Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN COMBUSTIO

Disusun oleh :

KELOMPOK 2

DWI JULI AYU LESTARI JAMILA

DWI MUHIMATUL LAILI MULYA FIRMANTI S.

FEBRIAN MIKODIANTI TITA APRILITA

FIRDA ZUBAIDA WARDATUL LAILA

I WAYAN SURYA MERTA ARIFATUR RIZAL

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT

MOJOKERTO

2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan
cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya.
Penyebab luka bakar selain karena api (secara langsung ataupun tidak langsung), juga
karena pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena
api atau akibat tidak langsung dari api (misalnya tersiram panas) banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat,2005).

Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap
kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi,
mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai
organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi
citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit
yang sebagian besar dapat dicegah (Horne dan Swearingen, 2000).

Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Dari kelompok ini 200 ribu pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100 ribu
pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat luka
bakar dan cedera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar lebih separuh dari kasus
luka bakar dirumah sakit seharusnya dapat dicegah. Perawat dapat memainkan peranan
yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan konsep
pencegahan dan mempromosikan undang undang tentang pengamanan kebakaran. Asuhan
keperawatan komprehensif yang diberikan manakala terjadi luka bakar adalah penting
untuk pencegahan kematian dan kecacatan. Adalah penting bagi perawat untuk memiliki
pengertian yang jelas tentang perubahan yang saling berhubungan pada semua sistem
tubuh setelah cedera luka bakar juga penghargaan terhadap dampak emosional dari cedera
pada korban luka bakar dan keluarganya. Hanya dengan dasar pengetahuan komprehensif
perawat dapat memberikan intervensi terapeutik yang diperlukan pada semua tahapan
penyembuhan.
B. RUMUSAN MAKALAH
1. Apa pengertian Combustio serta etiologi, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi dan
penatalaksanaannya ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Combustio?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang Combustio.
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Combustio.
BAB II

PEMBAHASAN

1. COMBUSTIO

A. Pengertian Luka Bakar (Combustio)


Combutsio (Luka bakar) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Smeltzer and Suzanna, 2002 dalam NANDA, 2015).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Kulit
adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis (Padila, 2012).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air pana, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan
suhu rendah (Arif Mansjoer dkk, 2002).
Apabila luka bakar digolongkan berdasarkan usia pasien dan jenis cedera maka
polanya adalah:
1. Toddler lebih sering menderita luka bakar akibat tersiram air panas
2. Anak-anak yang lebih besar lebih cenderung mengalami luka bakar akibat api
3. 20% dari semua kasus pediatrik dapat disebabkan oleh penganiaan anak (Herndon
dkk,2006)
4. Anak-anak yang bermain korek api atau pemantik api menyebabkan 1 dari 10 kasus
kebakaran rumah.
Luasnya destruksi jaringan ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas
sumber panas, durasi kontak atau pajanan, konduktifitas jaringan yang terkena, dan
kecepatan energi panas meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas
berintensitas tinggi akibat api dapat mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka
bakar akibat pajanan lama terhadap panas berintensitas dalam air panas( Wong, 2008).

B. Etiologi
Etiologi luka bakar dibagi dalam beberapa hal berdasarkan :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
C. Fase Luka Bakar
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam
fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway),
mekanisme bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang berawal dengan
kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat
kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan masalah instabilitas
sirkulasi.
2. Fase Subakut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur
atau organ – organ fungsional, keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
D. Patofisiologi

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakn pada epidermis, dermis maupun
jaringan subkutan tergantung factor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber
panas atau penyebabnya. Dalam luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau
gangguan kulit dan kematian sel-sel.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebakan terjadi edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi.
Kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh
beberapa factor yaitu:
1) Peningkatan mineral okartikoid (retensi air, natrium, klorida, dan ekskresi kalium).
2) Peningkatan permeabilitas pembuluh darah, keluarnya elektrolit, protein dan
pembuluh darah.
3) Perbedaan tekanan osmotik dan ekstra sel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan
elektrolit tubuh. Luka bakar akn mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga
mempengaruhi seluruh system tubuh pasien. Seluruh system tubuh pasien. Seluruh
system tubuh menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi
terhadap luka bakar dan pada pasien luka bakar yang luasnya (mayor) tubuh tidak
mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi
diantaranya adalah syok hipovalemik. (Corwin, 2000).
E. Pathway

Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik Petir

LUKA BAKAR

- Gangguan citra
Biologis Psikologis tubuh
- Kurang
Pengetahuan
Pada Wajah Di Ruang Tertutup Kerusakan kulit - Anxietas

Kerusakan Mukosa Keracunan Gas


Penguapan - Resiko Infeksi
- Gangguan Rasa
Odema Laring CO mengikat HB Nyaman
Peningkatan
- Kerusakan
pembuluh darah
Integritas Kulit
Obstruksi Jalan Nafas HB tidak mampu
mengikat O2
Ekstravasi Cairan (H2O2,
Gagal Nafas elektrolit)
Hipoxia Otak

