Makalah Combustio
Makalah Combustio
Disusun oleh :
KELOMPOK 2
PRODI S1 KEPERAWATAN
MOJOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan
cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya.
Penyebab luka bakar selain karena api (secara langsung ataupun tidak langsung), juga
karena pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena
api atau akibat tidak langsung dari api (misalnya tersiram panas) banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat,2005).
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap
kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi,
mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai
organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi
citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit
yang sebagian besar dapat dicegah (Horne dan Swearingen, 2000).
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Dari kelompok ini 200 ribu pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100 ribu
pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat luka
bakar dan cedera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar lebih separuh dari kasus
luka bakar dirumah sakit seharusnya dapat dicegah. Perawat dapat memainkan peranan
yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan konsep
pencegahan dan mempromosikan undang undang tentang pengamanan kebakaran. Asuhan
keperawatan komprehensif yang diberikan manakala terjadi luka bakar adalah penting
untuk pencegahan kematian dan kecacatan. Adalah penting bagi perawat untuk memiliki
pengertian yang jelas tentang perubahan yang saling berhubungan pada semua sistem
tubuh setelah cedera luka bakar juga penghargaan terhadap dampak emosional dari cedera
pada korban luka bakar dan keluarganya. Hanya dengan dasar pengetahuan komprehensif
perawat dapat memberikan intervensi terapeutik yang diperlukan pada semua tahapan
penyembuhan.
B. RUMUSAN MAKALAH
1. Apa pengertian Combustio serta etiologi, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi dan
penatalaksanaannya ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Combustio?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang Combustio.
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Combustio.
BAB II
PEMBAHASAN
1. COMBUSTIO
B. Etiologi
Etiologi luka bakar dibagi dalam beberapa hal berdasarkan :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
C. Fase Luka Bakar
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam
fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway),
mekanisme bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang berawal dengan
kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat
kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut
dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan masalah instabilitas
sirkulasi.
2. Fase Subakut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur
atau organ – organ fungsional, keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
D. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakn pada epidermis, dermis maupun
jaringan subkutan tergantung factor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber
panas atau penyebabnya. Dalam luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau
gangguan kulit dan kematian sel-sel.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebakan terjadi edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi.
Kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh
beberapa factor yaitu:
1) Peningkatan mineral okartikoid (retensi air, natrium, klorida, dan ekskresi kalium).
2) Peningkatan permeabilitas pembuluh darah, keluarnya elektrolit, protein dan
pembuluh darah.
3) Perbedaan tekanan osmotik dan ekstra sel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan
elektrolit tubuh. Luka bakar akn mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga
mempengaruhi seluruh system tubuh pasien. Seluruh system tubuh pasien. Seluruh
system tubuh menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi
terhadap luka bakar dan pada pasien luka bakar yang luasnya (mayor) tubuh tidak
mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi
diantaranya adalah syok hipovalemik. (Corwin, 2000).
E. Pathway
LUKA BAKAR
- Gangguan citra
Biologis Psikologis tubuh
- Kurang
Pengetahuan
Pada Wajah Di Ruang Tertutup Kerusakan kulit - Anxietas
Laju metabolisme ↑
Glukogenolisis
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
F. Klasifikasi Luka Bakar
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang Combustio maka perlu mempelajari :
1. Luas luka bakar
Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “role of nine” yaitu dengan tubuh
9% yaitu yang terjadi antara :
a) Kepala dan leher : 9%
b) Dada dan perut : 18%
c) Punggung hingga pantat : 18%
d) Anggota gerak atas masing-masing : 18%
e) Anggota gerak bawah masing-masing : 18%
f) Perineum : 18%
H. Penatalaksanaan
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada
trauma dengan bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi
protein pada sel di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus
walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu
dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian yang
terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak
dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan
cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation).
2. Periksa jalan napas.
3. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan
napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
4. Berikan oksigen.
5. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk
mengatasi syok.
6. Pasang kateter untuk pemantau diuresis.
7. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera
inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan
dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih
diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak
dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat
menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung
kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :
a. Cara Evans
Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
1) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
2) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
3) 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan setengah
dari hari pertama. Pada hari ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua.
Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.
b. Cara Baxter.
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan
hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh
dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam
16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer laktat karena terjadi
hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari jumlah hari pertama
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah:
a) Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah
merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b) Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
c) Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
d) Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
e) Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
f) Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan.
g) EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
h) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
J. KOMPLIKASI
Combustio dapat menyebabkan masalah atau komplikasi pada pasien antara lain :
1. Curling Ulcer
Curling Ulcer ( Tukak Curling ) merupakan komplikasi yang muncul pada hari ke 5
– 10, terjadi ulkur pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai
hematemesis, antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar
sedang hingga berat.
2. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama, bila infeksi berat maka penderita dapat
mengalami sepsis antibiotic dengan spectrum luas perlu diberikan.
3. Gangguan jalan nafas
Paling muncul dini pada hari pertama, terjadi karena lnhalasi aspirasi, oedema paru-
paru infeksi, penanganan dengan cara membersihkan jalan nafas, memberikan
oksigen traceostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antobiotik.
2) Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
peningkatan permeabilitas kapiler.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma luka bakar, keruskan jaringan.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan
cairan intravaskuler.
3) Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Kekurangan Setelah 1. Pasien akan 1. Observasi status 1. Untuk mengetahu
1. volume dilakukan mempertaha hidrasi (kelembapan perkembangan
cairan tindakan nkan
membran mukosa), kondisi pasien
berhubungan keperawat keseimbanga
an selama n cairan. vital sign dan status agar tidak terjadi
dengan
1x24 jam 2. Tidak ada cairan termasuk dehidrasi,
kehilangan
diharapka tanda-tanda
cairan aktif, intake dan output menghindari syok
n volume dehidrasi
peningkatan cairan (elastisitas cairan. hipovolemik.
permeabilitas kembali turgoe kulit 2. Kolaborasikan 2. Untuk menambah
kapiler. normal baik,
pemberian IV. dan mengatur
membran
mukosa 3. Naikkan bagian keseimbangan
lembab dan kepala tepat tidur cairan.
tidak ada dan tinggikan 3. Untuk
rasa haus
yang ektremitas yang meningkatkan
berlebihan) terbakar. aliran balik darah
3. Tekanan 4. Beritahukan kepada vena
darah, nadi,
pasien dan 4. Untuk
suhu tubuh
dalam batas keluarganya untuk mengembalikan
normal membantu pasien kondisi vital tubuh
makan dan dan membantu
menambah intake mempertahankan
oral cairan tubuh.
2. Ketidakefekti Setelah 1. Menunjukk 1. Kaji tanda vital 1. Untuk
fan pola dilakukan an jalan (frekuensi, bunyi mengetahui
nafas tindakan nafas yang
nafas, saturasi O2 ) keadaan pasien
berhubungan keperawat paten (klien
an selama tidak dan periksa ABC. sehingga dapat
dengan
1 x 24 merasa 2. Buka jalan nafas jika dengan cepat
obstruksi
jam tercekik,
jalan nafas ada obstruksi dan menentukan
diharapka irama nafas,
n pola frekuensi berikan O2 tindakan yang
nafas nafas 3. Posisikan klien tepat.
normal normal,
dengan meninggikan 2. Untuk memenuhi
dan paten suara nafas
normal) kepala atau posisi kebutuhan O2
fowler. 3. Membantu klien
memaksimalkan
jalan nafas
BAB III
PENUTUP
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi revaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi)
dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang
hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan Nasogastric Tube (NGT);
pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus;
pengumpulan data; dan perawatan luka.
DAFTAR PUSTAKA
– Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3.Jakarta:EGC
– Nurarif, Amin H dan Hardhi Kusuma. 2015. ASUHAN KEPERAWAN BERDASARKAN
DIAGNOSIS MEDIS & NSNDS NIC-NOC, Jilid 2. Jogjakarta: MediAction.
– Hudak, Carolyn M dan Barbara M. Gallo. 1996. Keperawatan KRITIS Edisi VI Volume II.
Jakarta : Kedokteran ECG.