Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan Sedang Pada Anak Perempuan Umur 1 Tahun
Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan Sedang Pada Anak Perempuan Umur 1 Tahun
Oleh:
Pupus Ledysta G99141056
Surya Dewi P G99141058
Pembimbing:
dr. Sunu Rachmat, Sp.A, M. Kes
Hari/tanggal :
Kamis, 16 Juli 2015
Oleh :
Pupus Ledysta G99141056
Surya Dewi P G99141058
1. Identitas Pasien
Nama : An.S
Umur : 1 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 7,8 kg
Tinggi Badan : 75 cm
Agama : Islam
Alamat : Gondangsari, Kembangsari, Musuk, Boyolali
Tanggal masuk : 11 Juli 2015
Tanggal pemeriksaan : 11 –15 Juli 2015
No. RM : 19494785
2. Anamnesis
Alloanamnesis dari orang tua pasien pada tanggal 11 Juli 2015.
A. Keluhan Utama
Diare
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat kebiasaan ibu cuci tangan sebelum kontak dengan pasien:
disangkal
Riwayat kebiasaan ibu merawat puting susu : disangkal
F. Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak pertama dari seorang ibu 27 tahun dengan
paritas P1A0. Riwayat pemeriksaan kehamilan teratur di bidan puskesmas
sebanyak 5 kali. Selama hamil ibu rutin mengkonsumsi vitamin dan tablet
besi. Riwayat sakit selama kehamilan disangkal.
G. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir normal dengan bantuan bidan di rumah. Bayi lahir
cukup bulan sesuai masa kehamilan. Berat bayi lahir 3200 gram, panjang
badan 48 cm, langsung menangis kuat, dan tidak biru.
H. Riwayat Imunisasi
Hb 0 : 0 bulan
BCG, Polio 1 : 1 bulan
DPT/Hb 1, Polio 2 : 2 bulan
DPT/Hb 2, Polio 3 : 3 bulan
DPT/Hb 3, Polio 4 : 4 bulan
Campak : 9 bulan
Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai usia menurut Depkes.
b. Perkembangan
1 bulan : tersenyum
2 bulan : mengangkat kepala
3 bulan : tengkurap sendiri
4 bulan : meraih benda, berteriak
6 bulan : duduk bersandar, mengambil mainan, mengoceh
9 bulan : merangkak, bicara penggal kata
Saat ini pasien berusia 1 tahun, pasien dapat berdiri sendiri, bicara1-2
kata, memegang dengan ibu jari dan jari, mencoret-coret, dan sudah
dapat minum dengan cangkir.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.
J. Riwayat Nutrisi
1. ASI diberikan sejak lahir, diberikan tiap kali menangis, lama
menyusui 10-15 menit, bergantian payudara kanan dan kiri.
2. Buah dan sayur : pisang sejak umur 6 bulan, sayur bayam,wortel,
lauk ati ayam, tahu, tempe, telur, daging, udang sejak usia 9 bulan.
3. Makanan padat dan bubur :
a. Bubur susu : sejak usia 6 bulan
b. Nasi tim : sejak usia 9 bulan
4. Saat ini pasien sudah makan sesuai menu masakan keluarga.
Makanan beraneka ragam nasi disertai lauk pauk seperti tahu, tempe,
telur, daging dan disertai sayur. Pasien makan tiga kali sehari, 1
piring nasi setiap makan, dan selalu menghabiskan makanannya.
K. Pohon Keluarga
I
II
Bp T, 28 th Ibu S, 27 th
III
An. S, 1 tahun
5. Daftar Masalah
a. BAB cair lebih dari 10 kali per hari
b. Demam 2 hari
c. Anak rewel dan tampak kehausan
d. Bising usus (+) meningkat
e. Turgor kulit sedikit melambat
6. Diagnosis Banding
Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang e/c rotavirus dd bakterial dd GEA
7. Diagnosis Kerja
a. Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang e/c rotavirus
b. Gizi baik secara klinis
8. Penatalaksanaan
a. Rawat inap bangsal anak
b. IVFD RL 20 tpm makro 1 flabot lanjut KAEN 8 tpm
c. Injeksi antrain 80 mg/ 8 jam
d. Injeksi invomit 1 mg/12 jam
e. Interzinc syrup 1 x 1 cth
f. L-Bio 2 x 1
9. Planning
1. DL 2, elektrolit
2. Pemeriksaan feses rutin
10. Monitoring
1. KUVS 8 jam
2. Status hidrasi/8jam
3. BCD/8 jam
11. Edukasi
Edukasi yang diberikan terhadap pasien dan keluarga pasien adalah
a. Edukasi keluarga tentang penyakit dan cara penyebarannya
b. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
12. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
FOLLOW UP PASIEN
Ekstremitas :
Akral Dingin Oedem
- - - -
- - - -
Capillary refill time < 2“
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Assesment:
a. Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang e/c rotavirus
b. Gizi baik secara klinis
Terapi:
1. Infus KAEN 3A 8 tpm
2. Injeksi antrain 80 mg/8 jam IV (k/p)
3. Injeksi invomit 1 mg/12 jam IV
4. L bio 2x1 sachet per oral
5. Inter zink syr 1x1 cth
6. Oralit 80 ml/diare, 40 ml/muntah
7. Paracetamol 3x ¾ cth per oral
8. Susu formula low lactose
Monitoring:
1. KUVS per 8 jam
2. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
3. Status hidrasi per 8 jam
Monitoring:
Assesment:
c. Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang e/c rotavirus
d. Gizi baik secara klinis
Terapi:
1. Infus KAEN 3A 8 tpm
2. Injeksi antrain 80 mg/8 jam IV (k/p)
3. Injeksi invomit 1 mg/12 jam IV
4. L bio 2x1 sachet per oral
5. Inter zink syr 1x1 cth
6. Oralit 80 ml/diare, 40 ml/muntah
7. Paracetamol 3x ¾ cth per oral
8. Susu formula low lactose
Monitoring:
1. KUVS per 8 jam
2. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
3. Status hidrasi per 8 jam
Monitoring:
Assesment:
a. Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang e/c rotavirus
b. Gizi baik secara klinis
Terapi:
1. Infus KAEN 3A 8 tpm
2. Injeksi antrain 80 mg/8 jam IV (k/p)
3. Injeksi invomit 1 mg/12 jam IV
4. L bio 2x1 sachet per oral
5. Inter zink syr 1x1 cth
6. Oralit 80 ml/diare, 40 ml/muntah
7. Paracetamol 3x ¾ cth per oral
8. Susu formula low lactose
Monitoring:
1. KUVS per 8 jam
2. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
3. Status hidrasi per 8 jam
Monitoring:
Assesment:
a. Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang e/c rotavirus
b. Gizi baik secara klinis
Terapi:
1. Infus KAEN 3A 8 tpm
2. Injeksi antrain 80 mg/8 jam IV (k/p)
3. Injeksi invomit 1 mg/12 jam IV
4. L bio 2x1 sachet per oral
5. Inter zink syr 1x1 cth
6. Oralit 80 ml/diare, 40 ml/muntah
7. Paracetamol 3x ¾ cth per oral
8. Susu formula low lactose
9. Boleh pulang, pasien kontrol kembali di Poli anak
BAB II
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini diagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan sedang
ditegakkan berdasarkan:
A. Anamnesis
BAB cair lebih dari 10 kali sehari. BAB dengan cairan lebih banyak
dari ampasnya tanpa disertai dengan lendir dan darah. Jumlah setiap kali BAB
sekitar ¼ gelas belimbing. BAB berwarna kuning dengan berbau. Pasien
terlihat rewel, menangis kuat, dan bergerak aktif. Pasien masih mau minum
400 cc sehari susu formula dan air putih serta ASI lebih dari 4x sehari.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran: sakit sedang, kompos mentis, gizi kesan baik
2. Tanda vital penderita didapatkan nadi 104 kali permenit, reguler, isi dan
tegangan kurang; frekuensi pernafasan 20 kali permenit; suhu tubuh pada
saat itu adalah 37,9°C per aksiler.
3. UUB cekung (-), mata cekung (-/-), air mata (+/+) sedikit menurun,
bising usus (+) sedikit meningkat, turgor kulit kembali sedikit melambat,
CRT <2 detik, arteri dorsalis pedis teraba kuat.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan feses rutin
a) Makroskopis:
- Konsistensi cair, cair lebih banyak daripada ampas
- Warna coklat
b) Lendir (-)
c) Pus (-)
d) Darah (-)
Kesimpulan: Tinja warna coklat berbau, lendir darah (-), ditemukan
bakteri (+), leukosit (-).
