Anda di halaman 1dari 204

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pubertas adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menjadi masa remaja
yang ditandai dengan perkembangan karakteristik seks sekunder, percepatan
pertumbuhan dan perubahan perilaku.1 Tanda perkembangan pubertas yang sering
dijumpai adalah pertumbuhan rambut kemaluan (pubarche), pertumbuhan rambut
ketiak, perubahan bau badan karena aktivasi kelenjar adrenal (adrenarche) dan
perkembangan alat genital (gonadarche). Pertumbuhan payudara dan menstruasi
(menarke) merupakan tanda yang penting untuk melihat perubahan pubertas pada
anak perempuan. Awitan usia pubertas yang normal ditandai dengan
perkembangan karakteristik seks sekunder terjadi pada umur delapan hingga tiga
belas tahun pada anak perempuan dan sembilan hingga empat belas tahun pada
anak laki-laki. 2 Literatur lain menyebutkan bahwa pubertas normal dimulai
sekitar 10 tahun ke depan dan biasanya berlangsung 3-4 tahun, dengan perjalanan
dari satu tahap ke tahap kira-kira setiap tahun.3

Usia pubertas akan menyebabkan percepatan perubahan hormonal secara


kualitatif dan kuantitatif, mengakibatkan pertumbuhan berat badan dan tinggi
badan yang cepat, perubahan bentuk dan komposisi tubuh serta tampak ciri-ciri
seks primer dan sekunder.4 Pematangan seksual tidak selalu diikuti dengan
kematangan emosi dan psikologi yang sepadan dengan kematangan fisiknya,
sehingga dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti perilaku seks di luar
nikah, kehamilan remaja, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual,
masalah gizi, perawakan pendek, penyakit kronik, masalah psikologis dan
sebagainya.5 Penelitian yang dilakukan oleh Widen tahun 2012 pada 5058 subyek
(2417 laki-laki dan 2641 perempuan) di Finlandia didapatkan hubungan antara
awitan usia pubertas dengan terjadinya peningkatan berat badan (obesitas),
glukosa darah puasa, tekanan darah diastolik, peningkatan kolestrol total, LDL,
trigliserida, dan penurunan HDL (p<0.002).5

Universitas Kristen Krida Wacana


2

Awitan normal pubertas telah berubah selama berabad-abad tahun yang


lalu. Data histori dari Eropa menunjukkan usia menarke terjadi pada usia 17 tahun
pada awal abad ke-19, namun pada abad ke-20 usia menarke terjadi sekitar usia
13 tahun.6 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Biro pada tahun 2010 pada
1239 anak perempuan di New York didapatkan hasil rata-rata usia pertumbuhan
payudara yaitu pada 7 tahun dan 8 tahun.7 Sedangkan penelitian oleh Gaudineau
pada tahun 2010 pada 1072 anak perempuan di Prancis usia rata-rata menarke
yaitu 13 tahun. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya awitan pubertas yaitu
pengaruh sosial ekonomi dan overweight.8

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Survei Demografi Kesehatan


Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 di Indonesia menunjukkan menstruasi pertama
kali dialami anak perempuan pada usia 14 tahun sebanyak 29%, umur 13 tahun
sebanyak 51.5%, umur 12 tahun sebanyak 23%, pada umur 10 tahun sebanyak 7%
dan sebanyak 0.5% belum menstruasi.9 Sedangkan pada anak laki-laki berumur
10-16 tahun didapatkan sebanyak 83 % sudah mengalami mimpi basah, dimana
25% nya mengalami mimpi basah pada usia 14 tahun dan 7 % yang belum pemah
mendapat mimpi basah.9 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ganabathy tahun 2012 pada 249 perempuan berusia 11-70 tahun di Jatinangor,
didapatkan data awitan usia pubertas terjadi pada umur 9-17 tahun. Dimana 37.5%
awitan usia pubertas pada umur 9 tahun yang memperlihatkan tanda pubertas
dini.10

Faktor-faktor yang berhubungan dengan awitan usia pubertas adalah ras,


genetik, gizi, penyakit kronis, faktor lingkungan, sosial ekonomi, faktor psikologi
dan tren seluler.11,12 Menurut Indaryani dan Woro tahun 2009 pada 502 anak
perempuan di sekolah dasar di Semarang, awitan usia pubertas terjadi lebih awal
pada kelompok sosial ekonomi tinggi dan kelompok indeks massa tubuh tinggi.13
Penelitian yang dilakukan oleh Lusiana tahun 2012 pada siswa kelas VII dan VIII
SMP PGRI Pekanbaru didapatkan ada hubungan antara menarke dengan status
gizi dan status sosial ekonomi.14

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Semiz S pada tahun
2009 pada 3311 subyek (1562 anak perempuan, 1749 anak laki-laki) yang
Universitas Kristen Krida Wacana
3

berumur 6-16.5 tahun mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas
fisik, berat lahir, migrasi, penyakit kronis, status ekonomi dengan awitan
pubertas.15

Percepatan usia pubertas akan menyebabkan berbagai perubahan,


diantaranya ialah perubahan fisik, hormonal, maupun psikologis. Selain itu dapat
timbul berbagai penyakit pada masa yang akan datang, seperti obesitas, diabetes
melitus tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kanker payudara. Bertolak dari
pemikiran tersebut, maka akan dilaksanakan penelitian di SDN Tomang 11 Pagi ,
mengenai “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Usia Pubertas pada Siswi
SDN Tomang 11 Pagi pada bulan Agustus 2018 ”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Awitan usia pubertas semakin cepat akhir-akhir ini. Data histori dari Eropa
menunjukkan usia pubertas terjadi pada usia 17 tahun pada awal abad ke-19,
namun pada abad ke-20 usia pubertas terjadi sekitar usia 13 tahun. Sedangkan
di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Ganabaty tahun 2016, awitan
pubertas terjadi pada umur 9-17 tahun.

2. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan awitan pubertas


pada siswi SDN Tomang 11 Pagi bulan Agustus 2018 belum pernah diteliti di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan.

3. Awitan pubertas yang cepat dapat menimbulkan gangguan fisik, hormonal


dan psikis , yang dapat meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular, diabetes
melitus tipe 2, obesitas, kanker payudara dan gangguan cemas.

1.3 Hipotesa
Terdapat hubungan antara usia menarke ibu, status gizi, sosial ekonomi,
pola diet, aktivitas fisik, keterpaparan media dewasa dengan usia pubertas siswi
SDN 11 Tomang Pagi pada bulan Agustus 2018.

Universitas Kristen Krida Wacana


4

1.4 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan usia pubertas pada siswi


SDN Tomang 11 Pagi pada bulan Agustus 2018.

1.5 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya sebaran usia pubertas pada responden siswi SDN Tomang 11


Pagi pada bulan Agustus 2018.

2. Diketahuinya sebaran usia menarke ibu, status gizi, sosial ekonomi, pola diet,
aktivitas fisik, keterpaparan media dewasa pada responden siswi SDN
Tomang 11 Pagi pada bulan Agustus 2018.

3. Diketahuinya hubungan antara usia menarke ibu , status gizi, sosial ekonomi,
pola diet, aktifitas fisik, keterpaparan media dewasa dengan usia pubertas
responden siswi SDN Tomang 11 Pagi pada bulan Agustus 2018.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi penulis

1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Ilmu


Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana.
2. Mendapatkan kesempatan serta pengalaman dalam melakukan penelitian
terutama di bidang kesehatan.

3. Menambah wawasan dalam mengetahui tentang faktor-faktor yang


berhubungan dengan awitan pubertas.

Universitas Kristen Krida Wacana


5

1.5.2 Bagi masyarakat

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan usia pubertas


sehingga dapat mencegah terjadinya pubertas dini yang meningkatkan beberapa
risiko kesehatan.

1.5.3 Bagi institusi

Mewujudkan Universitas Kristen Krida Wacana sebagai universitas riset


dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan.
Universitas Kristen Krida Wacana
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pubertas

Istilah pubertas berbeda dengan masa remaja. Remaja merupakan salah


satu tahapan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pubertas merupakan suatu
proses biologis dari anak menjadi dewasa. Perubahan ini ditandai dengan
munculnya tanda–tanda seksual sekunder dan kemampuan reproduksi.16 Definisi
lain menurut Santrock (2006), pubertas adalah periode dimana terjadi pematangan
fisik secara cepat yang melibatkan perubahan hormonal dan perubahan fisik yang
terjadi pada saat awal remaja.17

Pada periode ini berbagai perubahan terjadi, baik perubahan hormonal,


perubahan fisik, maupun perubahan psikologis dan sosial. Meskipun tahapan
pubertas yang digambarkan oleh Tanner et al. pada tahun 1989 tidak berubah, usia
pubertas telah berubah secara dramatis selama beberapa ratus tahun terakhir.18

2.2 Perubahan Hormonal pada Pubertas

GnRH teraktivasi sementara selama perkembangan janin dan neonatal.


Aktivasi ini disebut sebagai aktivasi primer, yaitu ketika janin berusia 10 minggu
dan mencapai kadar puncaknya pada usia gestasi 20 minggu, kemudian menurun
pada saat akhir kehamilan.18 Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim

umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer.19 Pada saat
lahir GnRH meningkat lagi secara periodik setelah pengaruh estrogen dari
plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung sampai usia 4 tahun ketika susunan saraf
pusat menghambat sekresi GnRH.20

Antara anak usia dini dan sekitar 8-9 tahun (stadium prapubertas), aksis
hipotalamus-pituitari-gonad masih tidak aktif, seperti yang tercermin oleh
konsentrasi serum luteinizing hormone (LH) dan hormon seks yang tidak

Universitas Kristen Krida Wacana


7

terdeteksi (estradiol pada anak perempuan, testosteron pada anak laki-laki) . Satu
sampai 3 tahun sebelum awitan pubertas yang jelas secara klinis, tingkat serum
LH selama tidur yang rendah dapat dibuktikan (periode peripubertal). Sekresi LH
sleep-entrained ini terjadi dalam mode pulsatil dan mencerminkan pelepasan
episodik endogen dari hipotalamus berupa gonadotropin-releasing hormone
(GnRH). Pulsatil nokturnal LH terus meningkat menjelang pubertas yang tampak
secara klinis.19

Pada saat remaja atau pubertas, inhibisi susunan saraf pusat terhadap
hipotalamus menghilang sehingga hipotalamus mengeluarkan GnRH akibat
sensitivitas gonadalstat. GnRH kembali teraktivasi dan disebut dengan aktivasi
sekunder. Pubertas dimulai dengan adanya aktivasi dari aksis hipotalamus-
hipofisis-gonad. Perubahan pada kadar GnRH, gonadotropin (LH dan FSH) dan
sex steroid estradiol atau testosteron memberikan gambaran pubertas eksternal dan
internal. Peningkatan sekresi GnRH oleh hipotalamus sangat penting untuk
mengaktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-gonad saat pubertas. Aktivasinya
kembali GnRH ini masih tidak jelas dimengerti, mungkin dipengaruhi oleh
perkembangan neuroendokrin.19

Adanya sekresi pulsatil gonadotropin ini bertanggung jawab untuk


pembesaran dan pematangan gonad dan sekresi hormon seks. Munculnya
karakteristik seks sekunder pada pubertas dini adalah kombinasi yang terlihat dari
interaksi aktif yang berlangsung di antara hipotalamus, hipofisis, dan gonad pada
periode peripubertal. Pada pertengahan pubertas, LH menjadi nyata bahkan
selama siang hari dan terjadi pada interval sekitar 90 hingga 120 menit. Kejadian
penting kedua terjadi pada remaja tengah atau akhir pada anak perempuan, di
mana terjadi siklus menstruasi dan ovulasi. Mekanisme umpan balik positif
berkembang di mana peningkatan kadar estrogen pada pertengahan siklus
menyebabkan peningkatan LH yang berbeda.19

Pada anak laki-laki, perubahan hormonal ini dimulai dengan peningkatan


LH, kemudian diikuti oleh peningkatan FSH. Luteinising hormon akan
menstimulasi sel Leydig testis untuk mengeluarkan testosteron yang selanjutnya
akan merangsang pertumbuhan seks sekunder, sedangkan FSH merangsang sel
Universitas Kristen Krida Wacana
8

sertoli untuk mengeluarkan inhibin sebagai umpan balik terhadap aksis


hipotalamushipofisis-gonad. Fungsi lain FSH menstimulasi perkembangan tubulus
seminiferus menyebabkan terjadinya pembesaran testis. Pada saat pubertas terjadi
spermatogenesis akibat pengaruh FSH dan testosteron yang dihasilkan oleh sel
Leydig.19

Pada anak perempuan, awalnya akan terjadi peningkatan FSH pada usia
sekitar 8 tahun kemudian diikuti oleh peningkatan LH pada periode berikutnya.
Pada periode selanjutnya, FSH akan merangsang sel granulosa untuk
menghasilkan estrogen dan inhibin. Estrogen akan merangsang timbulnya tanda-
tanda seks sekunder sedangkan inhibin berperan dalam kontrol mekanisme umpan
balik pada aksis hipotalamushipofisis-gonad. Hormon LH berperan pada proses
menarke dan merangsang timbulnya ovulasi.10Hormon androgen adrenal, dalam
hal ini dehidroepiandrosteron (DHEA) mulai meningkat pada awal sebelum
pubertas, sebelum terjadi peningkatan gonadotropin. Hormon DHEA berperan
pada proses adrenarke.19

Pada periode pubertas, selain terjadi perubahan pada aksis hipotalamus-


hipofisis-gonad, ternyata terdapat hormon lain yang juga memiliki peran yang
cukup besar selama pubertas yaitu hormon pertumbuhan (growth hormone/GH).
Pada periode pubertas, GH dikeluarkan dalam jumlah lebih besar dan
berhubungan dengan proses pacu tumbuh selama masa pubertas. Pacu tumbuh
selama pubertas memberi kontribusi sebesar 17% dari tinggi dewasa anak lakilaki
dan 12% dari tinggi dewasa anak perempuan. Hormon steroid seks meningkatkan
sekresi GH pada anak laki-laki dan perempuan. Pada anak perempuan terjadi
peningkatan GH pada awal pubertas sedangkan pada anak laki-laki peningkatan
ini terjadi pada akhir pubertas. Perbedaan waktu peningkatan GH pada anak laki-
laki dan perempuan serta usia pubertas dapat menjelaskan perbedaan tinggi akhir
anak laki-laki dan perempuan.20
Universitas Kristen Krida Wacana
9

2.3 Menstruasi

Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya


perubahan fisik, emosi dan psikis. Pertumbuhan yang relatif sama pada usia anak,
secara mendadak meningkat saat memasuki usia remaja. Proses perkembangan
fisik dari usia anak menjadi dewasa disebut pubertas.21 Pada remaja putri,
pubertas ditandai dengan permulaan menstruasi (menarke). Menarke merupakan
menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada
masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi.
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari
setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus.22
Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang
lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Pada masing-masing wanita mempunyai
variasi dalam siklus menstruasinya, yang masih dalam batas normal. Panjang
siklus menstruasi yang normal atau dianggap siklus mentsruasi yang khas ialah 28
hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga
pada wanita yang sama.23

Ada banyak hal yang mempengaruhi siklus menstruasi, diantaranya status


gizi, pola makan, status ekonomi keluarga, dan aktifitas olahraga. Status gizi dapat
diinterpretasikan dari Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang. IMT ditentukan oleh
Berat Badan dan Tinggi Badan. Berat Badan sangat mempengaruhi status gizi
dalam kaitannya terhadap siklus menstruasi. Gizi yang kurang pada remaja putri
dapat mempengaruhi pematangan seksual, pertumbuhan, fungsi organ tubuh, dan
akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada
gangguan menstruasi, tetapi akan membaik bila asupan nutrisinya baik. Asupan
gizi yang tidak adekuat dapat mempengaruhi ketidakteraturan menstruasi pada
kebanyakan remaja putri.24

Konsep disfungsi menstruasi secara umum adalah terjadinya gangguan


dari pola perdarahan menstruasi seperti menorraghia (perdarahan yang banyak
dan lama), oligomenorrhea (menstruasi yang jarang), polymenorrhea (menstruasi
yang sering), amenorrhea (tidak menstruasi sama sekali). Disfungsi menstruasi ini
Universitas Kristen Krida Wacana
10

berdasarkan fungsi dari ovarium yang berhubungan dengan anovulasi dan


gangguan fungsi luteal. Disfungsi ovarium tersebut dapat menyebabkan gangguan
pola menstruasi. Lamanya menstruasi dapat dipengaruhi oleh keadaan
dismenorrhea atau gejala lain seperti sindrom premenstruasi.25,26 Gangguan
menstruasi merupakan indikator yang menunjukan adanya gangguan sistem
reproduksi yang dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko berbagai penyakit
seperti kanker rahim, kanker payudara dan infertilitas. Beberapa faktor seperti
lemak tubuh, dan obesitas dapat menyebabkan penyimpangan dalam siklus
menstruasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa 30-47% wanita obesitas
memiliki siklus yang tidak teratur, meskipun kejadian infertilitas diantara wanita
gemuk tidak terlalu tinggi.27,28

2.4 Perubahan Fisik pada Pubertas

Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik sehingga pada akhirnya seorang
anak akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat lima perubahan khusus
yang terjadi pada pubertas, yaitu, pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu
tumbuh), perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-organ reproduksi,
perubahan komposisi tubuh serta perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi
yang berhubungan dengan kekuatan dan stamina tubuh.29

Perubahan fisik yang terjadi pada periode pubertas berlangsung dengan


sangat cepat dalam sekuens yang teratur dan berkelanjutan (Gambar 2 dan 3).
Tinggi badan anak laki-laki bertambah kira-kira 10 cm per tahun, sedangkan pada
perempuan kurang lebih 9 cm per tahun. 29
Gambar 2.1 Perubahan Fisik pada Anak Laki-Laki selama Pubertas.29

Universitas Kristen Krida Wacana


11

Gambar 2.2 Perubahan Fisik pada Anak Perempuan selama Pubertas. 29

Secara keseluruhan pertambahan tinggi badan sekitar 25 cm pada anak


perempuan dan 28 cm pada anak laki-laki. Pertambahan tinggi badan terjadi dua
tahun lebih awal pada anak perempuan dibanding anak laki-laki. Puncak
pertumbuhan tinggi badan (peak height velocity) pada anak perempuan terjadi
sekitar usia 12 tahun, sedangkan pada anak laki-laki pada usia 14 tahun. Pada
anak perempuan, pertumbuhan akan berakhir pada usia 16 tahun sedangkan pada
anak laki-laki pada usia 18 tahun. Setelah usia tersebut, pada umumnya
pertambahan tinggi badan hampir selesai. Hormon steroid seks juga berpengaruh
terhadap maturasi tulang pada lempeng epifisis. Pada akhir pubertas lempeng
epifisis akan menutup dan pertumbuhan tinggi badan akan berhenti.29

Pertambahan berat badan terutama terjadi karena perubahan komposisi


tubuh, pada anak laki-laki terjadi akibat meningkatnya massa otot, sedangkan
pada anak perempuan terjadi karena meningkatnya massa lemak. Perubahan
komposisi tubuh terjadi karena pengaruh hormon steroid seks.29

Perkembangan seks sekunder diakibatkan oleh perubahan sistem hormonal


tubuh yang terjadi selama proses pubertas. Perubahan hormonal akan
menyebabkan terjadinya pertumbuhan rambut pubis dan menarke pada anak
perempuan; pertumbuhan penis, perubahan suara, pertumbuhan rambut di lengan
dan muka pada anak laki-laki, serta terjadinya peningkatan produksi minyak
tubuh, meningkatnya aktivitas kelenjar keringat, dan timbulnya jerawat.29

Pada anak laki-laki awal pubertas ditandai dengan meningkatnya volume


testis, ukuran testis menjadi lebih dari 3 mL, pengukuran testis dilakukan dengan
memakai alat orkidometer Prader.29 Pembesaran testis pada umumnya terjadi

Universitas Kristen Krida Wacana


12

pada usia 9 tahun, kemudian diikuti oleh pembesaran penis. Ukuran penis dewasa
dicapai pada usia 16-17 tahun. Rambut aksila akan tumbuh setelah rambut pubis,
sedangkan kumis dan janggut baru tumbuh belakangan. Rambut aksila bukan
merupakan petanda pubertas yang baik oleh karena variasi yang sangat besar.
Perubahan suara terjadi karena bertambah panjangnya pita suara akibat
pertumbuhan laring dan pengaruh testosteron terhadap pita suara. Perubahan suara
terjadi bersamaan dengan pertumbuhan penis, umumnya pada pertengahan
pubertas. Mimpi basah atau wet dream terjadi sekitar usia 13-17 tahun, bersamaan
dengan puncak pertumbuhan tinggi badan.27

Pada anak perempuan awal pubertas ditandai oleh timbulnya breast


budding atau tunas payudara pada usia kira-kira 10 tahun, kemudian secara
bertahap payudara berkembang menjadi payudara dewasa pada usia 13-14 tahun.
Rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11-12 tahun dan mencapai pertumbuhan
lengkap pada usia 14 tahun. Menarke terjadi dua tahun setelah usia pubertas,
menarke terjadi pada fase akhir perkembangan pubertas yaitu sekitar 12,5
tahun.22,23 Setelah menstruasi, tinggi badan anak hanya akan bertambah sedikit
kemudian pertambahan tinggi badan akan berhenti. Massa lemak pada perempuan
meningkat pada tahap akhir pubertas, mencapai hampir dua kali lipat massa lemak
sebelum pubertas.Dari survei antroprometrik di tujuh daerah di Indonesia
didapatkan bahwa usia menarke anak Indonesia bervariasi dari 12,5 tahun sampai
dengan 13,6 tahun.27

2.5 Perkembangan Psikologi pada Masa Pubertas

Perubahan fisik pada masa pubertas juga disertai dengan perubahan


psikologi yang disebabkan adanya pengaruh hormon. Pertambahan hormon dari
kelenjar adrenalin akan membuat remaja cenderung membangkang dan memiliki
sifat memberontak. Sementara itu, perubahan psikologi yang dialami remaja pada
masa pubertas meliputi perkembangan kepribadian dan social. Yang dimaksud
dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan
dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial
Universitas Kristen Krida Wacana
13

berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan


kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang
dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang
unik dengan peran yang penting dalam hidup.27

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman


sebaya dibandingkan orang tua. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih
banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra
kurikuler dan bermain dengan teman. Dengan demikian, pada masa remaja peran
kelompok teman sebaya sangat besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan
dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Selain itu ada perubahan
psikologis lain yang dialami pada masa pubertas, antar lain. 27

a) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal
yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional
ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada
masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan
tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa
sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukanpada
remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti
anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya
waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal
masa kuliah.27

b) Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan
orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya
dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru
dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang
lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat
mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.
Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak
lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,
tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa. 27
Universitas Kristen Krida Wacana
14

c) Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-
kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 27

d) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang


terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain
mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta
meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab
tersebut. 27

e) Perkembangan intelegensi, remaja menjadi : mampu berpikir abstrak,


senang mengkritik; ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin coba-coba.27

Sejumlah gangguan psikologis terkait stres menjadi lebih umum pada


wanita daripada pria setelah pubertas; ini termasuk depresi, kecemasan, serangan
panik, gangguan makan dan gangguan stres pasca-trauma. Pubertas adalah saat
ketika wanita dapat menjadi paling rentan terhadap pengalaman yang
menegangkan dan beberapa jenis psikopatologi.29

Menggunakan sampel anak-anak Australia yang besar, Mensah et al.


menemukan bahwa anak perempuan dengan pubertas usia dini memiliki kesehatan
mental yang lebih buruk dari prasekolah sampai remaja awal. Gadis-gadis yang
sedang berkembang juga memiliki penyesuaian psikososial yang lebih buruk;
'Perbedaan psikososial ini sudah terbukti pada usia 4-5 dan 6 -7 tahun, dan
bertahan setidaknya usia 10-11 tahun. Para peneliti menyimpulkan bahwa anak-
anak dengan pubertas awal 'memiliki pola perilaku dan penyesuaian sosial yang
berbeda dari tahun pra-sekolah hingga awal masa remaja. Setidaknya sebagian,
hubungan antara pubertas dini dan kesehatan mental yang buruk tampaknya hasil
dari proses yang berjalan jauh sebelum terjadinya pubertas. Ada beberapa alasan
mengapa pubertas dini dapat meningkatkan kerentanan terhadap masalah
kesehatan mental remaja, termasuk 'ketidaksesuaian antara reaksi emosional dan
kapasitas kognitif remaja muda. Anak-anak yang mulai pubertas dini, juga
memasuki 'fase risiko' pada titik sebelumnya dan mungkin secara emosional

belum dewasa. 30

Universitas Kristen Krida Wacana


15

2.6 Tingkat Pubertas

Pada masa pubertas, terjadi pacu tumbuh yang pesat dan pertumbuhan
organ seksual. Pertumbuhan remaja laki-laki berbeda dengan remaja perempuan.
Anak perempuan mengalami pacu tumbuh lebih awal daripada anak laki-laki.
Proses pubertas terjadi secara berurutan dengan sekuens yang hampir sama.
Secara umum tahapan pubertas dapat dibagi menurut Tanner. 27

