(Brain Hemorrhage)
Perdarahan otak (brain hemorrhage) adalah tipe stroke. Ia disebabkan oleh arteri dalam otak
yang pecah dan menyebabkan perdarahan lokal pada jaringan-jaringan sekelilingnya. Perdarahan
ini membunuh sel-sel oatk.
Sumber Yunani untuk darah adalah hemo. Hemorrhage secara harafiah berarti "meledaknya
darah terus menerus". Brain hemorrhages juga disebut cerebral hemorrhages, intracranial
hemorrhages, atau intracerebral hemorrhages. Mereka bertanggung jawab untuk kira-kira
13% dari stroke-stroke. Direktur pemenang Oscar dari The English Patient Anthony Minghella,
President Franklin D. Roosevelt, dan aktor Richard Burton semuanya meninggal karena perdarahan
otak (brain hemorrhages).
TRAUMA KEPALA
BY
AMBO DALLE
HEAD INJURY
Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak
atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang
bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
Tipe trauma kepala
Trauma kepala terbuka
Trauma kepala tertutup (Komusio serebri/Gegar otak, Kontusio serebri /Memar otak, Perdarahan
sub dural, Perdarahan Intraserebral )
Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak
dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak
Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen
jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang
telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan
trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak.
Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar.
Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan / serosanguinis.
Trauma kepala tertutup
Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ). Gejala
lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung
Kontusio serebri (Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler.
Hal ini bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf atau otak yang akan menimbulkan edema
jaringan otak di daerah sekitarnya
Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan atas koup kontusio dimana lesi terjadi pada sisi
benturan, dan tempat benturan. Pada kepala yang relatif diam biasanya terjadi lesi koup, sedang bila
kepala dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi kontra koup.
Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun,
disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. SEdangkan
perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain
penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari.
Perdarahan sub dural
Merupakan perdarahan antara duramater dan arakhnoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena.
Perdarahan subdural dibedakan atas akut, subakut, dan kronis
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.
Tanda-tanda akan gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan kantuk, dan kebingungan, respon yang
lambat, dan gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
Perdarahan subdural subakut, biasanya berkembang 7 sampai 10 hari setelah cedera dan
dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus
menyuebabkan penurunan tingkat kesadaran yang dalam
Perdarahan subdural kronik, terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang
subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan
meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa mingggu atau bulan. Keadaan ini pada proses
yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
Perdarahan Intraserebral
Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Perdarahan mungkin menyertai contra coup
phenomenon. Kebanvalan dihubungkan dengan kontusio dan terjadi dalam area frontal dan tem-
poral. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak. Gejala
neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan.
Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25%
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.
Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial,
perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal
ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh
berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan
atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan
hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah
bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan
vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang
dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.
Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan
pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Faktor gastrointestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat
respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang
lambung menjadi hiperasiditas.
Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien adalah suatu
pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis
pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan
fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga.
Pemeriksaan diagnostik
X-Ray tengkorak
CT-Scan
Angiografi
Penatalaksanaan medis
pada trauma kepala
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma.
Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
Pemberian analgetika.
Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol
10%.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidazole
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya
cairan infus dextrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
Pembedahan.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dekstrosa 5% 8 jam
pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dekstrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah, makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung nilai urea N.
2. Sistem Respirasi
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru
menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya pernafasan chynestoke
dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang menigkat pada mekanisme terhadap
karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan
karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah,
aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan
karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF
(Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem
pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan
penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.
Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi robekan pada
pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein yang berisi albumin. Albumin
pada cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan kematian otak
(iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang
otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan
pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak
efektif.
3. Sistem Genito-Urinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium dan air
serta hilangnya sejumlah nitrogen.
Haluaran Urin sedikit dan Meningkatnya konsentrasi elektrolit. Retensi Cairan Pelepasan
ADH Trauma
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses
hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga sampai 4 hari
retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk
itu, selama 3-4 hari tidak perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari
haluaran urin. Pemeberian cairan harus hati – hati untuk mencegah TTIK. Demikian pula
sangatlah penting melakukan pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar
tiadk terjadi kelainan pada kardiovaskuler.
Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon metabolic terhadap trauma,
karena dengan adanya trauma tubuh memerlukan energi untuk menangani perubahan –
perubahan seluruh sistem tubuh. Namun masukan makanan kurang, maka akan terjadi
pengahncuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama. Hal ini menambah terjadinya
asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa. Dalam hal ini diperlukan
masukan makanan yang disesuaikan dengan perubahan metabolisme yang terjadi pada trauma.
Pemasukan makanan pada trauma kepala harus mempertimbangkan tingkat kesadaran pasien
atau kemampuan melakukan reflek menelan.
4. Sistem Pencernaan
3 hari) terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini
akan merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior
hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani
edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi
asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena
adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi
produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan
perdarah lambung.Setelah trauma kepala (
5. Sistem Muskuloskeletal
Akibat utama dari cederaotak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien
dapat mempunyai control vaolunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan
diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron yang
besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang
disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps
dengannkelompok neuron – neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla
spinalis atau otot – otot tertentu. Masing – masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan
informasi tertentu pada gerakan. Sehingga ,pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada
salah satu dari jaras neuron ini cidera.
Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat kehilangan
penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penamilan
postur abnormal, yang pada saatny dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas
dan kontraktur. (dikumpulkan dari berbagai sumber, sebagai tugas kuliah..silahkan anda cari
sumber referensi lain)
Apa itu Trauma Kepala?
inShare
Ada dua jenis utama lesi trauma serebral: lesi primer, yang
dihasilkan dari dampak traumatis langsung (trauma kepala), dan lesi sekunder yang terjadi setelah
dampak langsung atau sebagai gejala sisa dari cedera primer ( Tabel 1 ).
Cedera neuronal
Di bidang cedera neuronal utama, diffuse cedera aksonal (DAI) adalah jenis yang paling umum dari lesi
traumatik primer.
Memar kortikal adalah jenis yang paling umum kedua primer lesi intra-aksial. Hal ini terbatas pada
materi abu-abu dangkal otak dengan hemat relatif materi putih yang mendasari, selain dari kontusio
yang lebih parah yang dapat melibatkan materi putih yg terletak di bawah. Hal ini sering berdarah,
mulai dari petechiae microhaemorrhagic untuk hematoma nyata. Kontusio cenderung bilateral dan
multipel, dan mereka kebanyakan melibatkan lobus frontal dan temporal. Lesi frontal cenderung terletak
di dekat piring berkisi, orbit atau sphenoidale planum, sedangkan lesi temporal yang kebanyakan terjadi
tepat di atas tulang kaku atau di belakang sayap sphenoid lebih besar. Bagian lain dari otak juga dapat
terlibat, meskipun lebih jarang, dan zona paling sering adalah lobus parietal dan oksipital dan
cerebellum.
Memar Cerebral cenderung berhubungan dengan gangguan klinis; hanya ketika memar yang sangat
besar akan kesadaran secara serius terganggu.
Subkortikal cedera materi abu-abu adalah entitas tertentu yang ditandai dengan pendarahan beberapa
petechial terutama yang terletak di mesencephalon, ganglia basal, thalamus dan hipotalamus. Lesi ini
khas dalam trauma kepala yang sangat parah dan pada pasien yang sering mati dalam waktu beberapa
hari setelah cedera.
Cedera otak primer dan sekunder batang adalah lesi yang dapat berdarah atau tidak, tergantung pada
saat cedera terjadi. Aspek radiologi mereka berasal dari mekanisme dari trauma yang dapat dibagi ke
dalam kategori yang tepat:
hipoksia / iskemia;
Pendarahan
Hematoma epidural adalah yang paling sering asal arteri, akibat dari laserasi langsung atau robeknya
arteri meningeal (biasanya arteri meningeal tengah) dengan patah tulang tengkorak. Mereka adalah
khas daerah temporal atau temporoparietal.
Vena epidural hematoma jauh kurang umum daripada yang asal arteri. Mereka biasanya berhubungan
dengan laserasi sinus dural disebabkan oleh oksipital, parietal atau patah tulang sphenoid.
Mereka sebagian besar terletak di fosa posterior sebagai akibat dari laserasi dari sinus melintang atau
sigmoid di fosa tengah akibat cedera sphenoparietal sinus atau di daerah parasagittal sebagai akibat dari
laserasi sinus sagital superior.
Hematoma
Hematoma subdural yang disebabkan oleh robeknya vena bridging yang berjalan melalui ruang subdural
dan sangat sensitif terhadap percepatan rotasi atau linier. Presentasi klinis adalah variabel, mulai dari
penurunan kesadaran ke headhache umum.
Mereka biasanya terletak di konveksitas supratentorial walaupun mereka juga bisa dalam fosa posterior,
sepanjang tentorium dan falx tersebut. Kedua lokasi terakhir yang paling umum pada anak-anak dan
korban luka nonaccidental (sindrom anak belur), tetapi mereka tidak spesifik untuk penyiksaan anak.
CT scan sangat sensitif terhadap perdarahan akut atau kronis, tetapi tidak begitu banyak untuk
hematoma subakut, sehingga sebenarnya CT mendeteksi hanya sekitar 50 - 60% dari hematoma
subdural.
MR menawarkan banyak keuntungan dibandingkan CT: MR lebih unggul dalam menemukan lesi karena
fosa posterior, tentorium dan tabel dalam tengkorak baik divisualisasikan tanpa artefak dan dengan
sensitivitas 1-2mm; MR perdarahan dapat juga mudah tahap dalam berbagai tahap evolusi. Untuk
alasan ini MR sangat membantu dalam hematoma subdural subakut yang isodense CT, karena MR
sensitif terhadap kehadiran methaemoglobin bebas dalam larutan, subakut subdural hematoma memiliki
intensitas tinggi pada T2 dan urutan T1. Kontras ditingkatkan CT tidak lagi diperlukan untuk konfirmasi
diagnosis ini. Akhirnya, MR juga sangat membantu juga karena kapasitas intrinsik untuk
memvisualisasikan lesi dalam tiga dimensi; ini sering berguna dalam menentukan tingkat keparahan
efek massa hematoma, dan pilihan terapi konsekuen (konservatif atau pembedahan).
Hematoma intraserebral adalah koleksi fokus darah yang sebagian besar timbul dari rotationally induksi
shearstrain cedera vena atau arteri intraparenchymal, atau kadang-kadang dari cedera penetrasi
langsung ke kapal. Hematoma intraserebral biasanya terletak di bagian putih frontotemporal atau
ganglia basal dan ini sering berhubungan dengan patah tulang calvarian. Perjalanan klinis ringan, tanpa
kehilangan kesadaran, kadang-kadang sakit kepala hadir.
Mereka mungkin bervariasi dalam dimensi dari beberapa mm untuk beberapa cm.
Kadang-kadang sulit untuk membedakan hematoma intraserebral dari kontusio berdarah atau DAI.
Perbedaannya adalah bahwa hematoma intraserebral memperluas antara neuron relatif normal,
sedangkan kontusio berdarah berada di otak bersamaan terluka dan edema.
Perdarahan intraventricular adalah karena robeknya rotationally diinduksi subependymal vena pada
permukaan ventral corpus callosum dan di sepanjang septum pellucidum atau forniks.
perdarahan subarachnoid sangat sering pada trauma kepala, bahkan dalam trauma ringan. CT adalah
metode pencitraan pilihan MR tidak sensitif pada fase akut (meskipun lebih baik untuk mendeteksi
perdarahan subarahcnoid subakut).
Trauma kepala, Tabel 1 .
Lesi primer
cedera saraf:
kortikal memar
pendarahan:
epidural hematoma
Hematoma subdural
hematoma intraserebral
perdarahan intraventrikular
perdarahan subarachnoid
cedera vaskular
arteri pseudoaneurysm
lainnya
subdural hygromas
Lesi sekunder
pendarahan
lemak emboli
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa
(trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan
kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak
(Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America,
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik
(Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
2.2. Kareteristik Penderita Trauma Kepala
2.2.1. Jenis Kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih
banyak mengalami trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih
tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih
tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan
terhadap trauma kepala adalah 3,4:1 (Jagger, Levine, Jane et al., 1984).
Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung
mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan
(CDC, 2006).
2.2.2. Umur
Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini
disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan
alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab
Universitas Sumatera Utara(Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association of
America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari
umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun (CDC, 2006).
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15
2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3– 8
a) Trauma Kepala Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CTscan, tiada lesi operatif dalam 48 jam
rawat inap di Rumah Sakit (Torner,
Universitas Sumatera UtaraChoi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan
adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa
menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan
adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan
kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan
abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena
tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan
adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran
sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata
pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004).
b) Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas
dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi,
Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap
mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu
penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam
laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).
c) Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera
kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang
permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer
seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi
sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi,
2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan
eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai
dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan
serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et
Universitas Sumatera Utaraal., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar
rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).
2.7. Gejala Klinis Trauma Kepala
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti
berikut:
2.7.1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os
mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
2.7.2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.
2.7.3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan
di otak menurun atau meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi
pernafasan).
Universitas Sumatera Utarad. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan
atau posisi abnormal ekstrimitas.
2.8. Penyebab Trauma Kepala
2.8.1. Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah
seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi
apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba
suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan
mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah
secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala
menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi
adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga
membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka
dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009).
2.8.2. Penyebab Trauma Kepala
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama
trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas
sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19%
dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang
merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown,
Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap
pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi.
Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala
mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat (
Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala
adalah seperti berikut:
Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor
bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya
(IRTAD, 1995).
b) Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih
di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c) Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau
orang lain (secara paksaan).
2.9. Indikasi CT –Scan pada Trauma Kepala
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek
dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak
terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek
foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan
tampak sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya.
Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan
jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak
dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009).
Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti
berikut:
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma
kepala sedang dan berat.
Universitas Sumatera Utara2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral
(Irwan, 2009).
Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami
trauma kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma.
Indikasi untuk melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit
kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah
atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow) <14 (Haydel, Preston, Mills, et
al., 2000).
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat
darurat suatu rumah sakit.”No head injury is so serious that it should be despaired of, nor so
trivial as to be lightly ignored”, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang
perlu dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang
dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala,
52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan
penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC,
2010). Menurut penelitian yang dilakukan olehNational Trauma Project di Islamic Republic of
Iran bahwa diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7%
trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala
(Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh, Zarei, 2009).
Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala
sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000 (Thomas, 2006). Angka kematian trauma
kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9
per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun ke atas, kematian akibat
trauma kepala mencatat 16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mangalami
trauma kepala akibat terjatuh (CDC, 2005). Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya
ditemukan bahwa anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat
terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua
cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.
Penyebab utama trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh
(Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Pejalan kaki yang mengalami tabrakan
kendaraan bermotor merupakan penyebab trauma kepala terhadap pasien anak-anak bila
dibandingkan dengan pasien dewasa (Adeolu, Malomo, Shokunbi, Komolafe dan Abio,
2005). Estimasi sebanyak 1,9 juta hingga 2,3 juta orang menerima perawatan kecederaan
yang tidak fatal akibat kekerasan (Rosenberg, Fenley, 1991).
Menurut Akbar (2000), insiden trauma kepala pada tahun 1995 sampai 1998 terdiri dari tiga
tingkat keparahan trauma kepala yaitu trauma kepala ringan sebanyak 60,3% (2463 kasus),
trauma kepala sedang sebanyak 27,3% (1114 kasus) dan trauma kepala berat sebanyak
12,4% (505 kasus). Kematian akibat trauma kepala mencatatkan sebanyak 11% berjumlah
448 .Bila dilihat prevalensi penderita trauma kepala cukup besar dan meningkat dari tahun
ke tahun, hal ini menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan, khususnya perawat .
Supaya lebih meningkatkan pengetahuan tentang trauma kepala , sehingga bisa
memberikan pelayanan yang lebih baik dan maksimal dibidangnya.
1.2 Rumusan Masalah
Apa pengertian dari trauma kepala?
Apa saja klasifikasi dari trauma kepala?
Apa saja etiologi dari trauma kepala?
Bagaimana patofisiologi dari trauma kepala?
Apa saja manifestasi klinis dari trauma kepala?
Komplikasi apa yg dapat terjadi akibat trauma kepala?
Pemeriksaan punujang apa yang dilakukan pada pasien trauma kepala?
Penatalaksanaan apa yang dilakuka n pada pasien trauma kepala?
1.3. Tujuan
Diharapkan pada akhir penulisan ini mahasiswa mengetahui gambaran penderita yang
mengalami trauma kepala dengan rumusan seperti berikut:
Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal
dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama
dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg . Kenaikan TIK
dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis
yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap .
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep
sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa
volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie
.Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac
output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO) normal
ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit.
Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya . ADO dapat menurun 50%
dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO
akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO
tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan
tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan
untuk meningkatkan ADO .
2.2. Definisi
Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang
kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu
sendiri. Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A Olson
dalam artikelnya cedera kepala didefenisikan sebagai beberapa perubahan pada mental
dan fungsi fisik yang disebabkan oleh suatu benturan keras pada kepala.
2.3. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi .
Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Tipe / macam Trauma kepala antara lain :
1. Trauma kepala terbuka.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan
melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
2. Trauma kepala tertutup
a) Komosio
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri --
pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b) Kontosio.
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
Gangguan kesadaran lebih lama.
Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
Gejala TIK meningkat.
Amnesia retrograd lebih nyata.
c) Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa
jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor,
nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
d) Hematom subdural.
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
Gejala 24 - 48 jam.
Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
PTIK meningkat.
Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala
TIK meningkat --- kesadaran menurun.
Kronis :
Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e) Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel :
Disritmia.
Fibrilasi.
Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ----
curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Trauma
ADHdilepas
Ginjal
Ekskresi air Dehidrasi Hilang nitrogen meningkat--- respon metabolik terhadap trauma.
Trauma
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus ------ hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Hiperacidi
Trauma
Katekolamin meningkat.
2.6. Komplikasi
Koma. Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita
akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati
penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya,
menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan
tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu
tahun jarang sembuh .
Seizure. Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy
Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini
memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain .
Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf
untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .
Responmembukamata (E)
Buka mata spontan 4
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3
Buka mata bila dirangsang nyeri 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah 6
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1
Nilai GCS = ( E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3
Pada pemerikasaan neurologis respon pupil, pergerakan mata, pergerakan wajah, respon
sensorik dan pemeriksaan terhadap nervus cranial perlu dilakukan. Pupil pada penderita
cedera kepala didak berdilatasi pada keadaan akut, jadi jika terjadi perubahan dari pupil
dapat dijadikan sebagai tanda awal terjadinya herniasi. Kekuatan dan simetris dari letak
anggota gerak ekstrimitas dapat dijadikan dasar untuk mencari tanda gangguan otak dan
medula spinalis. Respon sensorik dapat dijadikan dasar menentukan tingkat kesadaran
dengan memberikan rangsangan pada kulit penderita CT scan merupakan study diagnosis
pilihan dalam evaluasi penderita cedera kepala CT scan idealnya dilakukan pada semua
cedera otak dengan kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat,
GCS<15>. CT scan dapat memperlihatkan tanda terjadinya fraktur, perdarahan pada otak
(hemoragi), gumpalan darah (hematom), luka memar pada jaringan otak (kontusio), dan
udem pada jaringan otak .Selain itu juga dapat digunakan foto rongen sinar X, MRI,
angiografi dan sken tomografik terkomputerisasi. Pada pasien cedera kepala berat,
penundaan transportasi penderita karena menunggu CT scan sangat berbahaya karena
diagnosis serta terapi yang cepat sangat penting..
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah
simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif.
Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi
orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda
vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena
udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
4. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
ò Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringanya trauma.
ò Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
ò Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 %
atau gliserol 10 %.
ò Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidasol.
ò Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-
apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
ò Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3
hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua
dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan
diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai
ure nitrogennya.
ò Pembedahan.
5. Pemeriksaan Penujang
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai
sumber informasi.
3.3. INTERVENSI
1.Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
~Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
~Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
~Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2
dan menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap
gangguan pertukaran gas.
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang
adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
1. Untuk mahasiswa diharapkan supaya lebih bekerja sama dalam pembuatan makalah
asuhan keperawatan Trauma Kapitis.
3. Untuk dosen supaya lebih banyak lagi memberikan pengetahuan tentang Gawat Darurat
.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7. Komisi
trauma IKABI, 2004; 168-193.
2. Bedong MA. Cedera Jaringan Otak : Pengenalan dan Kemungkinan
Penetalaksanaannya. Mei 2001 [31 Agustus 2007];. Diunduh
dari: http://www.tempo.ci.id/medica/arsip/052001/sek-1.htm
3.Coskey,Mc, et all.2007.Diagnosa Keperawatan NOC-NIC St-Louis . sumber :
4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier Saunders, 2006;
685-97.
5..Hartanto, Hurawati.2009. Kamus Saku Mosby. Jakarta. EGC
6. Mc Khann GM, Copass MK, Winn HR. Prehospital Care of the Head-Injuried Patient.
Dalam : Textbooks of Neurotrauma. Mc Graw Hill. 103-112
7. Rappaport WA, Brannan S. Head injury. Dalam: Surgery. Mosby Elsevier, 2005; 216-18.
8. Singh J. Head Trauma. 25 September 2006 [20 September 2007]; Topic 929: [11
screens]. Diunduh dari:http://www.emedicine.com/ped/topic929.htm
9.Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati
E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006; 740-59.
10. Stein SC. Classification of the Head Injury. Dalam: Textbook of Neurotrauma. Mc. Graw-
Hill. 31-38.
11.Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
12.Rahariyani, Loetfia Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Trauma kepala,Jakarta: EGC
13. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Prnciples and Practice of Surgery. 4th ed.
Elsevier Churchill Livingstone, 2007; 551-61.
14.Wijanarka A, Dwiphrahasto. Implementasi Clinical Governance: Pengembangan Indikator
Klinik Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat. Desember 2005 [4 September 2007];
volume 8; [8 screens]. Diunduh dari:http://jmpk-online.net/files/05agus.pdf
Add a comment
myjxt
Classic
Flipcard
Magazine
Mosaic
Sidebar
Snapshot
Timeslide
NOV
10
PENDAHULUAN
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat suatu
rumah sakit. ”No head injury is so serious that it should be despaired of, nor so trivial as to be lightly
ignored”, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang
bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika
Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat
inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang
dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010).
OCT
29
PENGERTIAN
Konstantinides).
• Jumlah dari seluruh interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsinya (Cristian dan
Gregar 1985).
• Dengan kata lain nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana tubuh menggunakannya.