Anda di halaman 1dari 11

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMELIHARAAN

SATWA DI PUSAT TRANSIT SATWA BALAI BESAR KONSERVASI


SUMBER DAYA ALAM (BBKSDA) RIAU
Bab I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di
dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia,
karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi
dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat memberikan
manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di
Indonesia. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45,
UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985
dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan
Dirjen Pengusahaan Hutan.

Sumatera adalah pulau paling besar keenam di dunia, berisi hutan tropis biodeversitas
sangat tinggi. Dataran rendah di pulau Sumatera ini telah secara intensif ditempati dan
diokupasi beratus-ratus tahun yang lalu karena tanahnya yang subur. Yang mengakibatkan
satwa-satwa liar yang terdapat di hutan tropis Sumatera menjadi terancam keberadaannya.

Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara
yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh
manusia (Departemen Kehutanan, Undang –undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Menurut Alikodra (1990) satwa liar
dapatdiartikan binatang yang hidup liar di alam bebas tanpa campur tangan manusia. Dalam
ekosistem alam, satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak dan penting, salah satunya
adalah untuk melestarikan hutan.

Oleh karena itu dibentuklah Standar Operasional Prosedur (SOP) ini dengan maksud
sebagai pedoman acuan baku dalam pemeliharaan satwa liar yang berada di pusat transit
satwa di Balai Besar KSDA Riau.

B. Tujuan

Tujuan dari penyusunanan SOP untuk pelaksanaan pemeliharaan satwa di pusat transit
satwa ini adalah sebagai berikut :
1. Menjadi acuan standar dalam pemeliharaan satwa liar di pusat transit satwa
2. Menjadi bahan acuan agar semua petugas dalam melaksanakan pemeliharaan satwa
dengan lebih efektif dan bijaksana
3. Menjadi bahan pedoman dalam monitoring pemeliharaan satwa sehingga
pemeliharaan satwa terpantau dengan baik.
Tujuan utama penyelamatan satwa liar adalah rehabilitasi dan pelepasliaran sesegera dan
seefektif mungkin
1. Prognosis dan penilaian harus dilakukan segera, apakah hewan dapat dilepasliarkan,
ditidurkan, atau dapat dimanfaatkan untuk edukasi dalam captivity (harus ada
persetujuan dari otoritas satwa liar)
2. Lingkungan pemeliharaan harus memenuhi kebutuhan fisik dan psikis hewan

C. Landasan Hukum

1. UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
2. Peraturan Menteri Kehutanan no. 48/menhutII/2008 tahun 2008 tanggal 25 Agustus
2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar.
3. SK Gubernur no. 20A tentang Tim Penanggulangan Konflik Satwa Liar.
4. PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

 Penyelamatan, perawatan, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa liar memiliki 3


kepentingan:
1.Program ini memberi kesempatan belajar tentang satwa liar dan lingkungan kita
2.Berkontribusi terhadap konservasi spesies
3.Untuk kesejahteraan hewan
 Perawatan satwa liar juga menyediakan kesempatan untuk mempelajari tentang
biologi, sejarah alami, habitat, populasi, tingkah-laku, reproduksi, dan penanganan
spesies
Bab II
SARANA DAN PRASARANA

1. Perlengkapan dan peralatan yang di gunakan


a. Pisau : untuk memotong buah-buahan dan daging sebagai pakan
satwa.
b. Selang Air : untuk membersihkan kandang serta memandikan satwa.
c. Bak Air : untuk tempat minum satwa.
d. Nampan : digunakan untuk meletakkan makanan satwa

2. Peralatan kesehatan minimal satwa


a. Stetoskop dan termometer
b. Peralatan bedah minor (gunting, scalpel, pinset, dll)
c. Pisau bedah
d. Alat suntik ml
e. Kapas
f. Kasa
g. Handspray atau botol penyemprot untuk menyemprotkan obat-obatan cair
pada satwa di tubuh bagian luar
h. Bahan medis : Alkohol, Iodium Tincture, Aquades, Rivanol, Povidone Iodine,
dll

3. Obat-obatan minimal satwa


a. Iodium Tincture
b. Obat Cacing
c. Obat Analgesik
d. Obat Antipiretik
e. Obat-obatan digesti, respirasi, dan urinari
f. Vitamin
g. Antibiotik yang direkomendasikan dokter hewan
h. Salap kulit, salap mata, semprotan pengusir lalat dan semprotan luka