Gambar 2.3 Tahapan Pubertas pada Anak Laki-laki Menurut Tanner.33

Pada anak laki-laki, tanda pertama pubertas normal biasanya adalah


peningkatan ukuran testis menjadi lebih dari 2,5 cm dalam diameter terpanjang
(tidak termasuk epididimis), setara dengan volume testis 4 mL atau lebih besar.
Perkembangan rambut pubis disebabkan oleh sekresi androgen adrenal dan
testis.30

Tabel 2.1. Tahap Perkembangan Pubertas Anak pada Laki-laki menurut Tanner. 33

Tahap Genitalia Rambut Pubis

Tahap 1 Prapubertas Prapubertas; tidak ada rambut


pubis
Tahap 2 Pertambahan volume testis, skrotum Jarang, sedikit pigmentasi dan
membesar, menipis dan kemerahan agak ikal, terutama pada pangkal
penis
Tahap 3 Penis mulai membesar baik dalam Tebal, ikal, meluas hingga ke
panjang maupun diameter, volume mons pubis
testis dan skrotum terus bertambah
membesar
Tahap 4 Testis dan skrotum terus membesar, Bentuk dewasa, tapi belum meluas
warna kulit skrotum yang makin ke medial paha
gelap, penis makin membesar baik
panjang maupun diameter
Tahap 5 Bentuk dan ukuran dewasa Bentuk dewasa, meluas ke mudial
pubis

Universitas Kristen Krida Wacana


16

Gambar 2.4 Tahapan Pubertas pada Anak Perempuan Menurut Tanner. 33

Pada anak perempuan, tanda pertama pubertas adalah peningkatan


pertumbuhan linear, meskipun perkembangan payudara adalah tanda pertama
yang dicatat oleh sebagian besar penguji. Perubahan areolar dalam ukuran,
penonjolan dan warna juga terjadi dalam urutan yang dapat diprediksi. Hal ini
mencerminkan efek estrogen termasuk pembesaran labia minora dan mayora, dan
produksi sekresi vagina yang jernih atau sedikit keputihan sebelum menarke.
Perkembangan rambut pubis terutama ditentukan oleh sekresi androgen adrenal
dan ovarium. Perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut pubis biasanya
berlangsung pada tingkat yang sama. 30

Tabel 2.2 Tahap Perkembangan Pubertas Anak pada Perempuan menurut Tanner. 33

Tahap Genitalia Rambut Pubis


Tahap 1 Prapubertas Tidak ada rambut pubis
Tahap 2 Breast budding, menonjol seperti bukit Jarang, sedikit pigmentasi,
kecil, areola melebar lurus, atas medial labia
Tahap 3 Payudara dan areola membesar, tidak Lebih hitam, mulai ikal, jumlah
ada kontur pemisah bertambah
Tahap 4 Areola dan papilla membentuk bukit Kasar, keriting, belum sebanyak
kedua dewasa
Tahap 5 Bentuk dewasa, papilla menonjol, areola Bentuk segitiga seperti pada
sebagai bagian dari kontur buah dada perempuan dewasa, tersebar
sampai medial paha

Universitas Kristen Krida Wacana


17

2.7 Usia Pubertas

Awitan usia pubertas sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai


faktor dan isyarat yang tidak sepenuhnya diketahui, tetapi mencakup efek nutrisi,
status psikologis, kondisi sosial ekonomi dan genetika. 32

2.7.1 Pubertas Dini

Pubertas dini dapat didefinisikan sebagai terjadinya pubertas antara usia <
8 tahun. Oleh karena itu, pubertas normal dimulai sekitar 10 tahun ke depan dan
biasanya berlangsung 3-4 tahun, dengan perjalanan dari satu tahap ke tahap
lainnya kira-kira setiap tahun. 33

Pubertas dini dikaitkan dengan peningkatan indeks massa tubuh, resistensi


insulin, jumlah komponen sindrom metabolik dan karenanya meningkatkan risiko
kardiovaskular. Selain itu gadis-gadis dengan menarke dini menunjukkan
peningkatan tekanan darah dan intoleransi glukosa dibandingkan dengan gadis-
gadis yang dewasa, tidak dipengaruhi oleh komposisi tubuh. Sebuah studi kohort
Kaukasia berbasis populasi besar baru-baru ini juga mengkonfirmasi pengamatan
ini, tetapi juga berkorelasi secara tidak linier pada usia dini pada menarke (usia <
12 tahun) dengan insiden penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi, insiden
penyakit jantung koroner yang lebih tinggi, dan kematian akibat kanker yang lebih
tinggi. Sebagian besar subjek memiliki riwayat keluarga yang positif terhadap
serangan jantung, yang menunjukkan bahwa hubungan ini mungkin sebagian
dimediasi oleh peningkatan adipositas tetapi mekanisme genetik dapat
berkontribusi juga. 33

Namun, kategori 'pubertas dini' tetap masih belum mempunyai pengertian


yang jelas atau standar. Bahkan endokrinolog pediatrik masih belum sepakat
dengan definisi 'pubertas normal', 'pubertas dini' dan pubertas prekoks. 34
Universitas Kristen Krida Wacana
18

2.7.2 Pubertas Normal

Pubertas pada perempuan terjadi lebih awal dibandingkan anak lelaki,


yaitu pada usia 8 sampai 13 tahun, dengan rata-ratanya terjadi pada usia 10 tahun.
Mulainya pubertas pada anak perempuan ditandai dengan pertumbuhan payudara
atau disebut dengan breast budding. Pada tahapan ini payudara tumbuh seperti
gunung kecil yang terkadang sakit jika payudaranya bersentuhan dengan baju atau
ketika tidak sengaja tersentuh. Bahkan nyeri pada payudara ini dapat timbul
spontan. Jika anak perempuan tumbuh payudara pada usia kurang dari 8 tahun
maka kemungkinan anak mengalami pubertas prekoks, sedangkan jika anak
perempuan sampai usia 13 tahun belum tumbuh payudara maka disebut
mengalami pubertas terlambat.29

Waktu pubertas mengacu pada waktu awitan pubertas relatif terhadap


teman sebaya, yang dapat menjadi awal, tepat waktu atau lambat. Waktu individu
pubertas sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor dan isyarat yang
tidak sepenuhnya diketahui, tetapi mencakup efek nutrisi, status psikologis,
kondisi sosial ekonomi dan genetika. Apa yang dianggap 'normal' dalam hal
waktu pubertas bervariasi dari populasi ke populasi. Misalnya, gadis Afrika-
Amerika umumnya mulai pubertas lebih awal daripada anak-anak perempuan
Anglo-Amerika atau Meksiko– Amerika. Pubertas biasanya dimulai pada masa
anak-anak. Rata-rata gadis mulai pubertas pada usia 10 hingga 11 tahun; anak
laki-laki mulai usia 11 hingga 12. Tetapi waktu pubertas bervariasi antara empat
hingga lima tahun di antara anak-anak yang sehat.35,36

Temuan dari penelitian yang menyelidiki waktu pubertas dalam beberapa


tahun terakhir diringkas sebagai berikut:

a) Gadis berusia 6 hingga 8 tahun diteliti di tiga tempat di Amerika. Proporsi


gadis yang mengalami perkembangan payudara pada usia 7 dan 8 tahun,
terutama di antara gadis kulit putih,
b) Lebih besar daripada yang dilaporkan dari penelitian gadis yang lahir 10
hingga 30 tahun sebelumnya.28,35

Universitas Kristen Krida Wacana


19

c) Di Amerika Serikat, usia pubertas telah menurun secara signifikan sejak abad
ke-20 ke-19 dan awal.28,35

d) Usia pada menarke sebagian besar telah menurun di sebagian besar negara
maju dan tampaknya stabil pada 13 tahun dengan variasi 0,5 tahun antar
negara.28,35

e) Menurut satu penelitian di Yunani, usia rata-rata pertumbuhan payudara


adalah 10 tahun.28,35

f) Thelarche dan menarke terjadi lebih awal dalam kehidupan gadis-gadis AS,
tetapi usia thelarche menurun lebih cepat daripada usia menarke. Anak
perempuan mendapatkan periode pertama mereka, rata-rata beberapa bulan
lebih awal daripada anak perempuan 40 tahun yang lalu.28,35

g) Usia menstruasi pertama telah turun secara signifikan sejak 1840-an, ketika
usia rata-rata pada gadis-gadis Eropa Barat sekitar 16 tahun. Sejak 1960-an
tren ini telah berhenti di sebagian besar negara maju dan usia rata-rata

sekarang 12 hingga 13 tahun.36

Meskipun temuan ini merupakan penurunan usia secara keseluruhan untuk


permulaan pubertas sepanjang waktu, kontroversi tetap tentang apakah anak
perempuan saat ini benar-benar mulai pubertas lebih awal daripada anak
perempuan beberapa dekade yang lalu. Ada sedikit kesepakatan tentang apakah
pubertas dini adalah 'tren', dan jika tren terus berlanjut atau telah stabil. 35

Bagian dari debat berasal dari cara pengukuran waktu pubertas, dan cara
yang tidak konsisten bahwa data lama dibandingkan dengan pengukuran saat ini.
Perbandingan yang ketat antara studi waktu pubertas penuh dengan faktor-faktor
yang rumit. Studi telah bervariasi berdasarkan desain, karakteristik populasi, usia
anak-anak termasuk, metode penilaian pubertas, dan analisis statistik. Currie dkk.
setuju bahwa desain penelitian yang berbeda telah menyebabkan kurangnya
standar data lintas-nasional yang dapat dibandingkan untuk mengukur penurunan
secara akurat. Sulit untuk memastikan apakah pubertas dimulai lebih awal pada
anak perempuan dari negara maju atau jika waktu pubertas telah diukur secara
berbeda sepanjang waktu. 'Demonstrasi tren universal untuk pubertas lebih awal
pada manusia masih hilang dan data epidemiologi harus diambil dengan hati-hati

Universitas Kristen Krida Wacana


20

sampai validasi tersebut diberikan. Posner bahkan berpendapat bahwa ada banyak
bukti untuk menunjukkan bahwa usia rata-rata menarke tetap stabil selama 50
tahun terakhir35

Sebuah penelitian pada awal tahun 80-an menunjukkan fakta bahwa


rata-rata usia menarke 50 tahun yang lalu adalah 16,2 tahun. Studi pada 1166
remaja puteri umur 12-16 tahun di Inggris menunjukkan usia menarke 12 tahun
11 bulan, dibandingkan 20-30 tahun yang lalu yaitu pada usia 13 tahun. Studi
yang dilakukan di Amerika juga menunjukkan adanya penurunan usia menarke

1-3 bulan per decade. Selama 20 tahun terakhir ini di Moscow, usia menarke
meningkat dari 12 tahun 6 bulan menjadi 13 tahun terutama bagi mereka yang
berbadan kurus dan aktivitas yang tinggi .Di Indonesia remaja puteri
mengalami menarke pada usia 9-12 tahun. Hal ini memperlihatkan
kecenderungan menarke menuju usia yang lebih muda. Penelitian Susanto
menunjukkan bahwa rata-rata usia menarke menurun dari 13 tahun ke 10 tahun
pada 2009, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Desmeri tentang umur
menarke puteri di Kabupaten Siak mengalami penurunan dari 12 tahun menjadi

10 tahun dan penelitian yang dilakukan Simanjuntak tentang umur menarke


remaja puteri di Sibolga Medan mengalami penurunan pula dari 14 tahun
menjadi 11 tahun.Penurunan usia menarke yang terjadi pada remaja putri di
dunia saat ini sangat berkaitan erat dengan adanya faktor endogen dan
eksogen.28

2.7.3 Pubertas Terlambat

Pubertas terlambat diartikan sebagai setiap anak perempuan berusia 13


tahun atau anak laki-laki berusia 14 tahun tanpa tanda-tanda perkembangan
seksual sekunder.7Literatur lain mendefinisikan pubertas terlambat sebagai tidak
adanya manifestasi fisik pematangan seksual (pembesaran testis pada anak laki-
laki atau perkembangan payudara pada anak perempuan) pada usia kronologis 2-
2,5 SD di atas usia rata-rata awitan pubertas.7

Universitas Kristen Krida Wacana


21

Pubertas terlambat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu:37

a) hypogonadotropic hypogonadism (HH)

b) hypergonadotropic hypogonadism

c) penundaan konstitusional pubertas (CDP).

Etiologi pubertas yang terlambat bisa bawaan atau didapat, dengan CDP
menjadi penyebab paling umum dari pubertas yang tertunda pada anak laki-laki,
meskipun hanya dapat didiagnosis sebagai diagnosis akhir. Pubertas terlambat
juga akan terjadi pada kasus kegagalan gonad primer dan pada pasien dengan
gangguan yang menyebabkan berkurangnya tingkat gonadotropin, yaitu, tumor
sistem saraf pusat. 37

Dokter yang memeriksa harus memutuskan pasien mana yang mengalami


keterlambatan konstitusional dalam pertumbuhan dan tumbuh kembang remaja
dengan pasien yang mana yang memiliki penyakit organik. Perkembangan
pubertas harus dievaluasi secara klinis dan biokimia.7

Seorang pasien dengan keterlambatan perkembangan seksual sekunder


yang perawakannya lebih pendek dibandingkan dengan teman sebaya tetapi secara
konsisten mempertahankan kecepatan pertumbuhan normal pada tulang dan yang
perkembangan skeletalnya terlambat lebih dari 2 SD dari rata-rata, mempunyai
kemungkinan memiliki keterlambatan konstitusional dalam pubertas. Riwayat
keluarga dengan pola perkembangan serupa pada orang tua atau saudara kandung,
dan adrenarke yang terlambat juga mendukung diagnosis. Umumnya, tanda
pubertas akan muncul setelah pasien mencapai usia 11 tahun (anak perempuan)
atau 12 tahun (laki-laki), tetapi variasi terjadi. Pasien dengan keterlambatan
konstitusional pada masa remaja biasanya akan secara spontan mewujudkan
perkembangan seksual sekunder dengan 18 tahun usia kronologis.38

Pasien yang tidak berkembang melalui perkembangan secara tepat waktu


(anak perempuan harus mengalami menstruasi dalam 5 tahun setelah payudara
tumbuh; anak laki-laki harus mencapai tahap ke-5 perkembangan pubertas sekitar
4,5 tahun setelah awitan) harus dievaluasi untuk hipogonadisme. Jika diagnosis
tidak jelas , proses diagnostik diferensial dimulai dengan penentuan apakah
plasma gonadotropin meningkat (karena kegagalan gonad primer) atau menurun

Universitas Kristen Krida Wacana


22

(karena hipogonadisme sekunder atau tersier atau pubertas tertunda


konstitusional).39

2.8 Pubertas Prekoks

Pubertas prekoks adalah pubertas yang terjadi pada usia yang lebih muda
daripada awitan pubertas pada umumnya, yaitu pada umur 8 tahun pada anak
perempuan dan 9 tahun pada anak laki-laki. Batasan umur untuk pubertas prekoks
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Batch dan Jensen pada anak
perempuan dan laki-laki di Europa.30 Sedangkan Albrecht L, Styne mengatakan
bahwa pubertas prekoks terjadi sebelum usia 9 tahun pada anak laki-laki, sebelum
usia 7 tahun pada anak perempuan yang berkulit putih dan sebelum usia 6 tahun
pada anak perempuan yang berkulit hitam. Hal ini berdasarkan hasil penelitian
pada anak-anak di California.40 Pubertas prekoks ditandai dengan cepatnya dari
perkembangan karakteristik seks sekunder, maturasi tulang, penghentian
pertumbuhan tinggi badan, perubahan fisik dan psikologis yang abnormal.41

Pada penelitian di Europa tahun 1960 dengan studi cross-sectional


memperlihatkan awitan usia normal pada pubertas (95% anak yang diteliti berada
pada stadium 2 Tanner) antara 8-13 tahun pada anak perempuan dan 9-13 tahun
pada anak laki-laki.42 Dan memperlihatkan batasan usia untuk pubertas prekoks
pada anak perempuan yaitu sebelum usia 6 tahun yang berkulit hitam, sedangkan
sebelum usia 7 tahun pada yang berkulit putih.42 Penelitian yang dilakukan di
Denmark tahun 2008 didapati prevalensi pubertas prekoks meningkat dari waktu
ke waktu pada anak perempuan (0,2%) maupun laki-laki (0,05%).43

Di Indonesia, prevalensi pubertas prekoks diperkirakan 1 : 5000 hingga 1 :


10.000, dengan kecenderungan wanita lebih banyak daripada lelaki. Namun akhir-
akhir ini rujukan pubertas prekoks di klinik endokrinologi anak dilaporkan
semakin meningkat 1,5 hingga 2 kali lipat dibandingkan yang pernah dilaporkan
20 hingga 30 tahun yang lalu, dengan variasi penyebab dan bentuk klinis yang
memerlukan strategi manajemen yang berbeda sesuai penyebab dan bentuk
klinisnya.44

Universitas Kristen Krida Wacana


23

2.3.1 Klasifikasi Pubertas Prekoks

Dalam klasifikasi pubertas prekoks oleh Styne telars prematur


digolongkan sebagai variasi perkembangan pubertas.4 Sedangkan Sizonenko,
menggolongkannya sebagai pubertas prekoks parsial (inkomplet) yang harus
dibedakan dengan pubertas prekoks sentral dan pubertas prekoks semu
(pseudopubertas prekoks).22

Pubertas prekoks sentral terjadi karena maturasi dini dari aksis


hipotalamus, hipofisis dan gonad. Frekuensi terjadinya pubertas prekoks sekitar
1/5000-1/10,000.48,49 Dimana paling sering dijumpai pada anak perempuan,
perbandingan antara anak perempuan dan laki-laki antara 3:1 dan 23:1.50

Penyebab pubertas prekoks sentral yaitu idiopatik, faktor lingkungan dan


mimikri hormonal dimana terjadi peningkatan aktivitas esterogen. Produk
kecantikan, makanan dan obat insektisida dapat menyebabkan pubertas prekoks
sentral karena mempengaruhi aksis hipotalamus, hipofisis dan gonad.50

2.3.2 Etiologi

Tabel 2.3 Etiologi Pubertas Prekoks.49


2.3.3 Diagnosis

Anamnesis diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang awitan dari


tanda-tanda pubertas prekoks, progesivitas dan pertumbuhan yang terjadi dalam 6-
12 bulan terakhir yang ditandai dengan karakteristik seks sekunder (jerawatan,

Universitas Kristen Krida Wacana


24

kulit berminyak, ereksi, mimpi basah dan menstruasi) sebagai tanda dari pubertas.
Riwayat pubertas anggota keluarga juga diperlukan. Stadium pubertas
menggunakan metode Tanner-Marshall untuk pemeriksaan fisik dan evaluasi
antropometri yang diukur dari berat badan, tinggi badan dan IMT. Pertumbuhan
terjadi lebih cepat 75% pada anak yang menderita pubertas prekoks.51 Evaluasi
hormonal dengan mengukur nilai LH dan FSH. Pemeriksaan lainnya yang dapat
digunakan adalah USG pelvik untuk melihat apakah terdapat kista/tumor, dan
MRI untuk melihat apakah terdapat tumor intrakranial.52

2.9 Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Usia Pubertas

2.9.1 Genetik

Faktor genetik berperan penting dalam awitan pubertas, ditunjukkan


dengan usia pubertas yang sama diantara anggota populasi etnis, keluarga, dan
kembar monozigot. Di perkirakan 50% – 80% variasi usia awitan pubertas
ditentukan oleh faktor genetik.53

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa variasi dalam usia awitan


pubertas dapat dipengaruhi oleh sifat genetik yang tidak mengikuti pola pewarisan
klasik Mendel dari suatu lokus tunggal, tapi lebih merupakan suatu sifat genetik
komplek yang disebabkan oleh variasi berbagai gen.54 Seminara mendapatkan
bahwa gen GPR54 yang terletak pada lengan pendek kromosom 19, yaitu
kromosom 19p13.3 mempunyai peran yang sangat penting terhadap sekresi
hormon GnRH dan terjadinya pubertas.54 Mutasi pada gen GPR54 menyebabkan
terjadinya keterlambatan pubertas, dan infertilitas yang dapat dikoreksi dengan
pemberian hormon GnRH eksogen.

GPR54, suatu anggota keluarga rhodopsin dari reseptor protein G yang


urutannya sangat mirip dengan anggota kelompok reseptor Galanin.55 Meskipun
galanin dan peptida yang menyerupai galanin tidak tampak berikatan dengan
GPR54, peptida-peptida endogen kisspeptin yang disandi oleh gen KiSS-1
terbukti memperlihatkan aktivitas agonis. Diantara peptida

Universitas Kristen Krida Wacana


25

yang berasal dari produk KiSS-1, decapeptide kisspeptin-10 menunjukkan


aktivitas yang paling kuat dalam mengaktivasi GPR54. Aktivasi GPR54
mengakibatkan peningkatan kadar kalsium intraseluler, yang menyebabkan
pelepasan GnRH.

Shahab mendapatkan pemberian kisspeptin-10 secara intravena dan


intraventrikular pada kera remaja jantan dapat menyebabkan peningkatan tajam
sekresi LH, dengan peningkatan kadar LH darah > 25 kali lipat dalam 30 menit
setelah pemberian yang bertahan selama 2 – 3 jam.56 Hal ini menunjukkan bahwa
aktivasi reseptor GPR54 hipothalamus sebelum pubertas menginduksi sekresi
GnRH secara prekoks. Selain itu didapatkan juga bahwa selama pubertas terjadi
peningkatan ekspresi mRNA KiSS-1 secara bermakna pada hipothalamus.

Berdasarkan Messanger hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa efek


kisspeptin terhadap aksis hipothalamus-hipofisis-gonad terjadi melalui kerjanya
secara langsung pada GPR54 dan mengakibatkan pelepasan hormon GnRH.
Disimpulkan juga bahwa GPR54 berperan sebagai titik pengendali utama aksis
reproduksi serta kisspeptin sebagai efektor neurohormonal.56

Pubertas dipengaruhi genetik dan faktor lingkungan. Pada saat ini


setidaknya terdapat 17 mutasi gen yang berbeda yang mempunyai keterkaitan
dengan kelainan pubertas. Mutasi gen tersebut mempengaruhi nervus olfaktorius
yang menyebabkan anosmia/hyposmia dan hypogonadotropic hypogonadism
(sindrom Kallman). Dasar teori penciuman dan fertilitas erat hubungannya dengan
hormon GnRH. Mutasi gen lain seperti kisspeptin-GPR54 juga mempengaruhi
perkembangan pubertas secara langsung maupun tidak langsung. Pada penelitian
di Amerika serikat tahun 2007, sekitar 30% gangguan pubertas disebabkan karena
genetik. Hal ini memperlihatkan pengaruh genetik sangat besar terhadap
kematangan reproduksi individu.57

Banyak penelitian juga yang menunjukkan hubungan genetik dengan


awitan menstruasi, dimana menggunakan data retrospektif dan data dari keluarga (
seperti ibu kandung, kakak perempuan atau saudara kembar perempuan).58 Pada
penelitian yang dilakukan oleh Henderso, et al menunjukkan bahwa faktor genetik

Universitas Kristen Krida Wacana


26

berpengaruh 95% pada awitan menstruasi dimana pada penelitian ini menguji
beberapa varian genetik (GNRH, GNRHR, GPR54, KISS1, LEP, LEPR, FGFR1,
KAL1, PROK2, dan PROKR2).59Awitan menarke pada anak perempuan
dikaitkan juga dengan varian gen LIN28B.60 LIN28B adalah gen yang meregulasi
menarke melalui mikro-RNA. Dimana mutasi pada gen ini dapat menyebabkan
pubertas prekoks ataupun pubertas lambat.61

Penelitian oleh Palmert juga memperlihatkan efek genetik sekitar 50-80%


pada awitan pubertas. Palmert juga memperlihatkan bahwa varian genetik ini
bukan diturunkan secara Mendelian pada satu lokus namun pada suatu kompleks
gen.54

2.9.2 Riwayat Prenatal

Paparan luar terhadap intrauterin dan pola pertumbuhan dapat


menyebabkan pemograman jalur endokrin, metabolisme, dan reproduksi dari janin.
Hipotesis Barker tentang asal-usul janin atau dikenal juga sebagai "thrifty gene" ;
menyatakan bahwa dalam adaptasi in utero dengan pajanan lingkungan tertentu,
seperti kekurangan gizi, dapat merubah struktur dan fungsi berbagai organ,
jaringan, dan sistem tubuh.62

a) Berat Badan Gestasional Maternal

Indeks massa tubuh sebelum hamil yang lebih besar kemungkinan besar
terkait secara kausal dengan berat lahir anak yang lebih besar dan BMI anak, yang
berhubungan dengan pubertas lebih dini dan usia yang lebih dini saat menarke.
Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa adipositas ibu yang lebih besar dan
berat badan gestasional yang lebih besar dikaitkan dengan pubertas lebih awal
pada anak perempuan.63,64
Pada tahun 2009, data tindak lanjut dari Collaborative Perinatal Study
(1959-1966) menemukan bahwa anak perempuan dengan ibu obesitas memiliki
peningkatan risiko menarke dini (<12 tahun) dibandingkan dengan anak

Universitas Kristen Krida Wacana


27

perempuan dengan ibu berat badan normal atau kurang. 65 Pada tahun 2011, data
dari anak perempuan yang ibunya berpartisipasi dalam Nurses Health Study
(1946-1965) menunjukkan bahwa berat badan gestasional ibu dikaitkan dengan
usia anak perempuan saat menarke, yaitu adanya peningkatan risiko menarke
dini.66

Pada tahun 2012, data dari anak perempuan yang ibunya berada dalam
National Longitudinal Study of Youth 1979 (NLSY79; 1979-1994) digunakan
untuk memperkirakan efek IMT anak perempuan pada waktu menarke. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa IMT ibu gestasional yang lebih tinggi
memprediksi usia menarke anak perempuannya lebih awal, dan bahwa IMT
prapubertas dipengaruhi oleh IMT gestasional ibu yang tinggi dan berat badan
gestasional yang tinggi, serta berat lahir anak perempuan.67

Mekanisme yang menjelaskan hubungan antara IMT gestasional ibu yang


tinggi dan usia menarke dini pada anak perempuan belum dipahami dengan baik.
Salah satu kemungkinan adalah bahwa ukuran janin memainkan peran penting, di
mana bayi besar untuk usia kehamilan (LGA) lebih mungkin menjadi anak
perempuan yang kelebihan berat badan, yang akan memiliki peningkatan risiko
menarke lebih ini. IMT ibu sebelum kehamilan yang lebih tinggi telah dikaitkan
dengan bayi LGA; namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran janin tidak
berpengaruh pada hubungan antara IMT pra-kehamilan dengan menarke. Sejak
penemuannya pada tahun 1994, peran hormon leptin juga telah diketahui dalam
kaitannya dengan awitan dan perkembangan pubertas. Leptin diproduksi terutama
dari adiposit, dan konsentrasi dalam serum sangat terkait dengan keseluruhan
lemak tubuh. Konsentrasi leptin serum juga telah terbukti meningkat dengan
perkembangan pubertas pada anak perempuan, mungkin melalui perannya dalam
pematangan hormon gonadotropin-releasing pulsatile yang mengarah ke
menstruasi. Eksposur yang lebih tinggi pada leptin maternal in-utero, serta
hormon endokrin lainnya, termasuk insulin, faktor pertumbuhan I seperti insulin
(IGF-I), dan hormon pertumbuhan dapat memainkan peran dalam menentukan

jalur ini.65,68
Universitas Kristen Krida Wacana
28

b) Preeklampsia dalam Kehamilan

Preeklampsia adalah salah satu penyebab paling umum restriksi


pertumbuhan janin intrauterine (IUGR).69 Berat badan lahir rendah dikaitkan
dengan gangguan status metabolik setelah lahir yang mengakibatkan pertumbuhan
pubertas dini. Oleh karena itu, preeklampsia berpotensi berkontribusi pada awal
pubertas. Namun, tidak ada bukti yang jelas tentang hubungan komplikasi
kehamilan ini dengan usia menarke.70

Beberapa peneliti menemukan hanya sedikit penurunan usia menarke pada


anak perempuan dari ibu dengan riwayat preeklampsia.71 Analisis univariat data
terbaru menunjukkan bahwa paparan estrogen endogen rendah di utero selama
preeklampsia dapat menurunkan usia menarke.72

c) Merokok dalam Kehamilan

Merokok, dalam beberapa populasi, telah menjadi paparan non-genetik


yang tersebar luas, baik selama kehamilan dan masa kanak-kanak. Dan paparan
rokok termasuk tiga bentuk: asap tembakau pranatal , asap tembakau lingkungan
masa kanak-kanak , dan kedua asap tembakau pranatal dan asap tembakau
lingkungan masa kanak-kanak. Penelitian oleh Fukuda melaporkan menarke
sebelumnya pada anak perempuan yang relatif muda dengan paparan asap
tembakau pranatal.73

Yermachenko melakukan meta-analisis berdasarkan studi cross-sectional


dan studi kohort untuk mempelajari hubungan antara paparan asap tembakau
pranatal dan usia menarke. Itu menyarankan bahwa merokok kehamilan dapat
menurunkan usia usia menarke.74

Dengan ibu yang tidak merokok yang digunakan sebagai tingkat referensi,
ibu yang melaporkan merokok selama kehamilan menunjukkan bahwa paparan
asap rokok pada saatprenatal meningkatkan kemungkinan usia menarke maternal.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia menarke ibu di antara anak-anak
yang ibunya melaporkan merokok 'kadang-kadang' selama kehamilan, berpotensi

Universitas Kristen Krida Wacana


29

mencerminkan berbagai tingkat merokok yang kemungkinan besar termasuk


dalam kategori itu. Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa asap tembakau
pranatal mungkin dan berhubungan secara negatif dengan usia menarke pada anak
perempuan, yang menyarankan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan dapat
mempercepat dimulainya menarke anak perempuan.75

Mekanisme di mana paparan merokok mempengaruhi waktu pubertas


belum cukup jelas. Ini mungkin karena perokok menunjukkan konsentrasi
estradiol (E2) yang lebih rendah dalam darah mereka, menghasilkan jumlah oosit
yang lebih rendah, mungkin memiliki pengurangan hingga 50% dalam tingkat
implantasi dan berpotensi menjalani kematian sel terprogram dini pada sel
ovarium.76 Ketika merokok berlanjut ke kehamilan, masalah hormonal ini
berlanjutan, dengan perokok menunjukkan tingkat estriol dan E2 yang lebih
rendah dalam air seni mereka dan dengan kemungkinan vasokonstriksi yang
disebabkan oleh nikotin yang mengurangi aliran darah ke plasenta dan janin.77

Sementara rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, kadmium


logam berat telah ditemukan pada konsentrasi yang lebih tinggi di ovarium dari
kedua tikus dan manusia. Kadmium juga dapat mempengaruhi janin secara
langsung sebagai jejak telah ditemukan di plasenta janin yang sedang berkembang
dan folikel rambut bayi yang baru lahir terkena rokok.78

Jenis paparan ini diduga menyebabkan perubahan perkembangan pada


janin termasuk perubahan jalur saraf yang dapat menciptakan risiko lebih besar
gangguan hiperaktif defisit perhatian, kesulitan belajar, masalah perilaku, dan
peningkatan risiko kecanduan nikotin.79 Ini juga dapat menyebabkan peningkatan
risiko obesitas dan diabetes tipe II, yang mungkin terkait dengan menarke
sebelumnya, karena perempuan dengan IMT yang lebih tinggi diprediksi akan
mencapai pubertas lebih awal.80

Studi pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa paparan asap


tembakau pranatal mengubah produksi hormon seks dan gonadotrophin, yang
semuanya merupakan bahan kimia penting pada masa pubertas.81 Untuk wanita,
paparan asap tembakau pranatal dapat berpotensi berdampak pada jumlah folikel
primordial pada masa pubertas dan volume uterus.82 Dan kedua paparan asap

Universitas Kristen Krida Wacana


30

tembakau pranatal dan paparan tembakau lingkungan terhadap nikotin


mengakibatkan disfungsi ovarium yang tertunda pada wanita dewasa.Untuk laki-
laki, beberapa penelitian besar melaporkan bahwa merokok sedang atau berat
dalam kehamilan mengurangi ukuran testis dan jumlah sperma keturunan laki-laki
pada dewasa sebesar 20-40%.83

2.9.3 Berat Badan Lahir

Ada peningkatan minat pada efek pertumbuhan intrauterin, berat lahir dan
kecepatan pertambahan berat badan dini pada program janin dan perkembangan
pubertas selanjutnya. Dalam satu penelitian, status small for gestational age
(SGA) ditemukan menjadi faktor risiko independen untuk idiopatik pubertas
prekoks sentral (CPP) pada anak perempuan.84

Dalam sebuah studi oleh Lazar dkk. mengikuti kelompok 76 anak yang
small for gestational age (SGA) (berat lahir <-2 SD) dan 52 anak dengan
appropriate for gestasional age (AGA) dari awal masa bayi sampai selesainya
pubertas, semua anak memasuki pubertas pada usia normal, tetapi anak-anak
small for gestational age (SGA) secara signifikan mulai pubertas lebih awal dari
anak-anak appropriate for gestasional age (AGA), dan perbedaan signifikan pada
kedua jenis kelamin.84

Hasil yang sama diperoleh oleh François dan de Zegher di 13 pasang


saudara kandung diskordan yang lahir dari kehamilan gemelli, triplet atau
kuadruplet (satu dari setiap pasangan adalah small for gestational age (SGA) dan
appropriate for gestasional age (AGA). Pada usia 8 tahun, tingkat DHEAS yang
lebih tinggi diamati hanya pada anak-anak small for gestational age (SGA) yang
cocok dengan saudara appropriate for gestasional age (AGA) mereka untuk berat
badan saat ini. Sebaliknya, pada anak-anak small for gestational age (SGA) yang
berat badannya tetap lebih rendah dari –2 SD pada usia 8 tahun, kadar DHEAS
serum lebih rendah daripada di appropriate for gestasional age (AGA)
bersaudara.85
Universitas Kristen Krida Wacana
31

Restriksi pertumbuhan intrauterina (IUGR) adalah suatu kondisi, yang

dapat menyebabkan pubarke prematur, sindrom ovarium polikistik, dan infertilitas.

Anak perempuan yang small for gestational age (SGA) memiliki tahap awal

telarke daripada mereka yang appropriate for gestasional age (AGA). Anak

perempuan dengan small for gestational age (SGA) dan appropriate for
gestasional age (AGA) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam BMI dan
tingkat androgen di tahap prapubertas. Ini umumnya mendukung hipotesis bahwa
small for gestational age (SGA) menyebabkan pubertas dini.3

Di antara penyebab yang mungkin mendasari asosiasi ini adalah


peningkatan adiposit sentral, penurunan sensitivitas insulin dan peningkatan kadar
IGF-I antara usia 2 dan 4 tahun.82 Pada anak-anak dari studi Avon Longitudinal
Study of Parents and Children (ALSPAC), kombinasi berat badan lahir rendah
dan peningkatan berat badan postnatal yang cepat diperkirakan meningkatkan
total dan pusat adipositas dan tingkat IGF-I yang lebih tinggi pada usia 5 tahun,
dan sensitivitas insulin yang lebih rendah pada 8 tahun.86

Pola metabolisme dan hormonal ini umum terjadi pada anak-anak small
for gestational age (SGA) dengan berat badan berlebih pada anak usia dini.
Resistensi insulin dan IGF-I tingkat tinggi bebas merangsang sekresi androgen
adrenal dan perkembangan pubertas prekoks.Resistensi insulin, yang mengarah
pada peningkatan pesat pertumbuhan dan peningkatan berat badan berlebih pada
anak-anak yang lahir di small for gestational age (SGA), mungkin menunjukkan
hubungan antara maturasi seksual awal dan small for gestational age (SGA).
Berat badan lahir rendah dapat terjadi dari tiga kondisi yang berbeda:87

a) IUGR yaitu ketika janin tidak dapat mencapai parameter ukuran tubuh yang
ditentukan secara genetik karena beberapa proses patologis yang mengarah ke
hipoksia kronis
b) small for gestational age (SGA) termasuk semua kasus IUGR dan janin
normal yang memiliki berat kecil yang ditentukan secara genetik

c) Prematuritas

Universitas Kristen Krida Wacana


32

Ketiga kondisi ini memanfaatkan jalur yang berbeda dan oleh karena itu
dapat memiliki implikasi berbeda dalam usia menarke maternal. Meskipun
demikian, dalam kebanyakan penelitian, berat badan lahir rendah (<2.500 g)
dianggap sebagai fenotip tunggal, yang dapat menyebabkan bias pada hasil.87

Hipotesis "thrifty gene" menyatakan bahwa anak-anak small for

gestational age (SGA) dilahirkan dengan kebutuhan untuk mengambil


keuntungan dari kalori dan karena itu akan menambah berat badan lebih mudah
mempromosikan peningkatan BMI dan pubertas lebih awal. Pengamatan bahwa
berat lahir rendah saja tidak meningkatkan peluang seorang anak untuk pubertas
lebih awal tetapi itu menjadi lebih panjang dan lebih ringan saat kelahiran,
menunjukkan bahwa di bawah nutrisi dan kemungkinan kenaikan berat badan
postnatal yang cepat dapat membentuk disregulasi metabolik.88

2.9.4 Status Gizi

Status gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pubertas.


Definisi status gizi sendiri adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan makanan yang mengandung zat gizi dengan
kebutuhan. Untuk menentukan status gizi remaja digunakan indikator Indeks
Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Indikator IMT/U direkomendasikan sebagai
indikator status gizi terbaik untuk remaja. IMT diperoleh dengan membagi berat
badan dalam kilogram dengan kuadrat. tinggi badan dalammeter. Massa tubuh
merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya pubertas.89

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO,


yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan
bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1–25,0; dan untuk
perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat
defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO
menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan.
Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk
kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan

Universitas Kristen Krida Wacana


33

untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang


dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa
negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk
Indonesia adalah sebagai berikut.89

Tabel 2.4. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut Departemen Kesehatan RI. 89

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0


(Underweight) Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,4
ringan
Normal 18,5 – 25,0

Gemuk (Obesitas) Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0


Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Prevalensi obesitas pada anak saat ini meningkat. Penambahan berat badan
sebagian besar merupakan hasil dari kombinasi beberapa faktor, khususnya
paparan lingkungan obesogenik pada latar belakang genetic yang rentan.90 Anak-
anak dengan obesitas yang berhubungan dengan gaya hidup, tinggi badannya
cenderung tinggi sepanjang masa kanak-kanak. Proses ini diakibatkan oleh
tingginya nutrisi sehingga meningkatkan kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-
1). Namun, anak-anak ini setelah dewasa umumnya mencapai tinggi akhir normal.
Sebaliknya, anak-anak dengan penyebab genetik atau hormonal dengan obesitas,
tinggi badan saat dewasa sering lebih pendek dari pada yang diharapkan dari
ketinggian orangtua biologis mereka. Poin-poin ini menunjukan bahwa faktor-
faktor yang mengatur pertumbuhan anak, perkembangan pubertas dan komposisi
tubuh berhubungan erat.91,92

Mekanisme potensial yang mendasari hubungan antara obesitas dan usia


pubertas dini pada anak perempuan masih tidak jelas. Adipositas berperan pada
inisiasi pubertas sentral, sehingga obesitas mungkin terkait dengan aktivasi dari
GNRH dan inisiasi pubertas sentral. Jaringan adiposa mengandung aromatase,
yang dapat menghasilkan estrogens dari prekursor androgen adrenal (misalnya
androstenedione).90Teori menyebutkan bahwa obesitas juga terkait dengan
resistensi insulin dan hiperinsulinemia, hiperandrogen, dan leptin. 1) Resistensi

Universitas Kristen Krida Wacana


34

insulin pada subjek dengan obesitas dikaitkan dengan kompensasi


hiperinsulinemia dan penurunan kadar hormon di hati, yaitu sex hormone binding
protein (SHBG), sehingga kadar estrogen meningkat dan menginduksi terjadinya
perkembangan payudara. (2) Obesitas sering disertai dengan reaksi peradangan
yang meningkatkan sitokin dan meningkatkan sintesis androgen; perubahan kadar
androgen tersebut dapat mempercepat perkembangan pubertas dini, seperti yang
terlihat pada pasien dengan hiperplasia adrenal kongenital. (3) Penelitian
menunjukkan bahwa kadar leptin berkorelasi positif dengan obesitas, yang
mungkin terkait dengan resistensi leptin, sementara leptin juga menstimulasi
sekresi gonadotropin pulsatil sentral dan memicu waktu pubertas dini dengan
berikatan dengan reseptor di neuron GnRH.91,92

Teori diatas telah dibuktikan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan


pada siswi SMPN 10 di Tegal oleh Adilla P, dimana proporsi siswi yang
mengalami menarke paling banyak dialami oleh siswi dengan status gizi gemuk.
Sebanyak 87,1% siswi yang status gizinya gemuk sudah mengalami menarke.
Melaluianalisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
status gizi dengan status menarke dengan nilai p = 0,000. Semakin tinggi nilai
IMT, usia usia menarke akan semakin dini.93Begitu pula dengan penelitian yang
dilakukan oleh Siswianti YA di SDN Cikaret 01 Cibinong, dimana terdapat
hubungan antara IMT dengan menarke (p=0,02).94 Penelitian yang dilakukan oleh
Bralic I et al di Dalmatia, Croatia pada anak perempuan menunjukan bahwa
terdapat hubungan antara overweight/obesitas dengan menarke dini. Penelitian ini
juga menunjukan bahwa pada anak perempuan yang underweight akibat malnutrisi
atau aktivitas ekstrim dapat menyebabkan terhambatnya pubertas.95 Penelitian ini
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandhu J di Christ Hospital dan
Heger et al di Eropa Tengah.96

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rini EA dan Desdamona A


pada murid SD di Padang. Anak laki-laki dengan overweight, lebih cepat
mengalami usia pubertas daripada gizi baik. Anak perempuan dengan obesitas,
usia pubertasnya paling cepat dan gizi kurang usia usia pubertas paling lambat.
Namun secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara IMT dengan usia
Universitas Kristen Krida Wacana
35

usia pubertas, baik pada anak laki-laki (p=0,8) maupun pada anak perempuan
(p=0,08).

Temuan lain yang umum ditemukan adalah adanya hubungan antara


menarke dini dan berat badan (Christensen et al).98 Studi yang menggunakan
populasi yang berbeda dari gadis-gadis dari seluruh dunia telah menunjukkan
bahwa perempuan dengan Body Mass Index (BMI) yang lebih tinggi dan
persentase yang lebih besar dari lemak tubuh umumnya mulai pubertas lebih awal
daripada anak perempuan yang memiliki BMI rata-rata (Labayen et al; Vink et
al).99,100 Currie dkk memeriksa data dari gadis remaja di 34 negara di Eropa dan
Amerika Utara. Ada hubungan yang konsisten antara BMI dan usia menarke di
antara gadis usia15 tahun di setiap negara.101 Temuan ini memberikan bukti
bahwa obesitas di masa kanak-kanak adalah faktor risiko untuk pubertas dini pada
anak perempuan dan menyumbang banyak variasi lintas-nasional dalam usia saat
menarke.

2.9.5 Status Sosial Ekonomi

Di negara berkembang masih didapatkan kecenderungan penurunan usia


usia pubertas, yang mungkin disebabkan oleh perubahan standar kehidupan.
Selain itu masih terdapat perbedaan status sosial ekonomi dan gaya hidup di
pedesaan dan perkotaan, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan usia usia
pubertas. Status sosial ekonomi keluarga mempengaruhi status gizi anak, dan anak
dengan status gizi baik akan mengalami pubertas lebih awal.44,102,103

Pada penelitian yang dilakukan terhadap 502 siswa SD di semarang. Usia


pubertas secara bermakna lebih awal di perkotaan (124±10) bulan dibandingkan di
pedesaan (131±11) bulan. Usia pubertas terjadi lebih awal pada kelompok sosial
ekonomi tinggi (p<0,001) dengan proporsi 30,8%.13Penelitian Indaryani dan
Woro tahun 2009 pada 502 anak perempuan di sekolah dasar Gajahmungkur
(perkotaan) dan Getasan (pedesaan) Semarang juga memperlihatkan usia usia
pubertas secara bermakna lebih awal pada anak perempuan yang tinggal di
perkotaan (124 ± 10 bulan) dibandingkan dengan yang tinggal di pedesaan (131 ±

Universitas Kristen Krida Wacana


36

11 bulan), p < 0,001 dengan menggunakan uji t-tidak berpasangan. Usia usia
pubertas terjadi lebih awal pada kelompok sosial ekonomi tinggi (p < 0,001) dan
kelompok indeks massa tubuh tinggi (p < 0,001).104Penelitian yang dilakukan
oleh Lusiana tahun 2012 pada siswa kelas VII dan VIII SMP PGRI Pekan baru
juga mendapatkan hubungan yang signifikan (p value <0,05) OR=5,65 dengan
usia usia pubertas dengan status sosial ekonomi tinggi sebanyak 40 siswi
(64,5%).14Di Kenya berdsarkan penelitian oleh Kulin HE tahun 1989 pada 347
anak perempuan juga memperlihatkan bahwa usia usia pubertas di daerah
perkotaan kurang dari 10 tahun, sedangkan di daerah pedesaan (10,6±2,4)
tahun.105Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Gillet R terhadap anak
perempuan berumur 6-18 tahun di Tonga Zambia menyebutkan awitan pubertas
pada anak perempuan yang ditandai dengan pertumbuhan payudara di perkotaan
11,47 tahun, sedangkan di pedesaan 13,15 tahun.106

Kondisi sosial ekonomi yang cukup juga berhubungan dengan kemudahan


untuk mendapatkan bahan makanan yang berkualitas, di antaranya protein hewani
dan lemak jenuh. Makanan sumber protein pada awal kehidupan dapat
mempengaruhi waktu pubertas karena rasio yang tinggi antara protein hewani dan
nabati pada usia 3-5 tahun berhubungan dengan terjadinya menarke dini.102
Pacadara M dalam penelitiannya di Kosovo menyebutkan faktor sosial ekonomi
menyebabkan asupan makanan yang berbeda secara kualitas dan kuantitas. Anak
yang mendapat asupan makanan yang kurang mengalami menarke 13,29 tahun
sedangkan yang mendapat asupan makanan yang baik mengalami menarke 12,91
tahun.107

2.9.6 Pola Diet

Nutrisi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi


perkembangan pubertas. Mengkonsumsi makanan sehat yang cukup dan seimbang
selama semua fase pertumbuhan (masa bayi, masa kanak-kanak dan pubertas)
tampaknya diperlukan baik untuk pertumbuhan yang tepat dan perkembangan
pubertas yang normal. 108

Universitas Kristen Krida Wacana


37

Pola dietseimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung


zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh yaitu jenis
kelamin, umur dan status kesehatan. Pola diet seimbang bagi anak sekolah
dipenuhi setiap hari dengan makanan yang beraneka ragam. Perubahan komposisi
tubuh dan peningkatan aktivitas fisik anak sekolah memerlukan asupan pola diet
seimbang. Secara umum menu makanan yang seimbang dengan komposisi energi
dari karbohidrat 50% - 65%, protein 10% - 20%, dan lemak 20% - 30%.108

Pada anak usia 7-9 tahun, kecukupan energi sehari adalah 1850 kkal,
sebaiknya energi yang diperoleh dari sarapan 617 kkal. Pada anak laki-laki usia
10-12 tahun, kecukupan energi sehari adalah 2100 kkal, sebaiknya energi yang
diperoleh dari sarapan 700 kkal, sedangkan pada anak perempuan usia 10-12
tahun, kecukupan energi sehari adalah 2000 kkal, sebaiknya energi yang diperoleh
dari sarapan sebaiknya 667 kkal. 109

Pangan Jajan Anak Sekolah 2013 dibagi menjadi empat kelompok


berdasarkan kebiasaan jajan anak sekolah, yaitu : 109

1. Makanan sepinggan adalah kelompok makanan utama yang dapat disiapkan


di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di kantin, seperti gado-gado, nasi
uduk, mi ayam, lontong sayur, dan lain-lain.

2. Camilan/kudapan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu


makan. Makanan camilan terdiri dari:

a. Makanan camilan basah meliputi pisang goreng, lumpia, lemper, risoles,


dan lain-lain.

b. Makanan camilan kering meliputi keripik, biskuit, kue kering, dan lain-
lain.

3. Minuman, meliputi:

a. Air minum, baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri;


b. Minuman ringan, yang dalam kemasan (teh, minuman sari buah,
minuman berkarbonasi, dan lain-lain) dan yang tidak dikemas (es sirup
dan teh);

c. Minuman campur, seperti es buah, es cendol, es doger, dan lain-lain.

Universitas Kristen Krida Wacana


38

4. Buah termasuk salah satu jenis makanan sumber vitamin, mineral dan serat
yang penting untuk anak sekolah. Buah-buahan biasa dijual dalam bentuk
utuh seperti pisang, jambu, jeruk dan dalam bentuk kupas atau potongan
seperti pepaya, nenas, melon, mangga.

Pola diet ini terlibat dalam waktu pubertas, mungkin dalam salah satu dari
3 cara: asupan lemak tinggi, gula tinggi, dan obesitas karena konsumsi kalori
tinggi. Konsumsi makanan cepat saji, seperti makanan yang digoreng, telah secara
meyakinkan terkait dengan obesitas dan peningkatan berat badan yang cepat,
prediktor potensial usia dini saat menarke dan penanda pubertas lainnya.110

Ada tiga kategori utama dari produk makanan dan suplemen, yang dapat
mempengaruhi waktu pematangan seksual wanita: yang mengandung lemak
hewani atau protein, produk kedelai, dan produk yang diperkaya dengan suplemen
seperti serat makanan , kalsium, dan vitamin D.111,112

a) Air Susu Ibu (ASI)

Pola diet pada masa bayi dan balita penting untuk kesehatan reproduksi.
Ada bukti bahwa menyusui dapat mencegah berat badan berlebih pada masa
kanak-kanak.117 Mengingat kemungkinan hubungan antara obesitas dan usia
pubertas, ada kemungkinan bahwa menyusui dapat menurunkan risiko pubertas
dini.114

Penelitian yang dilakukan oleh Kale A dkk pada 1237 anak perempuan
usia 6-8 tahun di New York, Cincinnati, dan San Francisco menguji pengaruh
pemberian ASI dengan susu formula, serta durasi menyusui, yang berpengaruh
terhadap perkembangan payudara dan rambut pubis anak perempuan. Pada
penelitian ini didapatkan hasil yang signifikan untuk perkembangan payudara (P
<0,005), tetapi tidak signifikan untuk rambut pubis (p> 0,5). Pemberian ASI
eksklusif disertai durasi yang lebih lama terkait dengan lebih lambatnya usia
perkembangan payudara. Dibandingkan dengan perempuan yang diberi susu
formula, usia usia payudara lebih lambat untuk anak perempuan yang minum

Universitas Kristen Krida Wacana


39

kombinasi ASI dan susu formula, bahkan lebih lambat lagi untuk anak perempuan
yang hanya diberi ASI, yang menunjukkan kemungkinan efek dosis ASI terhadap
awitan pubertas.115

Beberapa penelitian lain juga telah meneliti hubungan antara menyusui


dan usia pubertas, dengan hasil yang tidak konsisten. Dalam sebuah penelitian
anak-anak Hong Kong China, menyusui (didefinisikan sebagai tidak pernah,
parsial, atau eksklusif ≥3 bulan) tidak terkait dengan usia saat
pubertas.116,117Demikian juga, tidak ada hubungan antara durasi menyusui dan
usia menarke terhadap kelompok anak perempuan di Filipina pada penelitian
kohort.118 Di sisi lain, susu formula selama masa awal kehidupan bayi dapat

meningkatkan berat badan dan usia menarke dini pada orang Asia.119

Dalam penyelidikan prospektif terhadap 994 gadis Filipina, setiap bulan


pemberian ASI eksklusif dikaitkan dengan kemungkinan menarke menjadi 6%
lebih rendah selama periode follow-up setelah disesuaikan dengan karakteristik
sosioekonomi, maternal, dan kelahiran.106Bertentangan dengan studi ini,
penelitian terhadap 770 anak laki-laki Filipina didapatkan hasil bahwa mereka
yang disusui saat bayi memiliki kecepatan pertumbuhan tinggi badan yang lebih
cepat sejak lahir sampai 6 bulan, yang berbanding terbalik dengan masa pubertas,
daripada anak laki-laki yang tidak mendapat ASI.118

b) Susu Formula

Ada tiga kategori utama dari produk makanan dan suplemen, yang dapat
mempengaruhi waktu maturasi seksual wanita: mengandung lemak hewani atau
protein, produk kedelai, dan produk yang diperkaya dengan suplemen seperti serat,
kalsium, dan vitamin D.120-124

Susu sapi merupakan produk hewani yang paling umum digunakan oleh
para gadis sebelum mencapai menarke. Kandungan protein, kalsium, dan mineral
yang sangat tinggi dari susu sapi dapat menjadi pemicu pertumbuhan pada masa
awal bayi.125Protein hewani dapat merangsang insulin 1 growth factor (IGF-1),
pengatur utama pertumbuhan pada manusia.Efek dari konsumsi susu sapi pada

Universitas Kristen Krida Wacana


40

maturasi seksual paling terlihat hanya pada saat periode pertumbuhan sedang aktif,
misalnya, pada anak usia dini dan remaja.121,127

Dalam beberapa tahun terakhir, produk kedelai untuk anak-anak menjadi


semakin populer bahkan di daerah di mana kedelai bukan merupakan bagian dari
pola diet tradisional.124Beberapa isoflavon kedelai diketahui mengganggu fungsi
endokrin secara ringan. Isoflavon dapat menembus sawar plasenta dan
disekresikan dalam ASI. Selain dalam bentuk susu, kacang kedelai juga diolah
dalam bentuk makanan. Selama dua dekade terakhir, makanan yang terbuat dari
kacang kedelai telah meningkat popularitasnya di banyak negara barat karena
sebagian kesadaran tentang manfaat kesehatan yang diusulkan dari makanan ini.
Kedelai mengandung protein, asam lemak esensial, isoflavon, dan serat makanan.
Isoflavon berikatan dengan reseptor estrogen dan menggunakan efek seperti
estrogen dalam kondisi tertentu dengan demikian, paparan isoflavon dapat
mempengaruhi maturasi seksual anak-anak.127

Beberapa penelitian mengenai efek paparan kedelai di awal kehidupan


pada usia menarke telah menghasilkan bermacam-macam hasil. Strom et al.
melaporkan hasil penelitiannya pada orang dewasa yang telah mengonsumsi susu
sapi dan susu kedelai pada masa bayi, yaitu tidak ada perbedaan usia usia menarke
antara kedua kelompok tersebut [95% CI, –0,32,0,26].128Penelitian yang
dilakukan oleh Gina S et al pada remaja putri advent menunjukan tidak ada
hubungan yang signifikan antara asupan kedelai dan usia usia menarke. Begitu
pula dengan risiko untuk usia usia menarke dini atau terlambat tidak memiliki
perbedaan yang signifikan baik pada kelompok yang mengonsumsi kedelai dalam
kadar tinggi maupun rendah.129

c) Vitamin D

IGF-I meningkatkan ekspresi GnRH pada percobaan invitro (laboratorium).


Meski pada intracerebroventricular pada IGF-I antibody mengakibatkan pubertas
yang tertunda pada tikus jantan; suntikan intraventricular IGF-I menguatkan
pubertas pada tikus betina. Sebaliknya sebuah penelitian terbaru darin76 remaja

Universitas Kristen Krida Wacana


41

prapubertas menunjukkan korelasi yang terbalik antara IGF-I dan 25(OH)D.


Meskipun bagaimana mekanisme vitamin D secara langsung dengan IGF-I belum
diketahui secara jelas. Namun vitamin D reseptor menunjkkan lagi bahwa ada
pengaruh reseptor vitamin D dibagian lain dari otak termasuk hipotalamus. Oleh
karena itu sangat memungkinkan bahwa vitamin D mempunyai peran yang belum
diketahui pada regulasi neuroendokrin dari golongan gonadotropic.130

Estrogen reseptor 1 (ESR 1) merupakan gen kandidat untuk usia menarke.


Studi pendahuluan di Yunani pada 13 orang remaja putri menunjukkan hubungan
antara gen ESR 1 dengan usia menarke. Sinyal estrogen sebagian besar dimediasi
dalam estrogen reseptor, termasuk estrogen reseptor α. Permulaan menstruasi
(menarke) dimulai oleh amplitudo meningkatnya paparan estrogen dari jaringan.
Karenanya dapat diasumsikan bahwa gen ESR 1 memiliki beberapa efek pada
menstruasi. Pada populasi di Cina, dilakukan pengamatan antara interaksi
potensial ESR 1 dan VDR , yang secara tidak langsung dapat menujukkan efek
potensial dari gen ESR 1. Walaupun mekanismenya masih belum jelas, namun
dari sudut pandang fisiologis, interaksi ini dapat dijelaskan sebagai berikut : suatu
region dari promotor estrogen yang responsive telah ditandai pada gen Vitamin D
reseptor (VDR), dan transkripsi dari promotor VDR tergantung pada estrogen
reseptor. Disisi lain vitamin D merupakan faktor penting dalam biosintesis
estrogen dan dapat mempengaruhi keseimbangan antara estrogen dan androgen.
Vitamin D dapat bertindak sepanjang jalur respon estrogen yang mempengaruhi
tingkat reseptor estrogen serta fungsinya.131,132

Awitan pubertas dini ini terjadi lebih banyak pada anak perempuan. Anak
perempuan biasanya pubertas pada usia 9-14 tahun. Hasil dari penelitian tersebut
mendapati sekitar 70% anak perempuan yang pubertas dini mengalami defisiensi
vitamin D yaitu kurang dari 20 ng/ml. Mekanisme defisiensi vitamin D
menyebabkan pubertas dini adalah adanya hubungan antara faktor pertumbuhan
(IGF-1) yang memodulasi awitan pubertas.122

Penelitian di San Fransisco yang dilakukan pada kelompok yang menderita


pubertas dini didapatkan 44% mengalami defisiensi vitamin D. Penelitian ini juga
melakukan pengujian terhadap aktivitas neuron N-methyl-D-
Universitas Kristen Krida Wacana
42

aspratate (NMDA) yang memicu pelepasan dari releasing gonadotropin releasing


hormone (GnRh). Hasilnya adalah defisiensi vitamin D menyebabkan supresi dari
aktivitas neuron GnRH.122

Sedangkan penelitian yang dilakukan pada anak perempuan yang


menderita pubertas dini di Colombia menunjukkan 57% mengalami defisiensi
vitamin D dibandingkan dengan kontrol yang juga mengalami defisiensi vitamin
D sekitar 23%. Hal ini disebabkan karena defisiensi vitamin D menyebabkan
pelepasan leptin yang merangsang GnRH yang bisa menyebabkan terjadinya
pubertas dini.130

d) Daging

Asupan daging juga telah terlibat dalam waktu pubertas. Di antara 3.298
gadis dari Inggris Barat Daya yang berpartisipasi dalam studi Avon Longitudinal
Study of Parents and Children(ALSPAC), mereka dengan asupan daging tertinggi
pada usia 3 dan 7 tahun memiliki peluang lebih besar untuk menarke pada usia
12,5 tahun dibandingkan dengan anak perempuan dalam daging terendah. Asupan
pada usia 10 tahun tidak terkait dengan menarke, yang bisa menunjukkan efek
spesifik usia. Dalam Bogota School Children Cohort, asupan daging merah pada
usia 8 tahun, rata-rata berbanding terbalik dengan usia saat menarke di antara 456
anak perempuan.132Anak perempuan yang mengkonsumsi daging merah
setidaknya dua kali sehari memiliki probabilitas menarke 64% lebih tinggi secara
statistik, lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan dengan frekuensi
asupan daging merah pada <4 kali per minggu. Investigasi lain menemukan
bahwa anak perempuan yang mengonsumsi daging pada usia 9–15 tahun
mencapai menarke rata-rata 6 bulan lebih awal daripada perempuan dengan pola
diet vegetarian pada masa kanak-kanak.122

Suatu penelitian kohort oleh Jansen dkk. melaporkan bahwa anak


perempuan yang mengkonsumsi daging merah ≥ 2 kali / hari memiliki usia yang
jauh lebih dini saat menarke dibandingkan mereka yang mengonsumsi daging
merah < 4 kali per minggu. Hal ini menunjukkan frekuensi asupan daging merah

Universitas Kristen Krida Wacana


43

terbukti berbanding terbalik dengan usia saat menarke (HR = 1,64, 95% CI =
1,11-2,41).122

Beberapa bukti menunjukkan bahwa asupan daging yang lebih tinggi


selama masa kanak-kanak mungkin terkait dengan usia pubertas dini karena
peningkatan ekspresi faktor pertumbuhan yang dimediasi oleh protein.118

Dalam model percobaan pada hewan, pemberian intraventrikular dari IGF-


I atau IGF-I antibodi mengubah waktu usia pubertas pada hewan dan peningkatan
ekspresi GnRH in vitro dalam keberadaan IGF-I dan aktivasi sumbu GH / IGF-I
sebelum awitan sekresi pulsatil gonadotropin pada monyet menunjukkan peran
sumbu GH / IGF-I pada masa pubertas. IGF-I dapat memodulasi sistem reproduksi
melalui efek luas pada hipotalamus, hipofisis, dan ovarium oleh tindakan
endokrin, parakrin, dan autokrin berdasarkan perkembangan dan status hormonal.
Selanjutnya, IGF-I memainkan peran dalam pembentukan folikel ovarium dan
meningkatkan FSH-mediated steroidogenesis.133

e) Lemak

Lemak menghasilkan energi tertinggi karena setiap 1 gram asupan lemak


akan menghasilkan 9 kkal energi. Pada umumnya lemak merupakan trigliserida
yang terdiri dari gliserol dan asam-asam lemak. Asam lemak dikelompokkan
menjadi asam lemak jenuh (asam palmitat dan asam stearat), dan asam lemak
tidak jenuh (omega-3 (misalnya asam linolenat, asam dokosaheksaenoat/DHA)
dan omega-6 (asam linoleat, asam arakidonat/ARA). Asam lemak tidak jenuh
sangat dibutuhkan anak-anak terutama untuk proses pertumbuhan, termasuk pada
perkembangan otak. Pangan sumber lemak/minyak secara umum dibedakan
menjadi dua, yaitu nabati (tumbuhan) dan hewani (hewan). Pangan sumber lemak
nabati yaitu minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, minyak kedelai,
minyak kacang tanah, berbagai kacang, kemiri, alpukat, durian dan margarin.
Pangan sumber lemak hewani antara lain kuning telur, daging sapi, daging
kambing, daging ayam, udang, ikan, hati, susu, mentega dan keju. Komposisi
konsumsi lemak yang dianjurkan dalam sehari adalah 2 bagian pangan sumber

Universitas Kristen Krida Wacana


44

lemak nabati dan 1 bagian pangan sumber lemak hewani. Konsumsi lemak
berlebih dalam waktu lama dapat mengakibatkan peningkatan berat badan dan
berlanjut menjadi kegemukan (obesitas). Bagi anak yang telah mengalami
obesitas sebaiknya dibatasi konsumsinya tidak lebih dari 5 (lima) sendok makan
setiap hari.110

Hasil penelitian untuk menentukan hubungan total asupan lemak selama


masa kanak-kanak dan usia pubertas tidak konsisten. Sementara beberapa
penelitian telah melaporkan hubungan terbalik antara total asupan lemak pada usia
1-2 tahun atau 8-12 tahun dan usia saat pubertas, yang lain telah menemukan
kurangnya asosiasi.126

Dalam studi kohort dan studi kasus kontrol pada gadis Kanada, asupan
prepubertal dari asam lemak tak jenuh tunggal berbanding terbalik dengan usia
saat menarke.Dalam studi ALSPAC, asupan asam lemak tak jenuh ganda total
pada usia 3 tahun terkait dengan usia lebih dini pada menarke. Maclure dkk
menemukan bahwa asupan asam lemak omega-3 berbanding terbalik dengan usia
saat menarke, sedangkan asam linolenat tidak berhubungan dengan usia usia
menarke.134

Pola diet yang tidak sehat, tinggi dalam makanan manis dan camilan,
minuman manis, dan gorengan, ditemukan secara signifikan berhubungan positif
dengan pubertas prekoks baik pada anak laki-laki atau perempuan. Pola diet ini
mengandung asupan lemak tinggi, gula tinggi, dan kalori tinggi. Konsumsi
makanan cepat saji, seperti makanan yang digoreng, telah dikaitkan secara
meyakinkan dengan obesitas dan kenaikan berat badan yang cepat yaitu suatu
prediktor potensial usia dini saat menarke dan penanda pubertas lainnya. Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa asupan lemak memiliki pengaruh potensial
terhadap metabolisme estrogen dan mungkin terkait dengan waktu permulaan

pubertas.109
Universitas Kristen Krida Wacana
45

f) Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber utama zat tenaga/energi. Di dalam tubuh


setiap 1 g karbohidrat dapat memberikan energi sebesar 4 kkal. Pada umumnya,
karbohidrat terdiri dari karbohidrat sederhana, yaitu monosakarida (glukosa,
fruktosa, galaktosa), disakarida (sukrosa, laktosa, maltosa), karbohidrat komplek
(polisakarida seperti pati, glikogen, selulosa), pektin, dan lignin.110

Sumber karbohidrat sederhana adalah berbagai jenis tepung dan gula,


sedangkan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (misalnya beras,
jagung, gandum); umbi-umbian (misalnya ubi jalar, ubi kayu/singkong, talas,
kentang); sagu; pisang; dan hasil olahannya (misalnya combro, pisang goreng,
getuk, lontong, biskuit). Konsumsi karbohidrat sederhana akan segera
menghasilkan tenaga/energi, namun akan cepat habis sehingga akan cepat merasa
lapar. Oleh karena itu, sebaiknya mengonsumsi karbohidrat kompleks agar rasa
kenyang lebih lama. Kekurangan karbohidrat pada anak sekolah dapat
menyebabkan mudah lelah, mudah terkena infeksi, dan kurang konsentrasi.
Konsumsi karbohidrat sederhana, terutama gula, sebaiknya dibatasi 4 (empat)
sendok makan setiap hari, hal ini karena kelebihan energi tersebut akan disimpan
dalam bentuk lemak sehingga menimbulkan kegemukan (obesitas).110

g) Minuman Manis

Konsumsi minuman ringan beraroma gula juga berhubungan positif


dengan risiko pubertas lebih awal. Dalam sebuah penelitian prospektif yang
dilakukan di Amerika Serikat, asupan minuman manis dikaitkan dengan
perkembangan seksual dini pada 5.583 anak perempuan. Anak perempuan
premenarke yang mengkonsumsi>1,5 porsi manuman manis per hari pada usia 9-
14 tahun memiliki probabilitas 24% lebih tinggi secara statistik yang signifikan
selama follow-up daripada gadis yang mengkonsumsi ≤2 porsi minuman manis
mingguan setelah disesuaikan untuk karakteristik sosiodemografi dan maternal,
fisik aktivitas, dan total asupan kalori.109 Hubungan ini tidak selalu dikaitkan

Universitas Kristen Krida Wacana


46

dengan gula tetapi mungkin terkait dengan senyawa lain yang ada dalam minuman
ini, termasuk kafein. Dalam studi prospektif lain dari anak perempuan dari
Amerika Serikat, setiap deviasi standar asupan kafein pada usia 10 tahun terkait
dengan risiko 22% lebih tinggi dari menarke dini (<11 tahun) setelah disesuaikan
untuk variabel perancu potensial.110 Minuman manis dapat menyebabkan
peningkatan konsentrasi insulin yang bersirkulasi dalam tubuh secara cepat. Studi
menemukan konsumsi minuman manis lebih sering menjadi faktor prediktif dari
menarke dini melalui perubahan metabolik pada mekanisme jalur yang dimediasi
insulin dan peningkatan regulasi hormon, di samping peningkatan IMT.109

h) Serat tumbuhan

Serat juga dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk membantu


mempermudah proses buang air besar. Serat pangan larut air yang umumnya
terdapat dalam buah, kacang dan sereal berfungsi untuk memperlambat
penyerapan glukosa, kolesterol dan garam empedu di dalam usus halus, sehingga
menurunkan kadar gula dan kolesterol darah. Sedangkan serat pangan yang tidak
larut air dapat membantu memudahkan buang air besar yang bersumber dari sayur
dan buah.110

Studi cross-sectional untuk mengeksplorasi hubungan antara pubertas pola


diet dan pubertas prekoks pada anak-anak 6-12 tahun di Shanghai berpendapat
bahwa pola diet tradisional, yang mengandung lebih banyak sayuran, buah-
buahan, daging merah, daging putih, dan makanan laut dan air, tidak terkait
dengan perkembangan seksual baik laki-laki atau perempuan. Hipotesis bahwa
konsumsi buah dan sayuran yang lebih besar dapat dikaitkan dengan usia pubertas
tidak dini terutama di kalangan anak perempuan karena adanya kandungan
115
phytoestrogen, lignin, dan flavonol.
Penelitian ini adalah studi cross-sectional untuk mengeksplorasi hubungan
antara pubertas pola diet dan dewasa sebelum waktunya pada anak-anak 6-12
tahun di Shanghai, Cina. Tiga pola diet utama diidentifikasi menggunakan analisis

Universitas Kristen Krida Wacana


47

faktor eksploratori: pola diet tradisional, pola diet tidak sehat, dan pola diet
protein. Pola diet yang tidak sehat ditemukan secara signifikan terkait erat dengan
pubertas sebelum waktunya baik pada anak perempuan dan laki-laki. Tigapola
diet berkontribusi pada 47,31% dari variasi total. Temuan ini serupa dengan
penelitian sebelumnya yang mengidentifikasi 4 komponen dari data frekuensi
makanan yang menjelaskan 29,2% variasi makanan. Temuan saat ini berpendapat
bahwa pola diet tradisional, yang berat pada sayuran, buah-buahan, daging merah,
daging putih, dan makanan laut dan air, tidak terkait dengan perkembangan
seksual baik laki-laki atau perempuan setelah penyesuaian untuk pembaur, karena
satu-satunya positif hasil pada anak laki-laki mungkin dianggap berasal dari
ukuran sampel kecil dari kelompok berusia 6 tahun. Itu dihipotesiskan bahwa
konsumsi buah dan sayuran yang lebih besar dapat dikaitkan dengan usia pubertas
nanti di kalangan anak perempuan karena 2 fitoestrogen, lignin, dan

flavonol.108,133

i) Junk food

Istilah junk food mengacu pada makanan cepat saji yang mudah dibuat dan
cepat dikonsumsi. Makanan tersebut tidak ada nilai gizi dan sering tinggi lemak,
garam, gula, dan kalori. Junk food termasuk makanan ringan asin, makanan cepat
saji goreng, dan minuman berkarbonasi. 135

Kandungan gula dan lemak jenuhnya yang tinggi dan ditambah dengan
kandungan zat adiktif seperti monosodium glutamate, tatrazine yang memiliki
efek negatif bagi tubuh jika dikonsumsi.Makanan yang dikategorikan sebagai junk
food biasanya mengandung sodium, saturated fat, dan kolesterol. Beberapa junk
food juga mengandung gula dan bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi
tubuh.136
Universitas Kristen Krida Wacana
48

Berikut merupakan kandungan utama yang sering ditemukan dalam makanan


ringan yang termasuk junk food: 137

i. Karbohidrat: Kandungan gula bebas umumnya ditemukan tinggi dalam


minuman berkarbonasi dan makanan manis yang ditawarkan oleh restoran
makanan cepat saji.

ii. Lemak: Junk food seperti keripik kentang, burger, pizza, ayam goreng, dan
lain-lain memiliki kandungan lemak tinggi. Kandungan trans fat tertinggi
pada kentang goreng (8,1% dari total lemak) diikuti oleh mi instan (4,6%
dari total lemak) dan keripik kentang (4,5% dari total lemak). Hubungan
antara lemak jenuh dan trans fat dengan peningkatan risiko penyakit
jantung sudah terbukti. Ada juga bukti bahwa risiko diabetes tipe 2 secara
langsung terkait dengan konsumsi lemak jenuh dan trans fat dan
berbanding terbalik dengan lemak tak jenuh ganda dari sumber nabati.
Trans fat adalah istilah umum untuk lemak tak jenuh dengan asam lemak
trans-isomer (E-isomer). Trans fatty acids (TFA) adalah isomer geometri
dari asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh
ganda (PUFA) yang memiliki setidaknya satu gugus yang tidak
terkonjugasi (terganggu oleh setidaknya satu gugus metilen), ikatan
rangkap karbon-karbon dalam konfigurasi trans lebih daripada konfigurasi
cis yang lebih umum. Konfigurasi trans memiliki efek pada sifat
fungsional dan fisiokimiawi dari asam lemak yang mempengaruhi
metabolisme asam lemak pada manusia. Tingginya kadar TFA adalah
masalah kesehatan masyarakat karena beberapa bukti yang
menghubungkan TFA dengan penyakit jantung koroner.

iii. Garam: Jumlah garam makanan yang dikonsumsi merupakan faktor


determinan penting dari tingkat tekanan darah dan risiko penyakit
kardiovaskular secara umunya. Asupan garam tidak boleh lebih dari 6 g
per orang per hari. WHO merekomendasikan asupan garam kurang dari 5
gram per orang per hari karena memiliki dampak besar pada penurunan
tekanan darah dan penyakit kardiovaskular.
Universitas Kristen Krida Wacana
49

2.9.7 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah program latihan atau kegiatan yang dilakukan seperti
: lari, senam, balet dan lain-lain.Anak dikatakan aktif melakukan aktivitas bila
melakukan 1 atau lebih kegiatan olahraga dan dilakukan lebih dari 1 jam selama
3-5 kali per minggu.Pengeluaran energi melalui aktivitas fisikdiketahui
mempengaruhi usia menarke. Olahraga yang intensif cenderung menurunkan
kadar gonadotropin dan produksi hormon di ovarium.Di bawah kondisi
pengeluaran energiyang berlebihan, akan terjadi fase luteal yang lebih pendek,
kadar FSH yang lebih rendah, dan kadar prolaktin yang lebih tinggi yang dapat
menyebabkan penundaan awitan pubertas.

