Sumber :
- Dedi Supriadi (2002). Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Jakarta:
Dikemenjur.
- Putu Sudiro (2017). TVET Abad 21. Yogyakarta: UNY Press
-Wardiman Djojonegoro. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui
SMK. Jakarta : PT. Jayakarta Agung Offset.
BUKU I
A. Selayang pandang pendidikan di Indonesia
Sejarah pendidikan di Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam dua periode
utama, yaitu pendidikan pada zaman sebelum kemerdekaan dan pendidikan pada
zaman kemerdekaan. Dari periode-periode ini akan tersusun dari beberapa periode
atau babak yang lebih membahas spesifikasi dari pendidikan di Indonesia. Di antara
pendidikan pada zaman sebelum masa kemerdekaan yaitu;
1. Pendidikan yang berbasis ajaran keagamaan,
2. Pendidikan yang berbasis kepentingan penjajah,
3. Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan (Depdikbud, 1996)
Lalu pendidikan pada zaman kemerdekaan dibagi menjadi tiga babak yaitu;
1. Tahun 1945-1968 yaitu sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia
sampai sebelum pelaksanaan Pelita I
2. Pejak pelaksanaan Pelita tahun 1969/1970 hingga akhir Pelita VI tahun
1997/1998
3. Periode reformasi tahun 1998 yang berlanjut dengan dilaksanakannya
otonomi daerah sejak tahun 2001 hingga sekarang tatkala pendidikan
mengalami desentralisasi yang radikal (Jalal & Supriyadi, 2001)
F. Teori TVET
Teori Prosser menyatakan bahwa TVET membutuhkan lingkungan
pembelajaran menyerupai dunia kerja dan peralatan yang memadai sesuai
kebutuhan pelaksanaan pekerjaan di dunia kerja. Agar efektif TVET harus melatih
dan membentuk kebiasaan kerja sebagai suatu kebutuhan yang harus dimiliki bagi
setiap individu yang mau bekerja.
TVET dalam pandangan Teori John Dewey menegaskan bahwa Pendidikan
Teknikal dan Vokasional menyiapkan peserta didik memiliki kemampuann
memecahkan permasalahan sesuai perubahan-perubahan dalam cara-cara berlogika
dan membangun rasional melalui proses pemikiran yang semakin terbuka dalam
menemukan berbagai kemungkinan solusi dari berbagai pengalaman.
Kurikulum TVET menurut Dewey memuat kemampuan akademik yang luas
dan kompetensi generik, skill teknis, skill interpersonal, dan karakter kerja.
Kurikulum TVET mengintegrasi- kan pendidikan akademik, karir, dan teknik. Ada
artikulasi di antara pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi, dekat
dengan dunia kerja.
Selain dua teori induk TVET yaitu teori efisiensi sosial dari Charles Prosser
dan Pendidikan Vokasional demokratis dari John Dewey, Teori Tri Budaya sebagai
pemikiran awal dapat digunakan untuk pengembangan kompetensi kevokasionalan
(Sudira, 2011). Teori Tri Budaya menyatakan TVET akan berhasil jika mampu
mengembangkan budaya berkarya, budaya belajar, dan budaya melayani secara
simultan. TVET dalam melakukan proses pendidikan dan pelatihan harus
membangun budaya berkarya, belajar, dan menerapkan hasil-hasil karya inovatif
sebagai bentuk-bentuk layanan kemanusiaan. Karya sebagai hasil inovasi belajar
harus digunakan untuk kesejahteraan bersama melayani orang lain.