Ketidakefektifan Pola Tekanan Onkotik menurun


Nafas

Hipovolemia & Cairan Intravaskuler


hemokonsentrasi menurun

- Kekurangan Volume Gangguan sirkulasi Makro Gangguan Sirkulasi


Cairan
- Resiko
ketidakefektifan Gangguan Perfusi organ Gangguan Perfusi
perfusi jaringan otak penting

Laju metabolisme ↑

Glukogenolisis

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
F. Klasifikasi Luka Bakar
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang Combustio maka perlu mempelajari :
1. Luas luka bakar
Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “role of nine” yaitu dengan tubuh
9% yaitu yang terjadi antara :
a) Kepala dan leher : 9%
b) Dada dan perut : 18%
c) Punggung hingga pantat : 18%
d) Anggota gerak atas masing-masing : 18%
e) Anggota gerak bawah masing-masing : 18%
f) Perineum : 18%

2. Derajat luka bakar


Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Grade I
a) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
b) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
c) Tes jarum ada hiperalgesia.
d) Lama sembuh + 7 hari.
e) Hasil kulit menjadi normal.
b. Grade II
a. Grade II a
a) Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan kelenjar
keringat utuh.
b) Rasa nyeri warna merah pada lesi.
c) Adanya cairan pada bula.
d) Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
b. Grade II b
a) Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringan yang utuh.
b) Eritema, kadang ada sikatrik.
c) Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
c. Grade III
a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
d. Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.
3. Pengelolaan luka bakar
a. Luka bakar ringan
a) Luka bakar grade I dan II luasnya kurang 15 % pada orang dewasa.
b) Luka bakar grade I dan II luasnya kurang 10 % pada anak
c) Luka bakar grade III luasnya kurang 2 %
b. Luka bakar sedang
a) Luka bakar grade II luasnya 15 – 25 % pada orang dewasa
b) Luka bakar grade II luasnya 10 – 20 % pada anak
c) Luka bakar grade II luasnya kurang 10 %
c. Luka bakar berat
a) Luka bakar grade II luasnya lebih dari 25 % pada orang dewasa
b) Luka bakar grade II luasnya lebih dari 20 % pada anak
c) Luka bakar grade III luasnya lebih dari 10 %
d) Luka bakar grade IV mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kulit, genetalia
serta persendian ketiak, semua penderita dengan inhalasi luka bakar dengan
komplikasi berat dan menderita DM.
G. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
1. Luka bakar grade II:
Dewasa > 20%
Anak/orang tua > 15%
2. Luka bakar grade III.
3. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

H. Penatalaksanaan
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada
trauma dengan bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi
protein pada sel di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus
walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu
dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian yang
terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak
dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan
cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation).
2. Periksa jalan napas.
3. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan
napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
4. Berikan oksigen.
5. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk
mengatasi syok.
6. Pasang kateter untuk pemantau diuresis.
7. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera
inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan
dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih
diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak
dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat
menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung
kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :
a. Cara Evans
Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
1) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
2) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
3) 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan setengah
dari hari pertama. Pada hari ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua.
Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.
b. Cara Baxter.
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan
hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh
dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam
16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer laktat karena terjadi
hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari jumlah hari pertama

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah:
a) Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah
merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b) Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
c) Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
d) Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
e) Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
f) Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan.
g) EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
h) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
J. KOMPLIKASI
Combustio dapat menyebabkan masalah atau komplikasi pada pasien antara lain :
1. Curling Ulcer
Curling Ulcer ( Tukak Curling ) merupakan komplikasi yang muncul pada hari ke 5
– 10, terjadi ulkur pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai
hematemesis, antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar
sedang hingga berat.
2. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama, bila infeksi berat maka penderita dapat
mengalami sepsis antibiotic dengan spectrum luas perlu diberikan.
3. Gangguan jalan nafas
Paling muncul dini pada hari pertama, terjadi karena lnhalasi aspirasi, oedema paru-
paru infeksi, penanganan dengan cara membersihkan jalan nafas, memberikan
oksigen traceostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antobiotik.

2. ASUHAN KEPERAWATAN pada PASIEN COMBUSTIO


1) Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien tersebut.
Data dasar pengkajian klien dengan luka bakar (Doengoes, 2000) yang perlu
dikaji :
a. Aktifitas/istirahat :
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi :
Tanda: Hipotensi (syok); takikardia (syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema
jaringan.
c. Eliminasi :
Tanda : Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
d. Makanan/cairan :
Tanda : Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
e. Nyeri :
Gejala : Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf..
f. Pernafasan :
Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda : Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik
(oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
Menurut Hudak & Gallo, 1996. Mengkaji cedera luka bakar dapat dilihat melalui luas
dan kedalaman luka bakar juga waktu dan keadaan sekeliling cedera luka bakar adalah
data yang vital yang harus dikomunkasikan ke fasilitas luka bakar.
Untuk mengkaji keparahan luka bakar, beberapa faktor harus diperhatikan :
a) Ukuran Luas Luka Bakar
Beberapa aturan dapat digunakan untuk memperkirakan luasnya luka bakar dalam
persentase total luas permukaan tubuh. “The Rule of Nines” membagi bagian tubuh
ke dalam kelipatan dari 9%.
b) Kedalaman Luka
Klasifikasi luka bakar didasarkan pada jaringan yang terkena atau sebagai luka
bakar derajat satu, dua derajat tiga.
c) Letak Anatomik
Luka bakar pada wajah, kepala, leher, tangan kaki, dan genetalia menciptakan
masalah-masalah khusus. Mekipun luka-luka ini terbatas pada area permukaan,
luka bakar ini biasanya mengharuskan korban dirawat di rumah sakit dan
mendapatkan perawatan khusus.
d) Cedera Inhalasi
Perawat harus mengkaji temuan berikut :
- Bulu hidung hangus terbakar
- Luka bakar pada oral ataau membran mukosa faring
- Luka bakar pada area perioralatau leher
- Batuk serak
e) Usia pasien
Meskipun luka bakar terjadi pada semua kelompok usia, insidennya lebih tinggi
pada kedua ujung kontinum usia. Orang yang usianya lebih muda dari 2 tahun dan
lebih tua dari 60 tahun mempunyai angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok usia lainnya dengan keparahan luka bakar yang sama.
f) Riwayat Medis
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang dapat
melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan
infeksi ( mis, diabetes melitus, gagal jantung kongestif, sirosis) atau bila terdapat
masalah ginjal, pernapasan atau gastrointestinal.

2) Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
peningkatan permeabilitas kapiler.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma luka bakar, keruskan jaringan.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan
cairan intravaskuler.
3) Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Kekurangan Setelah 1. Pasien akan 1. Observasi status 1. Untuk mengetahu
1. volume dilakukan mempertaha hidrasi (kelembapan perkembangan
cairan tindakan nkan
membran mukosa), kondisi pasien
berhubungan keperawat keseimbanga
an selama n cairan. vital sign dan status agar tidak terjadi
dengan
1x24 jam 2. Tidak ada cairan termasuk dehidrasi,
kehilangan
diharapka tanda-tanda
cairan aktif, intake dan output menghindari syok
n volume dehidrasi
peningkatan cairan (elastisitas cairan. hipovolemik.
permeabilitas kembali turgoe kulit 2. Kolaborasikan 2. Untuk menambah
kapiler. normal baik,
pemberian IV. dan mengatur
membran
mukosa 3. Naikkan bagian keseimbangan
lembab dan kepala tepat tidur cairan.
tidak ada dan tinggikan 3. Untuk
rasa haus
yang ektremitas yang meningkatkan
berlebihan) terbakar. aliran balik darah
3. Tekanan 4. Beritahukan kepada vena
darah, nadi,
pasien dan 4. Untuk
suhu tubuh
dalam batas keluarganya untuk mengembalikan
normal membantu pasien kondisi vital tubuh
makan dan dan membantu
menambah intake mempertahankan
oral cairan tubuh.
2. Ketidakefekti Setelah 1. Menunjukk 1. Kaji tanda vital 1. Untuk
fan pola dilakukan an jalan (frekuensi, bunyi mengetahui
nafas tindakan nafas yang
nafas, saturasi O2 ) keadaan pasien
berhubungan keperawat paten (klien
an selama tidak dan periksa ABC. sehingga dapat
dengan
1 x 24 merasa 2. Buka jalan nafas jika dengan cepat
obstruksi
jam tercekik,
jalan nafas ada obstruksi dan menentukan
diharapka irama nafas,
n pola frekuensi berikan O2 tindakan yang
nafas nafas 3. Posisikan klien tepat.
normal normal,
dengan meninggikan 2. Untuk memenuhi
dan paten suara nafas
normal) kepala atau posisi kebutuhan O2
fowler. 3. Membantu klien
memaksimalkan
jalan nafas
BAB III
PENUTUP

Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan


pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka
bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia (>70 Tahun),
(Rohman Azzam, 2008).

Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi revaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi)
dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang
hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan Nasogastric Tube (NGT);
pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus;
pengumpulan data; dan perawatan luka.
DAFTAR PUSTAKA

– Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3.Jakarta:EGC
– Nurarif, Amin H dan Hardhi Kusuma. 2015. ASUHAN KEPERAWAN BERDASARKAN
DIAGNOSIS MEDIS & NSNDS NIC-NOC, Jilid 2. Jogjakarta: MediAction.
– Hudak, Carolyn M dan Barbara M. Gallo. 1996. Keperawatan KRITIS Edisi VI Volume II.
Jakarta : Kedokteran ECG.

Anda mungkin juga menyukai