Anda di halaman 1dari 49

RESPIRASI PADA MANUSIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biomed

Dosen Pengampu NUR AGUNG S.Si

Kelompok 1 Tingkat 1C:

1. Amrizal Nur Rahim (015. 19. 17. 318)


2. Ananta Cito Pambudi (015. 19. 17. 320)
3. Andis Bagus Saputro (015. 19. 17. 321)
4. Brigita Cesaria (015. 19. 17. 330)
5. Christine Ajeng Septiana (015. 19. 17. 332)
6. Cindy Fatma Angela (015. 19. 17. 333)
7. Dede Agung Kurniawan (015. 19. 17. 335)
8. Dian Umi Pritawati (015. 19. 17. 338)
9. Ditya Cahyaningsih (015. 19. 17. 342)

Yayasan Ketonggo Ngawi

Akademi Keperawatan PEMKAB Ngawi

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bernafas merupakan kebutuhan dasar manusia, tanpa bernafas manusia
tidak bisa dikatakan makluk hidup. Pengertian pernafasan atau respirasi itu
sendiri ialah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran
karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Respirasi pada
manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kelamin,
usia, suhu tubuh, dan aktifitas. Seperti halnya dengan otot-otot tubuh yang
lain, maka otot respirasi juga dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Pusat
respirasi terdapat pada bagian atas dari medula oblongata, terdiri atas pusat
ekspirasi dan pusat inspirasi. Pusat respirasi dirangsang oleh tiga macam
kondisi kimiawi dari darah, yaitu: tekanan CO2 di dalam darah, kadar O2
dalam darah, dan pH darah. Selain itu pada respirasi terdapat istilah siklus
kreb dan glikolisis. Dalam proses respirasi tentunya tak lepas dari alat-alat
respirasi seperti: hidung, faring, laring, trakea, bronkus, brokeolus, dan
paru paru. Kami harap dengan penulisan makalah ini dapat menjelaskan
tentang respirasi pada manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari respirasi?
2. Apa saja organ pernafasan?
3. Sebutkan dan jelaskan mekanisme pernafasan!
4. Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi respirasi?
5. Gangguan apa saja yg terjadi pada sistem respirasi?

2
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian respirasi.
2. Untuk mengetahui organ – organ pernafasan.
3. Untuk mengetahui mekanisme pernafasan.
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi respirasi.
5. Untuk mengetahui gangguan yang terjadi pada sistem respirasi.

D. Manfaat Penulisan
Untuk mengetahui respirasi pada manusia baik pengertian atau prosesnya.

3
SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA

SALURAN PERNAFASAN MEKANISME PERNAFASAN PENYAKIT

BATUK
ORGAN PERNAFASAN P.DADA P.PERUT

BRONKITIS
HIDUNG
INSPIRASI EKSPIRASI
ASMA
FARING
PERNAFASAN EKSTERNAL OBSTRUKSI
ANTARA PARU DAN PEMBULUH
LARING
KAPILER

TRAKEA PERNAFASAN INTERNAL


ANTARA PEMBULUH KAPILER
DAN SEL’’ TUBUH
PARU-PARU

BRONKUS BRONKIOLUS ALVEOLUS

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Respirasi
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari
pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan
energi di dalam tubuh
(http://www.academia.edu/5651847/Sistem_Respirasi_Pada_Manusia)

Berbagai Pengertian dan definisi dari Respirasi dapat dijelaskan


sebagai berikut :
1. Respirasi adalah Proses oksidasi dekomposisi senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana + energi.
2. Respirasi adalah Proses pembongkaran (katabolisme atau disimilasi).
3. Respirasi adalah Proses pelepasan energi yang menyediakan energi
bagi kebutuhan sel
4. Respirasi adalah proses pernafasan yang menghirup / menghisap
oksigen dari udara dan mengeluarkan / melepaskan karbondioksida
ke udara. (http://www.davishare.com/2015/02/respirasi-pada-
manusia-pengertian-proses.html)

B. Fisiologi pernafasan
(Anik Maryuni dalam Kebutuhan Dasar Manusia Jilid I, 2015:22-23)
1. Pernafasan atau respirasi merupakan usaha tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme dan mengeluarkan
karbondikosida sebagai hasil metabolisme dengan perantara organ
paru dan saluran nafas bersama kardiofaskuler sehingga dihasilkan
darah yang kaya akan oksigen.
2. Dengan kata lain pernafasan merupakan sistem pertukaran O2
udara dengan CO2 tubuh, yang mencakup 2 proses berikut ini
a. Pernafasan luar yaitu penyerapan O2 dan pengeluaran CO2

5
b. Pernafasan dalam yaitu penggunaan O2 dan pembentukan
CO2 oleh sel-sel ( dilanjutkan transfer O2 dan CO2 dengan
hemoglobin atau eritrosit
1) Transper O2 dalam darah dalam bentuk :
a) Gas larut didalam plasma darah ( 3,2 ml / L
plasma )
b) Terikat dalam Hb ( 220mL / L )
2) Transpor CO2 dalam darah bentuk :
a) Gas larut dalam plasma ( sedikit )
b) Asam karbonat larut dalam plasma darah ( sedikit
)
c) Keterikatan dengan Hb ( karbanimo Hb 5 % )
d) Garam bikarbonat ( 90 % )
3) Rangkaian perjalanan sistem pernafasan:
a) Sistem pernafasan bertugas mengambil oksigen
dalam udara.
b) Setelah sampai di paru-paru, oksigen dipindahkan
ke darah dan diedarkan keseluruh tubuh
c) Disini oksigen dalam darah ditukar dengan
karbondioksida
d) Gas hasil oksidasi respirasi sel ini kemudian
dibawa ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh
e) Pertukaran oksigen dan karbondioksida, antara
udara dengan tubuh makhluk hidup disebut
respirasi.

6
4) Fisiologi pernafasan meliputi 3 tahapan proses
oksigenasi, yaitu
a) Ventilasi

- Ventilasi merupakan peristiwa masuk dan


keluarnya udara kedalam paru
- Dengan kata lain ventilasi merupakan
proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli
ke atmosfer
- Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu adanya perbedaan tekanan antara
atmosfir dengan paru, semakin tinggi
tempat maka tekanan udara semakin
rendah, demikian sebaliknya, semakin
rendah tempat, tekanan udara semakin
tinggi
- Pengaruh proses ventilasi selanjutnya
adalah komplience dan recoil.

7
- Komplience merupakan kemampuan paru
untuk mengembang
- Recoil adalah kemampuan CO2 atau
kontraksi menyempitnya paru
- Pusat pernafasan yaitu medula oblongata
dan pons dapat dipengaruhi oleh ventilasi
- Faktor-fajtor yang mempengaruhi ventilasi
meliputi, tekanan udara atmosfir dan
konsentrasi oksigen di atmosfir, jalan nafas
yang bersih, pengembangan paru yang
adekuat yaitu adanya kemampuan toraks
dan alveoli pada paru-paru dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang
kempis.
b) Difusi :

- Difusi gas adalah perpindahan oksigen dan


alveoli kedalam darah dan karbondioksida
dari darah ke alveoli
- Difusi gas merupakan pertukaran antara
oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
karbondioksida di kapiler dengan alveoli
- Dengan kata lain difusi gas merupakan
pertukaran antara oksigen alveoli dengan

8
kapiler paru dan karbondioksida kapiler
dengan alveoli
- Fakror-faktor yang menyebabkan difusi, luas
permukan paru, tebal membran resirasi atau
permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli
dan interstisial , jumlah darah, keadaan atau
jumlah kapiler darah, avinitas, waktu adanya
udara di alveoli.
c) Perfusi dan Transportasi Gas

- Perfusi adalah distribusi darah kedalam paru.


- Dengan kata lain perfusi merupakan aliran
darah ke dan dari membran kapiler sehingga
dapat berlangsung pertukaran gas
- Transportasi gas merupakan proses
pendistribusian oksigen kapiler ke jaringan
tubuh dan karbondioksida jaringan tubuh ke
kapiler.
- Transportasi gas dapay dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu, curah jantung, kondisi
pembuku darah, exercise, perbandingan sel

9
darah dengan darah secara keseuruhan, serta
eritrosit dan kadar Hb

C. Proses Pertukaran O2 dan CO2 dalam Pernafasan


(http://www.academia.edu/5651847/Sistem_Respirasi_Pada_Manu
sia) Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung
pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan
makanan yang dimakan. Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih
banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian
juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan
sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Selanjutnya,
seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging
akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang
vegetarian. Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar
300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit.
Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara
inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat
konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab
lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang. Oksigen
yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah
yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen
diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk
diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Hemoglobin yang terdapat
dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa
hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang
berupa protein.

10
Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat
diperlihat-kan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 4 Hb O2oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2,
tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar
O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga
difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara
inspirasi.
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760
mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg.
Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan
oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm
Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara
difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis
yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2
mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg
menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 - 40 mm hg. Di
jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan
mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan
di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang
hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri
pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri

11
pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara
bebas.
Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pada jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan
tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila
tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc
oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian
kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per
100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya
berlangsung menurut reaksi kimia berikut:
1. 02 + H20 Þ (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga
mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam
karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3
Cara yakni sebagai berikut.
Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam
karbonat dengan enzim anhidrase.

2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk


karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3)
melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh
CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut. CO2 + H2O Þ H2CO3
Þ H+ + HCO-3 Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat
mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya
kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena
keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam
basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis.

12
D. Regulasi Gerakan Respirasi

Pusat Respirasi
Seperti halnya dengan otot-otot tubuh yang lain, maka otot
respirasi juga dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Pusat respirasi
terdapat pada bagian atas dari medula oblongata, terdiri atas pusat
ekspirasi dan pusat inspirasi. Impul motoris dikirim menuju:
• Otot antar rusuk melalui serabut saraf spinal dada
• Otot diafragma melalui serabut saraf phrenik yang merupakan
percabangan dari serabut saraf spinal leher.

Regulasi neural dari pusat respirasi


Pada permukaan dinding paru-paru terdapat reseptor-reseptor yang
bila terangsang akan mengirimkan impuls sensori melalui saraf
afferent dari nervus vagus menuju pusat respirasi.

• Reseptor regangan
Reseptor regangan terangsang oleh pengembangan paru-paru
selama inspirasi. Sesampainya impuls saraf di pusat ekspirasi,
maka pusat ekspirasi mengirimkan impuls inhibisi menuju pusat
inspirasi dan inspirasi akan berhenti.

13
• Reseptor deflasi
Reseptor deflasi terangsang oleh pengempisan paru-paru pada saat
berlangsung proses ekspirasi yang kuat. Impuls saraf yang dikirim
ke pusat respirasi akan merangsang pusat inspirasi dan
berlangsunglah proses inspirasi.
Regulasi neural dari pusat respirasi dengan perantaraan reseptor
regangan dan reseptor deflasi tersebut dikenal sebagai mekanisme
vagal, sebab proses tersebut melibatkan nervus vagus untuk
menghantar impuls sensori maupun motoris. Selain itu dikenal pula
mekanisme pneumotaksis yaitu suatu mekanisme yang mengatur
berlangsungnya mekanisme respirasi secara bergantian antara
inspirasi dan ekspirasi. Mekanisme pneumotaksis dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1. Aktivitas pusat respirasi mengirimkan impuls ke pusat
pneumotaksis (terletak di rona varoli dari otak belakang).
Impuls tersebut memacu pusat ekspirasi dan sekaligus
mencegah aktivitas pusat inspirasi.
2. Bila aktivitas dari pusat inspirasi telah terhenti maka impuls
mengalir menuju pusat pneumotaksis dan pusat inspirasi kini
bebas mengirimkan impuls menuju otot-otot inspirasi dan
berlangsunglah proses inspirasi
3. Demikian proses inspirasi dan ekspirasi berlangsung secara
bergantian menurut irama yang teratur sepanjang kehidupan
berlangsung.

14
Regulasi kimiawi pada pusat respirasi
Pusat respirasi dirangsang oleh tiga macam kondisi kimiawi dari
darah yaitu:
1. Tekanan CO2 di dalam darah
Stimulus yang paling penting bagi pusat respirasi, adalah
meningkatnya tekanan CO2 di dalam darah (hipercapnia).
Sedikit saja terjadi peningkatan kadar CO2 di dalam darah akan
meningkatkan tekanan CO2 dan hal ini merupakan rangsangan
yang memacu kegiatan pusat respirasi sehingga berlangsung
proses respirasi yang cepat dan dalam. Sebagai contoh,
penambahan sebanyak 0.22 % volume CO2 ke dalam darah
alveolar, akan meningkatkan tekanan CO2 dari darah
(normalnya adalah 40 mmHg) menjadi 41.5 mmHg.
Peningkatan ini akan mengakibatkan peningkatan aktivitas
respirasi sebanyak dua kali lipat.

2. Kadar O2 di dalam darah


Berkurangnya kadar O2 di dalam darah akan segera
merangsang pusat respirasi. Reaksi kekurangan O2 ini telah
terlihat pada perubahan kadar udara respirasi dari 21% - 18 %
(respirasi cepat dan dalam). Bila kadar O2 dari udara respirasi
telah mencapai 13% maka reaksi kekurangan O2 menjadi lebih
nyata. Tetapi bila udara respirasi hanya mengandung O2
sebanyak 10%, maka timbul cyanosis dan pada kadar 4% maka
berhentilah proses respirasi.

3. PH darah
Meningkatnya kadar CO2 dalam darah akan menyebabkan
meningkatnya kadar H2CO3 (CO2 + H2O
H2CO3). Peningkatan kadar H2CO3 di dalam darah
mengakibatkan meningkatnya kadar ion H, sehingga pH darah

15
menurun. Penurunan pH darah merupakan rangsangan terhadap
pusat respirasi di medula oblongata, dan meningkatlah kegiatan
respirasi.

16
BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Pengertian Respirasi
Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang artinya
bernafas. Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang
tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan
menggunakan O2, proses pengambilan O2 untuk memecah
senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Dari
respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan
kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan
((http://www.davishare.com/2015/02/respirasi-pada-manusia-
pengertian-proses.html).

17
B. Alat – Alat Pernafasan pada Manusia

1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

(http://www.academia.edu/5651847/Sistem_Respirasi_Pada_
Manusia) Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung
(cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di
dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.

18
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama
udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler
darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.Di
sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae.
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus
dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang
masuk ke dalam rongga hidung.

2. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan


percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings)
pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada
bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior)
terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita
vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan
pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil
berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran

19
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut
sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur
agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara
yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan
minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.

3. Pangkal Tenggorokan (laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang


rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan
lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut
epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal
laring.Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri
dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk
menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama
laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat

20
keluar masuknya udara.Pangkal tenggorok disusun oleh
beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut
menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang
akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada
waktu kita bicara.

4. Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak


sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang
rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di
sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang
tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus).
Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi

21
menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung
bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung
paru-paru (alveolus).

5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu


bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa
bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih
besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan
sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus.Batang tenggorokan bercabang menjadi dua
bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua
bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang
menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan
bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus.
Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung
paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler
darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah
oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama

22
bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan
keluar paru-paru.

6. Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian


samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua
bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas
3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2
lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut
pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-
paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang
rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun
oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga
bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi,
kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus
alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut
alveolus.

23
C. Mekanisme Pernafasan pada Manusia
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

1. Penafasan Dada

Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot


antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam
mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang
berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke
posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi,
maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada

24
bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan
tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan
rongga dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada
menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk
ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’.
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari
otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan
menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat.
Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada,
dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut
’ekspirasi’.

2. Pernafasan Perut

Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot


diafragma dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma
berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga
tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara

25
menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi). Pernapasan adalah
suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran
gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah
pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam
adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler
dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada
dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar
rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya,
apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara
akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam
pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara
(ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua
macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

D. Faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Pernafasan


(http://www.academia.edu/5651847/Sistem_Respirasi_Pada_Manu
sia) Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali
bernapas disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada
umumnya,frekuensi pernapasan manusia setiap menitnya sebanyak
15-18 kali. Cepat atau lambatnya frekuensi pernapasan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya :

26
1. Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin
rendah frekuensi pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan
energy yang dibutuhkan.
2. Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi
pernapasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita.Kebutuhan akan oksigen serta produksi karbondioksida
pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
3. Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka
semakin cepat frekuensi pernapasannya, hal ini berhubungan
dengan penigkatan proses metabolism yang terjadi dalam tubuh.
4. Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika
sedang duduk akan berbeda dibandingkan dengan ketika sedang
berjongkok atatu berdiri.Hal ini berhubungan erat dengan
energy yang dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai tumpuan
berat tubuh.
5. Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti
olahragawan akan membutuhkan lebih banyak energi daripada
orang yang diamatau santai, oleh karena itu, frekuensi
pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi. Gerakan dan
frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdapat
di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO₂) dalam darah.

E. Gangguan yang Terjadi pada Sistem Respirasi


(Zullies Ikawati dalam Penyakit Pernafasan dan Tatalaksana
Terapinya, 2011:37-248)
1. Rinitis alergi
Adalah inflamasi pada membran mukosa nasal yang
disebabkan oleh penghirupan senyawa alergi yang kemudian
memicu respon imunologi spesifik

27
Faktor resiko:
a. Riwayat keluarga
Rinitis alergi muncul dengan melibatkan komponen
genetik. Anak dari salah satu orang tua yang memiliki
riwayat rinitis alergi memiliki resiko mengalami
perkembangan rinitis alergi. Resiko semakin meningkat
secara signifikan jika kedua orang tua memiliki riwayat
rinitis alergi.
b. Paparan lingkungan
Lingkungan rumah atau lingkungan kerja dapat
meningkatkan paparan alergen yang berhubungan dengan
rinitis alergi. Paparan asap rokok juga dapat meningkatkan
serum igE ( 100iu/ml ) pada mereka yang berumur dibawah
6 tahun, penderita ekstrim, pada perokok pasif.
c. Pemberian ASI
Pemberian ASI secara eksklusif selama 4 bulan dapat
mencegah atau menunda bersin-bersin dan dermatitis atopik
pada bayi yang memiliki resiko tinggi. Sebuah studi
mengenai peranan menyusui pada pencegahan primer
penyakit asma dan alergi pada lingkungan tradisional
menunjukkan bahwa pemberian asi secara eksklusif
menjadi salah satu jalan utama untuk mengurangi konsep
resiko asma dan penyakit alergi pada negara-negara
berkembang.

2. Batuk
Adalah proses ekspirasi yang eksplosif yang memberikan
mekanisme proteksi normal untuk membersihkan saluran nafas
dari adanya sekresi atau benda asing yang mengganggu. Batuk
itu sendiri sebenarnya bukan penyakit, tetapi merupakan gejala
atau tanda adanya gangguan pada saluran pernafasan. Disisi

28
lain, batuk juga merupakan salah satu jalan menyebarkan
infeksi.
Klasifikasi batuk :
a. Batuk akut
Adalah btuk yang terjadi dan berakhir kurang dari 3
minggu. Meskipun belum ada studi tentang spektrum dan
frekuensi penyebab batuk akut, pengalaman klinik
menunjukkan bahwa penyebab batuk akut adalah infeksi
saluran nafas atas, seperti selesma, sinusitis, bakteri akut,
pertusis, eksaserbasi akut, PPOK, rinitis alergi, atau rinitis
akrena iritan.
Infeksi firus saluran nafas atas merupakan penyebab utama
batuk akut
b. Batuk sub akut
Adalah batuk yang terjadi selama 3-8 minggu
dikelompokkan pada batuk sub akut.
Untuk mendiagnosis penyebab terjadainya batuk jenis ini,
direkomendasikan adanya pendekatan klinik berdasarkan
terapi empirik dan uji lab terbatas. Jika batuk tidak terkait
dengan infeksi pernafasan, pasien harus di evaluasi dengan
cara yang sama seperti batuk kronis. Untuk batuk yang
dimulai bersamaan dengan adanya infeksi pernafasan dan
berakhir 3-8 minggu, penyebabnya yang paling umum
adalah batuk pasca ifeksi, sinusitis bakteri, asma. Batuk
pasca infeksi didefinisikan sebagai batuk yang dimulai
bersamaan dengan KISPA yang tidak berkomplikasi
dengan pneumonia ( dengan rongsen dada normal ) dan
umumnya dapat sembuh tanpa pengobatan. Jika batuk
pasien disertai suara-suara pernafasan seperti mengi maka
perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk dugaan asma
c. Batuk kronis

29
Meskipun batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu dapat
disebabkan oleh banyak penyakit yang berbeda, tetapi pada
banyak kasus biasanya mengarah pada satu atau hanya
sedikit diagnosis. Karena itu, perlu ada evaluasi secara
sistematik untuk mempelajari penyebab utama dengan cara
percobaan terapi empirik, percobaaan menghindari iritan
dan obat yang diduga menyebabkan batuk, dengan dibantu
data-data laboratrium seperti rongten dada atau uji
metakolin, atau uji lain yang sesuai. Diagnosis yang pasti
untuk batuk kronis didasarkan pada observasi terhadap
terapi spesifik yang bisa mengurangi batuk
Selain durasi batuk berdasarkan ada tidaknya dahak batuk
juga dibedakan menjadi 2 yaitu
a. Batuk kering
b. Batuk produktif
c. Batuk berdahak

3. Bronkitis
Kejadian saluran infeksi saluran pernafasan yang paling sering
adalah bronkitis. Bronkitis bisa bersifat akut atau kronis, dan
dapat terjadi pada segala usia.
Gejala dan tanda
Tanda dan gejala bronkitis akut diawali dengan manifestasi
infeksi saluran pernafasan atas seperti :
a. Hidung berair
b. Tidak enak badan
c. Menggigil
d. Pegal-pegal
e. Sakit kepala
f. Tenggorokan sakit

30
Obat yang digunakan antibiotika, walaupun tidak
direkomendasikan tetapi pada kasus dimana dibutuhkan
antibiotik, maka perlu dilakukan pemilihan antibiotika yang
tepat. Golongan aminopenisilin seperti ampisilin dan
amoksisilin cukup efektif terhadap infeksi yang disebabkan
oleh penumococci streptococci dan h.influenzae. untuk
mikroorganisme yang memproduksi betalaktamase seperti
m.catarrhalis dan h.influeanze, perlu diberikan kombinasi
golongan aminopenisilin dengan inhibilator betalaktamase
seperti klavulanat, contohnya amoksiklav. Sedangkan untuk
infeksi oleh m.pneumoniae dan spesies chlamydia, pilihannya
adalah antibiotika golongan maklorit atau doksisiklin.
Doksisiklin sebaiknya tidak diberikan pada anak-anak kurang
dari 8 tahun. Pilihan untuk anak-anak adalah eritromisin

4. Asma
Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang
banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa. Kata
asma (ashma) berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“terebgah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates
menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian
pernafasaan yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak
itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan
gangguan apa saja yang berkaitan dengan kesulitan bernafas,
termasuk ada istilah asma kardiak dan asma bronchial.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2008, asma
didefinisikan sebagai “penyakit inflamasi kronis pada
saluran pernafasan di masa berbagai sel dan elemen seluler
berperan, terutama sel mast, eosinofil, limfosit T,
makrofag, dan sel ephithelial”. Inflamasi kronis ini
berhubungan dengan hiperrosponsivitas saluran pernafasan

31
terhadap berbagai stimulus, yang menyebabkan kekambuhan
sesak nafas (mengi), kesulitan bernafas, dada terasa sesak, dan
batuk-batuk, yang terjadi utamanya pada malam hari atau dini
hari. Sumbatan saluran nafas ini bersifat reversibel, baik
dengan atau tanpa pengobatan.
Asma merupakan penyakit yang manifestasinya sangat
bervariasi. Sekelompok pasien mungkin bebas dari serangan
dalam jangka waktu lama dan hanya mengalami gejala jika
mereka berolahraga atau terpapar alergen atau terinfeksi virus
pada saluran pernafasannya. Pasien lain mungkin mengalami
gejala yang terus-menerus atau serangan akut yang sering. Pola
gejalanya juga berbeda antar satu pasien dengan pasien lainnya.
Misalnya, seorang pasien mungkin mengalami batuk hanya
pada malam hari, sedangkan pasien lain mengalami gejala dada
sesak dan bersin-bersin baik siang maupun malam. Selain itu,
dalam satu pasien sendiri, pola, frekuensi, dan intensitas gejala
bisa bervariasi antar waktu ke waktu.
Sel-sel inflamasi pada penyakit asma
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma
terutama adalah sel mast, limfosit, eosinofil. Di bagian ini akan
dibicarakan satu-persatu peranan dari setiap sel tersebut.
Sel mast. Sel ini sudah ia dapat melepaskan berbagai
mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru
disintesis, yang bertanggung-jawab terhadap beberapa tanda
asma dan elergi. Berbagai mediator tersebut antara lain granul
sel dan dilepaskan secara cepat ketika sel teraktivasi,
prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4, yang baru
disibtesis setelah ada aktivasi, dan sitokin, yang disintesis
dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi fase
lambat. Sel mast diaktivasi oleh alergen melali ikatan suatu
alergen dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya (FcE

32
receptor) di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking
anatara alergen dengan IgE tersebut memicu serangkaian
peristiwa biokimia di dalam sel yang kemudian menyebabkan
terjadinya degranulasi sel mast. Degranalasi adalah peristiwa
pecahnya sel mast yang menyebabkan pelepasan berbagai
mediator inflamasi.
Sel mast terdapat pada lapisan epitelial maupun sub
epitelial saluran nafas, dan karenanya dapat berespon terhadap
alergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel
mast pada cairan bronkoaleolar pasien asma mengindikasikan
bahwa sel ini terlibat dalam patofisiologi asma. Selain itu
pasien asma juga dijumpai peningkatan kadar histamin dan
triptone pada cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat
berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Beberapaobat telah
dikembangkan untuk menstabilisasi sel mst agar tidak mudah
terdegranulasi.Peran sel mast pada reaksi alergi fase lambat
masih belum diketahui secara pasti. Namun, sel mast juga
mengandung faktor kematoklik yang dapat menarik eosinofil
dan neutrofil ke saluran nafas.
Limfosit. Peranan limfosit dalam asma semakin benyak
mendapat dukungan fakta, antara lain dengan terdapatnya
produk-produk limfosit yaitu sitokin pada bioopsi bronkial
pasien asma. Selain itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada
cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat.
Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan
limfosit B. Limfosit T masih terbagi lagi menjadi dua subtipe
yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2
memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi
inflamasi sehingga disebut sitokin proinflamasi, seperti IL-3,
IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini nampaknya
berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap patogen ekstrasel.

33
IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja mengaktivasi sel limfosit
B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menenempel
pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai
mediator inflamasi.
Eosinofil. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa
eosinofil berkontribusi terhadap patofisiologi penyakit alergi
pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara
keparahan asma dengan kberadaan eosinofil di saluran nafas
yang terinflamasi, sehingga inflamasi pada asma atau alergi
sering disebut juga inflamasi eosinofilia. Eosinofil
mengandung berbagai protein grunul seperti: major basic
protein, eosinophil peroxidae, dan eosinophil cationic protein,
yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas,
menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediator dari
sel mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan
kontraksi otot polos saluran nafas. Selain itu, beberapa produk
eosinofil seperti LTC4, PAF, dan metabolit oksigen toksik
dapat menambah keparahan asma.
Ada dua gejala asma, yaitu gejala fase akut dan gejala fase
lambat. Gejala fase akut terjadi dalam hitungan menit dan
berakhir setelah beberapa jam, di mana pada saat itu terjadi
iteraksi antara alergen dengan makrofag. Pada saat ini juga
terjadi up-regulasi sel limfosit T yang akan memproduksi
berbagai interlleukin. Respon yang terjadi pada fase akut
adalah bronkokonstriksi. Fase lambat terjadi dalam 2-6 jam dan
berakhir kurang lebih setelah 12 sampai 24 jam. Sitokin seperti
interluikin bekerja mengaktivasi eosinofil dan limfosit T di
saluran pernafasn untuk melepaskan mediator yang memicu
serangan ulang asma.
Pada asma non-atopik, alergi bukan penyebab serangan, tetapi
pemicuan serangan asma lebih banyak dilakukan oleh faktor

34
lain seperti penggunaan obat seperti aspirin, AINS, dan
golongan beta bloker, adamya iritan kimiawi, penyakit paru
obstruksi kronis, udara kering, stress yang berlebihan, dan
olahraga. Mekanisme bukan melalui sel mast, tetapi melalui
stimulasi pada jalur refleks parasimpatik yang melepaskan
asetilkolin, dan kemudian mengkontraksi otot polos bronkus.
Peningkatan permeabilitas dan sensitivitas terhadap alergi yang
terhirup, iritan, dan mediator inflamasi merupakan konsekuensi
dari adanya cedera pada epitel. Inflamasi kronis pada saluran
pernafasan dapat menyebabkan penebalan membran dasar dan
deposisi kolagn pada dinding bronkial. Perubahan ini dapat
menyebabkan sumbatan saluran nafas secara kronis seperti
yang dijumpai pada penderita asma. Pelepasan berbagai
mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, sumbatan
vaskuler, permeabilitas vaskuler, edema, produksi dahak yang
kental, dan gangguan fungsi mukosiliar

5. Penyakit Paru Obstruksi paru


Menurut WHO yang dituangkan dalam panduan Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun
2010 , Chronic Obstructive Pulmonary Diase (COPD) atau
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) didefinisikan sebagai
penyakit yang dikarakteristik oleh adanya obstruksi saluran
pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya. Sumbatan aliran
udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas
yang berbahaya. Beberapa rumah sakit di Indonesia ada yang
menggunakan istilah PPOM (Penyakit Paru Obstruksi
Menahun) yang merujuk pada penyakit yang sama. Dua
gangguan yang terjadi pada PPOK adalah bronkitis kronis atau
enfisema. Bronkitis kronis adalah kondisi di mana terjadi

35
sekresi mukus berlebihan ke dalam cabang bronkus yang
bersifat kronis dan kambuhan, disertai batuk yang terjadi pada
hampir setiap hari selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun
untuk 2 tahun berturut-turut. Sedangkan enfisema adalah
kelaianan paru-paru yang dikarakterisir oleh pembesaran
rongga udara bagian distal sampai ke ujung bronkiole yang
abnormal dan permanen, disertai dengan kerusakan dinding
alveolus. Pasien pada umumnya mengalami kedua gangguan
ini, dengan salah satunya bisa lebih dominan, atau sama
beratnya.
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini,
yang dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor
host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain:
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOP,
dengan resiko 30 kali lebih besar pada perokok dibanging
dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab dari 85-
90% kasus PPOK berkembang. Namun demikian, tidak
semua penderita PPOK adalah perokok. Kurang lebih 10%
orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK.
Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap
rokok) juga beresiko menderita PPOK.
2. Pekerjaan
Para pkerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan
keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang
terpapar debu katun dan debu gandum, toluene diisosianat,
dan asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada
yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
3. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin
memburuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini

36
bisa berasal dari luar rumahseperti asap pabrik, asap
kendaraan bermotor, dll, maupun polusi dari dalam rumah
misalnya asap dapur
4. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis
merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran
nafas, terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi bateri
menyebabkan peningkatan jumlah sputum, peningkatan
frekuensi eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi
paru, yang semua ini meningkatkan risiko kejadian PPOK
Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host/pasiennya
antara lain:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
d. Predisposisi genetik, yaitu defisiensi a1 antitripsin
(AAT)

Tanda dan Gejala

Diagnosa PPOK ditegakkan berdasarkan adanya gejala-


gejala meliputi batuk, produksi sputum, dispnea, dan riwayat
paparan suatu faktor risiko. Selain itu, adanya obstruksi
saluran pernafasan juga harus dikonfirmasi dengan
spirometri. Indikator kunci untuk mempertimbangkan
diagnosis PPOK adalah sbb:

1. Batuk kronis: terjadi berselang atau setiap hari, dan


sering kali terjadi sepanjang hari (tidak seperti asma
yang terdapat gejala batuk malam hari).
2. Produksi sputum secara kronis: semua pola produksi
sputum dapat mengindikasikan adanya PPOK.

37
3. Bronkitis akut: terjadi secara berulang
4. Sesak nafas (Dispenea): bersifat progresif sepanjang
waktu, terjadi setiap hari, memburuk jika berolah raga,
dan memburuk jika terkena infeksi pernafasan.
5. Riwayat paparan terhadap faktor resiko: merokok
partikel dan senyawa kimia, asap dapur

Adapun gejala klinik PPOK adalah sbb:

1. “Smoker’s cough”, biasanya hanya diawali sepanjang


pagi yg dingin,, kemudian berkembang menjadi
sepanjang tahun.
2. Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid),
berwarna kuning, hijau atau kekuningan bila terjadi
infeksi.
3. Dispenea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran
pernafasan.

Gejala ini mungkin terjadi beberapa tahun sebelum


kemudia n sesak nafas menjadi semakin nyata yang
membuatpasien mencari bantuan medik.
Sedangkan gejala pada eksaserbasi akut adalah:
1. Peningkatan volume sputum
2. Perburukan pernafasan secara akut
3. Dada terasa berat (chest tightness)
4. Peningkatan purulensi sputum
5. Peningkatan kebutuhan bronkodilator
6. Lelah , lesu
7. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat
lelah, terengah-engah)

Pada gejala berat, dapat terjadi:

38
1. Cyanosis, terjadi kegagalan respirasi
2. Gagal jantung dan oedema perifer
3. Pelthoric complexion, yaitu pasien menunjukkan
gejala wajah yang memerah yang disebabkan
polycythemia (erythrocytosis, jumlah erythrosit yang
meningkat), hal ini merupakan respon fisiologi
normal karena kapasitas pengangkutan O2 yang
berlebih.

6. Macam – Macam Gangguan Paru Akibat Obat


1. Apnea
Apnea atau tidak bisa bernapas dapat disebabkan karena
depresi susunan syaraf pusat atau blokade neuromaskular paru
– paru. Pasien dengan penyakit obstruksi kronis, hipoventilasi
alveolar, dan retensi CO2 akan respon berlebihan dalam bentuk
depresi / penekanan pernafasan terhadap obat – obat sedatif
dan analgenetik narkotik. Pemberian obat golongan
benzodiazepin (diazepan, lorazepam, midazolam) secara
intravena yang terlalu cepat misalnya, dapat menyebabkan
apnea. Sebuah laporan menyebutkan bahwa pemberian
intravena midazolam yang terlalu cepat menyebabkan depresi
respirasi yang kemudian menyebabkan hipoksia enselopati dan
kematian, terutama pada pasien usia lanjut atau yang mendapat
obat tersebut dalam kombinasi dengan analgesik opiat.
Selain golongan sedatif, obat – obat pemblok neuromuskuler
yang biasanya digunakan pada saat operasi juga dapat
menyebabkan perpanjangan apnea, terutama pada pasien
dengan ganguan renal ata hepar. Hal ini karena otot – otot
pernapasan menjadi lemah sehingga pernapasan tertekan.
Blokade neuromuskular yang diperlama telah dilaporkan pada
penggunaan obat pancuronium dan vecuronium pada pasien

39
dengan penyakit ginjal. Dua obat ini diekskresikan melalui
ginjal. Kegagalan pernapasan juga dapat terjadi akibat anestesia
spinal lokal.
Telah dilaporkan adanya opnea akibat kelumpuhan otot
pernapasan dan kelelahan otot setelah penggunaan polimiksin
dan antibiotik aminoglikosida. Mekanismenya diperkirakan
berkaitan dengan kompleksasi Ca dan deplesinya pada tempat
perhubungan mioneural (myoneural junction). Pemberian
CaCI2 intravena dapat memperbaiki kondisi kelumpuhan,
walaupun efektivitasnya bervariasi. Golongan amoniglikosida
secara kompetitif memblok neuromuscular junction dan
menyebabkan apnea yang mematikan, misalnya pada
penggunaan neomisin, gentamisin, streptomisin dan basitrasin
yang diberikan ke dalam rongga peritoneal atau pleural.

2. Bronkokonstriksi
Bronkokontriksi merupakan problem respirasi karena obat
(drug-induced) yang terbanyak. Bronkokonstriksi dapat dipicu
oleh berbagai jenis obat melalui berbagai mekanisme. Namun
apapun mekanismenya, bronkokontriksi karena obat
merupakan problem yang dapat dikatakan secara ekslusif
terjadi pada pasien yang telah memiliki gangguan
hiperreaktivitas bronkial, misalnya pada pasien asma dan
PPOK. Pengertiannya adalah pasiean yang mengalami
hiperraktivitas bronkial non-spesifik pasti akan mengalami
bronkokontriksi jika diberi obat – obat kolinergik atau
antikolinesterase dengan dosis yang cukup tinggi.
Mekanisme bronkokontriksi bisa melalui stimulasi langsung
pada reseptor sentral pernapasan, atau melalui blokade reseptor
β2-adrenergik dan pelepasan histamin dari sel mast dan basofil
secara non-imunilogis. Sebagian lagi memicu bronkokontriksi

40
melalui reaksi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE)
dan melibatkan peran sel mast.

3. Batuk
Batuk merupakan bentuk lain dari efek samping obat atau ADR
pada system pernapasan. Obat yang terkenal memiliki efek
samping batuk adalah golongan inhibitor ACE (angiotensin-
converting enzyme). Batuk terjadi pada 1-10% pasien yang
menerima terapi inhibitor ACE, terutama pada wanita (dalam
sebuah studi retrospektif, perbandingan wanita dan pria 14,6% :
6,0%). Diduga wanita memiliki ambang batuk yang lebih
rendah. Resiko efek samping batuk karena inhibitor ACE lebih
besar dijumpai pada orang Afrika – Amerika dan Cina. Batuk
dapat terjadi pada penggunaan semua jenis inhibitor ACE.
Jenis batuknya kering dan nonproduktif, serta persisten.
Keparahan bentuknya bervariasi, dari yang hanya berdehem-
dehem sampai batuk berat yang menimbulkan insomnia dan
muntah. Batunya dapat terjadi dalam waktu 3 hari setelah
terapi, batuknya akan sembuh dalam waktu 1 sampai 4 hari
setelah terapi dihentikan, tapi bisa timbul lagi jika terapi
diteruskan.
Mekanisme batuk karena inhibitor ACE masih belum diketahui
dengan pasti. ACE merupakan enzim non spesifik yang juga
mengkatalisa hidrolisis bradikinin dan subtance P, suatu
protusif (pemicu batuk), yang menyebabkan inflamasi dan
merangsang reseptor iritan di paru – paru. Penghambatan ACE
dapat menyebabkan akumulasi bradikinin dan substance P,
yang pada gilirannya mensensitisasi saraf sensorik di saluran
napas, sehingga memicu batuk. Hal ini diperkuat dengan
laporan bahwa adanya polimorfisme gen reseptor bradikinin
ternyata berhubungan dengan batuk yang disebabkan oleh

41
pengunaan inhibitor ACE.Batuk jenis ini umumnya tidak
berespon terhadap obat batuk. Pengatasannya adalah dengan
menghentikan terapi inhibitor ACE dan menggantikannya
dengan anthipertensi lain. Obat yang sering digunakan untuk
menggantikan inhibitor ACE adalah antagonis reseptor
Angiotensin II (AIIRA). Uji klinik melaporkan bahwa
golongan AIIRA tidak menyebabkan batuk.

4. Edema Paru – Paru


Edema paru – paru adalah kondisi di mana terjadi
pembengkakan paru akibat terakumulasinya cairan. Edema
paru dapat disebabkan oleh kegagalan mekanisme homeostatik.
Penyebab yang paling sering adalah peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler akibat kegagalan pada ventrikel kiri.
Pemberian cairan yang berlebihan pada pasien gagal jantung
merupakan penyebab tersering kejadian edema paru iatrogenik.
Selain kekuatan hidrostatik, mekanisme homeostasis lain yang
terganggu adalah tekanan osmotik dan onkotik pada pembuluh
darah, keutuhan epitel alveolus, tekanan interstisial paru dan
aliran limfa interstisial. Cairan edema pada pasien yang
mengalami edema paru kerdiogenik biasanya mengandung
sedikit protein, sedangkan pada pasien non-kardiogenik cairan
edemanya mengandung konsentrasi protein yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa edema paru nonkardiogenik utamanya
disebabkan oleh kerusakan epitel alveolus.

Penampakan klinik edema paru antara lain : batuk takipnea,


dispnea, takikardi, rakles pada auskultasi, hipoksemia, infiltrat
yang menyebar pada hasil rontgen dada, dan menurunnya daya
kebang (compliance) paru. Edema paru non-kardiogenik
mungkin dapat berkembang menjadi pendarahan,

42
berkumpulnya debris seluler di alveoli, diikuti dengan
hiperplasia dan fibrosis.

Beberapa contoh obat yang dpat menyebabkan edema paru


beserta kekerapan terjadinya. Salah satu obat yang paling
sering dilaporkan menyebbakan edoma paru adalah analgetik
narkotik. Yang paling sering dilaporkan adala heroin intravena,
morfin, metadon, meperidin dan propoksifen. Mekanismenya
belum diketahui, tetapi nampaknya terkait dengan hipoksemia
yang mirip dengan edema paru neorogenik ang biasanya terjadi
tumor otak atau trauma atau efek toksin langsung pada
membran kapiler alveolus.semuka dianggap bahwai edema
hanya terjadi pengunaan narkotik overdosis, namun belakangan
fakta menunjuknkan bahwa edema paru karena narkotik
merupakan reaksi idiosinkrasi yang dapat terjadi baik pada
doses sedang marai tinggi.

Pasien dengan edema paru dapat mengalami koma dengan


depresi respirasi atau dispnea dan takipnea. Gejalanya
bervariasi dari batuk dengan radiologi yang spesifik sampai
siagnosis parah dan hipoksadi walaupun diberi suplemen
oksigen. Gejala dapat muncul beberapa menit setelah
pemberian intravena, tetapi dapat juga baru 2 jam setelah
pemberian. Gejala klinik umumnya membaik dalam waktu 24-
48 jam dan secara radiologis kondisi paru normal dalam waktu
2-5 hari. Namun demikian, uji fungsi paru mungkin akan
menunjukkan abnormalitas sampai 10-12 minggu. Terapinya
antara lain dengan pemberian nalokson, suplemen oksigen, dan
bantuan pernapasan jika diperlukan. Mortalnitasnya kurang
dari 1%.

43
5. Eosinofilia Paru – Paru
Yang dimaksud dengan eosinofilia paru – paru adalah
masuknya eosinofil ke dalam jaringan paru – paru. Kondisi ini
dapat terjadi akibat penggunaan obat, yang pernah dilaporkan
antara lain : nitrofurantoin, asam para-aminosalisilat,
metotreksat, sulfonamid, tetrasiklin, klorpropamid, fenitoin,
AINS, imipramin. Gangguan ini dikarakterisir dengan gejala
demam, batuk tidak produktif, dispnea, sianosis, infiltrasi paru
bilateral dan adanya eosinofil dalam darah. Jika paru – paru
dibiopsi, akan dijumpai perivasculitis dengan adanya infiltrasi
eosinifil, makrofag, dan cairan edema yang mengandung
protein di alveolus. Gejala ini bisa hilang secara cepat jika
mengandung obat dihentikan. Beberapa obat yang pernah
dilaporkan menyebabkan eosinofilia paru – paru.
6. Toksisitas Oksigen
Oksigen seperti pedang bermata dua. Terapi oksigen sering
digunakan dalam berbagai kasus gangguan pernafasan, namun
dalam dosis tertentu, oksigen dapat menyebabkan toksisitas.
Toksisitas oksigen pada sistem syaraf pusat disebut “efek
Bert”, yang diambil dari nama penemunya yaitu Paul Bert,
yang pada tahun 1878 melaporkan adanya efek kejang pada
burung yang terpapar oksigen sampai 15-20 ATA. Sedangkan
efek toksik oksigen pada sistem pernafasan disebut efek smith,
yakni setelah Lorain Smith pada tahun 1899 mengamati adanya
pneumonia fatal pada tikus setelah paparan 73% O2 pada 1
ATA selama 4 hari. Masing-masing jenis toksisitas ini
mengambarkan jenis toksisitas akut (pada efek Bert) dan
toksisitas kronis (pada efek smith).

Toksisitas oksigen pada paru-paru dapat terjadi setelah suatu


paparan yang lama oksigen ≥0,5 ATA. Gejala akan nampak

44
setelah suatu periode laten, di mana durasinya menurun dengan
peningkatan pO2. Pada manusia sehat, gejala pertama toksisitas
oksigen dapat muncul setelah paparan oksigen pada 1 ATA
seteah 10 jam. Gejala terlihat dalam bentuk batuk, nyeri dada,
dan diapnea.

Paparan oksigen yang lama dan dengan konsentrasi tinggi


dapat merusak epitelial paru, menginaktivasi surfaktan,
membentuk edema intra-alveolar dan penebalan interstitial dan
selanjutnya fibrosis, yang pada gilirannya menyebabkan
ateleksitasis paru. Atelektasis adalah keadaan dimana paru –
paru todak bisa mengembang sempurna. Alektasis
menyebabkan berkurangnya daya kembang paru, sehingga
terjadi penurunan kapasitas vital, diikuti abnormalitas kapasitas
difusi CO. Penurunan keceoatan inspirasi direfleksikan dengan
peningkatan kebutuhan tekanan inspirasi yang tingii pada
pasien-pasien yang tergantu ventilator. Paru-paru menjadi
semakin kaku/stiffer secara progresif karena kemampuan
mengoksigenasi menjadi semain berkurang.

Fraksi oksigen yang terhirup dan durasi paparan sangat


berpengaruh terhadap kerusakan paru.

7. Fibrosis paru
Sejumlah besar obat telah dilaporkan menyebabkan reaksi
samping berupa fibrosis paru-paru, baik dengan atau tanpa
pneumonitis akut. Golongan obat terbesar yang menyebabkan
reaksi tersebut adalah adalah obat-obat kemoterapi. Walaupun
menakismenya belum diketahui secara pasti, tetapi gejala klinik
, berupa abnormalitas fungsi paru dan histopatologi
menunjukkan pola yang serupa. Gejala-gejala klinik yang

45
terjadi: dypsnea, hipoksia, batuk kering, kerusakan alveolar
dalam jangka panjang, interstitional pneumonitis tanpa infeksi.
Fibrosis dapat terjadi cepat atau lambat 14 bulan setalah
transplantasi sum-sum tulang belakang.

46
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat
sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan O2, proses
pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2,
H2O dan energi. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak
kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak dan pertumbuhan.
Pada pernafasan ada alat – alat yang digunakan untuk proses bernafas
seperti, hidung, faring, laring, trakea, brokus, bronkeolus, dan paru – paru.

Terdapat tiga proses pernafasan yaitu: ventilasi, pertukaran gas,


transportasi oksigen dan karbondioksida. Pernafasan juga memiliki 2
mekanisme yaitu pernafasan dada dan pernafasan perut.

Pusat respirasi terdapat pada bagian atas dari medula oblongata, terdiri
atas pusat ekspirasi dan pusat inspirasi. Pusat respirasi dirangsang oleh
tiga macam kondisi kimiawi dari darah yaitu:
1. Tekanan CO2 di dalam darah
2. Kadar O2 di dalam darah
3. PH darah

Faktor – faktor yang mempengaruhi frekuansi respirasi ialah: usia, jenis


kelamin, suhu tubuh, posisi atau kedudukan tubuh, dan aktivitas.

Gangguan pada sistem pernafasan meliputi: batuk, rinitis alergi, bronkitis,


asma, penyakit paru obstruksi kronis, dan penyakit paru karena obat

47
B. SARAN

Kami sebagai perawat menyarankan agar pembaca menjaga kesehatan organ


pernafasan seperti tidak merokok, hidup sehat dengan olahraga teratur, dan
menjaga lingkungan agar kaya akan O2. Selain itu jika sudah terindikasi
memiliki gangguan pada sistem pernafasan maka sebaiknya untuk segera
memeriksakan/menjalankan terapi oksigen.

48
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Ikawati, Zullies. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana


Terapinya. Yogyakarta: Bursa Ilmu

Maryunani, Anik. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Jilid I. Bogor: IN


Media

Rustam Effendy. Sistem Respirasi Pada Manusia (online).


http://www.academia.edu/5651847/Sistem_Respirasi_Pada_Manusia
Diakses pada tanggal 08 November 2017 pukul 17:35 WIB

Respirasi pada Manusia (online)


http://www.davishare.com/2015/02/respirasi-pada-manusia-pengertian-
proses.html Diakses pada tanggal 08 November 2017 pukul 17:36 WIB

Gangguan pada Sistem Pernafasan Manusia dan Pengobatannya (online)


http://kitabherbalnusantara.com/jenis-penyakit-dan-
pengobatannya/gangguan-pada-sistem-pernafasan-manusia-dan-
pengobatannya/ Diakses pada tanggal 08 November 2017 pukul 17:40
WIB

49

Anda mungkin juga menyukai