Dari hasil penelitian Maidartati (2013) terdapat hubungan antara aktifitas


fisik dengan menarke pada anak usia 9–12 tahun di SDN Banjarsari II Bandung.
Hal ini berarti bahwa aktivitas fisik atau olah raga secara berlebihan maka akan
memperlambat anak mendapatkan mentruasi pertamanya (menarke).145Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Burhannudin
(2002) di Sulawesi Selatan tentang hubungan aktivitas fisik dengan menarke. Dari
hasil penelitiannya didapatkanbahwa terdapat hubungan aktifitas fisik dengan
menarke.138

Menurut Soetjiningsih (2004), program latihan yang berat yang dilakukan


secara adekuat atau berlebihan tanpa disertai pola makan yang baik dapat
menimbulkan kelelahan dan kehilangan nafsu makan yang akhirnya kehilangan
berat badan. Dengan BB dan komposisi tubuh atlet yang lemak tubuh kurang
sampai dibawah normal atau bahkan kehilangan lemak secara drastis akan
mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan produksi hormon
estrogennya juga akan menurun sehingga terjadi amenore.138

Menurut Henderson (2005), atlet wanita yang yang latihannya dimulai


sebelum usia umumnya terjadi menarke biasanya akan mengalami keterlambatan
menarke. Mereka akan lebih sering menunjukan gejala amenore atau memiliki
periode yang tidak teratur selama pelatihan fisik yang berat dibandingkan dengan
rekan nya yang memulai latihan setelah melewati usia menarke. Kelaianan siklus

Universitas Kristen Krida Wacana


50

menstruasi umumnya terjadi pada atlet dengan masa tubuh yang distribusi
lemaknya sangat rendah.138 Dari penelitian Lee EY, Carson V, John C di South
Korean mendapatkan hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan
menarke sebanyak 38,2 %.

2.9.8 Pestisida

Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) mempengaruhi jalur


neuroendokrin bersaing dengan hormon estrogen dan merangsang pelepasan
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). DDT dikaitkan dengan menarke pada
anak perempuan sekitar 3 sampai 4 tahun dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal
ini tidak menunjukkan efek yang cukup besar pada pubertas..139

Pemeriksaan klinis pada 145 anak dengan pubertas dini di Belgia,


menemukan bahwa anak-anak yang lahir di negara asing di mana DDT secara luas
digunakan menunjukkan hubungan yang kuat dengan pubertas dini. Vasiliu,
Karmausand Muttineni, memeriksa konsekuensi penggunaan DDE pada ibu hamil
di danau Michigan dan menunjukkan tingkat DDE yang lebih besar selama
kehamilan dan tercatat bahwa paparan dikaitkan dengan penurunan usia pada
menarke.140

Manusia terpapar banyak pestisida melalui aktivitas dan pekerjaan


sehari-hari. Lebih dari 100 senyawa pestisida telah diidentifikasi sebagai
pengganggu endokrin dan konsumsi manusia dari mereka hampir empat kali lipat
dalam 40 tahun terakhir. Beberapa ulasan yang sangat bagus menggambarkan
banyak bahan kimia berbeda dalam pestisida. Bagian ini berfokus pada
dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) dan metabolitnya dichlorodiphenyl
dichloroethane (DDE). Meskipun DDT dilarang di AS pada 1970-an, namun
masih digunakan di negara-negara berkembang. Selain itu, masih dapat ditemukan
di seluruh dunia karena disimpan di jaringan adiposa dengan paruh waktu rata-rata

10 tahun.86
Universitas Kristen Krida Wacana
51

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa paparan DDT dan metabolitnya


DDE terkait dengan usia pubertas dini sebagaimana dibuktikan oleh menarke atau
thelarche sebelumnya. Salah satu penelitian tersebut mengevaluasi anak-anak
yang didiagnosis dengan CPP dan menemukan kadar DDE plasma yang lebih
tinggi pada mereka yang diadopsi atau berimigrasi dari negara asing dibandingkan
dengan yang berasal dari negara tersebut. Hal ini mengarahkan penulis untuk
menyimpulkan bahwa anak-anak terpapar pestisida lingkungan yang lebih tinggi
di negara-negara sebelumnya yang menghasilkan CPP. Penelitian lain telah
mengevaluasi kadar DDT ibu yang ekstrapolasi dan hubungan dengan waktu
menarke pada anak perempuan yang terpajan. Wanita yang terpajan dengan
tingkat DDE yang lebih tinggi dalam utero (oleh 15 mcg) mencapai menarke pada
usia yang lebih muda daripada wanita dengan tingkat paparan yang lebih rendah.
Namun, signifikansi asosiasi menghilang ketika berat badan di menarke
dikendalikan. Karena peningkatan berat diketahui berkontribusi pada pubertas
lebih dini pada wanita, tidak diketahui apakah DDT menginduksi perubahan
pubertas secara intrinsik atau melalui peningkatan berat badan.

Penelitian lain telah menyanggah temuan di atas dan menunjukkan tidak


ada hubungan paparan DDT dengan perkembangan pubertas sebelumnya.
Demikian pula, anak perempuan di New York City dievaluasi pada usia 9 tahun
untuk tahap perkembangan payudara dan tidak ada hubungan yang ditemukan
dengan tingkat DDE. Terakhir, dampak paparan DDT prenatal pada
perkembangan pubertas pada anak laki-laki diperiksa dengan menggunakan serum
ibu yang disimpan. Tidak ada hubungan antara kadar DDT ibu sebelum
melahirkan dan tinggi badan, BMI, usia tulang, serum testosteron atau DHEAS
ditemukan. Karena penelitian yang tersedia yang menyelidiki efek pestisida pada
waktu pubertas adalah tidak konsisten maka sulit untuk membuat kesimpulan
suara. Ini juga berlaku untuk banyak pengamatan mengkhawatirkan lainnya yang
berkaitan dengan kesehatan manusia di mana paparan EDC telah terlibat sebagai
memiliki efek kausatif potensial. Ini termasuk epidemi obesitas dan diabetes saat
ini, meningkatkan tingkat cryptorchidism pada bayi laki-laki serta tingkat
kesuburan menurun, kualitas air mani dan berat lahir di AS dan di tempat lain .
Universitas Kristen Krida Wacana
52

Faktor-faktor lebih lanjut yang menyulitkan bidang penelitian ini adalah bahwa
EDC kemungkinan memiliki kemampuan mengganggu endokrin yang berbeda
pada konsentrasi yang berbeda, jumlah paparan, periode perkembangan dan
susunan kimia yang tepat. Terlepas dari hambatan yang sulit ini, studi lebih lanjut
sangat penting.86

2.9.9 Stimulan Eksternal (Ketertarikan lawan Jenis dan Media Dewasa)

Media seperti televisi memberikan kontribusi terhadap pendidikan seksual


untuk anak dan remaja. Tidak hanya tontonan televisi yang menayangkan
seksualitas, pemasangan iklan juga mengandung tayangan yang berbau
seksual.Banyak remaja yang tidak hanya terpapar hal yang berbau seksual secara
ekplisit melalui televisi, tetapi juga melalui video, lirik musik populer, dan situs
internet.141

Stimulan eksternal mempengaruhi usia menarke. Rangsangan kuat dari


luar seperti film, sinetron, buku-buku bacaan, dan majalah bergambar seksi,
godaan dan rangsangan dari kaum pria akan mengakibatkan kematangan seksual
yang lebih cepat pada diri anak. Rangsangan seksual secara langsung dengan cara
melihat aktivitas seksual menyebabkan hipotalamus mensekresi hormone yang
secara spesifik akan mempengaruhi proses maturasi organ reproduksi.

Banyak ahli fisiologi tubuh dan juga psikolog yang menyatakan bahwa
entah bagaimana, atau melalui mekanisme seperti apa, informasi berbau seks yang
banyak terdapat di media massa baik cetak maupun elektronik saat ini telah
memicu perubahan di otak yang mengakibatkan awal perkembanganseksual yang
semakin dini, yang juga berarti umur menarke yang menjadi semakin cepat
sehingga anak-anak gadis yang terpapar dengan stimulan eksternal sebelum ia
mengalami menarke , usia menarkenya akan menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan anak-anak yang tidak terpapar stimulan eksternal sebelum ia menarke.141
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adilla P, didapatkan hasil dimana
tidak terdapat hubungan bermakna antara keterpaparan media dewasa dengan
status menarke (p=0,249). Sebanyak 81% siswi yang terpapar media dewasa

Universitas Kristen Krida Wacana


53

sudah mengalami menarke. Untuk siswi yang tidak terpapar media dewasa,
sebanyak 71,7% siswi sudah mengalami menarke. Selain itu, tidak didaptakan
juga hubungan yang bermakna antara ketertarikan lawan jenis dengan status
menarke. Sebanyak 78,8% siswi yang tertarik lawan jenis sudah mengalami
menarke. Untuk siswi yang tidak tertarik lawan jenis sebanyak 78,9% siswi sudah
mengalami menarke keterpaparan lawan jenis. Responden dikategorikan terpapar
jika sudah berpacaran sebelum mengalami menarke.93 Penelitian ini sama dengan

penelitian Damayanti (2001) dan Ginarhayu (2002).142,143

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliasari S pada siswi


kelas V dan IV di SD Muhamadiyah Yogyakarta, dimana terdapat hubungan
antara keterpaparan media dewasa dengan usia menarke. Pada penelitian ini
diketahui hasil penelitian dari 34 responden bahwa dari 11 siswi yang terpapar
media, 60,5% diantaranya mengalami menarke dini dan 45,5% diantaranya
mengalami menarke normal.144 Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Aryati (2002) dan Harpini (2003), dimana terdapat hubungan antara
keterpaparan media dewasa dan ketertarikan lawan jenis dengan status
menarke.145,146

2.9.10 Usia Menarke Ibu

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses


pertumbuhan. Faktor genetik antara lain termasuk faktor bawaan yang normal dan
patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila faktor
genetik dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan optimal maka akan
menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula.147

Usia menarke dapat dipengaruhi oleh kombinasi dari faktor genetik, fisik,
emosional dan lingkungan. Usia menarke anak cenderung mirip dengan usia
menarke ibunya.Setiap manusia akan mewariskan suatu karakteristik dari generasi
ke generasi. Masing-masing anak akan memiliki kode genetik yang didapat dari
orang tua nya. Hal ini tidak menutup kemungkinan apabila ibu mengalami
menarke pada usia normal, maka anaknya akan mengalami menarke pada usia

Universitas Kristen Krida Wacana


54

yang normal. Sebaliknya, apabila ibu mengalami menarke lebih cepat/lambat,


maka kemungkinan besar anaknya akan mendapatkan menarke lebih cepat/lambat
juga.148

Penelitian yang dilakukan oleh Lusiana tahun 2012 pada 62 siswi kelas VII
dan VIII SMP PGRI Pekanbaru menunjukkan ada hubungan yang dignifikan
antara usia menarke ibu dengan usia menarke anaknya dengan OR = (95% CI :
1,50-20,35).14Rizki D tahun 2017 juga melakukan penelitian tentang pengaruh
usia menarke ibu dengan usia menarke anak pada 45 siswi di SD Muhammadiyah
Worobrajan 3 Kota Baru Yogyakarta didapatkan siswi paling banyak yang
mengalami menarke pada usia ≤ 12 tahun dengan usia menarke ibu 12 sampai 14
tahun sebanyak 14 orang (31,1%) dan sebagian kecil lainya usia menarke ibu 10
sampai 11 tahun sebanyak 11 orang (24,4%), sedangkan paling banyak siswi yang
mengalami menarke pada ≤ 11 tahun dengan menarke ibu 12 sampai 14 tahun
sebanyak 11 orang (15,5%) dan sebagian kecil lainya sebanyak 3 orang
(6,7%).149Penelitian yang dilakukan oleh Naeimeh tahun 2016 pada 2000 anak
perempuan berumur 9-18 tahun di Iran juga menunjukkan hubungan yang
signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke anak (p=0.001). 150

Sedangkan penelitian Rigon tahun 2010 di Italia menunjukkan tidak ada


hubungan yang signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke anak
(p=0.85).127

2.10 Dampak Pubertas Dini

Percepatan usia pubertas akan menyebabkan percepatan perubahan


hormonal secara kualitatif dan kuantitatif, mengakibatkan pertumbuhan berat
badan dan tinggi badan yang cepat, perubahan bentuk dan komposisi tubuh serta
tampak ciri-ciri seks primer dan sekunder, yang menghasilkan boy into a man dan
girl into a woman.4 Pematangan seksual tidak selalu diikuti dengan kematangan
emosi dan psikologi yang sepadan dengan kematangan fisiknya, sehingga dapat
mengakibatkan berbagai masalah seperti kehamilan remaja, perilaku seks di luar

Universitas Kristen Krida Wacana


55

nikah, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual, masalah gizi, perawakan
pendek, penyakit kronik, masalah psikologis dan sebagainya.5

Penelitian yang dilakukan oleh Widen tahun 2012 pada 5058 subyek (2417
laki-laki dan 2641 perempuan) di Finlandia didapatkan hubungan antara usia usia
pubertas dengan terjadinya peningkatan berat badan (obesitas), glukosa darah
puasa, tekanan darah diastolik, pengingkatan kolestrol total, LDL, trigleserida,
dan terjadi penurunan HDL (p<0.002).15

Beberapa penelitian memperlihatkan hubungan antara awitan pubertas


dengan kelainan metabolik. Kelainan metabolik lebih sering dijumpai pada laki-
laki. Dimana pubertas dini meningkatkan risiko obesitas sentral pada laki-laki.159
Di penelitian lain menunjukkan hubungan pubertas dini dengan peningkatan
tekanan darah pada 135 laki-laki dan 148 perempuan.153

Pada penelitian tahun 2012 di Amerika pada 5,058 subjek (2,417 laki-laki
dan 2,641 perempuan) memperlihat terdapat hubungan antara pubertas dini
dengan kelainan metabolik pada masa yang akan datang. Dimana akan
menyebabkan beberapa kelainan seperti obesitas, diabetes melitus tipe 2, dan
penyakit kardiovaskular.153

Terdapat penelitian juga yang memperlihatkan hubungan antara pubertas


dini dengan risiko kanker payudara. Risiko meningkat antara 4-9%. Namun
mekanismenya belum jelas diketahui.154

Selain dari penyakit fisik, pubertas dini juga menyebabkan risiko tinggi
untuk terjadi gangguan makan dan cemas. Hal ini disebabkan karena pengaruh
hormonal yang terlalu dini pada seseorang sehingga mempengaruhi mekanisme
biologis dan psikosialnya.155Suatu penelitian memperlihatkan MRI pada 54 anak
yang menderita pubertas dini memiliki volume hipokampus, amigdala, dan sistem
limbik yang lebih kecil sehingga mempengaruhi emosional dan perilaku.156
Universitas Kristen Krida Wacana
56

2.11 Kerangka Teori


Universitas Kristen Krida Wacana
57

2.12 Kerangka Konsep


Universitas Kristen Krida Wacana
58

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik. Adapun desain


penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan cross-
sectional atau potong lintang, dimana pengumpulan data untuk variabel dependen
dan variabel independen dilakukan secara bersamaan melalui instrument kuisioner.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDN Tomang 11 Pagi pada bulan Agustus 2018.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswi yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.

1. Kriteria inklusi:

a) Siswi yang bersedia menjadi responden untuk penelitian.


b) Siswi yang hadir pada saat kuesioner diedarkan.

c) Siswi usia 8-12 tahun yang sudah pubertas

2. Kriteria eksklusi:

 Menderita penyakit kronik/berat



 Sedang mendapat pengobatan hormonal

 Siswi yang tidak memiliki ibu.

Universitas Kristen Krida Wacana


59

3.4 Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah


consecutive sampling. Besar atau banyaknya sampel yang digunakan dalam
penelitian ini dihitung dengan rumus:

n= jumlah sampel minimal

p: perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada populasi

q: 1-p

Zα: nilai untuk statistik zα pada kurva normal standar pada tingkat
kemaknaan (1,96)

d: presisi yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi (0,1)

Berdasarkan tabel 3.1, variabel yang digunakan untuk perhitungan


sampling adalah sumber informasi. Variabel tersebut digunakan karena memiliki
proporsi yang paling mendekati 0,5 dan menghasilkan sampling dengan jumlah
terbesar. Berikut adalah perhitungannya:

1,962. 0,605.0,395

n1 = = 91,80 dibulatkan menjadi 92 orang 0,12


Universitas Kristen Krida Wacana
60

Tabel 3.1 Penggunaan Rumus Sampling.

No Variabel Peneliti Judul Penelitian p Jumlah


(Tahun) sample
1 Usia Menarke Lusiana Faktor-faktor yang 0,311 82,17
Ibu berhubungan dengan dibulatkan
usia menarke siswi menjadi 83
SMP PGRI Pekanbaru orang
(2012)
2 IMT Adilla P Faktor-faktor yang 0,152 49,51
berhubungan dengan dibulatkan
status menarke pada menjadi 50
siswi SMPN 10 Tegal orang
tahun 2011. (2011)
3 Status Indaryani Hubungan usia 0,308 81,87
Ekonomi W, Susanto pubertas dan status dibulatkan
R, Susanto sosial ekonomi serta menjadi 82
JC status gizi pada anak orang
perempuan. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak
FK Universitas
Diponegoro RSUP. Dr.
Kariadi Semarang.
(2010)
4 Pola diet Chen C, Association between 0.171 54,46
dkk. Pola dietary Patterns dibulatkan
and Precocious menjadi 55
Puberty in Children: A orang
Population-Based
Study.
5 Aktivitas Fisik Lee EY, Pubertal development, 0,382 90,69
Carson V, physical activity, and dibulatkan
John C sedentary behavior menjadi 91
among South Korean orang
Adolescents.
6 Keterpaparan Yuliasari Hubungan paparan 0,605 91,80
media dewasa S media dengan usia dibulatkan
menarke pada siswi menjadi
kelas V dan VI di SD 92 orang
Muhammadiyah
Wirobrajan 3
Yogyakarta.

Universitas Kristen Krida Wacana


61

3.5 Bahan, Alat, Dan Cara Pengambilan Data

3.5.1 Bahan penelitian

Tidak ada.

3.5.2 Alat penelitian

Alat penelitian yang akan digunakan adalah kuesioner, yang berisi daftar
pertanyaan untuk responden tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan usia
pubertas pada siswi SDN Tomang 11 Pagi pada bulan Agustus 2018.

3.5.3 Cara penelitian

1. Pertama dilakukan uji validitas mengenai konten kuesioner.

2. Melakukan uji coba kuesioner di lapangan kepada 10 orang responden di


SD dan meliputi semua siswi usia 8-12 tahun.

3. Melakukan uji validitas kuesioner menggunakan SPSS.

4. Menyebarkan kuesioner yang sudah valid kepada 140 siswi SDN Tomang
11 Pagi usia 8-12 tahun.
5. Responden mempunyai kesulitan untuk membaca dan menulis akan
dibacakan kuesioner kepadanya dan diisi oleh peneliti. Data tentang usia
menarke ibu dan status ekonomi didapatkan melalui ibu responden dengan
cara menelfon. Data yang diperoleh yaitu data primer, yang didapatkan
dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh responden.

Universitas Kristen Krida Wacana


62

3.6 Variabel Penelitian

1. Usia Pubertas

2. Usia menarke ibu

3. Status Gizi

4. Sosial ekonomi

5. Pola diet

6. Aktivitas fisik

7. Keterpaparan media dewasa

3.7 Dana Penelitian

Fotokopi lembar kuesioner = Rp. 150.000

Bulpen (1 kotak) = Rp. 20.000

Transportasi = Rp. 50.000


Total = Rp. 420.000

3.8 Analisis Data


1. Analisa univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi


dan frekuensi dari variabel. Dan disajikan dalam bentuk tabel dan
diinterprestasikan.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menentukan hubungan antara satu


variabel dengan variabel lainnya. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-
square test, Kolmogorov smirnov.

Universitas Kristen Krida Wacana


63

3.9 Definisi Operasional

Definisi Operasional menjelaskan mengenai variabel-variabel dalam


penelitian beserta alat ukur, skala ukur, dan penilaian. Berikut penjabarannya:

1. Usia Pubertas

a) Definisi operasional: Usia pubertas saat timbulnya pubertas yang

dilihat dari salah satu kriteria berkut ini : menarke, pertumbuhan


rambut pubis dan payudara . Pubertas normal dimulai sekitar usia
10 tahun dan biasanya berlangsung 3-4 tahun.33

b) Alat ukur: Kuesioner (1 soal)

c) Cara ukur : Pengisian kuisioner

d) Skala ukur: Numerik

2. Gejala Pubertas

a) Definisi operasional: Tanda pubertas (menarke, pertumbuhan


rambut pubis, dan payudara) yang tampak pada respoden.28,29

b) Alat ukur: Kuesioner (3 soal)

c) Cara ukur : Pengisian kuisioner

d) Skala ukur: Nominal


Kode 1= Ya (Skor 1)
Kode 2= Tidak (Skor 0)

Tabel 3.2 Pertanyaan mengenai Tanda Pubertas yang Tampak pada Responden
Ya Tidak

1. Apakah kamu sudah mengalami menstruasi? 1 0

2. Apakah kamu sudah mengalami pertumbuhan payudara? 1 0

3. Apakah kamu sudah mengalami pertumbuhan rambut 1 0


kemaluan?

Universitas Kristen Krida Wacana


64

Dari tanda pubertas yang ada, tanda apa yang pertama kali muncul pada
diri anda?

a. Menstruasi

b. Pertumbuhan payudara

c. Pertumbuhan rambut kemaluan

3. Usia Menarke Ibu

a) Definisi operasional: Usia pertama kali ibu responden mendapat


menstruasi.

b) Alat ukur: Kuisioner (1 soal)

c) Cara ukur : Pengisian kuisioner

d) Skala ukur: Ordinal

Kode 1= Dini (8 ≤ usia ≤ 10 tahun)


Kode 2= Normal (11 ≤ usia ≤ 14 tahun)

4. Status Gizi

a) Definisi operasional: IMT responden dengan cara menghitung


berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan
dalam meter.91

b) Alat ukur: Alat timbang, stadiometer, kuisioner

c) Cara ukur : Pengisian kuisioner


d) Skala ukur: Ordinal Kode 1=
Obesitas (>25,0) Kode 2=
Normal (18,5 – 25,0) Kode 3=
Underweight (<18,5)

Universitas Kristen Krida Wacana


65

5. Sosial Ekonomi

a) Definisi operasional: Status sosial ekonomi yang dinilai


berdasarkan tingkat pendidikan orang tua, penghasilan/pengeluaran
per bulan orang tua dan uang saku per hari.157

b) Alat ukur: Kuesioner (6 soal)

c) Cara ukur : Pengisian kuisioner

a) Skala ukur: Ordinal

Kode 1= Tinggi (Skor 23-31)


Kode 2= Rata-rata (Skor 14-22)
Kode 3 = Rendah (Skor 5-13)

Tabel 3.3 Pertanyaan mengenai Sosial Ekonomi Orang Tua Responden. 157

No Pertanyaan Jawaban Skor

1 Apa pendidikan terakhir ayah Sarjana 5


anda? Diploma 4
SMA/SMK 3
SD-SMP 2
Tidak Sekolah 1

2 Apa pendidikan terakhir ibu anda? Sarjana 5


Diploma 4
SMA/SMK 3
SD-SMP 2
Tidak Sekolah 1

3 Berapa pendapatan keluarga anda Lebih dari Rp 7.200.000 5


dalam sebulan? Rp 4.800.001 – Rp 7.200.000 4
Rp 3.000.001 – Rp 4.800.000 3
Rp 1.800.001 – Rp 3.000.000 2
Kurang dari Rp 1.800.000 1

Universitas Kristen Krida Wacana


66

4 Berapa pengeluaran keluarga anda Lebih dari Rp 200.000 5


dalam sehari? Rp 150.00 – Rp 200.000 4
Rp 100.000 – Rp 150.000 3
Rp 50.000 – Rp 100.000 2
Kurang dari Rp 50.000 1

5 Jenis kendaraan apa yang dimiliki Mobil 3


oleh orang tua anda? Sepeda Motor 2
Sepeda 1
Tidak mempunyai 0

6 Berapakah uang jajan yang Lebih dari Rp.20.000 5


diberikan oleh orang tua anda Rp. 10.000 – Rp. 20.000 4
setiap hari? Rp.5.000 – Rp. Rp.10.000 3
Kurang dari Rp. 5.000 2
Tidak ada uang jajan 1

6. Pola diet

a) Definisi operasional: Jenis dan frekuensi makanan minuman yang


dikonsumsi oleh responden dalam tiap minggu sebelum usia
pubertas.

b) Alat ukur: Kuesioner

c) Cara ukur : Pengisian kuisioner

d) Skala ukur: Ordinal

Kode 1= Tidak Sehat (Skor 10-


39) Kode 2= Sehat (Skor 40-50 )
Universitas Kristen Krida Wacana
67

Tabel 3.4 Pertanyaan mengenai Pola Diet yang dikonsumsi Responden. 158

No. Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak


(Setiap (5-6x/ Kadang (1-2x/ Pernah
hari) minggu) (3-4x/ minggu)
minggu)

1. Air putih (5) (4) (3) (2) (1)


2. Minuman manis:

 Minuman bersoda

(Cola, Pepsi, Fanta,

Sprite dll)

 Susu berperisa (1) (2) (3) (4) (5)


(Ultramilk, Indomilk,

dll)

 Teh manis (Teh botol,

teh gelas, Freshtea dll)

3. Daging sapi (1) (2) (3) (4) (5)


4. Daging ayam (5) (4) (3) (2) (1)
5. Ikan (5) (4) (3) (2) (1)
6. Sayur (5) (4) (3) (2) (1)
7. Buah (5) (4) (3) (2) (1)
8. Makanan cepat saji / fast
food:

 pizza,

 fried chicken (1) (2) (3) (4) (5)


 burger

 hotdog

 nugget

9. Snack (keripik kentang,


(1) (2) (3) (4) (5)
chiki)

10. Kue (5) (4) (3) (2) (1)

7. Aktivitas Fisik
a) Definisi operasional : Tingkat aktivitas fisik responden yang dlihat
dari aktivitas yang dilakukan responden pada saat sebelum ke
sekolah, pada pendidikan jasmani, jam makan siang, jam istirahat,
setelah pulang sekolah, aktivitas pada hari sabtu dan minggu dan
aktivitas kurang gerak.

b) Alat ukur: Kuesioner

c) Cara ukur : Mengisi Kuesioner

d) Skala ukur: Ordinal

Kode 1= Ringan (Skor 15 - 35)


Kode 2= Sedang (Skor 36 - 60 )
Kode 3 = Berat (Skor 61 - 75 )

Universitas Kristen Krida Wacana


68

Tabel 3.5 Pertanyaan mengenai Aktivitas Fisik Responden.159

No Pertanyaan Jawaban Skor

1 Perjalanan ke Sekolah: Berapa hari 0 hari (tidak pernah) 1


Anda sering berjalan atau 1 hari 2
bersepeda ke sekolah? 2 hari 3
3 hari 4
4-5 hari (kebanyakan setiap 5
hari)
2 Aktivitas selama Kelas Pendidikan hampir tidak ada 1
Jasmani: Selama pendidikan Sedikit waktu (1 -29 menit) 2
jasmani, seberapa sering Anda Jumlah waktu yang sedang (30- 3
berlari dan bergerak sebagai 59 menit)
bagian dari permainan atau Banyak waktu (60-89 menit) 4
kegiatan yang direncanakan? Hampir sepanjang waktu (90 5
menit)
3 Aktivitas selama waktu istirahat: Hampir tidak ada 1
Selama jam istirahat, seberapa Sedikit waktu (1-9 menit) 2
sering Anda berolahraga, Jumlah waktu yang sedang (10- 3
berjalan,berlari, atau bermain 14 menit)
game aktif? (Jika Anda duduk Banyak waktu (15-19 menit) 4
sepanjang waktu, pilih "Hampir Hampir sepanjang waktu (20 5
tidak ada waktu") menit)
4 Kegiatan saat makan siang: Hampir tidak ada 1
Selama istirahat makan siang, Sedikit waktu (5-9 menit) 2
seberapa sering Anda bergerak, Jumlah waktu yang sedang (10- 3
berjalan atau bermain? (Jika Anda 14 menit)
duduk sepanjang waktu saat Banyak waktu (15-19 menit) 4
makan siang, pilih "Hampir tidak Hampir sepanjang waktu (20 5
adawaktu") menit)
5 Kegiatan perjalan dari sekolah: 0 hari (tidak pernah) 1
Berapa hari Anda sering berjalan 1 hari 2
atau bersepeda dari sekolah? 2 hari 3
2 hari 4
4-5 hari (kebanyakan setiap 5
hari)
6 Kegiatan sebelum Sekolah: Berapa 0 hari (tidak pernah) 1
hari sebelum ke sekolah (antara 1 hari 2
jam 5: 00-6:30 pagi) apakah Anda 2 hari 3
melakukan beberapa bentuk 3 hari 4
aktivitas fisik? (Ini termasuk 4-5 hari (kebanyakan setiap 5
aktivitas di rumah, TIDAK hari)
termasuk berjalan atau bersepeda
ke sekolah

Universitas Kristen Krida Wacana


69

7 Kegiatan setelah Sekolah: Berapa 0 hari (tidak pernah) 1


hari setelah sekolah (antara jam 1 hari 2
13:00 siang-18:00 sore) yang Anda 2 hari 3
lakukan beberapa bentuk aktivitas 3 hari 4
fisik? (Ini termasuk aktivitas di 4-5 hari (kebanyakan setiap 5
rumah atau di kota tapi TIDAK hari)
termasuk berjalan kaki atau
bersepeda ke sekolah)
8 Kegiatan pada Malam Hari: 0 hari (tidak pernah) 1
Berapa hari pada waktu malam 1 hari 2
(antara jam 18: 00-22: 00 malam) 2 hari 3
Anda melakukan beberapa bentuk 3 hari 4
aktivitas fisik? 4-5 hari (kebanyakan setiap 5
hari)
9 Aktivitas pada hari Sabtu: Berapa Tidak ada aktivitas (0 menit) 1
banyak aktivitas fisik yang Anda Sedikit aktivitas (1 hingga 30 2
lakukan Sabtu lalu? (Ini termasuk menit)
olahraga, pekerjaan / tugas-tugas, Aktivitas ringan hingga sedang 3
jalan-jalan, menari, atau bermain. (31 hingga 60 menit)
Aktivitas sedang hingga berat 4
(1 hingga 2 jam)
Aktivitas sangat berat (lebih 5
dari 2 jam)
10 Aktivitas pada hari minggu : Tidak ada aktivitas (0 menit) 1
Berapa banyak aktivitas fisik yang Sedikit aktivitas (1 hingga 30 2
Anda lakukan Sabtu lalu? (Ini menit)
termasuk olahraga, pekerjaan / Aktivitas ringan hingga sedang 3
tugas-tugas, jalan-jalan, menari, (31 hingga 60 menit)
atau bermain. Aktivitas sedang hingga berat 4
(1 hingga 2 jam)
Aktivitas sangat berat (lebih 5
dari 2 jam)
11 Waktu nonton TV: Berapa banyak Saya tidak menonton TV sama 5
waktu yang Anda habiskan untuk sekali
menonton TV di luar waktu Saya menonton TV kurang 4
sekolah (Ini termasuk waktu yang dari 1 jam per hari
dihabiskan untuk menonton film, Saya menonton TV 1 hingga 2 3
tetapi TIDAK menghabiskan jam per hari
waktu untuk bermain video game). Saya menonton 2 hingga 3 jam 2
per hari
Saya menonton lebih dari 3 jam 1
per hari

Universitas Kristen Krida Wacana


70

12 Waktu bermain Video Game Saya tidak benar-benar bermain 5


Time: Berapa banyak waktu yang sama sekali
Anda habiskan untuk bermain Saya bermain kurang dari 1 4
video game di luar waktu sekolah? jam per hari
(Ini termasuk game di Nintendo Saya bermain 1 hingga 2 jam 3
DS, wii, Xbox, PlayStation, per hari
iTouch, iPad, atau game di ponsel Saya bermain 2 hingga 3 jam 2
Anda) per hari
Saya bermain lebih dari 3 jam 1
per hari
13 Waktu menggunakan komputer: Saya tidak menggunakan 5
Berapabanyak waktu yang Anda ponsel 4
habiskan menggunakan komputer Saya menggunakan ponsel
di luar waktu sekolah? (Ini tidak kurang dari 1 jam per hari 3
termasuk waktu kerja di rumah Saya menggunakan ponsel 1
tetapi termasuk waktu di Facebook hingga 2 jam per hari 2
dan juga waktu dihabiskan Saya menggunakan ponsel 2
searching di internet, bermain hingga 3 jam per hari 1
video game online) Saya menggunakan ponsel
lebih dari 3 jam per hari
14 Waktu menggunakan Telepon : Saya tidak menggunakan 5
Berapa lama waktu yang Anda ponsel 4
habiskan menggunakan ponsel Saya menggunakan ponsel
Anda setelah sekolah? (Ini kurang dari 1 jam per hari 3
termasuk waktu yang dihabiskan Saya menggunakan ponsel 1
untuk berbicara atau mengirim hingga 2 jam per hari 2
pesan). Saya menggunakan ponsel 2
hingga 3 jam per hari 1
Saya menggunakan ponsel
lebih dari 3 jam per hari
15 Kebiasaan tidak beraktivitas : Saya hampir tidak ada waktu 5 Yang
mana dari berikut yang senggang untuk duduk

palingbaikmenggambarkan Saya menghabiskan sedikit 4


kebiasaan anda di rumah minggu (kurang dari 1 jam per hari )

lalu? waktu duduk selama waktu


luang saya

Saya menghabiskan beberapa 3


(1 hingga 2 jam per hari) waktu
duduk di waktu senggang saya
Saya menghabiskan banyak (2 2
hingga 3 jam per hari) waktu

duduk selama waktu luang saya


Saya menghabiskan hampir 1
seluruh (lebih dari 3 jam per

hari) waktu senggang saya


untuk duduk

Universitas Kristen Krida Wacana


71

8. Keterpaparan Media dewasa

a) Definisi operasional: Apakah responden pernah melihat/membaca


materi baik bacaan, gambar, tayangan di media yang bisa
merangsang

b) Alat ukur: Kuesioner (1 soal)

c) Cara ukur : Pengisian kuisioner

d) Skala ukur: Nominal Kode 1=


Sering (skor=2) Kode 2 =
Jarang (skor=1) Kode 3= Tidak
Pernah (skor=0)

Tabel 3.6 Pertanyaan mengenai Keterpaparan Media Dewasa oleh Responden

Pertanyaan Jawaban

Apakah kamu pernah melihat/membaca materi baik bacaan, Skor= 2


gambar,tayangandimedia(televisi/VCD/DVD/ Jarang (1-5x)
handphone/internet/ koran/ majalah/komik/novel) yang bisa
merangsang seperti: Skor= 1
 Gambar/tayangan yang menampilkan tubuh wanita/pria dengan Sering (>6x)
busana minim, tanpa busana/hanya menutup batas kemaluan dan
dada Skor=0
 Gambar, tulisan/tayangan wanita/pria berciuman, berpelukan. Tidak Pernah
 Gambar/tulisan/tayangan yang memberikan informasi
terhadap perilaku seksual, pemerkosaan yang menekankan
pada proses terjadinya pemerkosaan.
 Informasi tubuh wanita/pria yang sensitif, dan berita-berita
hubungan seks.

Universitas Kristen Krida Wacana


72

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Univariat

4.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden

Secara keseluruhan terdapat 140 siswi berusia 8 sampai 12 tahun di SDN


Tomang 11 Pagi pada bulan Agustus 2018.

Tabel 4.1 Distribusi Status Pubertas Siswi SDN Tomang 11 Pagi pada Bulan Agustus 2018

Karakteristik Frekuensi (n=140) Persentase (%)

Sudah Pubertas 96 68,6


Belum Pubertas 44 31,4

Berdasarkan Tabel 4.1, sebagian besar responden sudah mengalami


pubertas yaitu sebanyak 96 siswi (68,6%) sedangkan sisanya belum pubertas
(31,4%). Sesuai dengan kriteria inklusi, jumlah sampel yang diteliti pada
penelitian ini adalah sebanyak 96 siswi yang sudah pubertas.

Tabel 4.2 Komponen Statistik Usia Pubertas pada Siswi SDN Tomang 11 Pagi

pada Bulan Agustus 2018 (n=96)

Komponen Statistik Usia Pubertas Nilai


Mean 10.5521
Median 11.0000
Mode 11.00
Std. Deviation .83186
Variance .692
Skewness -.337
Std. Error of Skewness .246
Range 3.00
Minimum 9.00
Maximum 12.00

Universitas Kristen Krida Wacana


73

Berdasarkan Tabel 4.2, dari seluruh siswi yang sudah pubertas, rata-rata
usia pubertas pada siswi yang sudah pubertas adalah 10,55±0.83 tahun dengan usia
pubertas termuda adalah usia 9 tahun dan usia pubertas tertua adalah 12 tahun.
Kelompok usia yang paling banyak sudah pubertas adalah pada usia 11 tahun.
Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, variabel usia pubertas memiliki
p-value sebesar 0,000 yaitu berarti variabel tersebut mempunyai distribusi tidak
normal (p<0,005).

Menstruasi

0 22
12
Pertumbuhan Pertumbuhan
10
Rambut Pubis Payudara

6 39

Gambar 4.1 Gejala-gejala Pubertas pada Siswi SDN Tomang 11 Pagi

pada Bulan Agustus 2018 (n=96)

Berdasarkan Gambar 4.1, dari 96 siswi yang sudah pubertas terdapat 12


siswi yang sudah mengalami ketiga gejala pubertas yang diteliti yaitu menstruasi,
pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut pubis. Sebagian besar siswi
hanya mengalami satu gejala pubertas pertumbuhan payudara yaitu sebanyak 39
siswi sedangkan yang mengalami hanya pertumbuhan rambut pubis sebanyak 6
siswi dan yang mengalami hanya menstruasi sebanyak 7 orang. Sebanyak 22 siswi
mengalami dua gejala pubertas berupa pertumbuhan payudara dan menstruasi
sedangkan ada 10 siswi yang mengalami dua gejala pubertas berupa pertumbuhan
payudara dan pertumbuhan rambut pubis.

Universitas Kristen Krida Wacana


74

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Siswi SDN Tomang 11 Pagi pada Bulan Agustus 2018

yang Sudah Pubertas (n=96)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


(n=96)
Menstruasi
Tidak 55 57,3
Ya 41 42,7
Pertumbuhan Payudara
Tidak 13 13,5
Ya 83 86,5
Pertumbuhan Rambut Pubis
Tidak 68 70,8
Ya 28 29,2
Gejala Pubertas Pertama
Menstruasi 19 19,8
Pertumbuhan payudara 68 70,8
Pertumbuhan rambut pubis 9 9,4
Usia Menarke Ibu
Usia Dini 18 18,8
Usia Normal 78 81,2
Status Gizi
Obesitas 5 5,2
Normal 51 53,1
Underweight 40 41,7
Status Sosial Ekonomi
Tinggi 19 19,8
Rata-rata 62 64,6
Rendah 15 15,6
Pola Diet
Tidak Sehat 81 84,4
Sehat 15 15,6
Tingkat Aktivitas Fisik
Ringan 14 14,6
Sedang 72 75,0
Berat 10 10,4
Keterpaparan Media Dewasa Sebelum
Menstruasi
Sering 13 13,5
Jarang 19 19,8
Tidak Pernah 64 66,7

Dari seluruh responden, gambaran karakteristik yang diamati meliputi


distribusi usia siswi pada saat ini, usia pubertas, menstruasi, pertumbuhan

payudara, pertumbuhan rambut pubis, gejala pubertas pertama, usia menarke ibu,

Universitas Kristen Krida Wacana


75

status gizi, status sosial ekonomi, pola diet, tingkat aktivitas fisik dan
keterpaparan media dewasa sebelum menstruasi.

Antara ketiga gejala pubertas yang diamati pada responden, didapatkan


sebesar 86,5% dari responden sudah mengalami pertumbuhan payudara dan
42,7% dari responden sudah mengalami menstruasi namun hanya 29,2% yang
sudah mengalami pertumbuhan rambut pubis. Antara ketiga gejala pubertas
tersebut, gejala pertama pubertas yang dialami oleh sebagian besar responden
adalah pertumbuhan payudara yaitu sebesar 70,8%, sedangkan hanya sebesar
9,4% mengalami pertumbuhan rambut pubis.

Sebagian besar ibu dari responden mulai menarke pada usia normal yaitu
sebesar 81,2% sedangkan sisanya (18,8%) mulai menarke pada usia dini.

Berdasarkan status gizi responden, sebagian besar responden mempunyai


status gizi normal (IMT= 18,5 – 25,0 kg/m2) yaitu sebesar 53,1%, namun tidak
beda jauh dengan status gizi underweight yaitu sebesar 41,7%, sedangkan
responden dengan status gizi obesitas adalah yang paling sedikit yaitu 5,2%.

Berdasarkan status sosial ekonomi, sebagian besar responden terdiri dari


kelompok status sosial ekonomi rata-rata sekitar 64,6 %, sedangkan responden
dari kelompok status sosial ekonomi tinggi dan rendah masing-masing sebesar
19,8% dan 15,6%.

Sebagian besar responden memiliki pola diet tidak sehat yaitu sebesar
84,4% sedangkan sisanya (15,6%) memiliki pola diet sehat.

Sebagian besar responden memiliki tingkat aktivitas fisik sedang sebesar


75,0%, sedangkan aktivitas fisik ringan sekitar 14,6%, dan paling sedikit
mempunyai tingkat aktifitas fisik berat (10,4%).

Berdasarkan keterpaparan terhadap stimulan eksternal sebelum menstruasi,


tidak pernah terpapar media dewasa sebelum menstruasi (66,7%). Dari 32
responden yang pernah terpapar media dewasa, sebesar 19,8% jarang (1-5x)
terpapar media dewasa sedangkan 13,5% sering (>6x) terpapar media dewasa.
Universitas Kristen Krida Wacana
76

4.2 Analisis Bivariat

Tabel 4.4 Hasil Penelitian Hubungan antara Variabel Independen dan Variabel Dependen.

No. Variabel P-value


(Usia Pubertas)
1. Usia Menarche Ibu 0,054
(Mann-Whitney U)
2. Status Gizi 0,361
(Kruskal Wallis)
3. Sosial Ekonomi 0,751
(Kruskal Wallis)
4. Pola Diet 0,167
(Mann-Whitney U)
5. Aktivitas Fisik 0,856
(Kruskal Wallis)
6. Keterpaparan Media Dewasa 0,477
(Kruskal Wallis)

Dari hasil analisis bivariat didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan

antara usia menarche ibu, status gizi, sosial ekonomi, pola diet, aktivitas fisik dan

keterpaparan media dewasa dengan usia pubertas.


Universitas Kristen Krida Wacana
77

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Frekuensi Responden

5.1.1 Usia Pubertas

Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar responden


mengalami pubertas pada rata-rata usia 10,55(SD±0.83) tahun dengan usia
pubertas termuda adalah usia 9 tahun dan usia pubertas tertua adalah 12 tahun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa anak perempuan di


Indonesia mengalami menarke pada usia 9-12 tahun. Hal ini memperlihatkan
kecenderungan menarke menuju usia yang lebih muda. Penelitian Susanto
menunjukkan bahwa rata-rata usia menarke menurun dari 13 tahun ke 10 tahun
pada 2009, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Desmeri tentang umur
menarke puteri di Kabupaten Siak mengalami penurunan dari 12 tahun menjadi 10
tahun dan penelitian yang dilakukan Simanjuntak tentang umur menarke remaja
puteri di Sibolga Medan mengalami penurunan pula dari 14 tahun menjadi 11
tahun.28

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Wulandari dkk. yang
menemukan responden yang mengalami kejadian menarke pada rata-rata usia
11,64 (SD±1,13) tahun.160

5.1.2 Gejala Pubertas Pertama


Hasil penelitian ini menemukan sebesar 86,5% dari responden sudah
mengalami pertumbuhan payudara dan 42,7% dari responden sudah mengalami
menstruasi namun hanya 29,2% yang sudah mengalami pertumbuhan rambut
pubis.

Universitas Kristen Krida Wacana


78

Antara ketiga gejala pubertas tersebut, gejala pertama pubertas yang


dialami oleh sebagian besar responden adalah pertumbuhan payudara yaitu
sebesar 70,8%, sedangkan hanya sebesar 9,4% mengalami pertumbuhan rambut
pubis.

Hasil ini sesuai dengan teori bahwa pada anak perempuan awal pubertas
ditandai oleh timbulnya breast budding atau tunas payudara pada usia kira-kira 10
tahun, kemudian secara bertahap payudara berkembang menjadi payudara dewasa
pada usia 13-14 tahun.22,23

Namun berdasarkan distribusi frekuensi menstuasi pada penelitian ini tidak


sesuai dengan teori karena pada penelitian ini sebesar 19,8% responden mengalami
menstruasi sebagai gejala pubertas pertama. Padahal berdasarkan teori, menstruasi
terjadi dua tahun setelah usia pubertas yaitu pada fase akhir perkembangan
pubertas yaitu sekitar 12,5 tahun.22,23

5.1.3 Usia Menarke Ibu

Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar ibu dari responden
mulai menarke pada usia normal yaitu sebesar 81,2 sedangkan sisanya (18,8%)
mulai menarke pada usia dini.

Hasil ini sama dengan penelitian oleh Nababan yang menemukan sebagian
besar ibu responden mempunyai usia menarke normal yaitu sebesar 83,3%
sedangkan yang mempunyai usia menarke dini adalah sebesar 16,7%.161

Hasil ini juga sama dengan penelitian oleh Adilla yang menemukan usia
menarke ibu responden sebagian besar adalah antara usia 11 sampai 14 tahun
yaitu sebesar 75% dengan rata-rata usia menarke ibu responden .adalah
13,51±1,433 tahun.90
Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Wulandari dkk. yang menemukan
ibu yang mengalami menarke dini sebesar 45,5%, ibu yangmengalami menarke
normal sebesar 54,5% dan tidak ada yang mengalami menarke terlambat.160

Universitas Kristen Krida Wacana


79

5.1.4 Status Gizi

Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar responden


mempunyai status gizi normal (IMT= 18,5 – 25,0 kg/m2) yaitu sebesar 53,1%
sedangkan responden dengan status gizi obesitas adalah yang paling sedikit yaitu
5,2%.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Nababan yang


menemukan sebagian besar responden mempunyai gizi normal yaitu 63,2%. Pada
distribusi frekuensi responden dengan status gizi underweight dan status gizi
obesitas pada penelitian Nababan yang menemukan sebesar 14,9% responden
dengan status gizi underweight sedangkan pada responden dengan status gizi
obesitas adalah sebesar 21,9%.161

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian oleh Adilla yang
menemukan sebagian besar responden mempunyai status gizi normal yaitu
sebesar 76% sedangkan responden dengan status gizi obesitas adalah sebesar
15,2%.90

Hasil ini juga berbeda dengan penelitian oleh Wulandari dkk. yang
mendapatkan hasil responden yang status gizi normal sebesar 45,5%, responden
yang status gizi gemuk sebesar 12,5%, responden yang status gizi obesitas I
sebesar 28,4%, responden yang status gizi obesitas II sebesar 13,6%.160

5.1.5 Status Sosial Ekonomi

Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar responden terdiri


dari kelompok status sosial ekonomi rata-rata sekitar 64,6%, sedangkan responden
dari kelompok status sosial ekonomi tinggi dan rendah masing-masing sebesar
19,8% dan 15,6%.
Hasil peneitian ini berbeda dengan penelitian oleh Rini dan Desdamona
yang menemukan 98,5% responden terdiri dari kelompok status sosial ekonomi
cukup sedangkan sisa 1,5% responden terdiri dari kelompok status sosial ekonomi
kurang.162

Universitas Kristen Krida Wacana


80

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian oleh Pulungan yang
menemukan 50% responden adalah dari kelompok status sosial ekonomi tinggi
sedangkan responden dari kelompok status sosial ekonomi sedang adalah sebesar
44,9%. Hanya 5,1% responden terdiri dari kelompok status sosial ekonomi
rendah.163

5.1.6 Pola Diet

Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar responden memiliki


pola diet tidak sehat yaitu sebesar 84,4% sedangkan sisanya (15,6%) memiliki
pola diet sehat.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Cheng dkk. yang
menemukan sebagian besar subyek memiliki pola diet yang seimbang berdasarkan
Nutritional Quality Index (NQI) yaitu sebesar 38,3% dibanding kelompok dengan
pola diet NQI rendah (semakin rendah NQI, semakin tidak sehat pola dietnya)
yaitu sebesar 31,1% sedangkan kelompok dengan pola diet NQI tinggi (pola diet
sehat) adalah sebesar 30,6%.164

5.1.7 Tingkat Aktivitas Fisik

Hasil penelitian ini menemukan bahwasebagian besar responden memiliki


tingkat aktivitas fisik sedang sebesar 75,0%, sedangkan aktivitas fisik ringan
sekitar 14,6%, dan paling sedikit mempunyai tingkat aktifitas fisik berat (10,4%).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian oleh Nababan yang menemukan
sebagian besar responden memiliki tingkat aktivitas fisik sedang yaitu sebesar
69,3% sedangkan aktivitas fisik ringan adalah sebesar 16,7% dan yang paling
sedikit adalah aktivitas fisik berat yaitu sebesar 14%.161
Universitas Kristen Krida Wacana
81

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Pulungan yang


menemukan sebagian besar responden terdiri dari kelompok tingkat aktivitas berat
yaitu sebesar 67,9% sedangkan responden dari kelompok tingkat aktivitas ringan
adalah sebesar 21,1% dan responden dari kelompok tingkat aktivitas sedang
adalah sebesar 10,9%.163

5.1.8 Keterpaparan Media Dewasa Sebelum Menstruasi

Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar responden tidak


pernah terpapar media dewasa sebelum menstruasi (66,7%). Sedangkan dari
responden yang pernah terpapar media dewasa, sebesar 19,8% jarang (1-5 kali)
terpapar dan sebesar 15,6% sering (lebih dari 6 kali) terpapar .

Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Adilla yang menemukan sebagian
besar responden sudah terpapar media dewasa yaitu sebesar 77,5% sedangkan
22,5% responden belum terpapar media dewasa. Dari responden yang sudah
terpapar, sebesar 21,1% sering (lebih dari 6 kali) terpapar sedangkan 56,4% jarang
(1-5 kali) terpapar.90

Hasil ini juga berbeda dengan penelitian Wulandari dkk. yang menemukan
responden yang terpapar media dewasa sebesar 47,7%, sedangkan responden yang
tidak terpapar media dewasa sebesar 52,3%.160

5.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Usia Pubertas

5.2.1 Usia Menarke Ibu

Dari hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara usia
menarke ibu dengan usia pubertas anak.
Hal ini sama dengan teori yang menyatakan bahwa usia menarke individu
dipengaruhi oleh kombinasi antara faktor genetik, fisik, emosional dan lingkungan.
Usia menarke anak cenderung mirip dengan usia menarke ibunya.Setiap manusia
akan mewariskan suatu karakteristik dari generasi ke generasi. Masing-masing
anak akan memiliki kode genetik yang didapat dari orang tua nya. Hal ini tidak

Universitas Kristen Krida Wacana


82

menutup kemungkinan apabila ibu mengalami menarke pada usia normal, maka
anaknya akan mengalami menarke pada usia yang normal. Sebaliknya, apabila ibu
mengalami menarke lebih cepat/lambat, maka kemungkinan besar anaknya akan
mendapatkan menarke lebih cepat/lambat juga.149 Dimana gen yang beperan

dalam faktor genetic adalah gen GPR54.54

Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lusiana tahun
2012 pada 62 siswi kelas VII dan VIII SMP PGRI Pekanbaru yang menunjukkan
ada hubungan dignifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke anaknya
dengan OR = (95% CI : 1,50-20,35).14

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizki D tahun 2017 tentang pengaruh
usia menarke ibu dengan usia menarke anak pada 45 siswi di SD Muhammadiyah
Worobrajan 3 Kota Baru Yogyakarta juga didapatkan hubungan yang signifikan
antara usia menarke ibu dengan usia menarke anak, dimana didapatkan siswi
paling banyak yang mengalami menarke pada usia ≤ 12 tahun dengan usia
menarke ibu 12 sampai 14 tahun sebanyak 14 orang (31,1%) dan sebagian kecil
lainya usia menarke ibu 10 sampai 11 tahun sebanyak 11 orang (24,4%),
sedangkan paling banyak siswi yang mengalami menarke pada ≤ 11 tahun dengan
menarke ibu 12 sampai 14 tahun sebanyak 11 orang (15,5%) dan sebagian kecil
lainya sebanyak 3 orang (6,7%).4

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Naeimeh tahun 2016 pada 2000 anak
perempuan berumur 9-18 tahun di Iran juga menunjukkan hubungan yang
signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke anak (p=0.001). 150

Sedangkan penelitian Rigon tahun 2010 di Italia menunjukkan tidak ada


hubungan yang signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke anak
(p=0.85).150

5.2.2 Status Gizi


Status gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pubertas.
Adipositas berperan pada inisiasi pubertas sentral, sehingga obesitas mungkin
terkait dengan aktivasi dari GNRH dan inisiasi pubertas sentral. Jaringan adiposa
mengandung aromatase, yang dapat menghasilkan estrogens dari prekursor

Universitas Kristen Krida Wacana


83

androgen adrenal (misalnya androstenedione).91

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori di atas dimana dari hasil uji
statistic, tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan usia
pubertas.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rini EA dan Desdamona
A pada murid SD di Padang, dimana tidak terdapat perbedaan bermakna antara
IMT dengan usia usia pubertas, baik pada anak laki-laki (p=0,8) maupun pada
anak perempuan (p=0,08). Anak laki-laki dengan overweight, lebih cepat
mengalami usia pubertas daripada gizi baik. Anak perempuan dengan obesitas,
usia pubertasnya paling cepat dan gizi kurang usia usia pubertas paling lambat.

Pada penelitian yang dilakukan secara meta-analisis oleh Wenyan dkk


yang melibatkan 11 studi kohort pada 4841 subjek penelitian ini juga tidak
menemukan perbedaan yang signifikan antara dua kelompok yang mengalami
obesitas dan berat badan normal dengan usia saat menarke.165 Ketidak
konsistenan pada studi ini mungkin terkait dengan studi Tehrani, anak perempuan
dalam penelitian ini yang memiliki menarke mereka pada usia yang lebih muda
tidak dipertimbangkan, yang mengarah pada usia menarke yang lebih tua pada
kelompok obesitas.166

Menurut teori yang ada seharusnya hubungan antara status gizi dengan
status menarke berkaitan erat. Status gizi yang dinilai dengan indeks massa tubuh
mempengaruhi terjadinya menarke. Obesitas saat usia 5 tahun juga mempengaruhi
terjadinya perkembangan payudara yang lebih dini. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang pada siswi SMPN 10 di Tegal oleh Adilla P, dimana terdapat
hubungan bermakna antara status gizi dengan status menarke dengan nilai p =
0,000. Semakin tinggi nilai IMT, usia usia menarke akan semakin dini.93 Begitu
pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswianti YA di SDN Cikaret 01
Cibinong, dimana terdapat hubungan antara IMT dengan menarke (p=0,02).98
Penelitian yang dilakukan oleh Bralic I et al di Dalmatia, Croatia pada anak
perempuan juga menunjukan bahwa terdapat hubungan antara overweight/obesitas
dengan menarke dini. Penelitian ini juga menunjukan bahwa pada anak perempuan
yang underweight akibat malnutrisi atau aktivitas ekstrim dapat menyebabkan

Universitas Kristen Krida Wacana


84

terhambatnya pubertas.95 Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan


oleh Sandhu J di Christ Hospital dan Heger et al di Eropa Tengah.96,97

5.2.3 Sosial Ekonomi

Dari hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara status
sosial ekonomi tinggi dengan usia pubertas dini.

Hal ini tidak sama dengan teori yang menyatakan bahwa status ekonomi
keluarga mempengaruhi status gizi anak, dan anak dengan status gizi baik akan
mengalami pubertas lebih awal.44,102,104Kondisi sosial ekonomi yang cukup juga
berhubungan dengan kemudahan untuk mendapatkan bahan makanan yang
berkualitas, di antaranya protein hewani dan lemak jenuh. Makanan sumber
protein pada awal kehidupan dapat mempengaruhi waktu pubertas karena rasio
yang tinggi antara protein hewani dan nabati pada usia 3-5 tahun berhubungan
dengan terjadinya menarke dini.10 Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari T
tahun 2017 pada 216 siswi SD Islamic Medan juga mempelihatkan hubungan
yang tidak signifikan antara status ekonomi dengan usia menarke (p-value=0.64).
Disebabkan karena subyek yang diteliti memiliki status ekonomi yang sama yaitu
status ekonomi rata-rata.167

Penelitian yang dilakukan oleh Aneh M Gharravi tahun 2008 pada 100
mahasiswi Universitas Gorgan Iran juga memperlihatkan hubungan yang tidak
signifikan antara status ekonomi dengan usia menarke (p-value>0.05).168

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Indaryani dan Woro tahun


2009 pada 502 anak perempuan di sekolah dasar Gajahmungkur (perkotaan) dan
Getasan (pedesaan) Semarang juga memperlihatkan bahwa usia pubertas terjadi
lebih awal pada kelompok sosial ekonomi tinggi (p-value< 0,001) 104

Penelitian yang dilakukan oleh Lusiana tahun 2012 pada siswa kelas VII
dan VIII SMP PGRI Pekan baru juga mendapatkan hubungan yang signifikan (p
value <0,05) OR=5,65 dengan usia usia pubertas dengan status sosial ekonomi
tinggi sebanyak 40 siswi (64,5%).14

Universitas Kristen Krida Wacana


85

5.2.4 Pola diet

Pola diet sehat atau tidak sehat mempengaruhi usia pubertas. Dari analisis
bivariat memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pola diet tidak
sehat dengan kejadian pubertas dini.

Hal ini tidak sama dengan teori. Dimana pola diet yang tidak sehat yang
dimaksud adalah makanan manis dan camilan, minuman manis, gorengan dan
makanan cepat saji (mengandung asupan lemak tinggi, gula tinggi, dan kalori
tinggi).109 Asupan lemak memiliki pengaruh potensial terhadap metabolisme

estrogen yang dapat menyebabkan timbul pubertas dini.109Sedangkan pada


makanan dan minuman manis pengaruh pubertas dini disebabkan karena IGF-I.
IGF-I atau IGF-I antibodi mengubah waktu usia pubertas dan peningkatan
ekspresi GnRH in vitro dalam keberadaan IGF-I dan aktivasi sumbu GH / IGF-I
sebelum awitan sekresi pulsatil gonadotropin pada monyet menunjukkan peran
sumbu GH / IGF-I pada masa pubertas. IGF-I dapat memodulasi sistem reproduksi
melalui efek luas pada hipotalamus, hipofisis, dan ovarium oleh tindakan
endokrin, parakrin, dan autokrin berdasarkan perkembangan dan status hormonal.
Selanjutnya, IGF-I memainkan peran dalam pembentukan folikel ovarium dan
meningkatkan FSH-mediated steroidogenesis.134

Penelitian yang dilakukan Maidartati tahun 2013 pada 76 siswi SD


Banjarsari II Bandung juga mempelihatkan hubungan yang tidak signifikan antara
pola diet tidak sehat dengan timbulnya pubertas dini (p-value=0.1455). Hal ini
disebabkan karena cepat lambatnya kematangan seksual sangat bervariasi tidak
hanya ditentukan oleh status gizi anak, tetapi juga ditentukan oleh stress
emosional gangguan hormonal dan aktivitas fisik. Selain itu kematangan seksual
yang terjadi pada anak tidak terlepas dari proses regulasi hormonal yang terjadi
didalam tubuh. Perubahan hormonal mengawali perubahan dan perkembangan
pubertas adalah peningkatan kadar sirkulasi Luteinizing Hormone(LH) dan
Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang akan menstimulasi ovarium dan
selanjutnya akan mensekresikan Gonadotropin.138
Sedangkan penelitian oleh Chang Chen tahun 2018 pada pelajar di
Shanghai menemukan hubungan yang signifikan antara pola diet tidak sehat

Universitas Kristen Krida Wacana


86

dengan pubertas dini (p-value=1.24) . 108 Penelitian oleh Ban Al-Sahab tahun
2010 pada 60.9111 anak perempuan di Canada memperlihatkan ada hubungan
signifikan antara pola diet tidak sehat (mengandung asam lemak tidak jenuh)
dengan pubertas dini (p-value>0.05).108

5.2.5 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pubertas.


Olahraga yang intensif cenderung menurunkan kadar gonadotropin dan produksi
hormon di ovarium. Di bawah kondisi pengeluaran energi yang berlebihan, akan
terjadi fase luteal yang lebih pendek, kadar FSH yang lebih rendah, dan kadar
prolaktin yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan penundaan awitan pubertas.
Sementara aktivitas fisik yang ringan mengarah pada berat badan yang lebih,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya menarke dini.169

Hasil penelitian ini berbeda dengan teori diatas, dimana didapatkan hasil
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifkan antara aktivitas fisik dengan usia
pubertas.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tehrani juga
menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengeluaran
energi serta tingkat aktivitas fisik dengan usia menarke.166

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Maidartati pada anak usia
9–12 tahun di SDN Banjarsari II Bandung, dimana terdapat hubungan antara
aktifitas fisik dengan menarke. Hal ini berarti bahwa aktivitas fisik atau olah raga
secara berlebihan maka akan memperlambat anak mendapatkan menarke.138
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Burhannudin (2002) di Sulawesi Selatan tentang hubungan aktivitas fisik dengan
menarke. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa terdapat hubungan aktifitas
fisik dengan menarke. 138
Universitas Kristen Krida Wacana
87

5.2.6 Keterpaparan Media Dewasa

Keterpaparan media dewasa merupakan salah satu faktor yang


mempengaruhi usia menarke. Banyak dari anak dan remaja saat ini yang terpapar
hal yang berbau seksual secara ekplisit, dapat melalui televisi, video, lirik musik
populer, dan situs internet.139 Adanya rangsangan secara seksual dengan cara
melihat aktivitas seksual dari media dewasa tersebut dapat menyebabkan
hipotalamus mensekresi hormone yang secara spesifik akan mempengaruhi proses
maturasi organ reproduksi.

Namun berdasarkan hasil penelitian ini, tidak terdapat hubungan yang


signifkan antara keterpaparan media dewasa dengan usia pubertas. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di Banten, dimana tidak ada perbedaan
signifikan pada hubungan antara usia saat menarke dan paparan media
audiovisual.170

Namun, sebuah Studi Amerika menunjukkan bahwa ada hubungan yang


signifikan antara media yang mengandung konten seksual dengan maturase organ
reproduksi seksual. Selain itu anak-anak yang mengalami maturasi seksual dini
memiliki minat seksual yang lebih dalam melihat konten seksual di film, televisi
dan majalah.171 Selain itu, sebuah penelitian di Yogyakarta menunjukkan
hubungan yang signifikan antara usia saat menarke dan paparan media audio
visual.
Universitas Kristen Krida Wacana
88

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Usia Pubertas Siswi Usia 8-12 Tahun Sekolah Dasar
Negeri Tomang 11 Pagi”, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

1. Rata-rata usia pubertas pada penelitian ini adalah 10,55 (SD±0.83) tahun
dengan usia pubertas termuda adalah usia 9 tahun dan usia pubertas tertua
adalah 12 tahun. Distribusi gejala pubertas awal terbanyak adalah pada
pertumbuhan payudara (70,8%).

2. Distribusi usia menarke ibu terbanyak adalah pada usia menarke normal
(81,2%). Distribusi status gizi terbanyak adalah pada status gizi normal

(53,1%). Distribusi status sosial ekonomi terbanyak adalah pada status


sosial ekonomi rata-rata (64,6%). Distribusi pola diet terbanyak adalah
pada pola diet tidak sehat (84,4%). Distribusi tingkat aktivitas fisik
terbanyak ditemukan pada tingkat aktivitas fisik sedang (75,0%).
Distribusi keterpaparan media dewasa sebelum menstruasi terbanyak
ditemukan pada yang tidak pernah terpapar media dewasa sebelum
menstruasi (66,7%).

3. Untuk hasil penelitian bivariat dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara usia menarke ibu, status gizi, status sosial
ekonomi, pola diet, dan keterpaparan media dewasa dengan usia pubertas.
Universitas Kristen Krida Wacana
89

Saran

a) Dilakukan penelitian selanjutnya dengan mencakup variabel lainnya


seperti susu formula, asi, defiensi vitamin D, paparan bahan kimia,
riwayat kehamilan, berat badan lahir rendah, genetik.

b) Dilakukan penelitian tentang pubertas pada siswa dengan jenis kelamin


laki-laki.

c) Menggunakan nilai presisi yang lebih kecil agar jumlah sampel yang
didapatkan lebih besar dan hasil penelitian menjadi lebih baik.

d) Melakukan penelitian di sekolah swasta di mana status ekonomi lebih


tinggi dan status gizi lebih baik.

6.2 Keterbatasan

a) Variabel yang diteliti dalam penelitian ini hanyalah usia menarke ibu,
sosial ekonomi, IMT, aktivitas fisik, diet, status gizi, dan ketepaparan
media sosial. Sedangkan masih banyak lagi faktor lain yang
berhubungan usia pubertas seperti susu formula, ASI, defiensi vitamin
D, paparan bahan kimia, riwayat kehamilan, berat badan lahir rendah,
genetik.

b) Subjek penelitian kurang bervariasi karena penelitian terbatas pada


jenis kelamin wanita dan tidak pada jenis kelamin pria.
Universitas Kristen Krida Wacana
90

DAFTAR PUSTAKA

1. Hernandez MI, Mericq V. Pubertal development in girls born small for gestational
age. J Pediatr Endocrinol Metab 2008;21: 201-208.
2. Buck LGM, Gray LE, Marcus M, dkk. Environmental factors and puberty timing:
expert panel research needs. Pediatrics 2008; 121(3):192-207.
3. Hernandez MI, Mericq V. Impact of being born small for gestational age on awitan
and progression of puberty. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab 2008; 22: 463-
476.
4. Gardner DG, Shoback D, penyunting. Greenspan’s basic & clinical endocrinology.
Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill Education; 2018.
5. Balen A. Disorders of puberty. Dalam: Shaw RW, Soutter WP Stanton SL,
penyunting. Gynaecology. Edisi ke-3. London: Churchill Livingstone;2008. p. 215-
27.
6. Sorensen K, Mouritsen A, Aksglade L, Hagen CP, Mogensen SS, Juul A. Recent
secular trend in puberty timing:implication for evaluation and diagnosis of
precocious puberty. Horm Res Paediatr 2012;77:137-145.
7. Biro FM., Galvez MP, Greenspan LC, dkk. Pubertal assessment method and
baseline characteristics in a mixed longitudinal study of girls. Pediatrics
2010;126(3):583-590.
8. Gaudineau A, Ehlinger V, Vayssiere C, dkk. Factors associated with early
menarke: Results from the French Health Behaviour in School-aged Children
(HBSC) study. BMC Public Health 2010;1:175-181.
9. Badan Pusat StatistikDepkes RI. SurveiDemografi
dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2012.
10 . Ganabathy, Widjajakusuma A, Hidayat D. Age pattern at menarke as results from a
puberty survey. AMJ2016;3(4):640-3.

11 . Anne-Simone P, Teilmann G, Juul A, dkk. The timing of normal puberty and the
age limits of sexual precocity: Variation around the word, secular trends, and
changes after migration. Endocrine Reviews 2003;24:668-91.
12 . Keizer-Schrama M, Mul D. Trends in pubertal development in Europe. Hum
Reprod Update 2001; 7:287-91.

Universitas Kristen Krida Wacana


91

1 3 . Indaryani W. Awitan pubertas anak perempuan di pedesaan dan


perkotaanhubungannya dengan status ekonomi dan status gizi. [Tesis]. Diunduh
dari http://eprints.undip.ac.id/28910, pada tanggal 08 Agustus 2018.

14 . Lusiana N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menarke siswi SMP PGRI
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas 2012;2(1):40-44.

15 . Semiz S, Kurt F, Kurt DT, dkk. Factors affecting puberty in Denizli province
Turkey. Turk J Pediatr 2009;51:49-55.

16 . Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.

Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. h.649.

17 . Santrock JW. LifeSpan Development. Edisi ke-10. New York: Mc Graw-Hill; 2006.

18 . Bordini B, Rosenfield RL. Normal pubertal development. Part I: the endocrine


basis of puberty. Pediatr Rev 2011; 32:223–9.

19 . Rosenfield RL, Cooke DW, Radovick S. Dalam: Pediatric Endocrinology.Edisi ke-

3. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. h. 530–609.

20 . Kaplan SL, Grumbach MM. Pituitary and placental gonadotropins and sex steroid in
the human and sub human primate fetus. Clin Endocrinol Metab 1978;7:487-511.

21 . Brook CDG. Mechanism of Puberty. Horm Res 1999; 51:52-4.

22 . Bertrand J, Rapaport R, Sizonenko PC, penyunting. Pediatric endocrinology: :


physiology pathophysiology & clinical aspects. Edisi ke-2. Baltimore: Williams &
Wilkins; 1993.

23 . Batubara JRL.Adolescent development. Sari Pediatri 2010;2(1):22-24.

24 . Almatsier S. Gizi seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama; 2011.
25 . Sukarni I, Wahyu. Buku ajar keperawatan maternitas. Yogyakarta: Nuha
Medika;2013.

26 . Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo; 2005.

27 . Uche-Nwachi EO, Odekunle A, Gray J, dkk. Mean age of menarke in Trinidad and
its relationship to body mass index,ethinicity and mothers age of menarke. Online
Journal of Biological Sciences 2007;7(2):66-71.

28 . Kusmiran E. Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta: Salemba


Medika;2011.

Universitas Kristen Krida Wacana


92

2 9 . Gudmundsdottir SL, Flanders WD, Augested LB. A longitudinal study of physical


activity and menstrual cycle characteristic in healthy Norwegian woman: the Nord-
Trondelag health study. Norsk Epidemiologi 2011; 20(2):163-71.

30 . Alcott LM.Early puberty: a summary of academic research. The Alliance of Girls


Schools Australasia 2014;1-3.

31 . Bouvattier C, Pienkowski C. Early pubertylatest findings, diagnosis,


treatment,long-term outcome. Switzerland : Springer International Publishing;
2016.

32 . Carel JC, Leger J. Precocious Puberty.N Engl J Med 2008;358:2366-77.

33 . Tanner JM. Foetus into Man. Edisi ke-2. Hertford:Castlemead Publication; 1989.

34 . Reardon LE, Leen-Feldner EW, Hayward C. Acritical review of the empirical


literature on the relation betweenanxiety and puberty. Clin Psychol Rev
2009;29(1):1-23.

35 . Tirumuru SS, AryaP, Latthe P, Kirk J. Understanding precocious puberty in girls.

Obstet Gynaecol 2012;14(2):121-129.

36 . Kaplowitz P.Update on precocious puberty: Girls are showingsigns of puberty

earlier, but most do not require treatment.Adv Pediatr Res 2011;58(1): 243-258.

37 . Mensah FK, Bayer JK, Wake M,dkk. Early puberty and childhood social and
behavioraladjustment. J Adolesc Health 2013;53(1):118-124.

38 . Sedlmeyer IL, Palmert MR. Delayed puberty:analysis of a large case series from
anacademic center. J Clin Endocrinol Metab2002;87(4):1613-1620.

39 . VillanuevaC, ArgenteJ. Pathology or normal variant: whatconstitutes a delay in


puberty?Horm Res Paediatr 2014;82:213–221.
40 . Rey RA, Grinspon RP, Gottlieb S, dkk. Male hypogonadism:an extended
classification based on adevelopmental, endocrine physiology-basedapproach.
Andrology 2013;1:3-16.

41 . Styne DM.Pediatric endocrinology: a clinical handbook. Edisi ke-1. Switzerland:

Springer International Publishing; 2016.

42 . Berberoglu M. Precocious puberty and normal variant puberty:definition, etiology,


diagnosis and current management. J ClinRes Pediatr Endocrinol 2009;1:164–74.

43 . Jensen AM, Brocks V, Holm K, dkk. Central precocious puberty in girls: internal
genitalia before, during, and after treatment with long-acting gonadotropin-
releasing hormone analogues. J Pediatr 1998;132(1):105-8.

Universitas Kristen Krida Wacana


93

4 4 . Loomba-Albrecht LA, Styne DM. The physiology of puberty and its disorders.

Pediatr Ann 2012;41(4):1-9.

45 . Marshall WA, Tanner JM. Variations in the pattern of pubertal changes in boys.

Arch Dis Child 1970;45:13-24.

46 . Teilmann G, Pedersen CB, Jensen TK, dkk. Prevalence and incidence of


precocious pubertal development in Denmark: an epidemiologic study based on
national registries. Pediatrics 2008;116:1323-8.

47 . Faizi M, Artati AD, Pulungan AB, penyunting. Pedoman praktik klinis : diagnosis
dan tatalaksana pubertas prekoks sentral. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia;2017.

48 . Lee PA, Kerrigan JR. Precocious puberty.Dalam: Pescovitz OH, Eugster EA,
penyunting. Textbook of Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins; 2004. h.316-330.

49 . Kalantaridou SN, Chroussos GP. Monogenic disorders of puberty. J Clin Endocr


Metab 2002;87:2481-2494.

50 . Kappy MS, Ganong CS. Advances in the treatment of precocious puberty. Adv
Pediatr 1994;41:223-261.

51 . Partsch CJ, Heger S, Sippell WG. Management and outcome of central precocious
puberty. Clin Endocrinol 2002;56:129-148.

52 . Christoforidis A, Stanhope R. Girls with gonadotrophin- dependent precocious


puberty: do they all deserve neuroimaging. J Pediatr Endocrinol Metab
2005;18:843-844.

53 . Nathan BM, Palmert MR. Regulation and disorders of pubertal timing. Endocrinol
Metab Clin N Am 2005;34:617-41.

54 . Palmert MR, Boepple PA. Variation in the timing of puberty: clinical spectrum and
genetic investigation. J Clin Endocrinol Metab 2001;86:2364-8.
55 . Seminara SB, Messager S, Chatzidaki EE, dkk. The GPR54 gene as a regulator of
puberty. N Engl J Med 2003;349:1614-27.

56 . Messager S, Chatzidaki E, Ma D, dkk. Kisspeptin directly stimulates gonadotropin-


releasing hormone release via G protein-coupled receptor 54. PNAS
2005;102(5);1761–6.

57 . Herbison AE. Genetics of puberty. Horm Res Paediatr2007;68:75-79.

Universitas Kristen Krida Wacana


94

5 8 . Gajdos ZK, Hirschhorn JN, Palmert MR. What controls the timing of puberty? An
update on progress from genetic investigation. Curr Opin Endocrinol Diabetes
Obes2009;16:16–24.

59 . Gajdos ZK, Henderson K, Hirschhorn Joen N, Palmert MR. Genetic determinants


of pubertal timing in the general population. Mol Cell Endocrinol 2010;324(1-
2):21-29.

60 . Perry JR, Stolk L, Franceschini N, dkk. Meta-analysis of genome-wide association


data identifies two loci influencing age at menarke. Nat Genet 2009;41:648-650.

61 . Silveira-Neto AP, Leal LF, Emerman AB, dkk. Absence of functional LIN28B
mutations in a large cohort of patients with idiopathic central precocious puberty.
Horm Res Paediatr 2012;78:144-150.

62 . Barker DJ. Fetal origins of coronary heart disease. Br Heart J 1993; 69(3):195–6.

63 . Tyrrell J, Richmond RC, Palmer TM, dkk. Genetic evidence for causal
relationships between maternal obesity-related traits and birth weight. JAMA
2016;315(11):1129–1140.

64 . Wagner IV, Sabin MA, Pfäffle RW, dkk. Effects of obesity on human sexual
development. Nat Rev Endocrinol 2012;8(4): 246–254.

65 . Keim SA, Branum AM, Klebanoff MA, dkk. Maternal body mass index and
daughters’ age at menarke. Epidemiology2009; 20(5):677–81.

66 . Boynton-Jarrett R, Rich-Edwards J, Fredman L, dkk. Gestational weight gain and


daughter’s age at menarke. J Womens Health (Larchmt) 2011;20(8):1193–1200.

67 . Reagan PB, Salsberry PJ, Fang MZ, dkk. African-American/white differences in


the age of menarke: accounting for the difference. Soc Sci Med 2012;1(12):432-7.

68 . Dunger DB, Ahmed ML, Ong KK. Early and late weight gain and the timing of
puberty. Mol Cell Endocrinol 2006; 254-255:140–5.
69 . Morris DH, Jones ME, Schoemaker MJ, dkk. Determinants of age at menarke in
theUK: analyses from the breakthrough generations study.Br J Cancer
2010;103(11):1760–1764.

70 . Persson, Ahlsson F, Ewald U, dkk. Influence of perinatalfactors on the awitan of


puberty in boys and girls.Am J Epidemiol 1999;150(7):747–755.

71 . Vatten LJ, Romundstad PR, Holmen TL, dkk. Intrauterine exposure topreeclampsia
and adolescent blood pressure, body size, and ageat menarke in female
offspring.Obstet Gynaecol 2003;101(3):529–533.

Universitas Kristen Krida Wacana


95

7 2 . Ros HS, Lichtenstein P, Ekbom A, Cnattingius S. Tall or short? Twenty years after
preeclampsia exposure in-utero: comparisons of final height, body mass index,
waist-to-hipratio, and age at menarke among women, exposed andunexposed to
preeclampsia during fetal life. Pediatr Res 2001; 49(6):763–769.

73 . Fukuda M, Fukuda K, Shimizu T, dkk. Maternal smoking during pregnancy and


age at menarke of premenopausal and postmenopausal daughters. Hum Reprod
2013;28(2):551–2.

74 . Yermachenko A, Dvornyk V. A meta-analysis provides evidence that prenatal


smoking exposure decreases age at menarke. Reprod Toxicol 2015;58:222–8.

75 . Chen Y, Liu Q, Li W, dkk. Association of prenatal and childhood environment


smoking exposure with puberty timing: a systematic review and meta-analysis.
Environ Health Prev Med 2018;23:33.

76 . Gannon AM, Stampfli MR, Foster WG. Cigarette smoke exposure leads to follicle
loss via an alternative ovarian cell death pathway in a mouse model. Toxicol Sci
2012;125:274- 284.

77 . Anderson KV, Hermann N. Placenta flow reduction in pregnant smokers. Acta


Obstet Gynecol Scand 1984;63:707– 709.

78 . Thompson J, John B. Cadmium: toxic effects on the reproductive system and the
embryo. Reprod Toxicol 2008;25:304– 315.

79 . Dwyer JB, McQuown SC, Leslie FM. The dynamic effects of nicotine on the
developing brain. Pharmacol Ther 2009;122:125 – 139.

80 . Rogers JM. Tobacco and pregnancy. Reprod Toxicol 2009;28:152 – 160.

81 . Håkonsen LB, Ernst A, Ramlau-Hansen CH. Maternal cigarette smoking during


pregnancy and reproductive health in children: a review of epidemiological studies.
Asian J Androl 2014;16(1):39–49.

82 . Sharpe RM. Environmental/lifestyle effects on spermatogenesis. Philos Trans R


Soc Lond Ser B Biol Sci 2010;365(1546):1697–712.
83 . Deng F, Tao FB, Liu DY, dkk. Effects of growth environments and
twoenvironmental endocrine disruptors on children with idiopathic precocious
puberty. Eur JEndocrinol 2012; 166:803–9.

84 . Lazar L, Pollak U, Kalter-Leibovici O, dkk. Pubertal course of persistentlyshort


children born small for gestationalage (SGA) compared with idiopathic
shortchildren born appropriate for gestational age(AGA). Eur J Endocrinol 2003;
149: 425–432.

Universitas Kristen Krida Wacana


96

8 5 . Francois I, de Zegher F. Adrenarche and fetalgrowth. Pediatr Res 1997; 41: 440–

442.

86 . Ong KK, Petry CJ, Emmett PM, dkk. Insulinsensitivity and secretion in normal
childrenrelated to size at birth, postnatal growth,and plasma insulin-like growth
factor-I levels.Diabetologia 2004; 47: 1064–1070

87 . Wang Y, Dinse GE, Rogan WJ. Birth weight, earlyweight gain and pubertal
maturation: a longitudinal study.Pediatr Obes 2012;7(2):101–109.

88 . Fisher MM, Eugster EA. What is in our environment that effects puberty?Reprod
Toxicol. 2014;44:7–14.

89 . Pedoman praktis memantau status gizi. Diunduh dari http://gizi.depkes.go.id/wp-


content/.../ped-praktis-stat-gizi-dewasa.doc pada07 Agustus 2018.

90 . Han JC, Lawlor DA, Kimm SY. Childhood obesity. Lancet 2010;375:1737–1748.

91 . Jasik CB, Lustig RH. Adolescent obesity and puberty: the“perfect storm”.Ann N Y
Acad Sci2008;1135265–279.

92 . AhmedML,OngKK, DungerDB.Childhoodobesityandthetiming ofpuberty.Trends


Endocrinol Metab2009;20:237–242.

93 . Adilla P. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status menarke pada siswi


SMPN 10 Tegal tahun 2011. [Skripsi]. Depok: FKM UI; 2011.

94 . Siswianti YA. Hubungan berat badan, persen lemak tubuh, status gizi, umur
menarke ibu dengan umur menarke pada siswi di SDN Cikaret 01 Cibinong
Kabupaten Bogor tahun 2012. [Skripsi]. Depok: FK UI; 2012.

95 . Bralic I, Tahirovic H, Matanic D, dkk. Association of early menarke age and


overweight/obesity. J PediatrEndocr Met 2012;25(1-2):57–62.

96 . Sandhu J, Ben-Shlomo Y, Cole TJ, dkk. The impact of childhood body mass index
on timing of puberty, adult stature and obesity: a follow-up study based on
adolescent anthropometry recorded at Christ’s Hospital (1936–1964). Int J Obes
2006;30:14–22.

97 . Heger S,Körner A, Meigen C, dkk. Impact of weight status on the awitan and
parameters of puberty: analysis of three representative cohort from Central Europe.
J Pediatr Endocrinol Metab 2008;21:865-877.

98 . Christensen KY, Maisonet M, Rubin C, dkk. Progression through puberty in girls


enrolled in a contemporary British cohort. J Adolesc Health2010;47(3):282-289.

Universitas Kristen Krida Wacana


97

9 9 . Labayen I, Ortega FB, Moreno LA,dkk. The effect of early menarke on later body
composition and fat distribution in female adolescents: role of birth weight. Ann
Nutr Metab 2009;54(4):313-320.

100 . Vink EE, Van CS, Van MEG, dkk. Changes and tracking of fat mass in pubertal
girls. Obesity 2009;18(6):1247-1251.

101 . Currie C, Ahluwalia N, Godeau E, dkk. Is obesity at individual and national level
associated with lower age at menarke? Evidence from 34 countries in the health
behaviour in school-aged children study.J Adolesc Health 2012;50(6):621-626.

102 . Schrama K, D Mul. Trend in pubertal development in Europe. Hum Reprod Update
2001;7:287-91.

103 . INSERM Collective Expertise Centre. INSERM Collective Expert Reports


[Internet]. Paris: Institut national de la santé et de la recherche médicale; Growth
and Puberty Secular Trends, Environmental and Genetic Factors. 2007. Diunduh
dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK10786/ pada 10 Agustus 2018.

104 . Indaryani W, Susanto R, Susanto JC. Hubungan usia pubertas dan status sosial
ekonomi serta status gizi pada anak perempuan. Sari Pediatri 2010;11(5):374-8.

105 . Kulin HE, Bwibo N, Mutie D, Santner SJ. The effect of chronic childhood
malnutrition on pubertal growth and development. Am J Clin Nutr 1982;36: 527-36.

106 . Melaoy M, Champbell BC. Catch-up reproductive maturation in rural Tonga girls,
Zambia. Am J Hum Biol 2004;16:658-69.

107 . Pacarada M, Lulaj S, Kongjeli G, Obertinca B. Impact of socio-economic factors on


the awitan of menarke in Kosovar girls. J Chin Clin Med 2008;3:541-9.

108 . Chen C, Chen Y, Zhang Y, dkk. Association between dietary patterns and
precocious puberty inchildren: a population-based study. Int JEndocrinol2018;1:1-
7.

109 . Pedoman Pangan JajananAnak Sekolah UntukPencapaian Gizi Seimbang. Jakarta :


Direktorat SPP, Deputi III, Badan POM RI; 2013.

110 . Mueller NT, Jacobs DR, MacLehose RF, dkk. Consumption ofcaffeinated and
artificially sweetened soft drinks is associated with risk of early menarke. Am J
ClinNutr 2015;102:648–54.

111 . Carwile JL, Willett WC, Spiegelman D, dkk. Sugar-sweetenedbeverage


consumption and age at menarke in a prospective study of US girls. Hum Reprod
2015;30:675–83.

Universitas Kristen Krida Wacana


98

1 1 2 . Villamor E, Marin C, Mora-Plazas M, Baylin A. Vitamin D deficiency and age at


menarke: aprospective study. Am J Clin Nutr 2011; 94:1020–5.

113 . Lee HA, Kim YJ, Lee H, dkk. The preventive effect of breast-feeding forlonger
than 6 months on early pubertal development among children aged 7–9 years in
Korea. PublicHealth Nutr 2015;6:1–8.

114 . Gillman MW. Commentary: breastfeeding and obesity-the 2011 scorecard. Int J
Epidemiol 2011;40(3):681–684.

115 . Kale A, Deardorff J, Lahiff M, dkk. Breastfeeding versus formula-feeding & girls’
pubertal development. Matern Child Health J 2015;19(3): 519–527.

116 . Kwok MK, Leung GM, Lam TH,Schooling CM. Breastfeeding, childhood milk
consumption, and awitan of puberty. Pediatrics 2012;130(3):631–639.

117 . Kwok MK, Schooling CM, Lam TH, Leung GM. Does breastfeeding protect
against childhood overweight? Hong Kong's children of 1997birth cohort.Int J
Epidemiol 2010;39(1):297–305.

118 . Al-Sahab B, Adair L, Hamadeh MJ, dkk. Impact of breastfeeding duration on age at
menarche. Am J Epidemiol 2011;173(9): 971–977.

119 . Ong KK, Emmett P, Northstone N, dkk.Infancy weight gain predicts childhood
body fat and age at menarke in girls. J Clin Endocrinol Metab 2009:94(5):1527–
1532.

120 . Kuzawa CW, McDade TW, Adair LS, Lee N. Rapid weight gain after birth predicts
life history and reproductive strategy in Filipino males. PNAS 2010;107:16800–5.

121 . Gu¨nther LB,Karaolis-Danckert N,Kroke A,dkk. Dietary protein intake throughout


childhood is associatedwiththetimingofpuberty. J Nutr 2010;140(3):565–571.

122 . Rogers S,Northstone K,Dunger DB,dkk, . Diet throughout childhood and age at
menarke in a contemporary cohort of British girls. Public HealthNutr
2010;13(12):2052–2063.
123 . Wiley S. Milk intake and total dairy consumption:

associationswithearlymenarkeinnhanes1999–2004.”PLoSONE 2011;6(2):14685.

124 . Adgent MA, Daniels JL, Rogan WJ, dkk. Early-life soy exposure and age at
menarke. Paediatr Perinat Epidemiol 2012;26(2):163–175.

125 . Wiley S. Cow milk consumption, insulin-like growth factor-


I,andhumanbiology:alifehistoryapproach.Am J Hum Biol 2012;24(2):130–138.

Universitas Kristen Krida Wacana


99

1 2 6 . Thankamony, Ong KK, Ahmed ML, dkk. Higher levels of IGF-I and adrenal
androgens at age 8 years are associated with earlier ageatmenarkeingirls.J Clin
Endocrinol Metab 2012;97(5):786–790.

127 . Rigon F, Bianchin L, Bernasconi S, dkk. Update on age at menarche in Italy:

toward the leveling off of the secular trend. J Adolesc Health 2010;46(3):238–244.

128 . Strom BL, Schinnar R, Ziegler EE, dkk. Exposure to soy-based formula in infancy
and endocrinological and reproductive outcomes in young adulthood. JAMA
2001;286:807-814.

129 . Segovia-Siapco G, Pribis P,Messina M, dkk. Is soy intake related to age at awitan of
menarke? A cross sectional study among adolescents with a wide range of soy food
consumption. Nutr J 2014; 13: 54.

130 . Long JR, Zhao PY, Shen H, Xiong DH. The estrogen receptor α gene is linked
and/or associated with age of menarke in different ethnic groups. JMed Genet
2005;42:796-800.

131 . Lee HS, Kim YJ, Shim YS, dkk. Association between serum vitamin D levels and
precocious puberty in girls. Ann Pediatr Endocrinol Metab2014;19(2):91-5.

132 . Kang YS, Chung IH. Diurnal variation of gonadotropin levels in girls with early
stages of puberty. Ann Pediatr Endocrinol Metab2017;22(3):183-8.

133 . Jansen EC,Marin C, Mora-Plazas M, Villamor E. Higher childhood redmeat intake


frequency is associatedwith earlier age at menarke. JNutr 2016;146(4):792–798.

134 . Koo MM, Rohan TE, Jain M, dkk. A cohort study of pola dietary fibre intakeand
menarke. Public Health Nutr 2002;5:353–60.

135 . Johnson S, Saxena P. Nutritional Analysis of Junk Food. New Delhi: Centre For
Science And Environmen; 2012. h.1-24.

136 . Ashakiran, Deepthi R. Fast foods and their impact on health. J Krishna Inst Med Sci
Univ2012;1:7-15.
137 . Maclure M, Travis LB,Willett W, MacMahon B. A prospective cohort study of
nutrient intake andage at menarke. Am. J Clin Nutr 1991;54:649–56.

138 . Maidartati M. Hubungan konsumsi makanan dan aktivitas fisik dengan kejadian
menarke pada anak di SD Banjarsari II Bandung. Jurnal Keperawatan BSI
2013;1(1):1-6.

139 . Nabi G, Muhammad H, Khan A, Ali S.Environmental pollutants can cause


precocious puberty.World Journal of Zoology 2015;10(2):130-135.

140 . Santrock, John W. Perkembangan anak jilid I. Edisi ke-11. Jakarta: Erlangga; 2007.

Universitas Kristen Krida Wacana


100

1 4 1 . Kartini K. Psikologi wanita: mengenal gadis remaja dan wanita dewasa. Jakarta:

Mandar Maju; 1992.

142 . Damayanti D. Faktor-faktor yang berhubungan dengan umur menarke mahasiswi


baru S-1 reguler UI Tahun 2000-2001. [Tesis]. Depok: FKM-UI; 2001.

143 . Ginarhayu. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menarke remaja
puteri (9-15 tahun) pada siswi SD dan SLTP di Jakarta Timur tahun 2002.[Tesis].
Depok: FKM-UI; 2002.

144 . Yuliasari S. Hubungan paparan media dengan usia menarke pada siswi kelas V dan
VI di SD Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta. [Skripsi]. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyah Yogyakarta; 2016.

145 . Aryati. Hubungan faktor genetik, status gizi dan rangsangan psikis dengan status
menarke siswi SDI Al Azhar 6 Jaka Permai Bekasi tahun 2002. [Skripsi]. Depok:
FKM-UI; 2002.

146 . Harpini A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status menarke siswi SLTP
Negeri 4 Depok tahun ajaran 2002/2003. [Skripsi]. Depok: FKM-UI; 2003.

147 . Supriasa. Penilaian status gizi. Jakarta : EGC;2002. h.132-6.

148 . Papalia. Human development. Jakarta : Kencana Prenada Media Group;2010.h.222-


4.

149 . Darmayitasari R. Gambaran kejadian menarke dini pada siswi SD Muhammadiyah


Wirobrajan 3 Kota Yogyakarta pada tahun 2017. [Skripsi]. Diunduh dari
http://repository.unjaya.ac.id/2219/3/RIZKI%20DARMAYITASARI_1114130_pis
ah.pdf, pada 14 Agustus 2018.

150 . Tayebi B, Yazdanpanahi Z, Yektatalab S. The association between menarke age and
birth weight, mother and older sisters age of menarke. Razavi Int J Med
2017;5(1):40320.
151 . Kindblom JM, Lorentzon M, Norjavaara E, dkk. Puberty timing is an independent
predictor of central adiposity in young males: the Gotthenburg osteporosis and
obesity determinants study. Diabetes 2006;55:3047-3052.

152 . Hardy R, Kuh D, Whincup PH, Wadsworth ME. Age at puberty and adult blood
presure and body size in a British birth cohort study. J Hypertens 2006;24:59-66.

153 . Pierce MB, Kuh D, Hardy R. Role of life time body mass index in the association
between age at puberty and adult lipids: finding from men and women in a British
birth cohort. Ann Epidemiol 2010;20:676-682.

Universitas Kristen Krida Wacana


101

1 5 4 . Steingraber S. The falling age of puberty in U.S. girls: Whatwe know, what we

need to know.California: Breast Cancer Fund; 2007.

155 . Shrestha A, Olsen J, Ramlau-Hansen CH, dkk. Obesity and age at menarke. Fertil
Steril 2011;95(8):2732-2734.

156 . Blanton RE, Cooney RE, Joormann J, dkk. Pubertal stage and brain anatomy in
girls. Neuroscience 2012; 217, 105-112.

157 . Wasis S. Tingkat status sosial ekonomi orang tua dan pola hidup sehat siswa kelas
V gugus WR Soepratman UPT P dan K Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo
Jawa Tengah. [Skripsi]. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta; 2014.

1 5 8 . Intan NR. Faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas berdasarkan persen


lemak tubuh pada remaja di SMA Islam Terpadu Nurul Fikri Depok tahun 2008.
[Skripsi]. Depok : FKM UI;2008.

1 5 9 . Bai Y. Measuring general activities levels in children and adolescents using self
report : youth activity profile. [Tesis]. Iowa : Iowa State University;2012.

160 . Wulandari P, Aini DN, Astuti SW. Faktor–faktor yang berhubungan dengan
kejadian menarke siswi di SMPN 31 Semarang. Jurnal Keperawatan
2015;6(2):117-122.

161 . Nababan ASV. Hubungan status gizi, usia menarke ibu dan aktivitas fisik dengan
usia menarke remaja putri di SMP Negeri 1 Siborongborong Kabupaten Tapanuli
Utara tahun 2015. [Tesis]. Medan : Universitas Sumatera Utara; 2015.

162 . Rini EA, Desdamona E. Usia usia pubertas dan beberapa faktor yang berhubungan
pada murid SD di Kota Padang. Sari Pediatri 2007.9(4):227-32.

163 . Pulungan PW. Gambaran usia menarke pada remaja putri di SMP Shafiyyatul
Amaliyyah dan SMP Nurul Hasanah Kota Medan tahun 2009. [Skripsi]. Medan :
Universitas Sumatera Utara; 2009.
164 . Cheng G, Gerlach S, Libuda L, Kranz S, Gunther ALB, dkk. Diet quality in
childhood is prospectively associated with the timing of puberty but not with body
composition at puberty awitan. J Nutr 2010;140:95-102.

165 . Wenyan L, Qin L, Xu D, dkk. Association between obesity and puberty timing: a
systematic review and meta-analysis. Int J Environ Res Public Health
2017;14:1266.

166 . Ramezani TF, Mirmiran P, Gholami R, dkk.Factors influencing menarkeal age:


results from the cohort of tehran lipid and glucose study. Int J Endocrinol Metab
2014;12:16130.

Universitas Kristen Krida Wacana


102

1 6 7 . Wulandari T, Deliana M, Sofyani S, Lubis SM. Relationship between age at


menarke and exposure to sexual content in audi-visual media and other factors in
Islamic junior high school girls.Paediatr Indones 2017;57(6):323-8.

168 . Gharravi AM, Gharravi S, Marjani A, dkk. Correlation of age at menarke and height
in Iranian student girls living in Gorgan-Northeast of Iran. J Pak Med Assoc
2008;58:426.

169 . Karapanou O, Papadimitriou A. Determinants of menarke. Reprod Biol


Endocrinol2010;8:115.

170 . Sinaga SEN. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status menarke di SMP X
Rangkasbitung. COPING Ners J. 2015;3(2):34-43.

1 7 1 . Brown JD, Halpern CT, L’Engle KL. Mass media as a sexual super peer for early
maturing girls. J Adolesc Health 2005;36:420–7.
Universitas Kristen Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai