Anda di halaman 1dari 2

Akhlak-akhlak Terpuji Ulama Salafush Shalih

Semoga Allah Meridhai Mereka


Terjemahan Kitab Tanbiihul Mughtarrin hal 36-37 cetakan DKI

Diantara akhlak mereka adalah: Meninggalkan saudaranya (sesama ulama’) manakala mereka mulai
bergaul dengan para penguasa dan suka mengunjungi pintu-pintu mereka tanpa alasan yang
mendesak nan dibenarkan oleh syari’at, semisal amar ma’ruf-nahi munkar dan sebagainya.

Mereka melakukan hal ini sebagai bentuk pengamalan terhadap hadits Nabi, “Sesungguhnya di
dalam neraka Jahannam terdapat sebuah lembah yang dinamai dengan ‘Hab-hab’. Lembah tersebut
disiapkan oleh Allah bagi orang-orang yang sombong dan bagi para Qari’ yang suka berbasa basi
dengan para penguasa yang buruk.” HR Abu Ya’la, Thabrani, dan Al-Hakim.

Telah berkata Gubernur Bashrah kepada Malik bin Dinar rahimahullah, “Tahukah engkau apa yang
membuatmu berani berkata ketus kepada kami, namun kami tidak mempunyai kuasa untuk
membalas perkataanmu itu? Hal itu karena engkau tidak memiliki hasrat ataupun keinginan
terhadap (harta dan jabatan) yang ada pada kami, dan kezuhudanmu terhadapnya.”

Dahulu Ibnu Simak rahimahullah berkata, “Suatu hari aku pernah mendatangi Gubernur Bashrah,
lalu ia berkata kepadaku, “Wahai Ibnu Simak, nasehatilah aku..”, maka aku berkata padanya,
“Celakalah engkau dan orang-orang yang mengangkatmu sebagai seorang yang zhalim pada rakyat.
Seharusnya, kalian itu menjadi penyangga jembatan!” (maksudnya, memudahkan rakyat, bukan
menyusahkan mereka, pent)”.

Muhammad bin Wasi’ rahimahullah pernah datang kepada Qutaibah bin Muslim, dan saat itu
(Muhammad) sedang mengenakan jubah dari bulu domba (pakaian khas para ulama yang zuhud
ketika itu). Maka Qutaibah berkata padanya, “Apakah yang mendorongmu untuk mengenakan jubah
tersebut?”, maka Muhammad bin Wasi’ diam tak menjawab. Lalu Qutaibah berkata, “Mengapa aku
mengajakmu bicara akan tetapi engkau diam tak menjawab!?”, Barulah Muhammad berkata,
“Apabila aku menjawab, ‘karena aku adalah seorang yang zuhud’, maka aku telah menganggap suci
diriku sendiri. Namun, jika aku menjawab, ‘karena aku ini seorang faqir’, maka aku telah
mengadukan ketetapan Tuhanku pada makhluk.”

Al-Fudlail bin ‘Iyadl rahimahullah berkata, “Demi Allah, seandainya Khalifah Harun Ar-Rasyid
meminta izin kepadaku untuk bertemu denganku, niscaya tidak akan aku izinkan, kecuali jika aku
dipaksa.”; Demikianlah akhlak orang shalih yang sejati, yaitu tidak ingin ditemui oleh penguasa.
Maka bagaimana bisa dikatakan shalih, jika para fuqara (yang mengaku sebagai orang yang zuhud)
itu sendiri yang malah mendatangi para penguasa?

Ketika di tempat thawaf, Gubernur Mekkah, Muhammad bin Ibrahim mendatangi Sufyan Ats-Tsauri
dan mengucapkan salam kepadanya. Lalu, Sufyan Ats-Tsauri berkata padanya, “Apa yang kamu
inginkan dengan salam itu? Kalau kamu ingin agar aku tahu bahwa dirimu sedang thawaf, maka aku
sudah tahu! Pergilah sana!”

Al-Fudlail bin ‘Iyadl rahimahullah berkata, “Tidak ada yang layak mendatangi para penguasa dan
bergaul dengan mereka, kecuali orang yang seumpama dengan Amirul Mukminin Umar bin Al-
Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Adapun orang-orang seumpama kita, tidaklah layak mendatangi
mereka, karena masih belum mampu untuk menemui mereka dengan nasihat dan pengingkaran
terhadap segala bentuk kezhaliman yang dapat dilihat, seperti perabotan dari sutera, sarung-sarung
bantal yang mewah, dan lain sebagainya.”

Suatu ketika, pernah orang-orang menyampaikan ungkapan pujian-pujian kepada Mu’awiyah bin Abi
Sofyan radhiyallahu ‘anhu. Namun, ketika itu, Al-Ahnaf bin Qays rahimahullah hanya duduk terdiam.
Maka, Mu’awiyah pun berkata kepadanya, “Wahai Ahnaf, mengapa engkau tidak berbicara sama
sekali?” Al-Ahnaf pun menjawab, “Sesungguhnya aku takut kepada Allah jika aku berkata bohong
(tentang dirimu), namun aku juga takut kepadamu jika aku berkata jujur (tentang dirimu). Maka,
menurutku, diam itu lebih utama.”

Pembahasan ini dicukupkan sampai di sini. Kemudian tambahan-tambahan yang berkaitan dengan
tema ini akan disebutkan pada beberapa tempat yang berbeda. Dan segala puji hanyalah bagi Allah,
Rabb Al-‘Alamin.

Oleh: Hammad Rosyadi

Anda mungkin juga menyukai