Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS HIDUP

Nama : Ade Ayuningsih Utami


NIM : 20174011030

1. Deskripsi Kasus
a. Identitas Korban
 Nama : Sdr. E
 TTL (usia) : 29 Maret 1989 (29 tahun)
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pengacara
 Kewarganegaraan : WNI
 Alamat : Dipan Wates Kulon Progo, DIY
 Profesi : Pengacara
b. Kronologi Kejadian
Pasien datang ke IGD RS X rujukan dari RS Y dengan keluhan nyeri
kepala post kecelakaan lalu lintas. 20 jam sebelum masuk RS pasien mengalami
kecelakaan di daerah Kalibawang. Pasien mengendarai sepeda motor selepas
pulan kerja dengan kecepatan sedang. Dari arah berlawanan, pasien merasa
silau karena lampu mobil terlalu terang, akibatnya pasien mengalami
kecelakaan dengan mobil tersebut. Selain lampu mobil yang terang, pasien
mengaku jalanan sempit karena sedang terdapat perbaikan jalan. Pasien jatuh
ke arah kanan sehingga kepala dan lengan kanan pasien terbentur aspal. Pasien
ditemukan tidak disadarkan diri, keluar darah segar dari telinga dan hidung.
Oleh warga, pasien dibawa ke RS Y. Setiba di RS Y, pasien sadar dan
mengalami muntah darah . Karena kurangnya fasilitas di rumah sakit Y, pasien
dirujuk ke RS X. Selain keluhan di atas, pasien mengeluhkan mual, nyeri di
daerah wajah, dan lengan sebelah kanan. Pada saat kejadian, pasien mengaku
tidak sedang mengantuk dan minum minuman beralkohol.
Riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, jantung dan asma
disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit keluarga tidak ditemukan. Pasien
seorang perokok dan mengaku tidak pernah minum-minuman beralkohol.
c. Hasil Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Tampak kesakitan (VAS 3)
 Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)
 Vital Sign
 TD : 113/80 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Respirasi : 18x/menit
 Suhu : 36.8OC
 Inspeksi
 Bentuk kepala : Normocephal
 Wajah : Tidak simetris, edema wajah bagian kiri,
deformitas (-)
Status Lokalis :
a. Terdapat luka lecet geser pada pipi bagian kiri 2 cm dan
hidung dengan ukuran 3x0.2 cm berbentuk garis memanjang.
Luka berwarna coklat kehitaman dengan dasar luka bersih.
b. Terdapat luka lecet geser pada pipi bagian kiri 3 cm dan
sudut kiri mulut berbentuk oval dengan ukuran 1x0.7cm.
Luka berwarna coklat kehitaman dengan dasar luka bersih.
c. Terdapat luka lecet geser pada regio dagu 1 cm di bawah tepi
bibir bawah berbentuk garis memanjang dengan ukuran
3x0.5 cm. Luka berwarna coklat kehitaman dengan dasar
luka bersih.
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Status Lokalis : Terdapat luka memar pada sudut kiri kelopak
mata kiri dengan bentuk tidak teratur berbatas tegas berukuran
±0.7x0.4 cm berwarna coklat keunguan.
 Hidung : Simetris (+), deformitas (-), septum nasi di
tengah, edema (-), sekret (-)
Status Lokalis : Terdapat sisa darah yang sudah mengering di
kedua lubang hidung.
 Telinga : Simetris (+), deformitas (-)
Status Lokalis : Terdapat sisa darah yang sudah mengering di
kedua lubang telinga.
 Mulut : Simetris (+) deformitas (-), mukosa bersih,
caries (-)
 Leher : Deviasi trakhea (-)
 Palpasi
 Wajah : NT pada pipi bagian kiri (+), krepitasi (-)
 Mata : NT pada sekitar mata (-), TIO meningkat (-)
 Hidung : NT pada kedua hidung (-), krepitasi (-)
 Leher : Trakhea teraba di garis tengah, pembesaran
limfonodi (-), JVP R+2 cm
 Thoraks
 Pulmo
- Inspeksi : Simetris (+), ketertinggalan gerak (-), retraksi
(-)
- Palpasi : Pengembangan dada simetris, vocal fremitus
simetris, nyeri (-)
- Perkusi : sonor (+/+) pada kedua lapang paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi halus (-/-),
ronkhi kasar (-/-). Wheezing (-/-)
 Cor
- Inspeksi : Tampak pulsasi ictus cordis
- Palpasi : Teraba ictus cordis di SIC V linea
midclavicularis sinistra
- Perkusi :
Batas kanan atas  SIC III Linea sternalis dextra
Batas kiri atas : SIC III linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 irreguler, murmur diastolik (+),
gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Simetris, caput medusa (-), tidak nampak distensi
- Auskultasi : Bising usus (+), normal
- Palpasi : Distensi (-), defans muskuler (-), nyeri tekan(-),
hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani pada semua lapang perut, area traube
timpani
 Ekstremitas
- Inspeksi
Status lokalis (tangan kiri) : Terdapat luka lecet geser di
punggung tangan kiri berbentuk persegi panjang dengan
ukuran 7x0.5 cm. Luka berwarna coklat kehitaman dengan
dasar luka bersih.
Edema (-/-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-/-)
- ROM : Terbatas pada bahu kanan
 Genital : Tidak diperiksa
d. Hasil pemeriksaan penunjang
- Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Leukosit 23.8 4.2-9.3 ribu/uL
Eritrosit 5.25 4.5-5.5 juta/uL
Hemoglobin 15.9 13.0-16.0 g/dL
Hematokrit 48.1 40-48 %
MCV 91.7 80 – 100 fL
MCH 30.2 26-34 pg
MCHC 33.0 32-36 g/dL
Trombosit 273 150 – 450 10^3/uL
Golongan Darah ABO O
HITUNG JENIS
Limfosit% 4.7 20-40 %
Neutrofil% 91.5 50-70 %
MxD 3.8 \

- Penunjang
 CT Scan Kepala Tanpa Kontras
- EDH Supratentorial dan Infratentorial
- Fraktur Basis Cranii
 Foto Clavicula Dextra posisi AP View (27-8-2018)
- Fraktur kompleta oblique os clavicula dextra pars tertia media cum
kontraktionum, soft tissue swelling regio shoulder dextra
 Foto Vertebra Cervical posisi AP dan Lateral View
- Spasme muskulus interspinalis cervicalis
- Tak tampak fragmen maupun listhesis pada V.cervicalis yang
tervisualisasi
 Foto Elbow Joint Dextra AP dan Lateral View
- Tak tampak kelainan pada elbow joint dextra
 Foto Humerus Sinistra AP dan Lateral View
- Tak tampak kelainan pada elbow joint dextra
 Foto Pelvis Posisi AP
- Tak tampak kelainan pada pelvis
 Foto Thoraks Posisi AP
- Pulmo tak tampak kelainan
- Besar cor normal
- Fraktur komplet oblique os clavicula dextra pars tertia media cum
contraktionum
- Soft tissue swelling regio shoulder dextra
e. Planning
 27 Agustus 2018
- Infus NaCl 0.9% 20 tpm
- IV ketorolac 30mg/8 jam
- Injeksi ranitidin
- Injeksi piracetam 3x1 gr
- Injeksi ondansetron 4 mg/8 jam
- Injeksi asam traneksamat 500 mg/8 jam
- O2 3 lpm
 28 Agustus 2018 (05.00)
- Head up 30O
- Infus manitol 125 cc/8 jam
- Lain-lain lanjut
 28 Agustus 2018 (16.00)
- Pro eksplorasi hematosinus
- Injeksi metilprednisolon 62,5 mg/12 jam
- Tablet ambroxol 3x30 mg
- Lain-lain lanjut
 29 Agustus 2018 (06.00)
- Pro eksplorasi hematosinus (keluarga masih berunding)
- Otopain eardrop
- THT rencana operasi bersama
- Pro ORIF clavicula
 30 Agustus 2018
- Pro eksplorasi hematosinus (pasien menolak)
2. Permasalahan yang dikaji
1. Pada pasien ini seharusnya dilakukan eksplorasi hematosinus, tetapi
pasien menolak untuk dilakukan tindakan tersebut dan dokter juga menyetujuinya.
Bagaimana sikap dokter seharusnya kepada pasien dan bagaimana hubungannya dari
aspek kode etik kedokteran Indonesia ?
2. Bagaimana deskripsi luka pada pasien ini yang harus ditulis pada VeR ?
Mengapa pasien bisa mengalami luka-luka tersebut ?
3. Pembahasan
1. Pada pasien ini seharusnya dilakukan eksplorasi hematosinus, tetapi pasien
menolak untuk dilakukan tindakan tersebut dan dokter juga menyetujuinya. Bagaimana
sikap dokter seharusnya kepada pasien dan bagaimana hubungannya dari aspek kode
etik kedokteran Indonesia ?
Kode Etik Kedokteran dapat diartikan sebagai seperangkat (tertulis) tentang
peraturan-peraturan etika yang memuat amar (apa yang dibolehkan) dan larangan (apa
yang harus dihindari) sebagai pedoman pragmatis bagi dokter dalam menjalankan
profesinya. Dapat juga dikatakan, Kode Etik Kedokteran adalah buku yang memuat
aturan-aturan etika bagi dokter. Ada 2 versi KODEKI, yaitu yang sesuai dengan Surat
Keputusa Menkes RI No. 434/Menkes/SK/X/1983 dan yang sesuai dengan Surat
Keputusan PB IDI No. 221/PB/A-4/04/2002. Keduanya serupa tetapi tidak sama dari
segi subtansial dan urutannya. Oleh karena, salah satu ciri kode etik profesi adalah
disusun oleh organisasi profesi bersangkutan, kita berpedoman pada KODEKI yang
diputuskan PB IDI yang telah menyesuaikan KODEKI dengan situasi kondisi yang
berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran serta dinamika etika global yang ada. KODEKI terdiri dari 9 pasal (pasal 1-
9) tentang kewajiban umum, 3 pasal (pasal 10-13) tentang kewajiban dokter terhadap
pasien, 2 pasal (pasal 14-15) tentang kewajiban dokter terhadap teman sejawat, 2 pasal
(pasal 16-17) tentang kewajiban dokter terhadap diri sendiri.
Pada pasal 7c tentang kewajiban umum, yaitu “Seorang dokter harus
menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya
dan harus menjaga kepercayaan pasien.” Dan pasal 10 tentang kewajiban dokter
terhadap pasien, yaitu “Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien, Dalam hal ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Selain terkait pasal KODEKI, bertolak dari Childress and Beauchamp yang
memaparkan adanya 4 kaidah dasar moral (KDM atau moral principle/principle-based
ethics atau ethical guidelines) dalam buku sucinya, yaitu The Principles of Biomedical
Ethics tahun 2001, yakni
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination),
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan
yang ditujukan ke kebaikan pasien;
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non
nocere” atau “above all do no harm”,
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive justice)

Terkait prinsip otonomi, Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani


”autos” yang berarti sendiri dan ”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan
atau hukum. Makna utama otonomi individu adalah aturan pribadi atau perseorangan
dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari campur tangan orang lain maupun dari
keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang benar, seperti karena pemahaman
yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya adalah seseorang yang
dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu bertindak sesuai
dengan hasrat dan rencananya. Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip
otonomi. Meskipun demikian, secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip
otonomi, khususnya dalam praktek kedokteran. Cara-cara tersebut antara lain:
1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)
2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)
3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential
information)
4. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien
(obtain consent for interventions with patients)
5. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask,
help others make important decision)
Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi
pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi kompetensi pasien yang dapat
diterima semua pihak, sehingga begitu banyak definisi tentang kompetensi pasien.
Salah satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan untuk
melaksanakan atau perform suatu tugas atau perintah”.
3. Pada kasus diatas, hal yang dilakukan oleh dokter sudah sesuai, yaitu
menghormati hak pasien, yaitu menolak dilakukannya eksplorasi hematosinus. Hal ini
sesuai pada Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 7c dan pasal 10 serta prinsip
otonomi. Dokter sudah menjelaskan alasan untuk dilakukan program eksplorasi kepada
pasien, tetapi pasien tetap menolak untuk dilakukannya program eksplorasi. Hal
tersebut merupakan hak pasien untuk menolak maupun menyetujui tindakan tersebut
serta kewajiban dokter terhadap pasien untuk menghormati hak-hak pasien, teman
sejawat dan tenaga kesehatan lainnya. Tetapi, saat pasien menolak untuk dilakukan
suatu tindakan, pasien tetap harus melakukan tanda tangan penolakan di rekam medis.
2. Bagaimana deskripsi luka pada pasien ini yang harus ditulis pada VeR ?
Mengapa pasien bisa mengalami luka-luka tersebut ?

Deskripsi Luka pada penilaian luka dari aspek forensik harus mencakup
beberapa hal, diantaranya adalah

a) Regio luka
b) Lokasi berdasarkan koordinat (x,y) cm
- Absis (x) didapatkan dari jarak pusat luka secara horizontal ke
sumbu tengah tubuh.
- Ordinat (y) didapatkan dari jarak pusat luka secara vertikal ke titik
acuan terdekat. Titik acuan berupa organ-organ terdekat.
c) Jenis luka
Luka dapat diakibatkan oleh karena mekanik, fisik, dan kimiawi. Luka
karena mekanik bisa disebabkan oleh akibat kekerasan tumpul,
kekerasan tajam, dan dapat juga karena senjata api. Akibat kekerasan
tumpul dapat menyebabkan terjadinya luka memar, luka lecet geser, luka
lecet tekan dan luka lecet geser. Sedangkan akibat dari kekerasan tajam
dapat mengakibatkan terjadinya luka iris, luka tusuk, dan luka bacok.
Pada luka akibat senjata api, dapat terbentuk luka masuk (masuk jarak
jauh, dekat, sangat dekat) dan luka tempel.
Luka yang disebabkan oleh faktor fisik dapat disebabkan akibat dari
suhu tinggi (akibat nyala api, benda cair panas, padat panas) ataupun
akibat sengatan listrik/petir. Asam kuat dan basa kuat merupakan faktor
kimiawi yang dapat menyebabkan terjadinya luka.
d) Menentukan/memperkirakan umur luka berdasarkan warnanya
Misalkan : Luka memar yang baru saja terjadi : bercak biru kemerahan
dan agak menimbul. Proses penyembuhannya berubah menjadi
kebiruan, kehijauan, kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat
terjadi penyembuhan dengan sempurna (dalam waktu 7-10 hari tanpa
pengobatan)
Luka lecet tekan yang baru saja terjadi : warna kecoklatan dengan kulit
sedikit mencekung.
e) Arah luka
Merupakan deskripsi tentang arah datangnya luka
f) Kondisi luka (bersih atau kotor)
Kondisi luka dapat bersih maupun kotor. Jika terdapat kotoran
disebutkan kotorannya apa.
g) Dasar luka
Dasar dari luka dapat berupa kulit, jaringan, otot, dll kecuali pada
memar.
h) Ukuran Luka
Diukur panjang, lebar, dan dalam nya (sentimeter)
i) Jumlah luka

Pada pasien ini, deksripsi luka yang terbentuk sebagai berikut :


a) Pada pemeriksaan wajah :
o Terdapat luka lecet geser pada pipi bagian kiri 2 sentimeter dan
hidung dengan ukuran 3x0.2 cm berbentuk garis memanjang. Luka
berwarna coklat kehitaman dengan dasar luka bersih.
o Terdapat luka lecet geser pada pipi bagian kiri 3 cm dan sudut
kiri mulut berbentuk oval dengan ukuran 1x0.7cm. Luka berwarna coklat
kehitaman dengan dasar luka bersih.
o Terdapat luka lecet geser pada regio dagu 1 cm di bawah tepi
bibir bawah berbentuk garis memanjang dengan ukuran 3x0.5 cm. Luka
berwarna coklat kehitaman dengan dasar luka bersih.
b) Pada pemeriksaan Mata :
Terdapat luka memar pada sudut kiri kelopak mata kiri dengan bentuk
tidak teratur berbatas tegas berukuran ±0.7x0.4 sentimer berwarna
coklat keunguan.
c) Pada pemeriksaan Ekstremitas :
Terdapat luka lecet geser di punggung tangan kiri berbentuk persegi
panjang dengan ukuran 7x0.5 sentimer. Luka berwarna coklat kehitaman
dengan dasar luka bersih.
Luka-luka yang terjadi dapat menggambarkan mekanisme kejadian yang
dialami oleh pasien. Pada pemeriksaan wajah didapatkan luka lecer geser pada pipi
bagian kiri, hidung, sudut kiri mulut dan di tepi bibir bawah. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien mengalami benturan pada daerah wajah bagian kiri akibat sesuatu benda
atau kekerasan yang tumpul. Selain itu ditemukan terdapat luka memar pada sudut kiri
kelopak mata kiri dengan bentuk tidak teratur berbatas tegas berukuran ±0.7x0.4
sentimer berwarna coklat keunguan. Hal ini kemungkinan juga disebabkan sesuatu
benda atau kekerasan yang tumpul. Terdapat juga luka lecet geser di punggung tangan
kiri berbentuk persegi panjang dengan ukuran 7x0.5 sentimer. Luka berwarna coklat
kehitaman dengan dasar luka bersih. Hal ini kemungkinan terjadinya akibat terkena
sesuatu benda atau kekerasan yang tumpul.
4. Kesimpulan
- Pada kasus di atas, menghormati hak pasien untuk tidak dilakukannya suatu
program eksplorasi merupakan tindakan yang tepat, yaitu kewajiban dokter
terhadap pasien. Hal ini sudah dipaparkan dengan jelas dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia pasal 7c dan pasal 10 serta prinsip otonomi.
- Sebagai dokter kita juga harus mendalami dan memahami etika kedokteran
tujuannya agar mampu membuat keputusan klinis yang benar secara medis dan
tepat secara etika.
- Pada pendeskripsian luka dalam kasus forensik ada beberapa hal yang harus
diperhatikan. Deskripsi luka dapat menentukan mekanisme kejadian yang dialami
pasien sebelumnya. Pada kasus ini, disimpulkan mekanisme yang dialami oleh
pasien adalah mengenai sesuatu benda atau kekerasan yang tumpul.
5. Daftar Pustaka
a. Amir, Amri., Hanafiah, Jusuf. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Jakarta : EGC.
b. Suryadi, Taufik. 2009. Prinsip-Prinsip Etika dan Hukum dalam Profesi
Kedokteran. Medan : Tim bioetika dan Humaniora FK Unsyiah Banda Aceh.
c. Beauchamp., Childress. 2001. The Principles of Biomedical Ethics. Britania :
Oxford University Press.
d. Budiyanto, Arif., Widiatmaka, Wibisana.,dkk. 1997. Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai