 1650 m/s untuk pasir dan gravel; 2400,/s
untuk unit Flysch
- Kecepatan gelombang S antara pasir dan gravel dan unit Flysch (700 m/s vs 600m/s),
sehingga didapatkan nilai poisson ratio 0.39 untuk pasir dan gravel, 0.47 untuk formasi
flysch

- Pada data bor BH3 (gambar 13) kolom stratigrafi (gambar 13 a) menunjukan adanya 3
lapisan :

a. Lanau dari permukaan sampai 263 diatas permukaan laut


b. Lempung 263-248 diatas permukaan laut
c. Unit Flysch 248 diatas permukaan laut
- Pada model lubang bor (gambar 13 b) 3 perbedaan slope diidentifikasikan sebagai
diskontinuitas litologinya, kecuali untuk lapisan tipis pasa 0-3 meter yang merupakan tanah
lepas dengan property kecepatan gelombang P = 400 m/s dan kecepatan gelombang S =
170m/s. Lapisan dibawahnya memiliki kecepatan gelombang P = 900-1300 m/s untuk
alluvium butir halus dan kecepatan gelombang P = 2300 m/s untuk unit Flysch

Gambar 12. Lubang Bor BH1 (a) stratigrafi dari sample core (b) Kecepatan gelombang P
(garis hitam) dan kecepatan gelombnag S (garis abu-abu)
Gambar 13. Lubang Bor BH3 (a) stratigrafi dari sample core (b) Kecepatan gelombang P
(garis hitam) dan kecepatan gelombnag S (garis abu-abu)

Model Geologi akhir + Kesimpulan

Gambar 14. Model geologi akhir bawah permukaan sepanjang cross section A-A’
(gambar 1), dimana cut-off wall digambarkan dengan garis putus putus dan garis hitam
Menggunakan pendekatan integrase metode geofisika baik di permukaan dan borehole , kita dapat
memprediski sebuah pemodelan geologi yang lebih akurat. Dalam studi ini berfungsi untuk
merehabilitasi dan mencegah kerusakan bendungan, dimana cut-off wall yang ingin dipasang
harus diperpanjang dari perencanaan awal baik secara lateral maupun kedalamnya untuk melewati
ketebalan lapisan alluvium butir kasar yang permeable dan mempernetrasi bedrock impermeable
pada ketinggian 250 diatas permukaan laut.
TUGAS PAPER 2 (Coastal Engineering)

Kontrol pola likuifaksi pada lingkungan Coastal Dune,


Christchurch, New Zealand
Isi paper : Menyajikan pengetahuan labih lanjut tentang likuifaksi yang terjadi di masa lampau
(paleoliquifaction), Jika dapat diidentifikasikan dengan baik dan tahu kapan terjadinya, dapat
memberikan informasi tentang penyebab, magnitude , dan waktu dari gempa di jaman dahulu. Hal
ini sangat penting terutama untuk daerah-daerah yang memiliki patahan aktif. Paper ini
menjelaskan tentang likufaksi di daerah lingkungan pesisir pantai Christchurch (pulau di selatan
New Zealand) dan mengeksplorasi peran likuifaksi dan fluidadisasi profil permukaan dan peranya
terhadap surface ejection. Paper ini juga membandingkan jenis manifestasi likuifaksi permukaan
daerah alluvial dan pesisir pantai, peran dari sedimen pada kedua lingkungan pengendapan
tersebut. Analisis ini berguna untuk mengetahui lingkungan pengendapan mana yang lebih rentan
terjadi paleolikuifaksi.
Pendahuluan
1. Proses likuifaksi yang terjadi pada sekuen gempa Canterbury (CES)
CES mulai terjadi pada patahan Greendale pada 4 september 2010 (gambar 1) menyebabkan
gempa Darfield bermagnitudo 7.1 gempa sebelum ini diestimasi terjadi sekitar 20000-30000 tahun
yang lalu. Sekuen ini terus berlanjut dengan gempa bermagnitudo 6.2 di Christchurch pada tanggal
22 Februari 2011, gempa bermagnitudo 6.0 di Christchurch pada tanggal 13 Juni 2011, dan gempa
bermagnitudo 5.9 di lepas pantai pada tanggal 23 Desember 2011. Dataran Catenbury ini memiliki
pengendapan sediment fluvial jaman holosen dan pada bagian timur kota terdapat sedimen berbutir
halus yang rawan terkena likuifaksi. Pada sekuen gempa Canterbury setidaknya terdapat 10
kejadian likuifaksi yang mempengaruhi rumah penduduk terutama di daerah pemukiman yang
dekat sumber air (sungai, rawa ,dll) di daerah Christchurch dan kota Kaiapoi dan beberapa tempat
tinggal sekitar area bekas sungai Waimakariri yang menyebabkan kerusakan infrastuktur.
Gambar 1. Lokasi penelitian (a) Peta geologi Dataran Canterbury , dimana terdapat lokasi gempa
CES dan patahan yang ada (b) Geomorfologi pesisir Dataran Canterbury dan area studi pesisir
yang diinvestigasi *a dan b memakai system koordinat NZTM
2. Lingkungan pengendapan pesisir pantai Christchurch dan beberapa area studi
Lingkungan pesisir Christchurch terdiri dari dunes, estuaries, lagoons ,dan rawa yang terbentuk
sejak kenaikan permukaan air laut (glasial). Untuk kronologi terbentuknya dune di daerah
Chrsitchruch tidak ada , namun dune yang ada di utara sungai Waimakari berumur sekitar 500
tahun dan dune paling tua berumur sekitar 7300-9200 tahun, dengan 3 dune berumur intermediet.
Lingkungan studi kali ini mencakup Taman Wainoni dan QEILL di kota Christchurch, trenchdan
Featherson Avenue Reserve, site terakhir terletak 4km timur Kaiapoi (14 Km utara Kota
Christchurch, gambar 1b ). Taman Wainoni dan QEILL terletak di dune kota Christchurch pada
pemukiman penduduk yang telah diratakan sebagai taman. Kedua taman ini terkena likuifaksi Mw
6.3 di Februari, Mw 6.4 di Juni, dan Mw 6.0 di Desember pada gempa 2011. Featherson Avenue
Reserve terkena tambahan 2 kejadian gempa pada Mw 7.2 September 2010 dan Mw 5.9 gmepa
hari valentine

Metode Pengambilan data


1. Mapping detail
Peta detail tentang likuifaksi pada 3 daerah Wainoni, taman QEILL, dan Featherson Avenue
Reserve. Foto udara digunakan untuk memetakan likuifaksi CES namun sudah mulai tidak
kelihatan saat pengambilan data karena tertutup rumput dan sedimen baru.
2. Ground Penetrating Radar (survei GPR 3D dan 2D)
2 D gpr digunakan untuk mengidentifikasi anomaly dekat permukaan yang dapat
merepresentasikan likuifaksi karena proses gempa, dan 3D untuk mengetahui anomaly geometri
dan membuat kita untuk menentukan parit untuk memperlihatkan fitur berpotensi likuifaksi. GPR
menggunakan GSSI SIR-3000 dengan antenna 400 MHz dan 1.5 GHz. Untuk antenna 400 Mhz
dapat mencapai anomaly dengan kedalaman 3 meter dan antenna 400 Mhz dapat mencapai
kedalaman maksimum 2 meter. Pengukuran menggunakan resolusi 24 bit dan laju sampling 100
per meter, Panjang spasi 0.5 meter, menggunakan software RADAN 6.6 dimana saat proses
menggunakan bandpass HP/LP filtering, Predictive deconvolution, Stacking, Gain adjustment, dan
background removal. Untuk survei 2D GPR dilakukan mulai desember 2014-Januari 2015, dimana
pengukuran dilakukan berdasarkan fitur likuifaksi yang terjadi pada gempa 2011. GPR 3D
digunakan untuk potensi likuifaksi yang spesifik dengan grid sebesar (3 x 3 meter atau 2 x 2 meter)
3. Parit
Total terdapat 3 parit yang digali pada 3 lokasi penelitian , dimana panjang parit 3-5 meter dan
lebar 1.2 meter dengan kedalaman 1.3-1.5 meter. Stratigrafi parit dideskripsikan berdasarkan
protocol standar tanah dan semimentologi
4. Coring
Piston dan vibracore terbukti berguna dalam investigasi likuifaksi untuk melihat stratigrafi bawah
permukaan yang lebih dalam dari stratigrafi parit. Total sepanjang 9.6 meter sedimen diambil
sebagai piston cores dan sepanjang 10 meter diambil dari vibracore, setiap bagian piston kira kira
1 meter dan setiap baigan vibracore kira kira 3 meter.
5. Analisis butir
Total terdapat 76 sampel besar butir yang diambil dari parit dan core yang digunakan untuk
mengetahui tau property deposisional dari lingkungan pesisir. Distribusi besar partikel dianalisis
menggunakan metode difraksi laser menggunakan micromeritics Saturn digitizer II 5205,
menggunakan software gradistat.
6. Dating radiocarbon
Digunakan untuk mengetahui umur absolut dari sedimen, 11 sampel (fossil kerrang dan organic)
diambil dan dianalisis pada Rafter Radiocarbon Laboratory.
7. Cone penetration analysis
Data tes CPT diambil dari New Zealand geotechnical database

Result
1. Analisis spatial pesisir Dataran Cantebury
Pada taman Wainoni dan QEII sand blows likuifaksi memiliki bentukan sub-rounded tanpa pattern
yang jelas ( Gambar 2 dan Gambar 3). Pada Featherson Avenue Reserve, dimana lingkungan masih
terjaga, likuifaksi memiliki kemiripan yang sama namun terjadi pada elevasi yang lebih rendah (
Gambar 4).
Gambar 2. Likuifaksi pada Taman Wainoni (a) Sand Blows yang menjadi target survei 3d GPR
dan parit karena survey 2d GPR (b) lokasi parit pada sand blow parit WAI 1 dan WAI 2, dan
WAI 3 pada sand blow 2. Stratigrafi WAI 2 tidak ditunjukan dalam paper ini
Gambar 3. Likuifaksi pada Taman QEII (a) Sand Blows yang menjadi target survei 3d GPR dan
parit karena survey 2d GPR (b) lokasi parit QEII 1 pada sand blow A dan parit QEII 2 pada sand
blow B