4. Kandang dan peralatannya


a. Kandang besi yang memenuhi standar
b. Sumber air
c. Dll

5. Pemeliharaan peralatan
a. Seluruh peralatan harus dalam keadaan baik
b. Jika ada yang rusak di perbaiki atau diganti
c. Peralatan disimpan di tempat yang aman yang telah disediakan

6. Desain kandang
a. Desain kandang harus dirancang dengan hati-hati untuk mencegah penularan
penyakit dan meminimalisir stress hewan
b. Satwa harus terlindung dari kebisingan, cuaca ekstrem, dan persinggungan
dengan hewan domestik
c. Cahaya matahari harus cukup, selain untuk kebutuhan satwa (sintesis vit D),
juga untuk membunuh bakteri, virus, dan fungi
d. Kandang dan furniture harus mudah dibersihkan dan disinfeksi
e. Memiliki drainage yg baik dan mudah kering
f. Kandang harus nyaman untuk satwa, memiliki shelter, tempat bersembunyi,
pembatas pandang, enrichment, dan air untuk satwa akuatik dan semi-akuatik
Bab III
PROSEDUR KERJA STANDAR

Balai Besar KSDA/Dinas Kehutanan Dalam


Koordinasi Satgas (Permenhut. 48)

Laporan Pengaduan Patroli dibantu Laporan pengaduan


Masyarakat oleh Polhut institusi

Mekanisme cepat tanggap


(quick respon)
Tim BBKSDA dibantu
Polhut untuk
menindaklanjuti

Tim Medis
Pengusiran /
pelepas liaran

Tim Medis dan Masyarakat


Perawat satwa

Perawatan sementara
di pusat transit satwa
Bab IV
STANDAR PENANGANAN SATWA LIAR

1. Perawatan Satwa Liar


a. Sebagian satwa dimandikan minimal 1 kali sehari
b. Mahout/keeper mempersiapkan peralatan yang diperlukan, yaitu : selang air dan
ember
c. Kandang satwa dibersihkan 2 kali dalam sehari, pagi dan sore hari dengan cara
disiram menggunakan air bersih dari selang.
d. Lingkungan dekat kandang di bersihkan menggunakan sapu atau sekop sampah.

2. Pemeriksaan Umum
 Pemeriksaan kondisi satwa
Setelah satwa mandi dan bersih, mahaout/keeper melakukan pemeriksaan secara
kasat mata terhadap satwa-satwa tersebut.
Pemeriksaan meliputi :
- ada tidaknya luka pada anggota tubuh satwa,
- ada tidaknya kutu,
- nafsu makan,
- kurang minum
- jumlah kotoran dan warna kotoran yang tidak normal
- warna urin yang abnormal dari biasanya.
- Tingkat aktivitas kurang dari normal
- Terlalu lesu atau lemah,
- Dll

3. Pemenuhan Kebutuhan Pakan Satwa


 Buah-Buahan
Buah-buahan seperti pepaya, semangka, pisang, jeruk, mangga dll. Diperuntukkan
bagi satwa-satwa dengan makanan pokok buah-buahan seperti beruang, monyet,
lutung, kukang, tapir, dll. Pemberian pakan dilakukan seacara rutin pada pagi dan sore
hari. Buah- buahan disiapkan oleh keeper/mahout, buah yang ukurannya cukup besar
dipotong-potong terlebih dahulu.
 Ikan dan daging
Ikan dan daging seperti ikan lele, tongkol dan daging ayam diperuntukkan bagi satwa
dengan makanan pokok daging. Misalnya elang dan hewan karnivora lainnya. Ikan
akan dibiarkan utuh sedangkan daging harus dipotong-potong terlebih dahulu. Untuk
memudahkan satwa ketika makan.
 Air minum
Menyediakan air minum yang bersih secara reguler yang diberikan minimal dua kali
sehari. Air minum diberikan dalam jumlah yang cukup untuk menghindari dehidrasi
dan untuk kenyamanan fisik satwa tersebut.
 Pakan sedapat mungkin harus segar (daerah tropis pakan segar cepat membusuk,
harus dibersihkan dan diganti dengan rutin)
 Pakan beku tidak boleh disimpan lebih dari 3 bulan
 Air minum segar harus tersedia setiap saat di bejana yg bersih, bahkan untuk satwa yg
secara alami tidak terlalu perlu air)
 Jika satwa dalam grup, jumlah tempat pakan harus mencukupi untuk menjamin semua
satwa memiliki akses yg sama ke pakan

4. Pemeriksaan Kesehatan Oleh Tenaga Medis


 Satwa- satwa di pusat transit satwa harus diperiksa kesehatannya secara medis
minimal 2 kali dalam 6 bulan.
 Pemberian antibiotik harus diberikan secara berkala dengan rekomendasi tenaga
medis atau dokter hewan.
 Pemberian obat kutu untuk mencegah adanya kutu pada tubuh satwa.

5. Kesejahteraan hewan
 Kesejahteraan satwa liar yg luka, sakit, atau ditinggal mati induknya harus menjadi
perhatian dari waktu ke waktu sejak diselamatkan sampai pelepasliaran
 Penanganan yg tepat dan manusiawi sangat penting untuk diterapkan
 Jika hewan harus dieutanasi, harus dipastikan tidak ada ekspose stress tambahan
(banyak orang, gaduh, terlalu banyak sentuhan, banyak orang lalu-lalang, dan
temperature ekstrem

6. Penanganan dan Perawatan satwa sakit (lemah, kurang nafsu makan, pendarahan, luka,
keracunan, diare, dll)
 Satwa yang sakit harus dalam penanganan khusus oleh tenaga medis atau dokter
hewan
 Jika sakit dapat menular kesatwa lain, maka harus diisolasi dan dipisahkan dari satwa
lain
 Penanganan dan pemberian obat-obatan hanya boleh dilakukan oleh dokter hewan
 Segala tindakan dan perlakuan terhadap satwa sakit harus dalam pengawasan dokter
hewan atau tenaga medis yang bertanggung jawab
 Wajib dilakukan pemberian pakan dan minuman secara rutin untuk menjaga agar
kondisi satwa tetap baik dalam masa perawatan
 Satwa dapat digabungkan kembali dengan yang lainnya apabila telah dinyatakan sehat
oleh dokter hewan yang menangani
 Apabila satwa dalam keadaan atau kondisi darurat, maka dengan segera diberikan
tindakan khusus secara cepat terhadap satwa tersebut dan mahout atau keeper harus
berkoordinasi dengan tim medis atau dokter hewan.

7. Pemeliharaan
 Good animal husbandry techniques sangat penting untuk menjaga kesehatan satwa
dan mencegah penularan penyakit
 Tempat cuci tangan dengan sabun dan antiseptik harus tersedia (mencegah infeksi
zoonosis)
 Penggunaan disinfektan yg tepat dan reguler harus diterapkan sesuai petunjuk pabrik
 Kandang yg pernah terisi satwa sakit harus dibersihkan dengan tuntas dan didisinfeksi
sebelum digunakan untuk satwa yg baru
 Sanitasi, membuang feces dan sampah (sisa pakan dll) akan mencegah hama yg
membawa penyakit. Air siraman kotoran tidak boleh mengalir/melalui kandang lain.
Level dan pembersihan kandang harus disesuaikan dengan stress dan gangguan yg
mungkin timbul terhadap satwa
 Jika satwa harus dikandangkan dalam grup, harus dipertimbangkan umur, jenis
kelamin, dan spesies
 Satwa baru harus dikandangkan secara individual sampai drh yakin bahwa satwa tsb
tidak menularkan penyakit
 Semakin cepat periode rehabilitasi semakin baik
8. Tanggap Darurat Satwa Liar (Wildlife Emergencies)
 Penyelamatan satwa liar biasanya menarik perhatian publik dan media. Dalam
penyelamatan satwa liar, aspek penyelamatan minor akan memerlukan usaha besar
 Dokter hewan bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan satwa, tetapi
dengan tetap mempertimbangkan aspek lain
 Keputusan penyelamatan satwa dalam kondisi emergensi diutamakan untuk
kepentingan prinsip-prinsip biologi dan konservasi, setelah itu baru kesejahteraan dan
emosi orang2 yang terlibat
 Keterlibatan dokter hewan tetap harus merujuk pada keputusan institusi pemerintah
yg relevan dengan konservasi
 Dokter hewan harus dapat menghargai otoritas instansi, terutama dokter hewan yg
belum berpengalaman. Konsultasi dengan orang yg lebih berpengalaman. Prinsip
utama: dengar, pelajari, menilai, dan rencana sangat bijak untuk diterapkan

9. Euthanasia
 Drh menduduki posisi penting dalam memutuskan dan menfasilitasi euthanasia
 Euthanasia diputuskan jika satwa tidak mungkin diselamatkan, atau jika pelepasliaran
hanya memperpanjang penderitaannya, atau anak yang tidak mungkin dirawat
1. Kriteria euthanasia
a. Satwa menderita luka parah yg tidak mungkin diatasi/diobati
b. Satwa menderita luka yg meninggalkan cacat dan tidak memungkinkan
untuk survivalnya
c. Hasil diagnosa memberika prognosa yg buruk meskipun di treatment
d. Satwa menderita penyakit infeksi yg mengancam satwa lain selama
rehabilitasi maupun saat pelepasliaran
e. Satwa sakit atau lemah yg populasinya masih melimpah (memberi
kesempatan hilangnya gen yg lemah (Hanger and Tribe, 2005)
f. Satwa anakan yg tidak memiliki induk, atau yg jika dilepasliarkan atau
dipelihara tingkat keselamatannya rendah
g. Tidak ada fasilitas pemeliharaan (fasilitas, personel, finansial, pakan, drh,
obat2an)
h. Pelepasliarannya ilegal atau dilarang karena resiko penyakit dan tidak
mungkin dipelihara permanen
i. Spesies hama
j. Satwa yg tingkah-lakunya tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan

2. Teknik euthanasia
 Euthanasia bertujuan untuk menghilangkan kesadaran secara cepat diikuti
dengan kematian dengan rasa sakit distress, dan ketidaknyamanan yg minimal
 Euthanasia harus mudah dan aman dilakukan, reliable (dapat diandalkan),
sedapat mungkin tidak berpengaruh secara gross maupun histologis, tersedia
dengan mudah dan murah, dapat dotolerir oleh personil yg melaksanakan
maupun pemerhati
 Suntikan IV pentobarbitone merupakan pilihan terbaik yg dapat diterima dan
manusiawi
 Dalam beberapa kasus, euthanasia tidak mungkin diberikan karena ukuran
satwa yg ekstrem, tidak adanya teknik yg manusiawi, atau jarak yg terlalu
jauh. Untuk kasus seperti ini, satwa boleh dibiarkan mati tanpa intervensi
 Setelah euthanasia, harus dipastikan satwa telah mati sebelum dilakukan
nekropsi atau penguburan
 Satwa yg menderita penyakit berbahaya harus dikremasi

10. Nekropsi
 Satwa yg mati atau dieuthanasi harus dinekropsi oleh drh satwa liar atau drh ahli
patologi
 Nekropsi tidak hanya untuk diagnosa, tetapi juga untuk mempelajari anatomi dan
fisiologi satwa
 Penentuan penyebab kematian memberi kesempatan mempelajari alasan dan
upaya penyelamatan satwa yg menderita penyakit yg sama dan memberi
pertimbangan apakah satwa dapat dilepasliarkan atau tidak
 Satwa liar yang umum dan dapat mati pada pembasmian hama atau boleh diburu
jika menderita penyakit dan dapat menular akan lebih baik jika dieuthanasia dan
dinekropsi untuk menggali informasi yg penting untuk disease surveillance pada
satwa liar dan manajemennya
Bab V

MEKANISME PEMBIAYAAN

Mekanisme pembiayaan pusat transit satwa meliputi pembelian dan penyediaan sarana
dan prasarana pusat transit satwa, mekanisme pemeliharaan dan perawatan satwa termasuk
kesehatannya, pembiayaan makanan dan pemeliharaan kandang satwa.

1. Pembelian dan penyediaan peralatan, sarana dan prasarana pusat transit satwa. Untuk
pembelian peralatan, sarana dan prasarana difokuskan untuk peralatan pemeliharaan
satwa dan kandangnya.
2. Pembiayaan makanan dan pemeliharaan satwa difokuskan pada makanan, obat-obatan
dan kesehatan satwa.

Anda mungkin juga menyukai