Berdasarkan kriteria diagnosis dari IDAI tahun 2004, pasien dapat
didiagnosis dengan diare akut dengan dehidrasi ringan sedang berdasarkan
penemuan klinis sebagai berikut :
1. BAB cair 10 kali per hari, lendir (+), darah (+) sejak 1 hari MRS
2. Anak rewel dan tampak kehausan
3. Air mata sedikit berkurang (+/+)
4. Mata cekung (-/-)
5. Turgor kulit sedikit menurun
Pada pasien ini dapatkan 2 gejala mayor dan lebih dari 2 gejala minor
pada diare berdasarkan IDAI 2004. Dengan demikian dapat di tegakkan
diagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan sedang.
Tatalaksana lintas diare, terdiri dari
1. Cairan
Pada pasien dengan diare akut dehidrasi ringan sedang, diberikan cairan
rehidrasi infus RL 20 tpm/ jam (mengganti kehilangan cairan yang sudah
terjadi). Rehidrasi ini dilakukan dalam waktu 24 jam, kemudian dievaluasi.
Apabila dehidrasi sudah teratasi maka dilanjutkan terapi maintenance
dengan KAEN 3A. Kandungan dari KAEN 3A sendiri terdiri dari Dextrosa
27 g/L, Na 60 mEq/L, K 10 mEq/L, Cl 50 mEq/L, Lak 20, Kalori 108
Kcal/L, T. Osm 290 mOsm/L. Menggunakan rumus Darrow sebanyak 800
ml/24 jam ~8 tpm makro. Apabila pasien sudah tidak rewel dan dapat
diberikan cairan melalui oral, maka terapi cairan diberikan secara CRO
(Cairan Rehidrasi Oral) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 mL/kgBB
dalam 3 jam untk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan
sebanyak 5 – 10 mL/ kgBB setiap diare cair.
2. Seng (Zinc)
Seng digunakan untuk menurunkan frekuensi BAB dan volum tinja.
Diberikaan interzinc dengan dosis Interzinc syrup 1 x ½ cth untuk usia < 6
bulan. Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi
buang air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak. Mekanisme yang menjelaskan pengaruh
zink terhadapt diare kemungkinan adalah sebagai berikut. Diare akut pada
anak negara berkembang umumnya diare infeksius. Zink mempunyai efek
terhadap enterosit dan sel – sel imun yang berinteraksi dengan agen
infeksius pada diare. Zink terutama bekerja pada jaringan dengan kecepatan
turnover yang tinggi seperti saluran cerna dan sistem imun dimana zink
dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein.
Zink bekerja pada tight junction level untuk mencegah meningkatnya
permeabilitas usus, mencegah pelepasan histamin oleh sel mast dan respon
kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin pada usus dan
mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai TNFα yang
juga merangsang permeabilitas usus.
Zink menstabilkan struktur membran dan memodifikasi fungsi
membran dengan cara berinteraksi dengan oksigen, nitrogen dan ligan sulfur
makromolekul hidrofilik serta aktivitas antioksidan. Zink melindungi
membran dari efek agen infeksius dan dari peroksidase lemak. Seng/Zink
elemental diberikan selama 10- 14 hari meskipun anak telah tidak
mengalami diare dengan dosis : umur dibawah 6 bulan : 10 mg per hari;
umur diatas 6 bulan : 20 mg per hari
3. Nutrisi
Makanan dengan menu yang sama saat anak sehat tetap diberikan,
dengan porsi sedikit-sedikit tapi sering. Pasien diberikan ASI 8x10-
20ml/hari. Nutrisi yang diberikan bertujuan untuk mencegah kehilangan
berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan
nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan,
makanan diberikan sedikit – sedikit tapi sering ( lebih kurang 6 x sehari ).
Pada pasien juga diberikan susu formula rendah lakotosa atau susu formula
yang diencerkan. Tujuan dari pemberian nutrisi ini adalah untuk
mengurangi dari kerja usus yang terluka akibat infeksi bakteri. Laktosa yang
tidak tercerna juga dapat menyebabkan diare.
4. Medikamentosa
Pada 5 langkah pilar penatalaksanaan diare akut, tidak boleh diberikan
obat anti diare. Antibiotik diberikan bila ada indikasi seperti disentri atau
kolera. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya lendir maupun darah pada
tinjanya sehingga dapat menyingkirkan diagnosis banding diare yang
disebabkan oleh amoeba dan basiler.
5. Edukasi
Edukasi pada orang tua pasien ini antara lain:
a. Edukasi keluarga tentang penyakit dan cara penyebarannya
b. Edukasi ibu tentang cara pemberian ASI yang baik dan optimal
c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT
1. Pengertian Umum
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1 Ada juga yang memberi
batasan diare akut pada anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu2.
Diare akut diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari. 1
2. Epidemiologi
Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak-anak di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia.
Terdapat 60 juta episode diare akut setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5
% daripadanya akan menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi
berat yang tidak segera ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain :
a. Faktor lingkungan
b. Gizi
c. Kependudukan
d. Pendidikan
e. Keadaan sosial ekonomi
f. Perilaku masyarakat
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan
perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu,
maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan.
Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun
anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan yang utama adalah
pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan
menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang
padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orangtua dan
masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan
sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja
anak. Faktor-faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masing-masing
keluarga.2
3. Etiologi
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare
yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus,
bakteri, dan parasit. 1
Etiologi diare akut dapat dihubungkan dengan bakteri, viral atau parasit
yang telah dikenal sebagai penyebab enteritis sbb:
a. Bakteri
Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium
perfringens, Clostridium difficile, Escherichia coli, Plesiomonas
shigelloides, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae
01 and 0139, Vibrio parahaemolyticus, Yersinia enterocolitica.
b. Virus
Astroviruses, Caliciviruses, Norovirus, Enteric adenoviruses, Rotavirus,
Cytomegalovirus, Herpes simplex viruses.
c. Parasit
Balantidium coli, Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum,
Cyclospora cayetanensis, Encephalitozoon intestinalis, Entamoeba
histolytica, Enterocytozoon bieneusi, Giardia lamblia, Isospora belli,
Strongyloides stercoralis, Trichuris trichiura.
Juga ada penyebab diare noninfeksi sbb:
a. Defek Anatomik
Malrotasi, duplikasi intestinal, penyakit Hirschsprung, impaksi fecal,
sindrom usus pendek, atrofi microvillus, striktur.
b. Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase, malabsorsi glukosa-galaktosa, insuffisiensi
pancreas, fibrosis kistik, Sindrom Shwachman, penurunan garam empedu
intraluminal, cholestasis, Penyakit Hartnup, abetalipoproteinemia,
Penyakit Celiac.
c. Endokrinopati
Thyrotoxicosis,Penyakit Addison,Sindrom Adrenogenital.
d. Keracunan
Logam berat, Scombroid, Ciguatera, jamur.
e. Neoplasma
Neuroblastomas, Ganglioneuromas, feokromositomas, Karsinoid, Sindrom
Zollinger-Ellison, Sindrom vasoaktif invasif intestinal.
f. Lain-Lain
Infeksi Nongastrointestinal, Alergi susu, Penyakit Crohn (regional
enteritis), Familial Dysautonomia, Penyakit defisiensi imun, Protein-
Losing Enteropati, Kolitis Ulseratif , Enteropatika Acrodermatitis,
Penyalahgunaan Laxative, Gangguan Motilitas, Pellagra (kekurangan
vitamin B kompleks).
Virus
Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam epitel
vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili.
Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan
penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang,
menyebabkan usus mensekresi air dan elekrolit. Kerusakan vili dapat juga
dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase terutama laktase.
Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi
matang.
Bakteri
Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus
halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari
penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang menyerupai rambut
getar, disebut pili atau fimbria yang melekat pada reseptor di permukaan usus.
Hal ini terjadi misalnya pada E. coli enterotoksigenik dan V. Cholera. Pada
beberapa keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan
epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau
menyebabkan sekresi cairan.
Toksin yang menyebabkan sekresi. E. coli enterotoksigenik, V. cholerae
dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel
epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin
meningkatkan sekresi chlorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan
elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang
sehat setelah 2-4 hari.
Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. coli enteroinvasife dan
Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan
sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan bagian distal ileum.
Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial
yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat
adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan
elektrolit dari mukosa.
Parasit
Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada
epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan
menyebabkan diare.
Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara
menginvasi epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan mikroabses
dan ulkus. Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas.
Obat-obatan
Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menjadi
penyebab diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehigga
organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotik itu sendiri
akan berkembang bebas. Disamping itu sifat farmakokinetika dari antibiotika
itu sendiri juga memegang peran penting. Sebagai contoh ampisilin dan
klindamisin adalah antibiotik yang dikeluarkan di dalam empedu yang
merubah flora tinja secara intesif walaupun diberikan secara parental.
Antibiotik juga bisa menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin,
kanamisin, polmiksin, dan neomisin.3
5. Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan
elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar
cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut
kering.5
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu
sendiri. Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam
menggambarkan kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologi yang
berbeda-beda :
a. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai
dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya
dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila intake makanan
kurang.
b. Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya
utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
c. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya
utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.
d. Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya
utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan
defisiensi mineral dan vitamin.4
6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat diare sekarang:
a) Sudah berapa lama diare berlangsung
b) Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan
jumlah tinja
c) Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah
tidak)
d) Muntah (frekuensi dan jumlah)
e) Demam
f) Buang air kecil terakhir
g) Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
h) Jumlah cairan yang masuk selama diare
i) Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan,
obat,oralit)
j) Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya
2) Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan makanan
yang tidak biasa.3
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu,
kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda
tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir
dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan.
Penilaian derajat dehidrasi menurut IDAI (2004) dilakukan sesuai
dengan kriteria berikut :
1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
a) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b) Keadaan umum baik dan sadar
c) Tanda vital dalam batas normal
d) Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
e) Turgor abdomen baik, bising usus normal
f) Akral hangat
2. Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih
tanda
Tambahan
b) Keadaan umum gelisah dan cengeng
c) Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir kering
d) Turgor kurang
e) Akral hangat
f) Pasien harus rawat inap
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja
1) makroskopis : bau, warna, lendir, darah, konsistensi
2) mikroskopis : eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
3) kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
4) biakan dan uji sensitivitas3
7. Pengobatan
a. Atasi dehidrasi
1) Tanpa dehidrasi
Cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan
sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis :
<1 tahun : 50-100 cc
1-5 tahun : 100-200 cc
5 tahun : semaunya
2) Dehidrasi ringan sedang
Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur
sepeti yang di atas setiap kali buang air besar.
Bisa juga dengan kriteria :
Dehidrasi Ringan (Perkiraan defisit cairan 30-50 ml/kgBB)
Rehidrasi dengan CRT/ORALIT 30-50 ml/kgBB/3-4 jam jika
ada perbaikan lalu maintenance 100 ml/kgBB/20-21 jam
Dehidrasi Sedang (Perkiraan defisit cairan 30-50 ml/kgBB)
Rehidrasi dengan ORALIT/RL iv 70 ml/kgBB/3 jam jika ada
perbaikan maintenance 100 ml/kgBB/20-21 jam.
Apabila pasien susah untuk minum, maka dapat diberikan secara
parenteral :
BB < 10 kg = 200 cc/kgBB/24jam
BB 10 – 15 kg = 175 cc/kgBB/24jam
BB > 15 kg = 135 cc/kgBB/24jam
3) Dehidrasi Berat
Rehidrasi parenteral dengan cairan Ringer Laktat atau Ringer Asetat
100 cc/kgBB. Cara pemberian :
< 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70
cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya.
1 tahun : 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama dilanjutkan 70
cc/kgBB dalam 2 ½ jam berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama
proses rehidrasi.
b. Pemakaian antibiotik
Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik
sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah
kotrimoksazol, amoksisilin dan atau sesuai hasil uji sensitivitas.
c. Diet
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit
tapi sering, rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
d. Jangan menggunakan spasmolitika
e. Koreksi elektrolit : koreksi bila terjadi hipernatremia, hiponatremia,
hiperkalemia atau hipokalemia.
f. Probiotik
g. Vitamin A
6 bulan- 1 tahun : 100.000 IU
> 1 tahun : 200.000 IU
Pendidikan orangtua : penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara
pencegahan diare.3
8. Pemantauan
a. Terapi
Setelah pemberian cairan rehidrasi harus dinilai ulang derajat
dehidrasi, barat badan, gejala dan tanda dehidrasi. Jika masih dehidrasi
maka dilakukan rehidrasi ulang sesuai dengan dehidrasinya. Jika setelah 3
hari pemberian antibiotik klinis dan laboratorium tidak ada perubahan
maka dipikirkan penggantian antibiotik sesuai hasil uji sensitivitas.
b. Tumbuh Kembang
c. Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah
sembuh dan seterusnya secara periodik sesuai umur. Jika anak mengalami
gizi buruk maka dikelola sesuai dengan SPM gizi buruk. 3
9. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
b. Syok hipovolemik
c. Hipokelemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemeh,
bradikardi, perubahan pada EKG).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan. 5
10. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.6
11. Pencegahan
a. Upayakan ASI tetap diberikan.
b. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan.
c. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban.
d. Imunisasi campak.
e. Memberikan makanan penyapihan yang benar.
f. Penyediaan air minum yang bersih
g. Selalu memasak makanan. 3
DAFTAR PUSTAKA