Gambar 4. Peta Featherson Avenue Reserve (a) Peta likuifaksi menunjukan lokasi parit, core
piston, core vibracore dan perpotongan untuk cross section (b) peta DEM menunjukan lokasi
likuifaksi dan perpotongan dimana sand blows terkonsentrai pada bagian elevasi yang lebih
rendah

2. Analisis butir
Distribusi besar partikel menunjukan pasir halus yang uniform (0.125-0.250 mm). Jenis sedimen
ini dikenal rentan terkena likuifaksi, lebih dari 95 % butir pada semua sampel punya pore water
velocities untuk fluidadisasi <0.1 cm/s (gambar 5). Hal ini menunjukan lingkungan pengendapan
pada 3 lokasi studi yang memiliki jenis clean sand yang rentan terkena likuifaksi.
Gambar 5. Kurva frekuesi kumulatif untuk besaran butir sampel yang diambil di taman Wainoni
dengan kurva kecepatan fluidadisai minimum secara umum diadaptasi dari (gambar 1). Semua
sampel masuk dalam golongan liquefiable soil dan beberapa sampel menunjukan konten butiran
halus yang lebih banyak
3. Investigasi likuifaksi di Taman Wainoni
3.1 Hasil investigasi GPR
Target pertama merupakan sand blow 1 dengan antenna 400 MHz, dimana GPR 2D menunjukan
reflector bawah permukaan terdeformasi menunjukan adanya likuifaksi pada kedalaman 1-2 meter
dan Panjang 1,5 dan 3,8 pada line. GPR 3D mengidentifikasi anomaly pada parit yang sama pada
kedalaman 0.25 dan 0.75 meter diaman anomaly menunjukan hilangnya kontinuitas reflector GPR
yang diinterpretasikan sebagai potensi likuifaksi. Pada sand blow 2 anomali terdeteksi degan
antenna 400 Mhz pada jarak 76 dan 86 meter. Anomali yang sama juga muncul ketika
menggunakan antenna 1.5 GHz pada kedalaman 0.15 dan 0.75 meter
3.2 Stratigrafi parit WAI 1
TrenchWAI 1 (Panjang 5 meter dan dalam 1.3 meter) pasca gempa isi antropogenik (unit A Fill1)
hampir 15 cm diatas CES (Pasir) (unit bL1sb -buried L1 sandblow) (Gambar 6). Yang terakhir,
pasir abu-abu, sangat halus termasuk banyak klastik rip-up, overlay mengisi pra-gempa (unit
bAfill2). Keduanya mengisi (pra- danPasca gempa bumi, bAfill2 dan A Fill 1, masing-masing)
penting untuk konsistensi dan derajat kekerasan, kandungan organik yang tinggi dan kelimpahan
kerikil greywacke (berlumpur, batu pasir halus). Di atas dinding timur laut parit, terdapat potensi
struktur paleoliquefaction (unit L2S) yang bermanifestasi sebagai suntikan (ambang) diidentifikasi
karena fitur membagi A horizon (unit b2Ah) yang dimakamkan secara horizontal (Gambar 6a).
Memiliki tekstur sangat halus, struktur massif, dengan beberapa fragment arang, dan klastik rip-
up. Terdapat dike (L1 Dike) dengna lebah kira kira 1 meter yang mengintrusi b2Bw (f) dan terus
terekstensi ke (unit b2Ah), membentuk sills. Sebuah core piston diambil mulai kedalaman 1.25
meter sampai kedalaman 3.59 meter menunjukan pasir berwarna kehitaman sampai abu abu,
berbutir sangat halus dan butir halus dengan dike pada kedalaman 2.75 meter

Gambar 6. Parit pada Wainoni (a) Parit WAI 1 tembok timur laut (b) parit WAI 1 tembok barat
daya
3.3 Stratigrafi parit WAI3
Parit WAI 3 terletak di sand blow 2 (gambar 7) terekspos oleh unit pasca gempa (unit A Fill 1)
yang berada diatas 0.26 sand blow (bL1sb- terpendam L1 sandblow) dibedakan oleh lamina
lanaupada bagian bawah kontak, lebih jelas di dinding barat (gambar 7b). Unit bL1sb menimpa
fill sebelum gempa yang kaya akan material organic (bAfill2), kemudian menimpa unit L2S,
kemudian ada pasir yang menimpa unit b2Ah( ketebalan mulai dari 0.11 sampai 0.15 meter) yang
terganggu oleh injeksi likuifaksi (Unit L1 dike).
3.4 Umur sedimen Wainoni
Sampel arang WIRAD2 dan 3 dianalisis, dimana WIRAD2 menunjukan umur absolut (>4900
B.P) yang tidak digunakan dalam interpretasi , sampel WIRAD3 mempunyai umur 201 ± 20 14C
y B.P. (1722–1811 CE). Pada parit WAI 3 sama seperti b2Ah diukur umurnya menggunakan
sampel W3E-RC2 dengan umur 1079 ± 20 14C y B.P. (988–1027 CE). Parit WAI 1 dari fragmen
tulang mempunyai umur 126 ± 23 14C y B.P. (1808–1950 CE). Dan pembentukan dune yang
berhenti kira kira 1000 tahun yang lalu.
Gambar 7. Wainoni3 (a) tembok timur (b) tembok barat
4. Investigasi likuifaksi di taman QEII
4.1 Investigasi GPR pada Taman QEII
Target investigasi merupakan sand blow A dan sand blow B (gambar 3 ) dimana pada sand blow
A survey 2D dan 3D tidak konsisten, surver 400 MHz punya anomaly pada kedalaman 1 dan
1.5meter pada jarak lintasa 94 dan 102 meter sepanjang lintasan, dimana GPR 3D menunjukan
anomaly pada kedalaman 0.25 dan 1.25 meter. Pada sandblowB, GPR 2D menunjukan anomaly
bawah permukaan yangk uat pada kedalaman 1dan 1.5 meterdan reflektansi yang kuat pada 0.75
meter dan 1.25 meter.
4.2 Stratigrafi Parit QEII 1
QEII Trench 1 (6,5 m panjang dan kedalaman 1.18 meter) terekspos filling setelah kejadian CES
mengisi di dinding utara tetapi ada juga pada di dinding selatan (Gambar. 8). Pengisi pra-gempa
meliputi tanah asli terdiri dari dua unit pengisian di dinding selatan: unit bAFill 1 (organik) berada
di bagian atas yang kurang organik dan unit yang lebih lapuk (bBFill1) (Gambar. 8). Gabungan
dari dua fill ini hadir di dinding utara (bAFill 1 / bBFill 1, Gambar. 8b). Hamparan pengisi Bw (f)
horizon tanah berwarna coklat kecoklatan. Antara 0,5 dan 1,5 m dari grid horizontal di dinding
selatan Bw (f) horizon berbaring dengan selaras pada horizon kaya organik yang tipis sekitar −
1.75m pada vertikal grid (sekitar 1,1 m di bawah permukaan), yang kami beri label "Paleosol". Di
kedua dinding dan di mana tanah telah terpengaruh likuifaksi, pengisian pra-CES telah turun
sebanyak 0,7 m dan didasari dan ditindih oleh sedimen yang telah terlikuifaksi. Dalam dinding
utara, terjadi displacement bAFill1 ke atas bBFill1 ditindas dan didasari oleh bentuk cair cakrawala
Bw (f (L1S_Bw (f)). Bahan L1S_Bw (f) diatasnya mengandung pasir (L1S), lamina, aliran
laminasi dan rip-up berlimpah klaster terbentuk dari isi. Suntikan dan sisa-sisa pengisian paleosol
terbukti dalam unit L1S_Bw (f) di bawah bawah fillet pengisi bergeser. Di dinding selatan
(Gambar 8a) bagian dari bAFill1 mulai dari 1,5 hingga 5,0 m pada grid horizontal telah turun. Itu
ditindih oleh pasir abu-abu blow material (L1SB), yang juga membentuk ambang di unit bBFill
pada sisi kanan dinding. Unit L1S_Bw (f), mendasari bagian yang dijatuhkan bawah baxill1 bagian
dan host rip-up dari materi dan abu-abu suntikan pasir (L1S). Margin drop-down di bagian bawah
parit didefinisikan oleh pasir abu-abu (L1 Dike).
4.3 Stratigrafi Parit QEII 2
Parit QEII 2 (3,5 m panjang dan kedalaman 1,5 m) (Gambar 9, 10) terkena a pasca gempa dan
pengisian pra gempa (disusun oleh dua unit pengisian: unit bAFill 1 dan bBFill1), yang melapisi
unit berpasir (L2) yang dicirikan oleh banyak lensa organic. Unit L2 melapisi urutan tanah lapisan
atas yang berpasir (b2Ah) di atas horizon B berwarna kelabu kecoklatan (b2Bw (f)) - tidak ada di
utara dinding) di atas pasir berbintik-bintik dan berkurang (bCg). Pascapan gempa bumi
dibaringkan setelah gempa bumi Februari 2011, dan meskipun ada tidak ada lontaran permukaan
pasir pada gempa susulan berikutnya di situs ini, kami amati tanggul berakhir di unit ini di dinding
parit tenggara (Gambar 9a). Unit b2Ah terkenal karena dua bagian yang runtuh: yang lebih besar
satu antara −2.75 dan lebih dari −3.75 m di grid horizontal (Gbr. 10) di dinding sebelah kiri parit;
dan yang lebih kecil di sekitar −2.0 m di grid horizontal.
Gambar 8. Parit QEII 1 (a) Bagian utara (b) Bagian Selatan
Gambar 9. Parit QEII2 (a) Tembok tenggara (b) Tembok bagian utara yang berkorespon dengan
core pada taman QEII kedalaman 1 dan 3.45 meter
Gambar 10. Parit QEII 2 tembok utara menunjukan detail stratigrafi fase tereksposnya (a) 0.18m
(b) 0.2m (c) 0.39 m (d) 0.45 m
5. Investigasi Likuifaksi Featherston Avenue Reserve
5.1 Investigasi GPR
Situs Reserve Featherston Avenue dipilih untuk menyediakan contoh area asri dalam sistem
dune dengan topografi yang utuh. GPR 2D menunjukkan anomali yang kuat dalam reflektansi
antara 154 dan 176 m jarak sepanjang garis perpotongan yang diilustrasikan dalam (Gambar 8A)
Anomali ini ditargetkan dengan dua parit galian (PB2 dan PB3, Gambar. 4), dan dua parit lagi,
PB1 dan PB4, digali di lokasi yang ditunjukkan pada Gambar. 4. Yang terakhir digali setelah
Gempa Hari Valentine tahun 2016).

5.2 Stratigrafi pada parit PB1


Palung PB1 panjangnya ~ 0,5 m dan panjang 11 m. Karena memiliki air tanah dangkal air
merembes ke dalam parit dalam beberapa jam penggalian,Bagian barat parit ini runtuh dan hanya
lantainya yang dianalisis dan difoto secara rinci. Lantai parit ini menampilkan fitur berpasir halus
sirkular yang kompleks dan terdiri dari tiga lapisan. Bentuk sirkular bagian dalam tidak teratur
batas adalah pasir halus abu-abu muda (unit blewediment pasir CES); lapisan sekitarnya adalah
lapisan kaya organik berwarna coklat (berpasir lempung; unit bAh 2010) dengan fragmen akar
yang busuk; lapisan luar adalah pasir halus (unit tanggul CES), dengan akar busuk dan kontak
tidak teratur dengan pasir latar belakang. Core PB1 diambil hampir 5m dari Trench PB1 (Gambar.
4) dari 0,20 m hingga 2,36 m di bawah permukaan. Menunjukkan sedimen yang umumnya
berpasir, dengan bukti pasir coklat tipis antara 1,57 dan 1,74 m di bawah permukaan tanah. Antara
1,9 m dan 2,2 m kedalaman berpasir unit bergantian dengan tanah liat abu-abu dan lempung.
Dalam unit ini kontak antara lapisan pasir dan lempung tidak teratur, menunjukkan bahwa
likuifaksi dan deformasi sedimen lunak mungkin terjadi terjadi pada kedalaman hampir 2 m tetapi
tidak menghasilkan blow ke permukaan. Vibracore PBV3 diambil 15m selatan dari Trench PB1
(Gambar. 4) dari 0,2 hingga 3 m di bawah permukaan tanah. Itu endapan yang ditemukan adalah
lempung pasir berpasir halus zaitun yang bergantian dengan lempung lempung tanah liat. Endapan
dicirikan oleh organik yang melimpah bahan seperti ranting dan daun yang busuk. Di dalam
endapan pasir.
5.3 Stratigrafi parit PB2
Parit PB2 digali sejajar dengan parit PB1 (Gambar. 4). Dengan kedalaman 0,75 m dan panjang
8,5 m. Dinding selatan sepenuhnya difoto dan dicatat (Gambar. 11), sedangkan bagian utara
dipotret dan dicatat hanya antara 0 dan 1,50m dari grid. Unit Ah, lapisan tanah pasir hitam
kecoklatan dengan sedikit akar, duduk di pasir abu-abu, longgar dan butir tunggal pukulan pasir
(unit L1sb). Satuan L1sb melapisi permukaan atas tahun 2010–2011, unit bAh, zaitun dan pasir
halus butiran tunggal lepas. Dua fase unit bAh didefinisikan dalam parit ini, berdasarkan konten
pasir atau materi organik yang berbeda: Unit bAh-darkwas diidentifikasi sebagai fase dengan
konten organik yang lebih tinggi. Sedangkan unit bAh / L1S memiliki kandungan pasir yang lebih
tinggi (Gambar. 11). Seluruh stratigrafi parit PB2 terganggu oleh unit L1S (sill), yang
menyebabkan pemisahan unit bAh (serta bAh / L1S atau bAh gelap) dan berpisah dari batasan
yang mendasarinya. Unit Bw diidentifikasi sebagai batasan tanah B di bawah 2010/2011 Ah
horizon (bAh) dan hanya diamati antara 6 dan 8,5 m di sepanjang parit. Unit Bw ditandai dengan
coklat zaitun pasir halus dan struktur butir tunggal. Di beberapa bagian parit, ini perbedaan tidak
jelas. Horizon C adalah pasir halus berwarna abu - abu gelap, dan itu adalah lapisan sumber dari
CES tanggul. Aspek yang paling mencolok dari Trench PB2 adalah terjadinya banyak "Bantal-
seperti" fitur (Giona Bucci et al., 2017) antara 3 dan 5 m sepanjang dinding selatan. Fitur-fitur ini
muncul sebagai alternatif pasir (unit L1S) dan bahan organik kaya (unit bAh) dengan umum
serpihan arang berubah menjadi cekung ke atas yang sangat melengkung formulir. Mereka
ditindih oleh pukulan pasir CES (unit L1sb). Fitur-fitur ini diamati di situs ini untuk pertama kalinya
sebagai manifestasi likuifaksi di lingkungan pesisir Canterbury.
Gambar 11. Parit PB2 dintingselatan memiliki struktur seperti bantal pada jarak 3 dam 5 meter
padda lintasan parit

5.4 Umur sedimen Featherston Avenue Reserve


Dua sampel radiokarbon dikirim dari PBV2.Sampel mewakili fragmen organik busuk, ditutupi
oleh detritus di 0,82 dan 1,42 m (kedalaman di bawah permukaan tanah) dari dalam unit lempung
mulai dari 0,8 sampai Kedalaman 1,6 m (Gambar 12a). Sampel radiokarbon menghasilkan
tumpang tindih usia 1697–1950 CE dan 1637–1797 CE.
5.5 Stratigrafi Perpotongan 1
Perpotongan 1 (Gambar 12a), memiliki panjang 170 m dan berorientasi utara-selatan, berada
sepanjang interdune dan berkisar dari ketinggian 1,4 m a.s.l. hingga maksimal hampir 2 m a.s.l.
Unit D mewakili pasir aeolian dalam parit dan bagian atas semua core. Unit D terganggu dengan
unit lempung masif dengan beberapa fragmen organic, diidentifikasi sebagai deposit pengisian
saluran dan diberi label sebagai unit C. The kesimpulan bahwa unit C adalah saluran yang diisi
berdasarkan karakteristik sedimen dan kedekatan Kairaki Creek. Unit C ditemukan sepenuhnya di
atas rata-rata permukaan laut dan menipis ke utara, yang terakhir diamati di PBV3 inti. Di bawah
permukaan laut modern dan di bawah unit C, unit transisi, unit T, diidentifikasi. Unit T memiliki
dua facies yang sedikit berbeda:
1) pergantian lapisan clean sand dengan lapisan lempung; atau
2) pergantian lapisan lempung dengan tanah lempung berpasir.
Unit T menempati kisaran elevasi yang sama sepanjang transek dari sekitar 0 ma.s.l. ke − 1ma.s.l.
Di bawah unit T, unit D, dengan karakteristik ukuran butir deposisi aeolian muncul lagi. Tidak ada
asosiasi yang jelas tentang manifestasi permukaan likuifaksi dengan fitur geomorfik atau ada /
tidak adanya unit sedimen sepanjang pemotongan ini. Sand blow dan genangan air tersebar secara
acak di sepanjang daerah rendah berbaring-interdune Featherston Avenue Reserve. Tidak ada
ejecta yang diamati di bukit-bukit pasir.
5.6 Stratigrafi pemotongan 2
Pemotongan 2 (Gambar 12b) disejajarkan dari barat ke timur dari Vibracore PBV2 ke PBV4 untuk
mempelajari perubahan stratigrafi dari bukit ke arah dataran banjir / sistem muara Sungai Kairaki.
Area elevasi yang lebih tinggi ke bagian timur sesuai dengan dune (~ 2,0 m a.s.l.); elevasi rendah
daerah di barat, ke dataran banjir / muara. Unit D di bagian atas PBV2 terjepit ke barat, antara 88
dan 92 Menunjukkan transek (Gambar 12b) sementara unit C mengental dari menempati interval
tinggi − 0,2 hingga 0,7ma.s.l. hingga − 2 hingga 0.7ma.s.l. di PBV4. Unit T membentuk basis di
sepanjang transek keseluruhan meskipun batas atasnya turun dari −0,8 m a.s.l. hingga −2 m a.s.l.
dari timur ke barat.
Gambar 12. Stratigrafi Featherston Avenue Reserve (a) Stratigrafi sepanjang pemotongan 1 (b)
stratigrafi sepanjang pemotongan 2
Pembahasan

Gambar 13. Hasil model likuifaksi yang didapatkan dari integrasi pendekatan multicabang (a)
Pesisir pantai sebelum gempa (b) Pesisir pantai saat gempa (c) proses fluidadisasi (d)
Fluidadisasi menghasilkan kontras yang berbeda an terdapat pasir yang terbawa ke permukaan
(sand blow)
Pendekatan multi-cabang yang digunakan berguna untuk mengintegrasikan teknik geologi,
geoteknik dan geofisika untuk mempelajari fenomena likuifaksi. Dimana Investigasi ini
memungkinkan evaluasi kembali kelemahan dan kelebihan dari beberapa eksplorasi teknik yang
digunakan. Enam tahun setelah CES, ekspresi permukaan pencairan yang disebabkan oleh gempa
sulit dikenali. Dipandu oleh citra satelit yang diperoleh segera setelah CES, survei GPR 3D
membantu dalam investigasi likuifaksi ini. 3D GPR secara akurat mendeteksi pencairan anomaly
bawah permukaan hingga kedalaman setidaknya 1,5–1.75 m. Sebaliknya, survei GPR 400MHz,
2D hasil sering samar-samar dan tidak selalu sesuai dengan eksposur parit. Penggalian parit itu
penting tetapi memiliki keterbatasan. Parit dangkal dapat mengalami rembesan air melalui
sedimen non-kohesif pada dinding parit menyebabkan dinding parit runtuh. Vibracores efektif
dalam mengungkapkan stratigrafi yang lebih dalam, yang juga memungkinkan untuk kalibrasi
inferensi jenis sedimen berdasarkan data CPT. Selanjutnya, preservasi deformasi sedimen lunak
halus struktur menunjukkan sonic coring frekuensi tinggi tidak terlalu merusak fitur yang ada.

Kesimpulan
Likuifaksi di daerah bukit pasir dataran Canterbury selama sekuen Gempa Bumi Christchurch
2010–2011 dikarakteristikkan oleh likuifaksi permukaan dan fluidisasi dari pasir. Di lingkungan
pesisir Christchurch, fitur likuifaksi saling berhubungan dengan deposit interdune, yang didasari
oleh sedimen alluvial di kedalaman kita kira 4 m. Fitur permukaan ejecta (sand blow) berbentuk
dari sub-rounded ke elips. Arsitektur sedimen dari lingkungan pantai tampaknya tidak mengontrol
lokasi ejecta ditandakan dengan kemunculan sand blow yang random( tidak memiliki organisasi
spasial yang jelas). Dalam pengaturan aluvial, sebaliknya, fitur bawah permukaan (misalnya, point
bar dan channel deposits boundary) Lapisan sumber likuifaksi utama di lingkungan dune adalah
sedimen dune itu sendiri, berpotensi ditambah oleh sejumlah kecil alluvial sedimen yang
bersumber dari kedalaman yang lebih besar. Pencairan dan fluidisasi di lingkungan pesisir
menghasilkan serangkaian likuifaksi yang unik fitur di permukaan tanah, termasuk A-horizon
splitting dan sediment rip-up. Lingkungan pesisir sangat rentan terhadap likuifaksi, karena ukuran
butir sedimen dan kondisi permukaan airyang dangkal.
TUGAS PAPER 3 (Tunneling)
Identifikasi, Remediasi, dan Analisis Sinkhole karst Pada
Terowongan Kereta Terpanjang di Korea Selatan

Isi paper : Batu gamping terletak pada Provinsi Kangwon di daerah timurlaut Korea Selatan ,
dimana pada daerah ini terdapat deposit batugamping massif dengan kandungan kapur yang tinggi.
Karena konten kapur yang tinggi maka batu gamping tersebut mudah terlarut dalam air dan dapat
menyebabkan cavities (lubang) bahkan sinkhole. Area studi kali ini berada pada terowongan kereta
api ganda sepanjang 16,2 Km Sol-an di provinsi Kangwon (Gambar 1a ,1b). Konstruksi
terowongan ini mengandalkan peledakan dan pengeboran yang berlangsung dari tahun 2000
sampai 2006. Terdapat perbedaan ketinggian setinggi 400 meter antara pintu masuk dan keluar
terowongan tersebut sehingga terdapat “loop system” (Gambar 1c). Saat pembangunan
terowongan, terdapat beberapa kasus kemasukan air yang berlebihan , penyangga yang roboh
,sinkhole , dll.

Gambar 1 (a) Lokasi terowongan Sol-an di Korea Selatan (b) Cross section geologinya (c) Peta
geologi dan loop system terowongan Sol-an

Deskripsi Site :
Pada (Gambar 1) dapat dilihat peta geologi, pada bagian atas terowongan tersusun atas aluvial
dangkal yang terdiri dari pasir dan kerikil terletak tidak selaras pada lapisan yang tersusun oleh
basalt, andesit, konglomerat, batu pasir, batu lempung, dan tuf dari periode Cretaceous. Lapisan
batuperiode Cretaceous secara tidak selaras dilapisi oleh batu pasir dan serpih periode Permo-
Karbon, kemudian tertimpa oleh formasi batu kapur masif Cambro-Ordovician. Sesar strike-slip
orientasi utara-selatan dan sesar dorong orientasi utara-timur adalah struktur geologi yang ada pada
area tersebut. Menurut penyelidikan awal geologi dari wilayah kerja ,medan batuan terdiri dari
sedimen yang sangat kompleks yang tersusun dari batu bara dan serpih yang biasanya
menyebabkan kegagalan lokal dan Key block sliding. Area keluar terowongan yang lebih rendah
dari adalah tempat adanya lapisan batubara, terdiri dari batu pasir, serpih, batu bara, dan batu bara.
Area masuk lebih tinggi dari terowongan terletak di batu kapur. Sektor putaran lingkaran dari Sol-
an terletak di formasi batu gamping Maggol, milik ke kelompok batu kapur besar periode
Ordovisium yang mengandung banyak gua di sekitar wilayah Taebaek dan Jungson di Chungbuk
dan provinsi Kangwon di Korea Selatan. Terowongan ini melintasi sebuah sungai, dan geologi di
bawah aliran terdiri dari Maggol batu kapur dengan tingkat kemurnian kapur yang tinggi. Namun,
deformasi karstseperti doline dan sinkholes, atau bukti penurunan, tidak terdeteksi sebelum
pembangunan terowongan. Pada April 2006, dengan 343 m tersisa untuk digali sebelum
terowongan itu selesai, limpahan air warna coklat lumpur dan shotcrete masuk ke dalam
terowongan, yang ditemani oleh pengembangan beberapa sinkholes dan penurunan pada
permukaan tanah (lokasi ditandai pada Gambar 1c). Seperti yang ditunjukkan di Gambar. 2, dua
zona invasi air yang berkembang di terowongan (di terowongan barat dan 70 m di belakang
terowongan timur). Invansi air dan lumpur coklat di dinding terowongan di terowongan barat
(Gambar 3a), memeiliki diameter sinkhole 1,5 m dan kedalaman 5 m berkembang di permukaan
(di STA.103 km359 pada Gambar 2), dan sekitarnya air reservoir sepenuhnya terkuras ke dalam
lubang pembuangan (Gambar 3b dan c). Dua minggu setelah terjadinya lubang pembuangan
pertama di reservoir, beberapa sinkholes dan penurunan di samping stream (Gambar 3d)
berkembang dengan runtuhnya shotcrete dan rusuk baja (Gambar 3e dan f) 70 m di belakang wajah
terowongan timur (STA.103 km750 pada Gambar 2). Tekanan air tergolong tinggi diinduksi oleh
aliran air tanah ke sebuah terowongan melewati rongga batu kapur dapat mempengaruhi kestabilan
total terowongan.

Gambar 2. Tempat terjadinya sinkhole saat pembangunan


Gambar 3. Masuknya air dan lumpur coklat pada terowongan lewat lubang batuan kapur dan
sinkhole (a) Lumpr coklat pada dinding terowongan pada bagian barat (b) reservoir sebelum
sinkhole (c) reservoir setelah sinkhole (d) penurunan tanah di dekat sungai € runtuhnya
shortcrete karena tekanan air yang tinggi (f) lubang pada batuan limestone pada terowongan
bagian timur
Pengidentifikasian Sinkhole dan pemurunan tanah

Karakteristik dan perilaku geologi karst biasanya ada pada tingkat ketidakpastian yang tinggi
karena bawah tanah mereka yang tidak berpola . Jadi, sangat sulit untuk secara akurat mendeteksi
dan mengkarakterisasi rongga-rongga karst. Sebelum desain dan pembangunan Terowongan Sol-
an, penyelidikan lokasi awal telah dilakukan. Informasi lengkap tentang derajat kelarutan batuan,
rekah dari batu, dan keberadaan rongga atau lubang sinkhole tidak tersedia sebelum pembangunan
terowongan. Setelah terjadinya sinkholes dan subsidence, penyelidikan situs intensif baru
dilakukan Untuk remediasi yang efektif dan pencegahan kejadian tambahan dari lubang sinkhole,
hasil eksplorasi yang diperoleh secara komprehensif dianalisis sebagai berikut. Penginderaan area
dan Studi kelurusan geologis dilakukan untuk memverifikasi hasil investigasi situs. Metode
investigasi bawah permukaan, seperti survei geofisika tidak langsung, termasuk survei resistivitas
listrik dan metode prediksi gempa seismik (TSP) serta langsung survei berbasis borehole
(pengeboran) permukaan tanah, horizontal probe core drilling di muka terowongan), diaplikasikan
pada sinkholes dan daerah subsidence untuk mengkarakterisasi struktur geologi dan untuk
mengidentifikasi penyebab lubang sinkhole dan amblesan. Rongga skala mikro jaringan
diidentifikasi dengan situs yang tepat tersebut investigasi berdasarkan analisis interaksi antara
struktur geologi dan air tanah.

Studi kelurusan / Lineament


Dari hasil studi geologi, permukaan disekitar lubang sinkhole diklasifikasikan sebagai batu
kapur.Kekar berkembang bidang bedding. Kerangka korosi skala mikro yang tidak teratur
terbentuk di sepanjang bidang bedding dan rongga skala mikro yang tidak teratur juga terbentuk
di dekat zona limpasan di dalam terowongan. Terdapat satu formasi batu kapur besar yang
memiliki bidang bedding yang sama, bersama orientasi, dan kondisi bersama. Pelarutan dan
pelapukan bersama jaringan rongga kekar mengindikasikan rongga skala mikro di sepanjang arah
vertikal. Tunneling mendestabilisasi rongga sistem dan memicu limpasan air dan bahan pengisi
jaringan rongga skala mikro tersebut, mendorong terjadinya lubang sinkhole dan penurunan pada
permukaan tanah. Garis-garis garis lurus diekstraksi berdasarkan analisis data satelit dengan
gambar relief yang teduh, serta geologis dan topografi peta diambil oleh Landsat TMsatellite
dengan resolusi 30 m. Garis struktur geologis sepanjang 500 m dianggap sebagai garis kelurusan
dalam penelitian ini. Melalui geologis studi kelurusan berdasarkan peta gambar relief berbayang,
empat geologi utama struktur di seluruh area survei target (yaitu, area di sekitar sinkhole dan
bagian yang akan digali) diidentifikasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4. Baris pertama
(N48E) sejajar di sepanjang lubang pembuangan dan amblesan di permukaan tanah dan zona
limpasan di dalam terowongan. Kedua line (NS) dikembangkan serupa dengan kesalahan strike-
slip, yaitu struktur geologi yang dominan di dalam area target. Yang ketiga dan baris keempat
(N62W) sejajar dengan arah strike batu kapur dan lapisan batu pasir. Garis-garis kelurusan ini
merupakan struktur geologi.
Gambar 4. Area penginderaan lineament geologi dekat sinkhole
Gambar 5. Survei geolistrik dan estimasi topografi (a) Survei geoistrik pada lintasan L2 (b)
Survei geolistrik pada lintasa L4 (c) Kombinasi survei geolistrik pada semua line (L2 dan L4)

Survei Geolistrik
Sebagai resistivitas listrik dapat dikaitkan dengan karakteristik pori-pori dan tingkat kejenuhan air
dalam batuan berpori, eksplorasi geolistrik telah digunakan dalam berbagai bidang dari
memprediksi ukuran partikel dalam media diskrit di skala kecil untuk mendeteksi anomali atau
struktur geologi di bawah tanah dalam skala besar. Survei resistivitas listrik dilakukan
menggunakan sistem SAS 4000. Tujuh garis survei dipilih di sekitar lubang pembuangan lokasi
bersama dengan penyelarasan terowongan. Total panjang survei garis adalah 1,75 km. Jarak antar-
elektroda dipilih sebagai 10m sebagai kompromi antara resolusi dan panjang survei. Gambar. 5
menunjukkan hasil survei resistivitas listrik dan perkiraan topografi direkonstruksi dari struktur
resistivitas dua dimensi pada garis survei yang sesuai. Dua jalur survei yang representatif (L2 dan
L4 dari Gambar 2) dipilih untuk perbandingan dengan data borehole .Lubang bor BW-1 terletak
di ③in Gambar. 5 (a) di sepanjang garis survei L2. Data pencatatan menunjukkan bahwa rekahan
batu kapur terletak di 2 m di bawah permukaan tanah, sementara rongga-rongga korosi dan zona-
zona yang sangat retak diamati sampai 6 m dari permukaan tanah. Resistivitas pada lokasi ③
sesuai dengan hasil lubang bor. BW-7 dan BW-6 masing-masing terletak di ① dan ② dari garis
survei L4 pada Gambar. 5 (b). Lokasi ① menunjukkan resistivitas listrik yang rendah karena
alluvial lapisan tanah yang terdiri dari pasir dan kerikil yang longgar didistribusikan hingga 7 m
di bawah permukaan tanah. Menurut data logging BW-6,batu pasir yang lapuk ada di bawah 7 m
lapisan pasir dan kerikil yang longgar yang terbentuk pada 7 m hingga 10 m di bawah permukaan
tanah resistivitas listrik rendah diukur di lokasi ② pada Gambar. 5 (b). Singkatnya, zona retak
parah dikembangkan sepanjang permukaan bersama dan terhubung sepanjang arah vertical karena
anomali vertikal yang diinduksi oleh korosi dan pelapukan. Garis putus-putus pada Gambar. 5 (c)
merupakan zona anomali (atau zona lemah)
Gambar 6. Hasil TSP pada terowongan timur (a) plane view (b)section view (c) rekonstruksi 3
dimensi

Prediksi seismic terowongan (TSP)


Tunnel seismic prediction (TSP) adalah teknologi evaluasi elastisitas non-destruktif berbasis
gelombang dari diskontinuitas dalam sebuah massa batuan Meskipun algoritma analisisnya masih
dikembangkan, melalui eksplorasi TSP, beberapa stuktur geologi di depan muka terowongan dapat
divisualisasikan dari pemantulan gelombang elastis. Sistem TSP-203 diterapkan pada kedua arah
dari rute terowongan untuk menentukan penggalian yang tepat. Gambar 6 menunjukkan hasil
eksplorasi di depan wajah terowongan timur. Plane view (Gambar 6a) dan section view (Gambar
6b) dari hasil TSP menyajikan keberadaan beberapa zona lemah dan diskontinuitas di bagian yang
akan digali. Secara khusus, dapat ditemukan bahwa pink shaded band di Fig. 6 (a) (Stasiun 103
km 610–103 km 650), yang berisi beberapa diskontinuitas, sesuai kira-kira ke lokasi garis garis
lurus F3 pada Gambar. 10 (b) (Station 103 km 600). Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan
bahwa beberapa patahan atau zona yang terpecah-pecah terbentuk di sepanjang garis garis bawah
F3. Seperti yang ditunjukkan di Gambar 6 (c), pantulan yang berbeda dalam gambar tiga dimensi
menyiratkan kehadiran beberapa diskontinuitas vertikal, yang relevan ke jaringan rongga batu
kapur di depan terowongan timur yang menghadap ke arahBarat.

Investigasi lubang bor


Data log yang disederhanakan dari tujuh lubang bor (BE-1, BE-2, BE-3, BW-1, BW-5, BW-6, dan
BW-7) disajikan pada Gambar 2 dan pada Tabel 1.Sampel inti vertikal 10 m diperoleh di sekitar
sinkhole reservoir (BW-1 pada Gambar 2) dan 68 m dari sampel inti vertical diperoleh di samping
sinkhole sungai (BE-1 pada Gambar 2). Sampel inti 50 m diperoleh di situs (BE-3 pada Gambar
2) dekat Jalan 423, yang merupakan jalan raya nasional dua jalur, dan jalan kereta api lacak untuk
memastikan stabilitas struktur jalan dan rel kereta api yang ada. Sampel inti yang diperoleh dari
borehole BW-1 menunjukkan retakan batugamping terletak 2 m di bawah permukaan. Zona yang
mengandung patahan dan lubang (cavity) ditemukan dari sampel inti (hingga 10 m di bawah
permukaan) dari lubang bor BE-1 dekat sinkhole sungai, seperti yang ditunjukkan pada Gambar.
7 (a). Sampel inti dari kecenderungan lubang bor BE-3 mengandung batua sedimen seperti serpih,
batu pasir, dan konglomerat (Gambar 7b), menunjukkan bahwa zona terlokalisir terlokalisasi
ditemukan antara 27 m dan 33 m dari permukaan tanah. Tambahan sampel inti vertikal 100 m
diperoleh dari lubang bor BE-2 dekat jalur kereta api menunjukkan bahwa geologi keseluruhan di
bawah jalur kereta api adalah batu kapur masifr yang memiliki fragmentasi local zona patahan.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa zona dari sesar terbentuk di sepanjang garis struktur geologi
dan batas-batas antara unit batuan yang berbeda di situs ini.

Gambar 7. Sampel Core dekat sinkhole sungai (a) BE-1 dimana titik putih menunjukan adanya
lubang / cavities (b) BE-3
Tabel 1. Hasil data lubang bor
Pengeboran probe Horizontal
Pengeboran horizontal probe dilakukan pada muka terowongan yang menyelidiki hasil survei TSP,
menunjukkan bahwa zona patahan yang terfragmentasi dengan beberapa diskontinuitas ada dekat
dengan pintu terowongan. Sampel inti 50 m diperoleh dari horizontal menyelidiki pengeboran inti
untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, dan arah zona terfragmentasi pada patahan atau jaringan
rongga dan sebagai dasar rencana pra-penguatan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 8 (a).
Sampel mengkonfirmasi keberadaan zona sesar yang terfragmentasi di persimpangan antara garis-
garis garis lurus dari studi kelurusan dan diharapkan beberapa diskontinuitas diperkirakan dari
survei TSP sebagai ditunjukkan pada Gambar. 8 (b). Secara keseluruhan, hasil pengeboran inti
probe horizontal meningkatkan hasil dari survei seismik geofisika di terowongan menghadapi.
Dengan demikian, ditentukan bahwa pra-grouting diterapkan pada zona terfragmentasi yang
diharapkan dan pola dukungan NATM adalah diperkuat untuk mencegah pengembangan lebih
lanjut sinkholes dan terowongan runtuh.

Gambar 8. Sampel Horizontal probe drilling pada terowongan bagian timur (a) Drilling pada
pintu masuk terowongan (b) Zona patahan yang terfragmentasi

Karakterisasi hidrogeologi
Karakteristik hidrogeologi di medan karst sangat mempengaruhi terjadinya sinkhole dan
pembentukan saluran rongga pada batu kapur. Dilakukan uji permeabilitas kepala variable tes, dan
mengukur karakteristik aliran air tanah seperti arah arus dan kecepatan air tanah dengan mengukur
aliran borehole pada empat lubang bor berbeda (yaitu, BW-1, BW-5, BW-6, dan BW-7 pada
Gambar. 2). Karakteristik air tanah ditunjukkan pada Gambar. 9; di sini, orientasi dari garis tebal
tebal menunjukkan aliran air tanah (yaitu, arus) arah dan panjang garis tebal tebal menunjukkan
air tanah kecepatan. Tabel air tanah berkisar antara 2,5 m hingga 4 m di bawah permukaan tanah.
Arah arus di sekitar reservoir air (BW-1) bervariasi antara 229 ° dan 276 °. Diperkirakan bahwa
arah saat ini di daerah ini dipengaruhi oleh topologi dan garis kelurusan F4. Kecepatan air tanah
dari lubang bor ini BW-1 adalah 95–98 cm / hari. Arah arus ke dekat sungai dan lubang sinkhole
(BW-5, BW-6, BW-7) bervariasi antara 189 ° dan 347 °, dan air tanah kecepatan berkisar 52–250
cm / hari. Gradien hidrolik yang diinduksi oleh struktur geologi dan karakteristik permeabilitas
adalah faktorutama yang mengatur kondisi aliran air tanah. Lubang bor ini punya telah digunakan
untuk memantau karakteristik air tanah sebelumnya dan setelah remediasi sinkhole dan
terowongan.
Gambar 9. Arah aliran air tanah dan kecepatanya (a) BW-1 (b) BW-5 (c) BW-6 (d) BW-7

Result
Struktur geologi dan jaringan gravitasi skala mikro diidentifikasi dengan investigasi dan analisis
situs yang tepat ditunjukkan dalam Gambar. 10. Dapat disimpulkan bahwa aliran air dan lumpur
coklat dan kejadian sinkhole yang menyertainya diinduksi oleh interaksi antara jaringan rongga
skala mikro, yang terbentuk di daerah persimpangan antara garis-garis kelurusan dan rongga dari
batu kapur terlarut di sepanjang batas batuan yang berbeda jenis, dan aktivitas air tanah. Dapat
disimpulkan bahwa jaringan rongga kapur vertical Maggol terbentuk dalam formasi batu kapur di
sepanjang garis lurus baris F4. Penggalian terowongan mendestabilisasi jaringan rongga dan
memicu aliran air dan lumpur cokelat melintas meski vertical jaringan rongga skala mikro. Arus
masuk di dalam terowongan menyebabkan drainase reservoir air dengan bahan pengisi yang
lembut dari rongga vertical dan mengarah pada pengembangan lubang pembuangan di reservoir
air. Hasilnya diperoleh dari pengeboran inti horizontal dan probe horizontal lubang bor.
Penyelidikan menunjukkan adanya zona yang sangat terfragmentasi dan rongga di lokasi
persimpangan tiga garis garis (F1, F2, dan F3). Dari survei resistivitas, zona abnormal, yang bisa
dianggap sebagai jaringan rongga skala mikro, terdeteksi Bersama garis kelurusan F1. Juga, air
tanah bergerak di sepanjang garis lurus garis F1. Air tanah mengalir deras melalui jaringan rongga
yang disebabkan tekanan air tinggi pada shotcrete. Akhirnya, shotcrete ambruk, dan aliran air
mengalir ke terowongan melalui terowongan lubang pembuangan di dasar sungai. Bahan pengisi
yang lembut dan lumpur coklat terbawa oleh aliran air tanah ke dalam terowongan, lewat melalui
jaringan rongga batu kapur. Akibatnya, beberapa sinkholes dan penurunan permukaan tanah
dikembangkan di sekitar perpotongan garis lengkungan dekat lembah sungai. Selanjutnya,
perpotongan antara tiga garis garis lurus (F2, F3, dan F4 pada Gambar 10b) dan rute terowongan
dapat diharapkan menjadi lemah bagian yang dapat dipengaruhi oleh jaringan rongga batu kapur.
Kemudian pada, hasil pengamatan geologi yang dikumpulkan selama penggalian terowongan
ditunjukkan untuk menyetujui prediksi eksplorasi. Gambar. 11 menunjukkan gambar tiga dimensi
sinkhole dan penurunan kejadian di dekat lembah sungai. Sebuah rongga batu kapur vertical
jaringan lebih panjang dari 300 m dibentuk sepanjang garis kelurusan F1. Air tanah mengalir
sepanjang diskontinuitas seperti bidang bedding. Proses pelapukan kimia dan fisik dalam
terfragmentasi zona batu kapur mempercepat proses dan pengembangan pelapukan dari rongga
skala mikro sepanjang diskontinuitas. Pelarutan rongga batu kapur dan sambungan rongga skala
mikro membentuk jaringan mikro rongga batu kapur.
Gambar 10. Pemetaan geologi detail, struktur geologi dan lubang pada batuan kapur (a) plane
view (b) cross section axis terowongan 1,2,3, dan 4 menunjukan adanya patahan
Teknik Remediasi Sinkhole dan terowongan
1. Teknik penguatan
Setelah sinkholes muncul di reservoir air, tidak ada penurunan tambahan atau sinkhole yang
dikembangkan di dekat waduk. Jadi, tanah dekat lubang pembuangan tampaknya cukup stabil.
Tahan air konvensional grouting diaplikasikan pada sisi terowongan barat dan sekitar terowongan
untuk dipotong dari aliran air. Seperti ditunjukkan pada Gambar. 12 (a), lubang bor dengan
penetrasi kedalaman 5 hingga 14 m sekitar zona limpasan dan semen dinjeksikan ke lubang bor
tersebut untuk mengurangi laju dari aliran air yang melewati jaringan saluran batu kapur. Intensitas
kebocoran air signifikan berkurang di sekitar wajah terowongan timur setelah pengurukan dan
penutupan darurat dari lubang runtuhan dengan sisa tanah dan perubahan aliran jalan. Karena
tekanan air tanah yang tinggi, aliran air tanah yang cepat mencuci material grouting, dan dengan
demikian metode tahan air grouting tidak sepenuhnya tercapai. Air statis sungai bisa menjadi
sumber inflow yang tak terbatas ke terowongan. Aliran jaringan dari aliran ke terowongan harus
secara permanen ditutup karena sinkhole bisa berfungsi sebagai jalur potensial untuk mengalirkan
air ke terowongan. Dengan demikian, bagian bawah aliran ditutupi dengan beton dan membran
tahan air untuk mencegah aliran air langsung ke sinkholes dan rongga jaringan dari aliran. Seperti
ditunjukkan pada Gambar. 12 (b), 15 m LW dalam dan dua lapis (Labiles Water glass) grouting
diaplikasikan di sepanjang satu sisi stream, dan dinding grouting JSP (Jumbo Super Pile) dipasang
antara Jalan 423 dan sungai untuk mencegah pemindahan dan kemantapan tanah dari jalan dan rel
kereta api karena penyelesaian tanah. Setelah mengkonfirmasi penguatan permukaan tanah dari
pemantauan analisis, grouting tahan air dilakukan dan berhasil selesai di permukaan penggalian
terowongan di sekitar zona limpasan (STA. 103 km 750 pada Gambar. 10b) di sekitar wajah
terowongan timur. Pola dukungan terowongan ditingkatkan (diperkuat) untuk bagian terowongan
yang tidak tereksplorasi di mana zona terpecah dari sesar diharapkan. Dukungan tambahan
(misalnya, pra-grouting) dilakukan untuk mengurangi laju aliran air tanah dan runtuhnya tiba-tiba
di persimpangan antara tiga garis garis (F2, F3, dan F4 dari Angka. 10b) dan rute terowongan.
Selanjutnya, pipa baja diperkuat multistep grouting, yang melibatkan pembangunan lengkungan
balok di sekitar mahkota terowongan dengan pipa baja berdiameter besar, dan multilayer injeksi
semen grouting (Song et al., 2006), digunakan untuk prereinforcement sebelum penggalian
terowongan.

Gambar 11. Model 3 dimensi batukapur dengan jaringan lubang dan simulasi masuknya air dari
sungai
Gambar 12. Penguatan tanah dan terowongan setelah terjadinya sinkhole (a) Graouting kedap air
di bagian barat (b) LW grouting dan JSP grouting pada dinding sekitaran sinkhole dekat dengan
sungai
Monitoring
perilaku tanah and terowongan harus terus dipantau untuk membuat perencanaan yang tepat.
Setelah sinkhole terjadi, perpindahan batuan di terowongan dan dinding samping diukur di kedua
zona sinkhole. Juga, pergerakan tanah dan air tanah tingkat dipantau di sekitar lubang sinkhole.
Permukiman permukaan tanah telah dipantau di 37 lokasi berbeda di sekitar sinkholes: 11
extensometer borehole tipe batang dipasang di sekitar sinkhole dan muka terowongan barat seperti
ditunjukkan pada Gambar. 13 (a) sementara 8 rod-type extensometers borehole dipasang
sepanjang masa sekarang rel kereta api, 4 di lereng kereta api, 7 sepanjang Jalan 423, 5 sepanjang
sungai, dan 2 di tanggul dekat sungai di sekitar sisi terowongan timur seperti ditunjukkan pada
Gambar. 13 (b). Pengukuran keamantapan tanah tersebut mencakup 100 m di sekitar lubang
pembuangan. Tingkat air tanah dipantau pada empat lubang bor dengan meteran muka air tanah.
Gambar. 14 menunjukkan data pemantauan gerakan tanah dan tingkat air tanah. Gambar. 14 (a)
menunjukkan perubahan permukaan tanah pemukiman dekat sinkhole reservoir. Setelah grouting
tahan air di dalam terowongan, permukiman permukaan tanah segera berhenti. Tingkat air tanah
meningkat tepat setelah grouting tahan air, dan itu sepenuhnya pulih satu minggu setelah
memasang seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 14 (b). Aliran air ke terowongan melalui rongga
berhenti dua minggu setelah grouting tahan air. Tidak ada perubahan signifikan dalam gerakan
tanah dan tingkat air tanah dekat sinkhole reservoir. Permukiman permukaan tanah dan
perpindahan rumah dan jalan tidak signifikan. Singkatnya, reservoir sinkhole demikian terbukti
sebagai penurunan konvensional skala menengah kohesif tanah. Permukaan permukaan tanah di
sekitar lubang sinkhole dekat streaming dan Jalan 423 menurun secara signifikan dan berhenti
setelah pemasangan LW grouting dan dinding grouting JSP di sekitar sinkholes di lembah sungai,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 14 (c). Perpindahan di terowongan dan dinding samping
berhenti setelah tahan air yang mendesak grouting. Sinkholes di lembah sungai mirip dengan
penurunan umum sinkholes di tanah yang kohesi. Karena lubang-lubang sinkhole bisa berkembang
lagi ketika drainase air memulai kembali, pergerakan tanah dan terowongan telah dipantau sejak
instalasi. Sejauh ini, tidak ada penyelesaian atau penurunan muka air tanah telah dicatat. Namun,
ketika karst bawah tanah besar saluran air disegel oleh terowongan, air mungkin buka saluran
aliran baru di sekitar blok Untuk operasi yang aman dan pemeliharaan terowongan infrastruktur
perlu dilakukan.
Gambar 13. Pengukuran kemantapan tanah (a) sekitar pintu terowongan barat (b) sekitar pintu
terowongan timr

Gambar 14. Monitoring pergerakan tanah (a) permukaan tanah dekat sinkhole reservoir air (b)
muka air tanah pada 4 lubang bor berbeda (c) sinkhole dekat sungai
Gambar 15. Metodologi pengurangan bahaya pada terowongan di daerah karst

Gambar 15. Proses tunneling menggunakan sistem pengurangan risiko, terdiri dari tinjauan desain
sebelumnya, pemilihan bagian yang lemah, investigasi lokasi selama konstruksi, data analisis, dan
analisis stabilitas terowongan. Pemetaan wajah konvensional dan teknik pemantauan, sistem
pencatatan parameter pengeboran, terowongan berbasis gelombang seismik dan elektromagnetik
di depan metode prediksi, dan pengeboran inti horizontal adalah teknik utama untuk investigasi
lokasi selama pembangunan terowongan.

Penutup
kemungkinan peristiwa tanah ambles dan subsidence selalu ada. Mengidentifikasi dan
memprediksi jaringan rongga karst yang dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan lubang
sinkhole dan penurunan permukaan tanah. Studi kasus tentang Terowongan Sol-an yang dibangun
di geologi karstic di Korea Selatan, berfokus pada analisis hasil diperoleh dari berbagai eksplorasi
geologi dan geofisika, seperti sebagai penginderaan area dan studi kelurusan geologi; penyelidikan
geofisika teknik seperti survei tahanan listrik dan TSP; Investigasi berbasis borehole menggunakan
pemboran permukaan tanah, dan horizontal menyelidiki pengeboran inti. Kami membahas
pelajaran yang diperoleh dari menyediakan praktek remediasi untuk sinkholes dan tunnel
sementara secara terus menerus memantau dampaknya, dan dari melakukan analisis rembesan
untuk menyediakan desain drainase yang optimal untuk stabilitas jangka panjang. Akhirnya, kami
menyarankan sistem pengurangan risiko untuk tunneling di medan karst. Keakuratan eksplorasi
terus meningkat karena kemajuan dalam teknik investigasi situs geoteknik dan geofisika. Layak
analisis hasil eksplorasi dan penggunaan praktis dari informasi yang dapat dipercaya akan
mencegah bencana bencana selama tunneling di daerah karstic. Kinerja efektif dari pengurangan
risiko yang disarankan sistem akan meningkatkan konstruksi terowongan yang aman di karstic
daerah.
TUGAS PAPER (KORELASI EMPIRIS GEOFISIKA DAN GEOTEKNIK)
SUBSOIL CHARACTERIZATION USING GEOELECTRICAL AND
GEOTECHNICAL INVESTIGATIONS: IMPLICATIONS FOR
FOUNDATION STUDIES (2017)
Tujuan paper ini : Menentukan fondasi bangunan yang paling cocok untuk daerah Perumahan
Unity, Ajah Kepulauan-Lagos, Barat Daya Nigeria menggunakan metode Electric Resistivity
Tomography (ERT), Cone Penetratring Test (CPT), Standard Penetration Test (SPT), dan test
laboratorium.
Geologi daerah penelitian
Tempat pembangunan berada pada daerah Perumahan Unity, Ajah Kepulauan-Lagos, Barat Daya
Nigeria (Lat. 6°30’N and Long. 3°37’E). Daerah ini merupakan bagian dari sistem lagoon dimana
beberapa titik daerah berada setara dengan muka air laut, membuat daerah tersebut rawan terkena
banjir. Terdapat dua musim pada daerah ini , musim kering (November-Maret) dan musim hujan
(April-Oktober). Kepulauan Lagos sendiri berada pada bagian timur Basin Dahomey, Barat Daya
Nigeria (gambar 1). Basin ini merupakan gabungan dari cekungan-cekungan yang berada di
daratan, pantai,dan laut sepanjang batas kontinen Gulf of Guinea. Secara stratigrafi, Basin
Dahomey dikategorikan kedalam Grup Abeokuta, Formasi Ilaro, Coastal Plain Sands dan
Alluvium. Grup Abeokuta terdiri dari Formasi Ise, Afowo, dan Araromi dimana Formasi Ise
merupakan formasi tertua dan terdiri dari conglomeratic sandstones, dan tertindih oleh coarse-
medium sands with interbedded kaolinite. Formasi Afowo dominanya terdiri dari coarse-medium
sandstone dengan thick interbedded shales, siltstones, dan claystone. Diatas Formasi Afowo
terdapat Formasi Araromi dimana formasi ini merupakan sedimen Cretaceous termuda diseluruh
Basin Dahomey , terdiri dari fine to medium grained sandtone yang tertindih oleh shale , siltstone
with interbedded limestone, marl, dan lignite. Formasi Ewekoro merupakan batuan limestone.
Formasi Akinbo terdiri dari shale , kemudian diatasnya terdapat formasi Oshosun yang terdiri dari
greenish-grey clay dan shale with interbedded sandstones. Diatasnya terdapat formasi Ilaro yang
terdiri dari massive yellowish poorly consolidated crossbedded sandstones. Kemudian terdapat
Formasi Benin (Miocene-sekarang), dimana terbentuk endapan lagoon/coastal plain sand dan
alluvium. Alluvium daerah ini terdiri dari poorly sorted sands dengan sisipan clay
Gambar 1. Peta geologi Basin Dahomey dengan peta inset Nigeria

Gambar 2. Peta akuisisi data

Electrical resistivity Tomography


Lokasi pengambilan data dapat dilihat pada (gambar 2.) dimana pengambilan data geolistrik
menggunakan 2 line T1 dan T2 (arah NW-SE) dengan panjang masing-masing line 150 meter
dengna menggunakan konfigurasi wenner, spasi elektroda 5 meter dan bertambah kelipatan
sampai maksimum 45 meter, menghasilkan 9 titik kedalaman yang berbeda dengan total data
sebanyak 288 (apparent resistivity) yang nantinya akan diolah menggunakan program RES2DINV.
Cone Penetrating Test, Standard Penetration Test, dan Boring (CPT, SPT, dan Boring)
Pengambilan data dilambangkan dengan kode CPT1, CPT2, CPT3, dan CPT4 (gambar 2) dilakukan
menggunakan mesin penetrometer kapasitar beban 2500kg. Resistansi yang tinggi pada tanah
membuat kedalaman data CPT hanyan mencapai 8 meter- 11 meter. Tes SPT dilakukan setiap
interval 1.5 meter dengan menggunakan beban seberat 63.5kg yang dibiarkan jatuh bebas
dengan ketinggian 76cm. Untuk boring kode BH1 dilakukan sedalam 30 meter menggunakan
Dando percussion boring rig dengan sampel disturbed diambil setiap interval 0.75 meter dan
setiap pergantian strata untuk dilakukan inspeksi visual dan tes klasifikasi.
Tes Laboratorium ( Moisture test, Sieve Analysis, dan Attenberd Limit)
Sampel yang diambil dari borehole disimpan dengan baik (untuk menjaga kandungan air). Sampel
yang merepresentasikan lapisan dipilih untuk dilakukan identifikasi dan klasifikasi tiap lapisan.
Kadungan air dideterminasi dengan mencari rasio berat air pada sampel dengan berat kering
sampel, diekspresikan sebagai persentase. Sieve analysis dilakukan dengan sampel seberat 500
gram yang diayak menggunakan sieve no.200 (0.075) untuk memisahkan silt, clay, dan sand
berdasarkan besar butir. Sampel yang tertahan kemudian dikeringkan dan dilakukan pengayakan
menggunakan automatic sieve shaker, sampel yang tersisa di setiap sieve berbeda kemudian
diukur beratnya. Sampel dengan besar partikel kurang dari 0.425 mm dianalisis menggunakan
Attenberg Limit. Test ini digunakan untk mengindikasikan keplastisitasan dari sampel tanah
(Liquid limit, Plastic limit, dan Plasticity index)
Hasil
Karakterisasi bawah permukaan menggunakan resistivitas geolistrik bergantung pada beberapa
faktor seperti kandungan air tanah, distribusi ukuran butir, rasio kekosongan (void), porositas,
permeabilitas dan densitas. Untuk Misalnya, kandungan air tanah yang rendah di tanah dengan
ruang hampa udara yang tinggi akan menghasilkan geolistrik yang tinggi resistivitas. Porositas
tanah juga akan berkurang dalam litologi dengan ukuran butir yang lebih halus meningkatkan nilai
resistivitas. Juga, jenis tanah hampa udara yang diisi akan memiliki geolistrik yang lebih tinggi
nilai resistivitasnya. Dalam bahan subsoil halus seperti itu seperti batuan lempung, di mana
kandungan air tanah lebih tinggi, resistivitas geolistrik yang diamati biasanya rendah. Model
resistivitas terbalik dari garis T1 dan T2 ERT mengungkapkan kehadiran dua lapisan geolistrik
yang berbeda di kedua lintasan (Gambar 3 dan 4); humus yang sebagian besar terdiri dari unit pasir
berlumpur longgar dengan nilai resistivitas mulai dari 50 hingga 280Wm, ini didasari oleh lapisan
kedua unit pasir basah yang dipadatkan dengan interkalasi lempung (10 - 74Wm). Nilai resistivitas
geolistrik yang sangat rendah (kurang dari sama dengan 3Ohm meter) diamati di dasar T2 traverse
diduga menjadi sumer masuknya air ke dalam unit pasir lempung dari laguna karena lokasi wilayah
studi di dalam pulau Lagos. Lapisan pasir silty lepas dengan a ketebalan yang konsisten sekitar
14,2 meter di kedua lintasan, tampaknya pasir menjadi bahan yang digunakan di mengisi daerah
sebelum pembangunan konstruksi komplek. Lapisan ini menutupi selaras lapisan pasir lempung
di pangkalan. Kondisi bawah tanah seperti yang ditunjukkan pada log lubang bor (Tabel 1)
mengungkapkan permukaan dangkal berupa pasir halus berwarna coklat kehitaman dengan pasir
halus sesekali dengan kerikil halus di tempat-tempat tertentu, yang dibawahi oleh lempung pasir
berpasir organik. Di bawah lapisan yang lemah adalah medium kasar menengah-halus pasir
berbutir dengan kerikil halus di tempat-tempat dengan kedalaman lubang bor 30 m. Investigasi
situs mengungkap bahwa endapan tanah di wilayah studi adalah tanah yang didominasi kohesi dan
hasil dari nilai SPT ‘N’ yang digabungkan dengan hasil CPT baik dalam menentukan kekuatan
relative strata. Tabel 2 mempresentasikan hubungan perkiraan antara relative kepadatan, rata-rata
nilai SPT ‘N’, hasil rata-rata Cone penetrometer (CPT) dan sudut internal gesekan ( Ini jelas
menunjukkan bahwa material tanah di dekat permukaan relatif longgar, konsistensi lunak dan
potensi kompresibilitas tinggi. Itu juga menunjukkan bahwa pembebanan struktural yang sangat
terbatas dapat didukung oleh permukaan dekat in-situ bahan tanah. Hasil nilai SPT ‘N’ dan CPT
mengkonfirmasi bahwa permukaan dangkal,geomaterial dalam 0-6 meter memiliki sifat geoteknik
yang buruk dengan kekuatan geser rendah dan potensi kompresibilitas tinggi. Nilai rata-rata Cone
penetrometer (CPT) memberikan sekitar 30 kg / cm2 (3 MPa) dengan nilai SPT ‘N’ rata-rata 5. Ini
menunjukan bahwa geomaterial lebih dekat ke permukaan di atas 6,75 m buruk dalam hal sifat
geoteknik dan mungkin tidak dapat mendukung pembangunan fondasi secara efisien. Namun,
material tanah mendasari permukaan dekat yang lemah ini stratum hingga kedalaman bor 30 m
memiliki kepadatan relatif sedang dan kekuatan geser sedang. Material tanah memiliki potensi
kompresibilitas rendah. Nilai rata-rata Cone penetrometer (CPT) memberi sekitar 110 kg / cm2
(11 MPa) dengan nilai rata-rata SPT ‘N’ 25 dari 6,75 meter ke sekitar 30,0 meter. Ini merupakan
indikasi bahwa material tanah di kedalaman ini (6,75 m) memiliki sifat geoteknik yang baik.

Gambar 4. Model inversi resistivitas ERT Lintasan T2


Tabel 1. Log Boring menunjukan lapisan tanah bawah permukaan sampai kedalaman 30 meter

*tinggi muka air 1.5 meter

Intergrasi data Geoteknik dan Geofisika


Mengintegrasikan hasil geolistrik dan geoteknik untuk karakterisasi subsoil mengungkapkan
lapisan unit pasir lempungan yang dipadatkan ke kedalaman sekitar 20 meter. Juga unit-unit
lempung yang berada di daerah penelitian diduga tidak terlalu luas dimana tipenya tidak rentan
terhadap dilatasi anomali (perubahan volume) melalui pembengkakan dan penyusutan; oleh karena
itu, mereka tidak boleh dikompromikan dengan integritas pemmbangunan fondasi di daerah
tersebut. Selanjutnya, log boring dan plot penetrometer menunjukkan bahwa tanah permukaan
dangkal terdiri dari pasir berlanau yang longgar dengan ketebalan 2 meter. Mendasari lapisan pasir
silty dekat permukaan ini formasi tanah lempung lunak ke kedalaman sekitar 7 m. Kerapatan relatif
longgar / lunak konsistensi dan potensi kompresibilitas tinggi dari bahan tanah permukaan dangkal
ditambah dengan tinggi muka air tanah yang ditemui sekitar 1,50 m di bawah permukaan tanah
mengindikasikan keterbatasan beban struktural dari bangunan yang diusulkan dapat didukung oleh
material tanah dangkal in-situ menggunakan fondasi dangkal permukaan dekat konvensional
seperti raft sehingga memungkinkan penyelesaian pondasi berada dalam batas yang dapat diterima
yang dapat diterima. Jika beban yang lebih tinggi akan diberikan pada tanah dari bangunan yang
diusulkan, maka perlu untuk menghindari lapisan material yang lemah dari lempung lunak
menggunakan pondasi tiang pancang untuk mengirimkan beban bangunan ke pasir padat
menengah yang mendasari lapisan. Dengan demikian temuan di atas telah lebih lanjut
menunjukkan bahwa melakukan investigasi geofisika sebelum boring dan metode geoteknik
lainnya dapat berfungsi sebagai prospek yang baik untuk membantu pengkarakterisasian subsoil
untuk desain pondasi. Menggabungkan metode geofisika seperti ERT dengan teknik geoteknik
akan membantu dan meningkatkan tingkat kepercayaan para insinyur membuat keputusan tentang
jenis fondasi yang sesuai untuk konstruksi bangunan. Juga, Akuisisi data geofisika seperti
tomografi resistivitas listrik akan membantu membimbing insinyur dalam merancang intervensi
restorasi bila diperlukan dengan mengoptimalkan lubang borlokasi untuk coring dan pengumpulan
tujuan sampel tanah. ERT efektif biaya dan Merupakan teknik geofisika non-destruktif yang dapat
dilakukan menggunakan beberapa array seperti Konfigurasi Wenner, Wenner-Schlumberger dan
Dipole-Dipole array untuk resolusi vertical dan lateral tanpa mengurangi kedalaman
investigasinya. Teknik ini menghasilkan gambaran bwah permukaan 2D untuk memprediksi dan
mengkarakterisasi material yang membuat insinyur untuk memperoleh data yang lebih ekonomis.
ERT direkomendasikan untuk geoteknik mengingat ERT tidak invansif dan mengeliminasi segala
bentuk kerusakan di permukaan sehingga sustainable dan ramah lingkungan.

Tabel 2. Relasi antara densitas relative, Spt, CPT, dan shear strength

Tabel 3. Hasil uji laboratorium


Tabel 4. Distribusi besar partikel dan klasifikasi tanah (USCS)

Penutup
Investigasi dengan maksud untuk memahami karakteristik bawah permukaan dangkal untuk studi
pondasi dan proyek konstruksi bangunan lainnya dilakukan dengan menggunakan integrasi
Tomografi resistivitas elektrik dan studi geoteknik. Dua litologi utama termasuk unit pasir
berlanau longgar dan pasir berlempung longgar dilukiskan berdasarkan properti geolistrik dan
geoteknik mereka. Tes penetrasi kerucut yang relatif rendah (CPT) dan tes penetrasi standar (SPT)
nilai-nilai strata di atas 6,75 m membuat mereka tidak cocok untuk desain pondasi. Tanah
stratigrafi yang ditemui di lokasi pengujian menggunakan ASTM [35] mengungkapkan permukaan
dangkal dari pasir berlanauan longgar hingga kedalaman 2,25 m yang didasari oleh tanah liat lunak
hingga kedalaman 6,75 m. Terdapat strata lempung dan lanau lunak hingga kedalaman bor 30 m
terdapat pasir yang menjadi pasir padat karena kedalaman. Kondisi bawah tanah yang terungkap
dalam daerah yang diteliti adalah material tanah yang didominasi kohesi, kecuali untuk ketebalan
4,5 m dari lapisan lempung, liat plastik ditemukan. Mengingat kompresibilitas dari permukaan
dangkat sedang, penggunaan pondasi rakit dapat digunakan untuk mendukung beberapa besarnya
beban dari bangunan yang diusulkan. Namun, pemuatan permukaan tanah dekat akan
menghasilkan konsolidasi lapisan tanah liat plastik dan ini harus dipertimbangkan selama desain
dan tahap konstruksi. Pilihan fondasi tetap dan dalam seperti pondasi tiang pancang adalah
alternatif yang lebih baik untuk pondasi dangkal untuk bangunan yang diusulkan dalam
penyelidikan daerah di mana beban yang lebih tinggi diantisipasi untuk mengirimkan beban ke
lapisan tanah yang stabil.
Daftar pustaka

Bucci M.G.2018. Controls on patterns of liquefaction in a coastal dune


environment, Christchurch, New Zealand.New Zealand : Elsevier

Cardarelli E.2018.Surface and borehole geophysics for the rehabilitation of a concrete


dam (Penne, Central Italy).Italia : Elsevier

Lapenna.V.2017.Resilient and sustainable cities of tomorrow: the role of applied


geophysics.Italy:Intituto di Metodologie per I’Analisi Ambientale

Minardi.S.2014.Analysis of Groundwater Decline and Land Subsidence by Using


Microgravity and Vertical Gravity Gradient Over Time Method : Case Study in
Jakarta.Indonesia
Oyeyemi, K. D. 2017. SUBSOIL CHARACTERIZATION USING GEOELECTRICAL
AND GEOTECHNICAL INVESTIGATIONS: IMPLICATIONS FOR
FOUNDATION STUDIES. Nigeria. Scopus

Sari.E.P.2014.Identification of Baribis Fault-West Java Using Second Vertical Derivative


Method of Gravity.Indonesia:Research Gate
Song K.2012. Identification, remediation, and analysis of karst sinkholes in the longest
railroad tunnel in South Korea.Korea Selatan : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai