Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA

SEKOLAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH

I. TEORI dan KONSEP ANAK


Anak merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan tidak
dapat diulang setelah usianya bertambah.

Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin
(menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak)

Menurut Hurlock (1980) saat ini yang disebut anak bukan lagi yang berumur 21 tahun tetapi
berumur 18 tahun, dan masa dewasa dini dimulai umur 18 tahun.

Kelompok-kelompok usia anak terdiri dari 3 kelompok yaitu :


1. Usia prasekolah : 2 – 5 tahun
2. usia sekolah : 6 – 12 tahun
3. usia remaja : 13 - 18 tahun

Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Label yang digunakan oleh orang tua
a. Usia yang menyulitkan karena anak tidak mau lagi menuruti perintah dan lebih dipengaruhi
oleh teman sebaya dari pada orang tua ataupun anggota keluarga lainnya
b. Usia tidak rapi karena anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam
penampilan
c. Usia bertengkar karena banyak terjadi pertengkaran antar keluarga dan membuat suasana
rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga
2. Label yang digunakan pendidik/guru
a. Usia sekolah dasar : anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap
penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan mempelajari
perbagai ketrampilan penting tertentu baik kurikuler maupu ekstrakurikuler
b. Periode kritis dalam berprestasi : anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak
sukses, atau sangat sukses yang cenderung menetap sampai dewasa
3. Label yang digunakan oleh ahli psikologi
a. Usia berkelompok : perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-
teman sebaya sebagai anggota kelompok
b. Usia penyesuaian diri : anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui oleh
kelompok dalam penampilan, berbicara dan berperilaku
c. Usia kreatif :suatu masa yang akan menentukan apakah anak akan menjadi konformis
(pencipta karya baru) atau tidak
d. Usia bermain : suatu masa yang mempunyai keinginan bermain yang sangat besar karena
adanya minat dan kegiatan untuk bermain

PERKEMBANGAN AKHIR MASA KANAK-KANAK


Tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak menurut Havigrust :
Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan umum
Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh
Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya
Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
Mengembangkan ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung
Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan nilai
Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga
Mencapai kebebasan pribadi

PERKEMBANGAN USIA SEKOLAH (TUGAS MANDIRI)


MASALAH ANAK USIA SEKOLAH
1. BAHAYA FISIK
A. Penyakit
• Penyakit palsu/khayal untuk menghindari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya
• Penyakit yang sering dialami adalah yang berhubungan dengan kebersihan diri

B. Kegemukan
Bahaya kegemukan yang dapat terjadi :
• Anak kesulitan mengikuti kegiatan bermain sehingga kehilangan kesempatan untuk
keberhasilan sosial
• Teman-temannya sering mengganggu dan mengejek sehingga anak menjadi rendah diri

C. Kecelakaan
Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kecelakaan sering dianggap sebagai kegagalan dan
anak lebih bersikap hati-hati akan bahayanya bagi psikologisnya sehingga anak merasa takut
dan hal ini dapat berkembang menjadi rasa malu yang akan mempengaruhi hubungan sosial

D. Kecanggungan
Anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya bila muncul perasaan
tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri

E. Kesederhanaan
Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa memandangnya sebagai perilaku
kurang menarik sehingga anak menafsirkannya sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi
konsep diri anak

2. BAHAYA PSIKOLOGIS
A. Bahaya dalam berbicara
Ada 4 (empat) bahaya dalam berbicara yang umum terdapat pada anak-anak usia sekolah
yaitu :
kosakata yang kurang dari rata-rata menghambat tugas-tugas di sekolah dan menghambat
komunikasi dengan orang lain
 kesalahan dalam berbicara, cacat dalam berbicara (gagap) akan membuat anak jadi sadar
diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja
 anak yang kesulitan berbicara dalam bahasa yang digunakan dilingkungan sekolah akan
terhalang dalam usaha untuk berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia berbeda
pembicaraan yang bersifat egosentris, mengkritik dan merendahkan orang lain, membual
akan ditentang oleh temannya
B. Bahaya emosi
Anak akan dianggap tidak matang bila menunjukan pola-pola emosi yang kurang
menyenangkan seperti marah yang berlebihan, cemburu masih sangat kuat sehingga kurang
disenangi orang lain

C. Bahaya bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan kesempatan untuk
mempelajari permainandan olah raga untuk menjadi anggota kelompok, anak dilarang
berkhayal, dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan menjadi anak penurut yang
kaku.

D. Bahaya dalam konsep diri


Anak yang mempunyai konsep diri yang ideal biasanya merasa tidak puas terhadap diri
sendiri dan tidak puas terhadap perlakuan orang lainbila konsep sosialnya didasarkan pada
pelbagai stereotip, anak cenderung berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam
memperlakukan orang lain. Karena konsepnya berbobot emosi dan cenderung menetap serta
terus menerus akan memberikan pengaruh buruk pada penyesuaian sosial anak

E. Bahaya moral
Bahaya umum diakitkan dengan perkembangan sikap moral dan perilaku anak-anak :
1. perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau berdasarkan konsep-
konsep media massa tentang benar dan salah yang tidak sesuai dengan kode orang dewasa
2. tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas perilaku
3. disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang sebaiknya
dilakukan
4. hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak
5. menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu memuaskan sehingga
menjadi perilaku kebiasaan
6. tidak sabar terhadap perilaku orang lain yang salah

F. Bahaya yang menyangkut minat


Bahaya yang dihubungkan dengan minat masa kanak-kanak :
1. tidak berminat terhadap hal-hal yang dianggap penting oleh teman-teman sebaya
2. mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap minat yang dapat bernilai bagi dirinya,
misal kesehatan dan sekolah

G. Bahaya hubungan keluarga


Kondisi-kondisi yang menyebabkan merosotnya hubungan keluarga :
1. Sikap terhadap peran orang tua, orang tua yang kurang menyukai peran orang tua dan
merasa bahwa waktu, usaha dan uang dihabiskan oleh anak cenderung mempunyai hubungan
yang buruk dengan anak-anaknya
2. Harapan orang tua, kritikan orang tua pada saat anak gagal dalam melaksanakan tugas
sekolah dan harapan-harapan orang tua maka orang tua sering mengkritik, memarahi dan
bahkan menghukum anak
3. Metode pelatihan anak, disiplin yang otoriter pada keluarga besar dan disiplin lunak pada
keluarga kecil yang keduanya menimbulkan pertentangan dirumah dan meyebabkan
kebencian pada anak. Disiplin yang demokratis biasanya menghasilkan hubungan keluarga
yang baik.
4. Status sosial ekonomi, bila anak merasa benda dan rumah miliknya lebih buruk dari
temannya maka anak sering menyalahkan orang tua dan orang tua cenderung membenci hal
itu
5. Pekerjaan orang tua, pandangan mengenai pekerjaan ayah mempengaruhi persaan anak dan
bila ibu seorang karyawan sikap terhadap ibu diwarnai oleh pandangan teman-temannya
mengenai wanita karier dan oleh banyaknya beban yang harus dilakukan di rumah.
6. Perubahan sikap kepada orang tua, bila orang tua tidak sesuai dengan harapan idealnya
anak, anak cenderung bersikap kritis dan membandingkan orang tuanya dengan orang tua
teman-temannya.
7. Pertentangan antar saudara, anak-anak yang merasa orang tuanya pilih kasih terhadap
saudara-saudaranya maka anak akan menentang orang tua dan saudara yang dianggap
kesayangan orang tua
8. Perubahan sikap terhadap sanak keluarga, anak-anak tidak menyukai sikap sanak keluarga
yang terlalu memerintah atau terlalu tua dan orang tua akan memarahi anak serta sanak
keluarga membenci sikap sianak
9. Orang tua tiri, anak yang membenci orang tua tiri karena teringat orang tua kandung yang
tidak serumah akan memperlihatkan sikap kritis, negativitas dan perilaku yang sulit.

II. PENGKAJIAN
1. Pengkajian yang berhubungan dengan keluarga (sesuai dengan materi askep keluarga)
2. Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah
a. Identitas anak
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
c. Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini
d. Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari)
e. Pertumbuhan dan prekembangannya saat ini (termasuk kemampuan yang telah dicapai)
f. Pemeriksaan fisik
3. Lengkapi dengan pengkajian fokus

III. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu :
1. berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal sesuai usia anak
2. berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada lima tugas keluarga yang
bertujuan agar keluarga memahami dan memfasilitasi perkembangan anak.
Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnosa keperawatan yaitu :
1. Masalah aktual/risiko
Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhan tubuh
Menarik diri dari lingkungan sosial
Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah
Mudah dan Sering marah
Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah yang dibebankan
Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga
Keengganan melakukan kewajiban agama
Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal
Gangguan komunikasi verbal
Gangguan pemenuhan kebersihan diri (akibat banyak waktu yang digunakan untuk
bermain)
Nyeri (akut/kronis)
Trauma atai cedera pada sistem integumen dan gerak
2. Potensial atau sejahtera
Meningkatnya kemandirian anak
Peningkatan daya tahan tubuh
Hubungan dalam keluarga yang harmonis
Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya
Pemeliharaan kesehatan yang optimal

IV. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Aktual
Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anak yang sakit
Tujuan : Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan dukungan yang adekuat
Intervensi :
• Diskusikan tentang tugas keluarga
• Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat anggota keluarga sakit
• Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga
• Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya pertolongan yang telah
dilakukan
• Ajarkan cara merawat anak dirumah
• Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga

2. Risiko/risiko tinggi
Risiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mengenal masalah yang terjadi pada anaknya
Tujuan : ketidakharmonisan keluarga menurun
Intervensi :
• Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga
• Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga
• Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani
• Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak
• Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah
• Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah
• Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membaut alternatif

3. Potensial atau sejahtera


Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga
Tujuan : dipertahankanya hubungan yang harmonis
Intervensi :
• Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka pada keluarga
• Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian atas kemampuannya
• Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak usia sekolah)
• Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga tanpa menimbulkan masalah

V. Evaluasi
Evaluasi didasarakan pada tujuan yang hendalk dicapai mengacu pada kriteria hasil yang
telah ditetapkan. Perawat selalu memberi kesempatan pada keluarga untuk menilai
keberhasilannya kemudian arahkan sesuai dengan tugas perkembangan keluarga dibidang
kesehatan.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan
pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota
keluarga

Tahapan dari proses keperawatan keluarga meliputi :


1. Pengkajian keluarga dan individu didalam keluarga
Yang termasuk pada pengkajian keluarga adalah :
a. mengidentifikasi data demografi dan sosio cultural
b. data lingkungan
c. strukturdan fungsi keluarga
d. stress dan strategi koping yang digunakan keluarga
e. perkembangan keluarga
sedangkan yang termasuk pada pengkajian terhadap individu sebagai anggota keluarga adalah
pengkajian fisik, mental, emosi, sosial dan spiritual
2. Perumusan diagnosa keperawatan
3. Penyusunan perencanaan
Perencanaan disusun dengan membuat prioritas, menetapkan tujuan, identifikasi sumber daya
keluarga dan menyeleksi intervensi keperawatan
4. Pelaksanaan asuhan keperawatan
Perencanaan yang sudah disusun dilaksanakan dengan memobilisasi sumber-sumber daya
yang ada dikeluarga, masyarakat dan pemerintah
5. Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, perawat melakukan penilaian terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan

A. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara
terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya.
Sumber informasi dari tahap pengkajian dapat menggunakan metode :
a. wawancara keluarga
b. observasi fasilitas rumah
c. pemeriksaan fisik dari anggota keluarga
d. data sekunder, misal hasil pemeriksaan laboratorium, X-ray, papsmear, dsb

Hal-hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah :


I. Data Umum, meliputi :
1. Nama kepala keluarga (KK)
2. Alamat dan nomor telepon
3. Pekerjaan kepala keluarga
4. Pendidikan kepala keluarga
5. Komposisi keluarga dan genogram (nama anggota keluarga, sex, hubungan dengan KK,
usia, pendidikan, status iminisasi; BCG, Polio I – IV, DPT I – III, Hepatitis I – III dan
campak)
6. Tipe keluarga
menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi
dengan jenis tipe keluarga tersebut
7. Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa
tersebut terkait dengan kesehatan
8. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi
kesehatan
9. Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun
anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh
kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh
keluarga (siapa yang mengatur keuangan ?)

10. Aktifitas rekreasi keluarga


Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi

Rekreasi kelurga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk
mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton televisi dan mendengarkan
radio juga merupakan aktifitas rekreasi

II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga


1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti
Contoh : Keluarga Tn. S mempunyai 4 orang anak, anak pertama berusia 17 tahun dan anak
bungsu berusia 7 tahun maka keluarga Tn. S berada pada tahapan perkembangan keluarga
dengan usia remaja
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta
kendala mengapa tugas tersebut belum terpenuhi
Contoh : Bayi berumur 6 bulan kepala belum bisa tegak, ibu tidak berani mengangkat.
Bagaimana pertumbuhan dan perkembangannya, adaptif atau tidak ? A
3.
XI. Harapan Keluarga
Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga terhadap perawat (petugas kesehatan) untuk
membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi.

B. PENGKAJIAN FOKUS
Perawat perlu melakukan pengkajian fokus pada tiap perkembangan yang didasari oleh :
1. Dalam tiap tahap perkembangan keluarga, karakteristik keluarga akan berbeda karena ada
perubahan anggota keluarga (dapat bertambah atau berkurang)
2. Pada tahap tiap perkembangan, keluarga mempunyai tugas perkembangan keluarga yang
harus dilakukan.
3. Pada tiap tahap perkembangan keluarga, kewajiban keluarga berbeda

a. Keluarga baru menikah


Pengkajian data fokus meliputi :
Kapan pertemuan pasangan
Bagaimana hubungan sebelum menikah
Bagaimana pasangan ini memutuskan untuk menikah
Adakah halangan terhadap perkawinan mereka (sebutkan)
Bagaimana respon anggota keluarga terhadap perkawinan
Bagaimana kehidupan di lingkungan keluarga asal, termasuk orientasi keluarga dari kedua
orangtua
Siapa orang lain yang tinggal serumah setelah perkawinan
Bagaimana hubungan dengan saudara ipar
Bagaimana keadaan orangtua masing-masing dan hubungannya dengan orangtua setelah
perkawinan
Bagaimana rencana mempunyai anak
Berapa lama waktu berkumpul setiap hari
Bagaimana rutinitas (secara individu: suami dan istri) setelah perkawinan
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

b. Keluarga dengan anak baru lahir (sampai usia 30 bulan)


Pengkajian data fokus meliputi :
Bagaimana riwayat kehamilan anak ini
Bagaimana riwayat persalinan anak ini
Bagaimana perawatan anak setelah lahir sampai usia dua minggu
Bagaimana perawatan anak sampai usia satu tahun
Adakah orang lain yang serumah setelah anak lahir dan apa hubungannya
Siapakan yang mengasuh anak setiap hari
Berapa lama waktu yang dimiliki orang tua untuk berkumpul dengan anak
Siapa yang memberi stimulus dan latihan kepada anak dalam rangka pemenuhan tumbuh
kembangnya
Bagaimana perkembangan anak dan ketrampilan yang dimiliki anak dicapai pada usia
berapa
Adakah sarana untuk stimulus tumbuh kembang anak
Pernahkah anak menderita sakit serius, apa jenisnya, kapan waktunya, berapa lama, dan
dirawat dirumah sakit atau tidak
Bagaimana pencapaian perkembangan anak saat ini
Kemampuan apa yang telah dimiliki anak saat ini
Bagaimana harapan keluarga terhadap anak
Gunakan skala DDST
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

c. Keluarga dengan anak prasekolah


Stimulasi apa yang diberikan oleh keluarga selama dirumah dan adakah sarana stimulasinya
Sudahkan anak diikutkan dalam kegiatan play group
Berapa lama waktu yang dimiliki orang tua untuk berkumpul dengan anak setiap hari
Siapakah orang yang setiap hari bersama anak
Kemampuan apa yang telah dimiliki anak saat ini
Bagaimana harapan keluarga terhadap anak
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

d. Keluarga dengan anak sekolah


Bagaimana karakteristik teman bermain
Bagaimana lingkungan bermain
Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah
Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan adakah sarana yang dimilikinya
Bagaimana temperamen anak saat ini
Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang
Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak
Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini
Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah
Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah
Pernahkah mendapat kecelakaan selama disekolah atau dirumah saat bermain
Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masa ini
Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa jenisnya
Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

e. Keluarga dengan anak usia remaja


Bagaimana karakteristik teman di sekolah atau di lingkungan rumah
Bagaimana kebiasaan anak menggunakan waktu luang
Bagaimana perilaku anak selama di rumah
Bagaimana hubungan anak remaja dengan adiknya, dengan teman sekolah atau bermain
Siapa saja yang berada dirumah selama anak remaja dirumah
Bagaimana prestasi anak disekolah dan prestasi apa yang pernah diperoleh anak
Apa kegiatan diluar rumah selain sekolah, berapa kali, berapa lama dan dimana
Apa kebiasaan anak dirumah
Apakah fasilitas yang digunakan anak secara bersamaan atau sendiri
Berapa lama waktu yang disediakan orang tua untuk anak
Siapa yang menjadi figur bagi anak
Seberapa besar peran yang menjadi figur bagi anak
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga
f. Keluarga dengan anak dewasa (mulai lepas)
Bagaimana karakteristik pasangan anaknya
Bagaimana hubungan anak dengan orang tua dan mertua setelah menikah
Apakah anak yang telah menikah tinggal bersama atau lepas dari orang tua
 Bila tidak, anak yang telah menikah tidak tinggal serumah, dimana tinggalnya dan berapa
lama/frekuensi anak bertemu dengan orang tua
Bagaimana hubungan antara anak yang telah menikah dengan adiknya
Bagaimana perasaan orang tua setelah anak menikah
Bagaimana orang tua membentuk jaringan dengan anak
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

g. Keluarga usia baya


Bagaimana kegiatan di rumah dan di luar rumah
Bagaimana hubungan anak dengan orang tua
Adakah orang lain yang tinggal serumah, bagaimana hubungan keluarga
Bagaimana pemenuhan kebutuhan individu setelah anak tidak lagi serumah
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

h. Keluarga lansia
Bagaimana perasaan setelah tidak bekerja dan ditinggal pasangannya
Bagaimana kegiatan di rumah dan di luar rumah
Bagaimana kunjungan anak ke orang tua, berapa frekuensi kunjungan anak
Adakah orang yang menemani setiap hari
Bagaimana pemenuhan kebutuhan individu setelah dikategorikan usia tua
Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA


1. Pengelompokan Data
Data hasil pengkajian dikelompokan dalam data subjektif dan objektif setiap kelompok
diagnosis keperawatan
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan
- Perumusan diarahkan pada individu dan atau keluarga
- Komponennya terdiri dari P, E dan S
- Perumusan diagnosa keperawatan keluarga menggunakan aturan yang telah disepakati,
terdiri dari :
a. Masalah (Problem, P) yaitu suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga
b. Penyebab (Etiology, E) yaitu suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan
mengacu pada lima tugas keluarga : mengenal masalah, mengambil keputusan yang tepat,
merawat anggota keluarga, memelihara/memodifikasi lingkungan, memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan
c. Tanda (Sign, S) yaitu sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh perawat dari
keluarga secara langsung atau tidak langsung untuk mendukung masalah atau penyebab

Tipologi diagnosa keperawatan keluarga dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :


1. Diagnosis aktual adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh keluarga dan
memerlukan bantuan dari perawat dengan segera
2. Diagnosis risiko/risiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum terjadi tetapi tanda
untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera
mendapat bantuan
3. Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah
mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan
yang memungkinkan dapat ditingkatkan
Contoh perumusan diagnosa keperawatan :
a. Diagnosa Aktual
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada Ibu B keluarga Bapak K berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang nyaman untuk istirahat dan
tidur
2. Perubahan peran menjadi orang tua tunggal pada Bapak I berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah peran orang tua tunggal setelah istrinya
meninggal
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas gerak pada anak S keluarga Bapak T
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang aman untuk
latihan berjalan bagi anak S
b. Diagnosa Risiko/risiko tinggi
1. Risiko terjadinya serangan berulang yang berbahaya pada Lansia Ibu R keluarga Bapak M
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
(Puskesmas) yang dekat dengan tinggal keluarga
2. Risiko tinggi gangguan perkembangan balita D pada keluarga Bapak N berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga melakukan stimulasi pada balita
3. Risiko tinggi konflik antara orang tua dan anak remaja keluarga Bapak P berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi yang tepat bagi anak
remajanya
c. Diagnosa Potensial
1. Potensial peningkatan kesejahteraan Ibu C yang sedang hamil pada keluarga Bapak Q
2. Potensial peningkatan status kesehatan balita anak G pada kelg. Bapak H
3. Potensial tumbuh kembang yang optimal bagi anak K pada kelg. Bapak L

D. PENILAIAN (SKORING) DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Skoring dilakukan bila diagnosa keperawatan lebih dari satu
2. Proses skoring menggunakan skala yang dirumuskan oleh Bailon dan Maglaya (1978),
dengan cara :
• Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh perawat
• Skor dibagi dengan skor tertinggi dikalikan dengan bobot
Skor yang diperoleh
--------------------------- x bobot
skor tertinggi
• Jumlahkan skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah bobot, yaitu 5)
Sifat masalah
Skala :
tidak/kurang
sehat
Ancaman
kesehatan
Keadaan
sejahtera

Kemungkinan
3
masalah
1. 2
dapat diubah
1
Skala :
1
Mudah
Sebagian
2
Tidak dapat
2. 1
02
Potensial
No. Kriteria Skor Bobot masalah
untuk dicegah
3
Skala : Tinggi 1
3. 2
Cukup
1
Rendah
1
Menonjolnya
2
masalah
4. 1
Skala :
0
masalah
berat, harus
segera
ditangani
Ada masalah,
tetapi tidak
perlu segera
ditangani
Masalah tidak
dirasakan

Penentuan prioritas sesuai dengan kriteria skala :


 Kriteria pertama, prioritas utama diberikan pada tidak atau kurang sehat karena perlu
tindakan segera dan biasanya disadari oleh keluarga
Untuk kriteria kedua perlu diperhatikan :
• Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani masalah
• Sumber daya keluarga : fisik, keuangan, tenaga
• Sumber daya perawat : pengetahuan, ketrampilan, waktu
• Sumber daya lingkungan : fasilitas, organisasi dan dukungan
Untuk kriteria ketiga perlu diperhatikan :
• Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau masalah
• Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu

• Tindakan yang sedang dijalankan atau yang tepat untuk memperbaiki masalah
• Adanya kelompok yang berisiko untuk dicegah agar tidak aktual dan menjadi parah
Untuk kriteria ketiga perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga menilai
masalah keperawatan tersebut

Penyusunan Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Didasarkan pada yang mempunyai skor tertinggi sampai dengan skor terendah
2. Perawat mempertimbangkan pula persepsi keluarga terhadap masalah keperawatan mana
yang menurut keluarga perlu diatasi segera

PERENCANAAN KEPERAWATAN KELUARGA


1. Mencakup tujuan umum dan khusus dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu
pada penyebab.
2. Rencana tindakan meliputi kegiatan yang bertujuan :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan
kesehatan dengan cara :
• Memberikan informasi yang tepat
• Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan
• Mendorong sikap emosi yang mendukung upaya kesehatan
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara :
• Mengidentifikasi konsekuensinya bila tidak melakukan tindakan
• Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki dan ada disekitar keluarga
• Mendiskusikan tentang kosekuensinya dari tiap tindakan
c. Memberi kepercayaan diri selama merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara :
• Mendemonstrasikan cara perawatan
• Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
• Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Membantu keluarga untuk memelihara/memodifikasi lingkungan yang dapat meningkatkan
kesehatan keluarga, dengan cara :
• Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
• Melakukan perubahan lingkungan bersama keluarga seoptimal mungkin

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya,


dengan cara :
• Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada disekitar lingkungan keluarga
• Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

Hal penting dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan keluarga :


1. Tujuan hendaknya logis, sesuai masalah, dan mempunyai jangka waktu yang sesuai
dengan kondisi klien
2. kriteria hasil hendaknya dapat diukur dengan alat ukur dan diobservasi dengan panca indra
perawat yang objektif
3. Disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang dimiliki oleh keluarga dan mengarah ke
kemandirian klien untuk meminimalisasi tingkat ketergantungan
4. diarahkan untuk mengubah pengetahuan (), sikap (afektif) dan tindakan keluarga
(psikomotor)
5. perawat melibatkan keluarga secara aktif karena keluarga mempunyai tanggung jawab
akhir dan merupakan cara menghormati dan menghargai keluarga serta keluarga tidak
menentang terhadap apa yang akan dilakukan perawat.

Metode sederhana dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan keluarga


Diagnosa keperawatan Rencana asuhan keperawatan
Masalah (P) ---- digunakan untuk merumuskan tujuan umum-khusus
atau tupan-tupen
Penyebab (E) ---- digunakan untuk merumuskan kriteria standar/hasil
yang diharapkan sebagai tolak ukur suatu
I keberhasilan
Tanda (S) I
Selanjutnya merumuskan rencana tindakan kepera
watan keluarga

D. IMPLEMENTASI
- perawat tidak bekerja sendiri melibatkan semua profesi kesehatan yang menjadi tim
perawatan kesehatan dirumah (home care)
- Peran perawat sebagai koordinator tetapi dapat juga sebagai pelaksana asuhan keperawatan
- Melakukan kontrak sebelumnya (saat mensosialisasikan diagnosis keperawatan) meliputi :
waktu, topik, siapa pelaksananya, sasaran keluarga, peralatan
- Tujuannya agar keluarga dan perawat siap secara fisik dan psikis
- Harus sesuai dengan rencana dan kontrak yang telah dilakukan
- Materi : sesuai tujuan yang diharapkan
- Media : sesuai dengan kriteria pada rencana asuhan keperawatan keluarga agar diperoleh
efektifitas yang maksimal, yaitu :
Brosur/leaflet yang dibuat sendiri oleh perawat
Buku
Poster
Rekaman audio atau video, dll
- Buat rencana kegaiatan yang terstruktur agar diperoleh hasil yang efektif dan efisien
- Rencanakan secara sistematis dan berurutan secara bertingkat derdasarkan rencana tindakan
yang telah dibuat
- Impkementasi dapat dilakukan oleh klien sendiri, perawat, anggota tim kesehatan, keluarga
lain dan orang lain yang masuk dalam jaringan kerja keperawatan keluarga

E. EVALUASI
- Kegiatan membandingkan hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang ditetapkan
- Bila evaluasi tidak atau berhasil sebagian disusun rencana baru
- Evaluasi perlu dilakukan beberapa kali dengan melibatkan keluarga dengan waktu yang
sesuai dengan kondisi keluarga
- Disusun menggunakan SOAP yaitu
S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan keluarga setelah implementasi
O adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat dengan pengamatan
langsung setelah implementasi
 A adalah analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga yang
dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan pada rencana keperawatan
P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
- Evaluasi yang dilaksanakan oleh perawat adalah evaluasi formatif yang bertujuan untuk
menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dan
kontrak pelaksanaan sedangkan evaluasi sumatif bertujuan untuk menilai secara keseluruhan
terhadap pencapaian diagnosis keperawatan dengan maksud apakah rencana diteruskan,
diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi atau dihentikan.
Format evaluasi formatif dan sumatif

Tanggal & waktu 30 Juli 2007


No. Dx 1 Kolom 2 C
S:
O:
Evaluasi
A:
P:

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan
telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks. Salah satu penyakit yang diderita oleh
masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut
saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak-anak, baik dinegara berkembang
maupun dinegara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak
dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa dimana ditemukan adanya hubungan
dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan
karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit
dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10-20%
dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah
17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun,
ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang
dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271.
Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan.
Anak usia sekolah usia 6-12 tahun menuntut kebutuhan hidup yang menantang. Perubahan
perkembangan sangat beragam dan memiliki rentang seluruh area pertumbuhan dan perkembangan
kemampuan fisik, psikososial, kognitif, dan moral di kembangkan, diperluas, disaring, dan di
sinkronisasikan, sehingga individu dapat menjadi anggota masyarakat yang di terima dan produktif.
Anak usia sekolah harus mengatasi perubahan dalam seluruh area perkembangan, misalnya mereka
harus bekerja dan bermain secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dari berbagai latar
belakang budaya. Anak usia sekolah harus memenuhi tantangan perkembangan ketrampilan kognitif
yang meningkatkan pemikiran dan memungkinkan mereka untuk belajar menulis dan memanipulasi
angka.
Sekolah atau pengalaman pendidikan memperluas dunia anak dan merupakan transisi dari
kehidupan yang secara relative bebas bermain ke kehidupan dengan bermain, belajar, dan bekerja
yang terstruktur. Sekolah dan rumah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
membutuhkan penyesuaian dengan orang tua dan anak, Anak harus belajar menghadapi peraturan
dan harapan yang di tuntut oleh sekolah dan teman sebaya.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan persentasi / pembelajaran diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan keluarga pada anak usia sekolah
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi ISPA
b. Menjelaskan etiologi ISPA
c. Menjelaskan manifestasi klinis ISPA
d. Menjelaskan penatalaksanaan ISPA
e. Menjelaskan definisi anak usia sekolah
f. Menjelaskan perkembangan fisik anak usia sekolah
g. Menjelaskan perkembangan kognitif anak usia sekolah
h. Menjelaskan perkembangan psikososial anak usia sekolah
i. Menjelaskan masalah kesehatan spesifik pada anak usia sekolah
j. Menjelaskan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah
k. Menjelaskan promosi kesehatan selama periode usia sekolah

BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFINISI ISPA
Definisi ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian
atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang
berlangsung sampai 14 hari.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian
sebagai berikut:
• Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
• Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract)
• Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA
proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman
yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma
dan bronkitis, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran
pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila
terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko
terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban
immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak
tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik

B. ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain
dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium.
Virus penyebabnya antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-
gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala- gejala menjadi lebih berat dan bila
semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah
dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun
demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat
dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis :
o Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,
napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
o Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardia, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
o Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang dan coma.
o Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris :
o Hypoxemia,
o Hypercapnea
o Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

D. PENATALAKSANAAN
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit
ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotic untuk kasus-kasus batuk pilek biasa,
serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus
mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama
pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini
diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa
membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan
dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan
auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklasifikasi.

2. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
• Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
• Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
• Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia.
3. Pengobatan
• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
• Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksazol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksazol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat
dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
• Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk
dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein, dekstrometorfan, dan antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek
bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcus dan
harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Setiap anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
4. Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 5 tahun keatas demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet
dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali sehari.
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan
membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada
anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan
dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu
yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak
memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita
yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut
diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,
usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang
5. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik
• Immunisasi
• Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu
• Pengelolaan kasus yang disempurnakan
• Immunisasi

E. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Pengertian
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
(Notoatmodjo, 2003:16).
Pendidikan kesehatan merupakan upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan
suatu kondisi bagi perorangan, kelompok dan masyarakat untuk menerapkan cara-cara hidup sehat
(Depkes. RI, 2001).
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Namun
demikian, ketiga faktor yang lain (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas) juga memerlukan
intervensi pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2003:9).
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat
yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari
atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka (Notoadmodjo, 2003:10).
Pendidikan kesehatan merupakan komponen essensial dalam asuhan keperawatan dan diarahkan
pada kegiatan meningkatkan, mempertahankan dan memulihkan status kesehatan; mencegah
penyakit; dan membantu individu untuk mengatasi efek sisa penyakit (Brunner dan Sudart, 2002:47).
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan
pencapaiaan tujuan kesehatan individu, dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat
diberikan kepada seseorang kepada orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus
dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses
perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak
informasi, sikap maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Notoatmdjo
dalam Suliha dkk, 2002:2).
Pendidikan kesehatan adalah proses yang menjebatani kesenjangan antara informasi kesehatan dan
praktek kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu
sehingga dapat menjaga dirinya menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan
membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo dalam Suliha dkk, 2002:2).
Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu,
kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak
tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan tari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan
sendiri menjadi mandiri. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan usaha atau kegiatan
untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam meingkatkan kemampuan baik
pengetahuan, sikap maupun keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal.
Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang
mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai
pendidik (Suliha dkk, 2002:3).
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Secara umum, Tujuan pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku individu, masyarakat atau
kelompok di bidang kesehatan (Notoatmodjo dalam Suliha, 2002:3)
Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi :
a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dalam masyarakat.
b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk
mencapai tujuan hidup sehat.
c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Tafal dalam Suliha (2002:3) menjelaskan tujuan pendidikan kesehatan secara operasional, adalah
sebagai berikut :
a. Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya),
kesehatan lingkungan dan masyarakatnya.
b. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah
berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui
rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit.
c. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistentensi dan perubahan – perubahan
sistem dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif.
d. Agar orang tahu apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya, tanpa selalu meminta
pertolongan pada sistem pelayanan kesehatan yang formal.
Dari kedua uraian tentang tujuan pendidikan kesehatan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan
masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri
dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada dengan tepat dan sesuai.
3. Konsep Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan.
Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu praktek pendidikan. Oleh sebab itu,
konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi
proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan
lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi
bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di
dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang kelebihan (lebih dewasa, lebih
pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang
individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang
dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Namun demikian, tidak semua
perubahan tiu terjadi karena perubahan saja, misalnya perkembangan anak dari tidak dapat berjalan
menjadi dapat berjalan. Perubahan ini terjadi bukan hasil dari proses belajar, tetapi karena proses
kematangan. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu memiliki ciri-ciri :
belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok atau masyarakat
yang sedang belajar baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar adalah bahwa
perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif
lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan.
Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga proses
belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan
menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu, dan lain
sebagainya (Notoadmodjo, 2003:97)1).
4. Proses Pendidikan Kesehatan
Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni persoalan masukan (input), proses,
dan persoalan keluaran (out put). Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah
menyangkut masalah belajar (sasaran didik) yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang
belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah mekanisme dan
interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subyek yang belajar tersebut. Di
dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain : subyek belajar,
pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik belajar, alat bantu belajar dan materi atau
bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa
kemampuan atau perubahan perilaku dari subyek belajar.
Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan fakto-faktor yang mempengaruhi proses belajar ini
kedalam 4 kelompok besar, yakni faktor materi (bahan belajar), lingkungan, instrumental, dan
subyek belajar. Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan
belajar dan alat-alat peraga dan perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar, metode
belajar, dan organisasi dan sebagainya. Dalam pendidikan kesehatan subyek dapat berupa individu,
kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003:98).
5. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran
pendidikan kesehatan, tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan tingkat pelayanan
pendidikan kesehatan (Suliha dkk, 2002:4).
a. Dimensi Sasaran Pendidikan Kesehatan
Dari dimensi sasaran, ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1) Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu.
2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.
3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.
b. Dimensi Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Menurut dimensi pelaksanaannya, Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat
sehingga dengan sendirinnya sasarannya juga berbeda-beda. Misalnya :
1) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan disekolah dengan sasaran murid yang pelaksanaannya
diintegrasikan dalam usaha kesehatan sekolah.
2) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat, balai
kesehatan, rumah sakit dengan sasaran pasien atau keluarga pasien.
3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.
c. Dimensi Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan
Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan
lima tingkat pencegahan atau five levels of prevention (Notoatmodjo dalam Suliha, 2002:5)
1) Promosi kesehatan (health promotion)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam kebersihan perorangan, perbaikan
sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan gizi dan kebiasaan hidup sehat.
2) Perlindungan khusus (specific protection)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Misalnya tentang pentingnya imunisasi sebagai cara perlindungan terhadap penyakit yang terjadi
pada anak maupun orang dewasa.
3) Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena rendahnya tingkat pengetahuan dan
kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakit yang terjadi di masyarakat. Keadaan ini
menimbulkan kesulitan mendeteksi penyakit yang terjadi di masyarakat, masyarakat tidak mau
diperiksa dan diobati penyakitnya. Kegiatan pada tingkat pencegahan ini meliputi pencarian kasus
individua atau massal, survei penyaringan kasus, penyembuhan dan pencegahan berlanjutnya proses
penyakit, pencegahan penyebaran penyakit menular dan pencegahan komplikasi.
4) Pembatasan cacat (disability limitation)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena masyarakat sering didapat tidak mau
melanjutkan pengobatannya sampai tuntas atau tidak mau melakukan pemeriksaan dan pengobatan
penyakitnya secara tuntas. Pengobatan yang tidak layak atau tidak sempurna dapat mengakibatkan
orang yang bersangkutan menjadi cacat atau memiliki ketidak mampuan untuk melakukan sesuatu.
Hal ini terjadi karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan
penyakitnya. Pada tingkat ini kegiatan meliputi perawatan untuk menghentikan penyakit,
pencegahan komplikasi lebih lanjut, serta fasilitas untuk mengatasi cacat dan mencegah kematian.
5) Rehabilitasi (rehabilitation)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena telah sembuh dari penyakit tertentu,
seseorang mungkin menjadi cacat. Untuk memulihkan kecacatannya itu diperlukan latihan-latihan.
Untuk melakukan latihan yang baik dan benar sesuai dengan program yang telah ditentukan,
diperlukan adanya pengertian dan kesadaran dari masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu,
ada rasa malu dan takut tidak diterima untuk kembali ke masyarakat setelah sembuh dari suatu
penyakit atau sebaliknya masyarakat mungkin tidak mau menerima anggota masyarakat lain yang
baru sembuh dari suatu penyakit.
6. Domain Pendidikan Kesehatan
Pendidikan menurut Notoatmodjo 2003, berkaitan dengan domain kognitif pengetahuan yang
bersifat intelektual (cara berfikir, berabstraksi, analisa, memecahkan masalah dan lain-lain) terbagai
secara berjenjang sebagai berikut :
a. Pembelajaran kognitif
1) Pengetahuan (Knowledge) menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.
Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan menganalisa atau mengingat kembali hal-hal atau
keterangan yang pernah berhasil kita himpun atau kenali (recall of facts).
2) Pemahaman (Comprehension) dimana sudah tercapai pengertian (Understanding) tentang hal
yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan maka juga sudah mampu
mengenali hal tadi meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini misalnya
kemampuan menterjemahkan, menginterprestasikan, menafsirkan, meramalkan dan
mengeksplorasikan.
3) Penerapan (Application) dimana sudah tercapai kemampuan untuk menerapkan hal yang sudah
dipahami kedalam situasi yang kondisinya sesuai.
4) Analisa (Analysis) dimana sudah dicapai kemampuan untuk mengurai hal tadi menjadi rincian
yang terdiri dari unsur-unsur atau komponen – komponen yang berhubungan antara yang satu
dengan yang lainnya dalam suatu bentuk susunan yang berarti.
5) Sistesis (Syntesis) dimana sudah dicapai kemampuan untuk menyusun kembali bagian-bagian atau
unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.
6) Evaluasi (Evaluation) dimana sudah dicapai kemampuan untuk membandingkan hal yang
bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan
menyeluruh tentang hal yang sedang dinilainya.
b. Pembelajaran Afektif (Perilaku)
1) Penerimaan
Sikap terbuka untuk mengikuti petunjuk dari orang lain
2) Menanggapi
Melibatkan partisipasi aktif melalui proses mendengarkan dan bereaksi secara verbal dan non
verbal.
3) Menilai
Memberikan nilai pada suatu obyek atau perilaku
4) Pengorganisasian
Mengembankan sistem nilai melalui identifikasi dan pengorganisasian nilai serta penyelesaian
kembali konflik.
5) Pengkarakteristikan
Pengkarakteristikan meliputi tindakan dan respon terhadap sistem nilai yang dianut, diuji, dan
ditantang.
b. Pembelajaran Psikomotor (keterampilan motorik)
1) Persepsi
Merupakan keadaan yang menyadari suatu obyek atau kualitas melalui penggunaan seluruh organ
indra. Seseorang merasakan adanya rangsangan sebagai tanda untuk melakukan tugas tertentu.
2) Perangkat
Perangkat merupakan kesiapan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada 3 perangkat , yaitu mental,
fisik, dan emosi.
3) Respon terbimbing
Respon terbimbing merupakan kinerja suatu tindakan dibawah bimbingan seorang instruktur. Hal ini
merupakan tindakan meniru dari tindakan yang didemonstrasikan.
4) Mekanisme
Mekanisme merupakan tingkat perilaku yang lebih tinggi dimana seseorang telah memiliki
kepercayaan diri dan keterampilan untuk melakukan perilaku tertentu.
5) Respon komplek terbuka
Respon komplek terbuka mencakup pelaksanaan keterampilan motorik yang terdiri dari pola
gerakan yang komplek. Seseorang memperlihatkan keterampilan secara halus dan benar tanpa ragu-
ragu.
6) Adaptasi
Adaptasi terjadi bila seseorang mampu merubah respon motorik ketika muncul masalah yang tidak
diduga.
7) Keaslian.
Keaslian merupakan aktivitas motorik yang paling kompleks yang mencakup penciptaan pola
gerakan yang baru. Seseorang bertindak berdasarkan kemampuan dan keterampilan psikomotor
yang ada.
7. Sumber Pendidikan Kesehatan
a. Keluarga
b. Sekolah
c. Instansi pemerintah
d. Media Informasi
e. Teman sebaya ( pergaulan )
F. KARAKTERISTIK RUMAH SEHAT
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga. Rumah sebagai tempat membina keluarga, tempat berlindung dari iklim dan tempat
menjaga kesehatan keluarga.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial ekonomi.
Rumah sehat adalah rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau ketentuan teknis
kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni rumah dari bahaya atau
gangguan kesehatan, shg memungkinkan penghuni memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh
3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan.
Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah perencanaan rumah sehat dan nyaman.
1. Pencahayaan
Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai pencahayaan alami pada siang
hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang Iangit, dengan ketentuan sebagai
berikut :
• Cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan
• Ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya
• Ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata
Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan ditentukan oleh:
o Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata)
o Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata)
o Tingkat atau gradasi kekasaran den kehalusan jenis pekerjaan
o Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan
o Sinar matahari Iangsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 (satu) jam setiap hari
o Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00.

Nilai faktor langit tersebut akan sangat ditentukan oleh kedudukan lubang cahaya dan luas lubang
cahaya pada bidang atau dinding ruangan. Semakin lebar bidang cahaya (L), maka akan semakin
besar nilai factor langitnya. Tinggi ambang bawah bidang bukaan (jendela) efektif antara 70-80 cm
dari permukaan lantai ruangan.
Nilai factor langit minimum dalam ruangan pada siang hari tanpa bantuan penerangan buatan, akan
sangat dipengaruhi oleh :
Tata letak perabotan rumah tangga, seperti lemari, meja tulis atau meja makan
Bidang pembatas ruangan, seperti partisi, tirai masif
2. Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan
sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan
memberikan kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi
pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang
pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi. Agar diperoleh kesegaran udara dalam
ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau
mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut :
• Lubang penghawaan minimal 5%(lima persen) dari luas lantai ruangan
• Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir keluar ruangan
• Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar mandi/WC
Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC, yang memerlukan peralatan
bantu elektrikal-mekanikal seperti blower atau exhaust fan, harus memenuhi ketentuan berikut :
o Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan disekitarnya
o Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamaaan ruangan kegiatan dalam bangunan
sepeti; ruangan keluarga, tidur, tamu dan kerja.
3. Suhu udara dan kelembaban
Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban udara ruangan sesuai
dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh
penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan
ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan.
Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan
kegiatannya, perlu memperhatkan:
• Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar
• Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak bergerak
• Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas Iantai ruangan

BAB III
KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH

A. DEFINISI
Anak usia sekolah merupakan suatu periode yang dimulai saat anak masuk sekolah dasar sekitar usia
6 tahun sampai menunjukan tanda akhir masa kanak-kanak yaitu 12 tahun.
Langkah perkembangan selama anak mengembangkan kompetensi dalam ketrampilan fisik, kognitif,
dan psikososial. Selama masa ini anak menjadi lebih baik dalam berbagai hal, misalnya mereka dapat
berlari dengan cepat dan lebih jauh sesuai perkembangan kecakapan dan daya tahannya.

B. PERKEMBANGAN FISIK
1. Tinggi dan berat badan
Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat dari pada setelah lahir tetapi, meningkat
secara terus menerus. Pada anak tertentu mungkin tidak mengikuti pola secara tepat. Anak usia
sekolah lebih langsing dari pada anak usia prasekolah, sebagai akibat perubahan distribusi dan
kekebalan lemak (Edelmen dan Mandle, 1994)
Sekolah memberi peluang pada anak untuk membandingkan dirinya dengan kelompok besar anak
anak dengan usia yang sama. Pemeriksaan fisik yang biasanya diperlukan selama kelas 1 merupakan
kesempatan yang baik perawat untuk mendiskusikan dengan anak dan orang tua tentang pengaruh
genetic, nutrisi, dan olah raga terhadap tinggi dan berat badan. Anak laki laki sedikit labih tinggi dan
lebih berat dari pada anak perempuan selama tahun pertama sekolah. Kira kira 2 tahun sebelum
pubertas. Anak mengalami peningkatan pertumbuhan yang cepat.
2. Fungsi kardiovaskular
Fungsi kardiovaskular baik dan stabil selama tahun usia sekolah. Denyut jantung rata- rata 70 – 90
denyut/menit, tekanan darah normal 110 / 70 mm Hg dan frekuensi pernafasan stabil 19 – 21,
Pertumbuhan paru minimal dan pernafasan menjadi lebih lambat, lebih dalam, dan lebih teratur.
Akan tetapi pada akhir periode ini jantung 6 kali ukurannya saat lahir dan umumnya sudah mencapai
ukuran dewasa.
3. Fungsi neuromuscular
Anak usia sekolah menjadi labih lentur karena koordinasi otot besar meningkat dan kekuatannya dua
kali lipat. Banyak anak berlatih ketrampilan motorik kasar yaitu berlari, melompat, menyeimbangkan
gerak tubuh, dan menangkap selama bermain. Menghasilkan peningkatan ketrampilan
neuromuscular. Perbedaan individual dalam kecepatan pencapaian penguasaan ketrampilan dasar
mulai terlihat. Perbedaan individual dalam ketrampilan motorik terbentuk dalam partisipasi anak
dalam aktivitas yang membutuhkan pergerakan otot yang terkoordinasi dan kemampuan motorik
halus.
Ketrampilan motorik halus terlambat tertinggal oleh ketrampilan motorik kasar tetapi berkembang
kira- kira dalam kecepatan yang sama, saat kontrol jari dan pergelangan tangan tercapai, anak
menjadi pandai melakukan aktivitas. Ketrampilan meningkatkan motorik halus pada anak dalam
pertengahan masa kanak – kanak membuat mereka menjadi sangat mandiri dalam merawat
kebutuhan personal lain.
Mereka mengembangkan keinginan personal yang kuat dalam proses kebutuhan ini akan terpenuhi.
Penyaklit dan hospitalisasi mengancam pengendalian anak dalam area ini. Maka sangat penting
mengizinkan mereka untuk berpartisipasi dalam perawatan dan mempertimbangkan kemandirian
sebanyak mungkin.
4. Nutrisi
Periode usia sekolah merupakan salah satu masalah nutrisi secara relative. Jika terjadi defisiensi
biasany defisiensi zat besi, vitamin A, atau kalsium. Anak usia sekolah dapat belajar banyak hal
tentang piramida makanan dan diet yang seimbang dengan membantu menyiapkan makanan.
Perawat harus menganjurkan orang tua untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang adekuat
bagi anak untuk mendukung pertumbuhan dan aktivitas.

C. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk berfikir dengan cara yang
logis. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi di dominasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan
untuk memahami dunia secara luas. Sekitar 7 tahun, anak memasuki tahap piaget ketiga yaitu
perkembangan kognitif, yang di kenal sebagai operasional konkret, ketika merewka mampu
mengunakan symbol secara operasional (aktivitas mental) dalam pemikiran bukan kerja Mereka
mulai menggunakan proses pemikiran yang logis dengan materi konkret. Periode ini di tandai
dengan tiga kemampuan atau kecakapan yaitu mengklasifikasikan, menyusun, dan mengasosiasikan.
Pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang
sederhana.

1. Perkembangan bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua
semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan di nyatakan dalam bentuk tulisan,
lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambing, gambar atau
lukisan, dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu
pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut :
a. Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (orang-orang suara / bicara
sudah berfungsi ) untuk berkata kata.
b. Proses belajar yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari
bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi/ meniru ucapan atau kata-kata yang di dengarnya.
Perkembagan bahasa sangat cepat selama masa kanak-kanak tengah dan pencapaian berbahasa
tidak lagi sesuai dengan usianya. Rata-rata anak usia 6 tahun memiliki kosakata sekitar 3000 kata
yang cepat berkembang dengan meluasnya pergaulan dengan teman sebaya dan orang dewasa serta
kemampuannya membaca. Anak meningkatkan penggunaan berbahasa dan mengembangkan
pengetahuan strukturalnya. Mereka menjadi lebih menyadari aturan sintaksis, aturan merangkai kta
menjadi kalimat.

D. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Selama masa ini anak berjuang untuk mendapatkan kompetensi dan ketrampilan yang penting bagi
mereka yang berfungsi sama sepertu dewasa. Anak usia sekolah yang mendapatkan keberthasilan
positif merasa adanya perasaan berharga. Anak-anak yang menghadapi kegagalan dapat merasakan
mediokritas (biasa saja ) / perasaan tidak berharga yang dapat mengakibatkan menarik diri dari
sekolah dan teman sebaya.
1. Perkembangan moral
Kebutuhan kode moral dan aturan social menjadi lebih nyata sesuai kemampuan kognitif dan
pengalaman social anak sekolah, mereka memandang aturan sebagai prinsip dasar kehidupan,
bukan hanya perintah dari yang memiliki otoritas.
Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga. Usaha untuk
menanamkan konsep moral sejak dini merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang di
terima anak mengenai benar salah, baik buruk, akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya.
2. Hubungan sebaya
Anak usia sekolah menyukai sebaya ssejenis dari pada sebaya lain jenis. Identitas jender yang kuat
dapat di lihat pada ikatan yang kuat dengan teman sejenis yang di pertahankan oleh anak biasa di
sebut “geng“. Umumnya anak laki-laki dan perempuan memandang jenis kelamin yang berbeda
secara negative. Pengaruh sebaya menjadi lebih berbeda selama tahap perkembangan ini.
Konformitas terlihat pada perilaku, gaya berpakaian, dan pola berbicara yang di dorong dan
dipengaruhi adanya kontak dengan sebaya. Identitas kelompok meningkat, seiring perubahan anak
sekolah menuju adolesens.
3. Identitas seksual
Freud menggambarkan usia sekolah sebagai periode laten karena ia merasa pada periode ini anak
memiliki sedikit ketertarikan dalam seksualitasnya. Sekarang ini banyak peneliti percaya bahwa anak
usia sekolah memiliki ketertarikan yang besar pada seksualitasnya.
4. Konsep diri dan kesehatan
Selama usia sekolah identitas dan konsep diri menjadi lebih kuat dan lebih individual. Persepsi sehat
sakit berdasarkan pada fakta yang mudah diobservasi seperti adanya atau tidak adanya penyakit dan
keadekuatan tidur atau makan. Kemampuan fungsional standar untuk kesehatan personal dan
kesehatan yang lain dinilai.

E. MASALAH KESEHATAN SPESIFIK PADA ANAK USIA SEKOLAH


Kecelakaan dan cedera merupakan masalah kesehatan utama yang terjadi pada anak. Anak usia
sekolah juga secara signifikan mengalami kanker, cacat lahir, pembunuhan, dan penyakit jantung.
Pada kelompok usia ini, masalah ini dari seluruhmemiliki angka mordibitas tinggi jumlah infeksi
hamper 80 penyakit anak. Infeksi pernafasan merupakan prevalensi terbanyak, flu biasa tetap
merupakan penyakit utama pada masa ini.
Beberapa kelompok lebih mudah mengalami penyakit dan ketidakmampuan, sering kali sebagai
akibat adanya rintangan pencapaian pelayanan kesehatan. Retardasi mental, gangguan belajar,
kerusakan sensasi, dan malnutrisi merupakan prevalensi terbanyak di antara anak-anak yang hidup
dalam kemiskinan.

F. TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH


1. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan
hubungan dengan teman sebaya
2. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
3. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
G. PROMOSI KESEHATAN SELAMA PERIODE USIA SEKOLAH
Periode usia sekolah merupakan periode klinis untuk penerimaan latihan perilaku dan kesehatan
menuju kehidupan dewasa yang sehat. Jika tingkat kognisi meningkat pada periode ini, pendidikan
kesehatan yang efektif harus dikembangkan dengan tapat. Promosi praktek kesehatan yang baik
merupakan tanggung jawab perawat.
Selama progam ini, perawat berfokus pada pengembangan perilaku yang secara positif berpengaruh
pada status kesehatan anak. Perawat dapat berperan untuk memenuhi tujuan kebijakan nasional
dengan menigkatkan kebiasaan gaya hidup yang sehat termasuk nutrisi. Anak usia sekolah harus
berpartisipasi dalam progam pendidikan yang memungkinkan mereka untuk merencanakan, memilih
dan menyajikan makanan yang sehat. Perawat juga mengikutsertakan orang tua tentang
peningkatan kesehatan yang tepatbagi anak usia sekolah. Orang tua perlu mengenali pentingnya
kunjungan pemeliharaan kesehatan.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA KELUARGA Tn. Z DENGAN MASALAH ISPA

I. PENGKAJIAN
A. Data Umum.
1. Nama KK : Tn. Z
2. Usia : 40 tahun
3. Pendidikan KK : SMP
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Alamat : Ds. Menganti Rt 02/Rw 03, Kec. Kedung, Kab. Jepara.
6. Komposisi Keluarga :

7. Genogram
Keterangan :

8. Tipe Keluarga
Keluarga Tn. T termasuk keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan
anak-anak.
9. Latar belakang Budaya / kebiasaan keluarga
9.1. Suku bangsa
Keluarga Tn. T merupakan suku Jawa Bangsa Indonesia.
9.2. Bahasa yang digunakan
Bahasa yang biasa digunakan keluarga sehari hari adalah bahasa jawa, keluarga menguasai bahasa
jawa dan bahasa indonesia.
9.3. Pantangan
-
9.4. Kebiasaan budaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan :
9.4.1 Kebiasaan dalam kebersihan
Anggota keluarga mencuci tangan sebelum makan, cuci muka, kaki dan gosok gigi sebelum tidur
selain kegiatan rutin sehari – hari yang sudah umum dilakukan seperti keluarga lain antara lain
mandi dan mencuci. Sedangkan dalam menjaga kebersihan rumah kurang diperhatikan.
9.4.2 Jaringan kerja
Tn. T adalah seorang tukang kayu, relasinya banyak berasal dari sesama profesi dan jika order
pekerjaan sepi tak ada pekerjaan lain yang dilakukan. Sedangkan Ny. W seorang penjual nasi
bungkus di pasar.
9.4.3 Kebiasaan makan
Komposisi makanan pada Tn. Z adalah makanan pokok selalu ada, sayur mayur selalu ada, lauk
nabati dan lauk hewani kadang-kadang, susu kadang-kadang ada untuk anaknya dan dalam keluarga
tidak mempunyai makanan pantangan atau alergi (kecuali makanan yang dilarang sesuai keyakinan
atau agama yang dianut ).
Keluarga tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan makanan karena Ny. W sendiri
penjual nasi di pasar.
Dalam pengolahan, keluarga selalu memperhatikan kebersihan bahan makanan dengan mencuci
bahan makanan yang akan diolah, dihidangkan dalam keadaan terbuka dan keluarga mengatakan
kurang mengetahui tentang komposisi makanan bergizi dan cara memodifikasinya.
Pola makan keluarga Tn. T
9.4.4 Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan yang tersedia dan paling mudah dijangkau yaitu PKD yang berjarak 400 m dan
puskesmas yang berjarak kurang lebih 2 km.
Keluarga Tn. Z merupakan peserta ASKES (no KA. 3000060001985/070001001990 dengan PPK :
Puskesmas Kedung II). Keluarga Tn. Z jarang menggunakan layanan dan fasilitas kesehatan tersebut.
9.4.5 Pengobatan tradisional
Keluarga Tn. Z sering menggunakan pengobatan tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan di
keluarga, namun keluarga tahu tentang tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan yang sifatnya ringan.
10. Agama
Keluarga Tn. Z bergama Islam.
Kegiatan keagamaan yang rutin dilakukan di rumah dan dimasyarakat ;
Dirumah : keluarga melakukan ibadah shalat secara berjamaah terutama waktu maghrib dan isya’.
Di masyarakat : sering mengikuti pengajian, acara yang diselenggarakan di lingkungan.
Kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan :
Makanan yang dilarang agama merupakan makanan yang berdampak buruk bagi kesehatan.
11. Status sosial ekonomi keluarga.
11.1 Pendapatan Anggota keluarga
Tn Z bekerja sebagai tukang kayu dengan penghasilan rata-rata Rp 700.000 perbulan.
Ny. Bekerja sebagai penjual nasi bungkus dengan penghasilan Rp 200.000 perbulan
11.2 Pemenuhan kebutuhan sehari – hari
Kebutuhan keluarga sehari hari terpenuhi
11.3 Tabungan/ asuransi
Keluarga Tn. Z tidak memiliki tabungan di bank
12. Aktivitas rekreasi
Keluarga Tn. Z mengisi waktu luang dengan menonton TV dan mendengarkan radio. Keluarga
memiliki waktu untuk berkumpul dan bekomunikasi secara santai pada saat nonton TV pada malam
hari. Keluarga pergi rekreasi bersama kurang lebih 1 kali dalam 1 tahun.

B. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga


13. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga Tn. Z merupakan keluarga dengan tahap perkembangan keluarga dengan anak usia
sekolah.
Tugas perkembangan saat ini :
a. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan
hubungan dengan teman sebaya
b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
c. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
14. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.
Tugas perkembangan yang belum terpenuhi adalah mempertahankan komunikasi terbuka antara
anak dan orang tua. Orang tua belum dapat mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan
prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya.
Pernyataan An. Y, “ setelah menderita masalah sesak dan sering batuk sekarang saya merasa malas
untuk mengikuti kegiatan disekolah”.
Ny.W menyatakan bahwa Ny.W belum tahu tentang perubahan yang terjadi pada anaknya, sehingga
belum bisa menerangkan tentang masalah tersebut pada An. Y.
Pernyataan Ny W, “waktu anak saya menanyakan tentang kenapa nafas saya terasa sesak, saya
jawab itu cuma masalah biasa, dengan beristirahat saja akan sembuh sendiri”.
15. Riwayat keluarga inti
Tn. Z dan Ny. X berasal dari satu wilayah yang sama, lalu berkeluarga dan memiliki 2 orang anak yang
saling menyayangi.
16. Riwayat keluarga sebelumnya
- (tidak terkaji)
C. Pengkajian Lingkungan
17. Karakteristik rumah
a. Status rumah
Status keluarga merupakan penduduk tetap dan tinggal ditempat itu sudah lebih dari 16 tahun, jenis
bangunan semi permanen
b. Perincian denah rumah

Luas tanah yang ditempati adalah 15 x 20 meter, luas rumah atau bangunan adalah 10 x 12 m, pada
halaman tidak terdapat taman. Terdapat satu ruang tamu yang kurang tertata dan berdebu, ruang
tengah merupakan ruang keluarga terdapat 1 unit televisi, sofa, VCD dan stereo, di sebelah kanan
ruang keluarga terdapat ruang kerja. Kamar tidur berjumlah 2, pada ruang belakang terdapat ruang
makan, dapur serta kamar mandi dalam keadaan kurang bersih. Pencahayaan dan ventilasi di rumah
kurang memenuhi standar karena hampir setiap ruangan tidak terdapat jendela dan ventilasi.
Tempat pembuangan sampah terdapat di belakang rumah, jadi secara keseluruhan rumah Tn. Z
kotor dan berdebu.
c. Keadaan umum sanitasi rumah
Keadaan sanitasi buruk dan kotor.
d. Kebiasaan keluarga dalam perawatan rumah
Tidak terdapat pembagian tugas bagi anggota keluarga dalam membersihkan rumah dalam
keseharian.

e. Sistem pembuangan sampah


Sampah rumah tangga langsung hanya ditimbun dibelakang rumah dan bila menumpuk baru
dibakar.
f. Sistem drainase
Keluarga menggunakan mesin pompa untuk mengambil air
g. Penggunaan jamban
Jamban yang digunakan adalah jenis leher angsa, septik tank berjarak kurang lebih 5 meter dari
sumur.
h. Kondisi air
Sedikit berwarna, agak berasa dan agak berbau
i. Persepsi keluarga mengenai masalah kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan
Keluarga Tn. Z kurang berusaha menjaga kesehatan lingkungan untuk mencegah timbulnya penyakit
dikarenakan kurang memahami dalam menciptakan atau memodifikasi lingkungan yang mendukung
kesehatan keluarga sendiri disamping juga untuk menambah keindahan dan kenyamanan.

18. Karakteristik tetangga dan komunitas


Karateristik tetangga dan masyarakat di lingkungan sekitar keluarga sebagian besar merupakan
kelompok sosial ekonomi menengah. Rumah di lingkungan sekitar rata – rata merupakan semi
permanen. Pada siang hari para tetangganya melakukan aktivitas masing – masing, sedangkan
hubungan keluarga dengan tetangga sekitar tampak baik.
19. Mobilisasi geografis keluarga
Keluarga Tn. Z tinggal didaerah tersebut sejak lebih dari 12 tahun. Alat transportasi yang digunakan
adalah sepeda motor.
20. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga Tn. Z berinteraksi dengan baik dengan tetangga dan mengikuti perkumpulan yang ada di
desa. An. Y yang biasnya aktif bermain dengan temannya sekarang merasa kurang percaya diri akibat
masalah tersebut.
21. Sistem pendukung keluarga
Semua anggota keluarga secara fisik sehat. Fasilitas penunjang kesehatan dari ASKES.
D. Struktur Keluarga
22. Pola komunikasi keluarga
Pola hubungan komunikasi keluarga Tn. Z tampak baik, biasanya keluarga melakukan musyawarah
untuk menyelesaikan masalah, namun dalam masalah tertentu anak dirasa tidak perlu diikutkan
dalam musyawarah.
Pernyataan Tn. Z “dalam keluarga kami, dalam menentukan masalah yang sifatnya ringan misalnya
menentukan tempat rekreasi, selalu kami diskusikan dengan semua anggota keluarga. Tapi kalau ada
masalah yang sifatnya penting, cukup bapak dan ibu saja yang bermusyawarah”
Masalah yang dihadapi dalam keluarga saat ini adalah keluarga belum mengenal masalah, merawat
masalah dan memodifikasi lingkungan yang baik dan sehat.
23. Struktur kekuatan keluarga
Didalam keluarga yang paling berperan dalam pengambilan keputusan terhadap segala masalah
terutama masalah kesehatan adalah Tn. Z dengan tidak mengesampingkan pendapat anggota
keluarga lain.
24. Struktur peran
Tn. Z sebagai kepala keluarga bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangganya serta memiliki
peran sebagai penyedia (pencari nafkah), pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, memelihara
hubungan keluarga, memenuhi kebutuhan afektif pasangan, peran seksual, peran sosial sebagai
anggota masyarakat dan lingkungan.
Ny. W sebagai ibu / istri memiliki peran sebagai pengurus rumah tangga, pendidik anak, pelindung,
pencari nafkah tambahan, menjaga hubungan keluarga, memenuhi kebutuhan afektif pasangan,
peran seksual, peran sosial sebagai anggota masyarakat dan lingkungan.
An. X dan An Y sebagai anak memiliki tugas melaksanakan peran psikososial sesuai perkembangan
fisik, mental, sosial dan spiritual. Baik Tn. Z maupun anggota keluarga yang lain menerima dan
mampu menjalankan tugas dan peran masing – masing dengan baik. Tapi terdapat kendala pada
peran orang sebagai pendidik yaitu Tn. Z dan Ny. W tidak mampu menjelaskan tentang masalah yang
dihadapi An. Y yaitu perubahan fisiologi yang terjadi pada waktu anak mengalami masalah ISPA
sehingga timbul kecemasan pada An.Y.
Dari hal tersebut, maka peran An. Y yang juga mengalami gangguan yaitu merasa cemas, kurang
percaya diri dalam berinteraksi dengan teman dan malas dalam mengikuti kegiatan belajar
disekolah.
25. Nilai dan norma keluarga
Ny. W mengatakan, “peraturan yang berlaku dikeluarga saya, kalau pergi harus berpamitan dulu
sama yang ada dirumah dan kami saling mencoba mengingatkan jika ada anggota keluarga yang
melanggar norma dan nilai yang berlaku di masyarakat ”.

E. Fungsi Kepala Keluarga


26. Fungsi afektif
Saat dikaji, semua anggota keluarga saling menyayangi satu sama lain, saling menjaga, dan
menghormati. Karena itu Tn. Z dan Ny. W selalu berusaha untuk mendidik anaknya agar selalu
menghormati orang yang dirasa lebih tua dan menyayangi orang yang sebaya atau lebih kecil.
27. Fungsi sosial
Keluarga Tn. Z mengatakan bahwa cara menanamkan hubungan interaksi sosial pada anak – anaknya
dengan tetangga dan masyarakat yaitu membiarkan anaknya bermain dengan teman sebaya dengan
tetap memantau dan membimbing anak dalam aktivitasnya, termasuk di sekolah dan mengikuti
acara – acara perkumpulan di daerahnya. Ny. W juga rajin mengikuti acara ibu – ibu PKK dan arisan
di daerahnya.
28. Fungsi perawatan kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan yang dihadapi
a) Mengenal masalah
Keluarga kurang mampu mengenal masalah, saat dikaji An. Y mengalami kecemasan saat terjadi
gangguan sesak dan khawatir dengan perubahan yang dialaminya. Keluarga Tn. Z sudah memberi
penjelasan kepada An. Y bahwa gejala sesak dan batuk adalah hal yang wajar, namun An Y masih
mengalami kecemasan.
Keluarga masih kurang tahu tentang pengertian ISPA, tanda dan gejala penyakit serta
pencegahannya.
b) Mengambil keputusan
Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan juga terbatas karena keluarga kurang
mengetahui secara luas tentang masalah kesehatan yang dihadapi oleh An. Y.
c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Keluarga sudah berusaha untuk memberi penjelasan tentang masalah yang dihadapi oleh An. Y,
walaupun penjelasan itu kurang rasional.
d) Memelihara /memodifikasi lingkungan
Keluarga kurang tahu bagaimana cara memodifikasi lingkungan rumah yang sehat dan bagaimana
menjaga supaya tidak menimbulkan resiko penularan pada anggota keluarga yang lain. Keluarga
menganggap sanitasi lingkungan yang buruk tidak begitu terpengaruh terhadap kesehatan karena
keluarga Tn. Z sudah terbiasa tinggal ditempat seperti ini.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Keluarga sudah tahu kalau ada fasilitas kesehatan yang dekat dengan rumahnya yaitu puskesmas
tetapi keluarga belum memanfaatkan fasilitas kesehatan tersebut. Namun terkesan terlambat
karena keluarga beranggapan jika sakitnya tidak parah dan berbahaya cukup dibawa ke pengobatan
tradisional atau cukup dibelikan obat ditoko saja.
29. Fungsi reproduksi
Dalam mengatur jarak kehamilan, keluarga (Ny. W) menggunakan alat kontrasepsi hormonal
(suntik).
30. Fungsi Ekonomi
Tn. Z dan Ny. W bekerja sebagai wiraswasta untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Tn. Z
mengatakan, “saya menyisihkan sedikit penghasilan saya untuk disimpan sendiri karena siapa yang
tahu akan kejadian yang akan datang, tiba-tiba nanti ada anggota keluarga saya yang sakit, sehingga
jika saya mempunyai uang atau ada anggota keluarga yang sedang kesulitan keuangan saya dapat
membantu meringankannya.

F. Sterssor dan Koping Keluarga


31. Stressor jangka panjang dan pendek
a. Stressor jangka pendek
An. Y mengalami kecemasan karena kurangnya pengetahuan tentang gangguan pola nafas dan
masalah yang terkait dengan ISPA.
b. Sressor jangka panjang
Keluarga memandang masalah sebagai cobaan hidup yang harus diusahakan untuk diselesaikan
sesuai kemampuan kita. Tn. Z mengatakan, “sekarang ini yang menjadi masalah saya yaitu
bagaimana saya harus menyiapkan kebutuhan untuk masa depan anak saya.
c. Kemampuan keluarga berespons terhadap situasi/stressor dan strategi koping yang digunakan
Keluarga dalam mengahadapi masalah biasanya dengan membicarakan dengan anggota keluarga
lain dan saling meminta pendapat.

G. Pemeriksaan Fisik
H. Harapan Keluarga
Harapan keluarga dari masalah kesehatan adalah agar keluarga tahu bahwa masalah yang dihadapi
An. Y dapat teridentifikasi dan segera teratasi serta dapat memodifikasi lingkungan yang mendukung
untuk pencegahan terhadap penularan kepada anggota keluarga yang lain.

I. Pengkajian Masalah Psikiatrik


ANALISA DATA

II. DIAGNOSA
1. Kecemasan terhadap ISPA pada An. Y b.d ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit
2. Pola nafas tidak efektif pada An. Y b.d ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit

SKALA PRIORITAS
DP : Kecemasan terhadap ISPA pada An. Y

DP : Pola nafas tidak efektif pada An. Y

PRIORITAS DIAGNOSA
1. Kecemasan terhadap ISPA pada An. Y b.d ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit dengan tepat
2. Pola nafas tidak efektif pada An. Y b.d ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit dengan tepat
Bagi yang memerlukan kelanjutannya yaitu Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.....Silakan hubungi
Terima kasih telah membaca artikel: ASKEP KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH

Anda mungkin juga menyukai