Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR

Disusun oleh :
Nur Vany Widiyagiri
P27905118023

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR

A. Definisi

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan


kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi (Artawan, 2013).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu sangat rendah (Adhy dkk,
2014:386).
Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang berkembang
di dunia. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas yang tinggi (Pitoyo, 2013:2).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka
bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini ,
spesialistik serta individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan
program rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).

B. Etiologi

Etiologi luka bakar antara lain adalah sebagai berikut:


1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) yang disebabkan oleh karena
terpapar atau kontak dengan api, cairan panas dan bahan padat. Luka
bakar api berhubungan dengan asap atau cedera inhalasi.
2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn) disebabkan oleh kontaknya
jaringan kulit dengan asam atau basa yang kuat. Konsentrasi zat kimia,
lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan
luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat
terjadibmisalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari
25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn) disebabkan karena lewatnya
tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan perubahan
menjadi tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya
mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada
jalur arus listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh
kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak
merupakan kontak yang terlazim, dengan tangan dan tangan yang lebih
sering cedera daripada tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan
gangguan jantung dan atau pernafasan, dan resusitasi kardiopulmonal
sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah
masuknya listrik biasanya gosong dan tampak cekung.
4. Luka bakar radiasi (radiasi injury) disebabkan oleh terpapar dengan
sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau sumber dari radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar
matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu
tipe luka bakar radiasi (Musliha, 2010).

C. Patofisiologi Dan Pathway

Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 115 0F
(460C). Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak.
Sebagai contoh pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak
selama 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9 0C dapat
menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi
cedera derajat tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka
bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
pembentukan oksigen reaktif dan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan menyebabkan penurunan tekanan onkotik. Hal ini menyebabkan kehilangan
cairan serta viskositas plasma meningkat dengan menghasilkan suatu formasi
mikrotrombus. Cedera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik
yang dimanifestasikan dengan adanya demam, peningkatan laju metabolisme,
peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung, peningkatan glukoneogenesis,
serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka. Adanya luka pada sistem
pernafasan misalnya pada wajah yang merusak mukosa sehingga terjadi udema
pada laring dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan
ketidakefektifan pola nafas. Terjebak kebakaran dalam ruangan tertutup juga dapat
menyebabkan cedera inhalasi sehingga terjadi cedera alveolar yang ditandai dengan
adanya sputum berkarbon yang memunculkan diagnosa ketidakefektifan bersihan
jalan nafas yang diakibatkan karena keracunan gas (PCO2 yang meningkat
sedangkan PO2 turun). Keracunan gas tersebut dan sebagai akibat dari peningkatan
permeabilitas kapiler akan menyebabkan adanya penurunan cairan intravaskuler
sehingga terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan dan memunculkan diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (Muttaqin & Kumala, 2012: 200, Nurarif
dan Hardhi, 2015: 212 ).
Masalah yang dapat timbul pada luka bakar yang luas yaitu gangguan pada
sistem hormonal dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit. Hal tersebut terjadi
akibat kehilangan cairan serta dapat menyebabkan penurunan jumlah limfosit
sehingga luka beresiko mengalami sepsis. Mediator inflamasi seperti (sitokin, TNF-
α dan sel fagosit nekrotik) dan gangguan metabolisme (protein, karbohidrat dan
lemak) dapat muncul sebagai akibat dari luka bakar yang luasnya >20% .
Meningkatnya stress oksidatif juga dapat menyebabkan peningkatan produksi
radikal bebas sehingga akan mengganggu fungsi imun (Adhy dkk, 2014: 386,
Artawan, 2013).
Pathway

Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Masalah
Biologis Keperawatan:
LUKA BAKAR Psikologis  Gangguan Citra
Tubuh
 Defisiensi
pengetahuan
 Anxietas
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit /luka

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO


Penguapan meningkat Masalah Keperawatan:
 Resiko infeksi
 Nyeri akut
Oedema laring CO mengikat Hb Peningkatan pembuluh darah  Hambatan mobilitas fisik
 Kerusakan integritas kulit
kapiler

Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu


mengikat O2
Ektravasasi cairan (H2O,
Gagal nafas Elektrolit, protein)
Hipoxia otak
MK: Tekanan onkotik menurun.
 Bersihan jalan nafas Tekanan hidrostatik
tak efektif meningkat

Cairan intravaskuler
menurun

Hipovolemia dan Masalah Keperawatan:


 Kekurangan volume cairan
hemokonsentrasi

Gangguan sirkulasi Masalah Keperawatan:


 Gangguan perfusi jaringan
makro

Gangguan
Gangguan perfusi organ penting sirkulasi seluler

Gangguan
Otak Hepar perfusi
Kardiovaskuler GI Neurologi Imun
Hipoxia
sel ginjal Traktus
Pelepasan
Hipoxia Kebocoran Daya Laju
katekolamin Gangguan
kapiler Ginjal tahan metabolisme
Dilatasi Neurologi
tubuh meningkat
lambung
menurun
Sel otak
Penurunan Fungsi Hipoxia
mati Hambahan
curah jantung ginjal hepatik Glukoneogenesis
pertumbuhan
menurun glukogenolisis
Gagal
fungsi Gagal Gagal ginjal Gagal
sentral jantung hepar
MK:
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
MULTI SISTEM ORGAN FAILURE
D. Manifestasi Klinik

Manifestasi luka bakar antara lain adalah nyeri lokal, eritema, kemerahan,
pucat, menggigil, sakit kepala, mual dan muntah, lepuh berisi air dan berselaput
tipis, area yang rusak berlilin dan putih, perubahan suara, batuk, mengi, sputum
gelap pada luka bakar mukosa (Wolters dkk, 2013).
Manifestasi tentang luka bakar dapat ketahui dengan derajat luka yang dibagi
menjadi 4 derajat yaitu:
1. Grade I dengan kerusakan jaringan hanya terjadi pada epidermis, nyeri,
warna kulit kemerahan, kering, pada tes jarum terdapat hiperalgesia, lama
sembuh ±7 hari kulit menjadi normal.
2. Grade II: terdapat grade II a dimana jaringan yang rusak adalah sebagian
dermis, folikel rambut, dan kelenjar keringat utuh, rasa nyeri, warna
kemerahan pada lesi, adanya cairan pad bula, waktu sembuh 7-14 hari. Dan
pada grade II b dimana jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar
keringat yang utuh, eritema, terkadang ada sikatrik, waktu sembuh 14-21
hari.
3. Grade III yaitu jaringan yang rusak meliputi seluruh epidermis dan dermis,
kulit kering, kaku, terlihat gosong, terasa nyeri karena ujung saraf rusak,
waktu sembuh lebih dari 21 hari.
4. Grade IV dimana luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit, otot bahkan
tulang, penderita tidak akan merasakan nyeri karena kerusakan saraf, warna
kulit menjadi abu-abu, kehitaman, kering dan mengelupas (Muttaqin dan
Kumala, 2011)

E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luka bakar yaitu infeksi luka
yang gejalanya sama dengan proses penyembuhan luka yaitu adanya eritema,
edema, dan nyeri tekan. Demam, malaise, dan gejala yang lebih buruk dapat
menyebabkan sepsis dan kerusakan yang lebih dalam. Luka bakar juga dapat
menyebabkan timbulnya syok, cedera inhalasi apabila pasien menghirup udara di
dalam ruangan tertutup (Lalani, 2013, Pamela, 2011: 189).
Luka bakar terutama dengan luas >20% dapat menyebabkan gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Selain itu, semakin berat kerusakan
jaringan maka proses inflamasi juga semakin lama terjadi dan tidak terkendali. Hal
tersebut akan menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik dan penekanan sistem
imun yang berbahaya karena dapat menjadi SIRS dan MODS (Adhy dkk, 2014:
386).

F. Penatalaksanaan

Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghilangkan


sumber panas bila masih ada. Pakaian dan perhiasan yang menghasilkan panas
harus dilepas, dan setiap bahan kimia dalam bentuk bubuk kering harus
disingkirkan dari kulit. Bila sumber luka bakar telah dihilangkan, perhatian pemberi
perawatan beralih pada ABC (Airway, Breathing dan Circulation). Cedera inhalasi
harus dicurigai pada pasien yang berada dalam lingkungan yang terbakar dalam
ruangan tertutup atau pasien yang tampak mengalami perubahan tingkat kesadaran.
Cedera inhalasi mungkin gejalanya tidak muncul selama beberapa jam setelah
waktu cedera. Siapkan untuk intubasi endotrakea profilaktik kemudian beri oksigen
melalui mask face atau endotracheal tube pada setiap pasien yang menunjukkan
mekanika pernapasan meragukan atau yang mempunyai indikasi klinis adanya
cedera inhalasi yang ditandai dengan hangusnya bulu hidung, suara serak, batuk,
sputum berkarbon, wheezing, takipne, dispnea, agitasi dan stridor yang gejalanya
mungkin tidak muncul beberapa jam setelah cedera terjadi (Pamela, 2011: 189).
Luka bakar yang meliputi semua ekstremitas menyebabkan reaksi kulit yang
melepaskan zat vasoaktif yang menimbulkan pembentukan oksigen reaktif sehingga
permeabilitas kapiler meningkat. Kehilangan cairan secara masif akan terjadi pada
4 jam pertama setelah cedera dengan akumulasi maksimum edema pada 24 jam
pertama setelah luka terjadi sehingga akan sulit untuk melakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital pada pasien. Oleh karena itu perlu dilakukan pemasangan selang
infus dengan diameter besar untuk resusitasi cairan dan pemasanngan kateter urin
sebagai indikator status sirkulasi yang harus dipantau dan diukur setiap jam. Untuk
resusitasi cairan formula yang sering digunakan yaitu formula Parkland pada 24
jam pertama cidera. Pada formula tersebut cairan yang digunakan adalah cairan
Ringer Laktat dengan rumus 4ml/kgBB/% luka bakar dimana setengah dari hasil
penjumlahan yang telah dilakukan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya (Muttaqin dan Kumala, 2012: 207, Nurarif dan
Hardhi, 2015: 212).

G. Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian

A. Data Umum
Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur, No.RM,
jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, jam datang, jam diperiksa, tipe kedatangan dan informasi
data.
B. Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang
berisi tentang observasi umum mengenai penghentian proses luka
bakar dan pemeriksaan status ABC (Airway, Breathing dan
Circulation) (Pamela, 2011).
C. Pengkajian primer
1. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas,
sumbatan total atau sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya
aliran udara dan adanya gangguan pada jalan nafas misalnya
edema tipe torniket pada daerah leher yang dapat menyumbat
pernafasan (Karika, 2011).
Masalah airway yang timbul pada pasien luka bakar yaitu pasien
sulit bernafas, terdapat edema di jalan nafas, batuk, suara serak,
stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung
karbon (Pamela, 2011).
2. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya
pernafasan, frekuensi nafas dan pergerakan dinding dada(naik
turunnya dinding dada), suara pernafasan melalui hidung atau
mulut, merasakan udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
(Kartika, 2011:44).
Masalah breathing yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
terganggunya ekspansi dada akibat adanya krustal tebal pada
luka bakar derajat 3 yang mengelilingi dada, adanya penggunaan
otot bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR > 24x/menit,
irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas
wheezing (Pamela, 2011).
3. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan
syok, dan adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan
dan keteraturan, warna kulit dan kelembaban, tanda-tanda
perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atau trauma.
Masalah circulation yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
peningkatan curah jantung dalam beberapa menit pertama
cedera, nadi tidak dapat diraba, tingkat kesadaran menurun
(Pamela, 2011).
4. Disability: mengkaji kondisi neuromuskular pasien, keadaan
status kesadaran(GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan
motorik dan sensorik.
Pada pasien luka bakar yang diakibatkan oleh luka bakar listrik
dapat terjadi penurunan kesadaran, paralisis motorik,
disorientasi dan defisit sensorik (Lalani, 2013).
5. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol
lingkungan tentang kondisi pasien secara umum (Kartika,
2011:73).
D. Pengkajian sekunder
1. Riwayat keperawatan :
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien,
riwayat penyakit saat ini, riwayat pengobatan, pengobatan yang
sedang dijalani, riwayat keluarga dan sosial, serta review sistem
(Kartika, 2011:44).
Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang
menimbulkan nyeri, adakah hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik), Q (kualitas, keluhan klien), R (arah perjalanan
nyeri, daerah nyeri), S (skala nyeri 1-10), T (lamanya nyeri
dirasakan, terus menerus/ hilang timbul) (Kartika , 2011:44).
Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan darah
meliputi systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90 mmHg, nadi 60-
100 kali/ menit atau lebih, suhu: 36-37,5 C atau meningkat dan
pernafasan lebih dari 16- 24 kali/menit (Kartika, 2011: 44).
2. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada luka bakar
yaitu:
a. Sistem neurologi
Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS) dengan
penilaian Eye (4 untuk buka mata spontan, nilai 3 dengan suara,
nilai 2 dengan nyeri dan 1 tanpa respon), penilaian Verbal (5
apabila orientasi bagus, 4 jika pasien bingung, 3 apabila kalimat
tidak jelas, 2 jika suara tidak jelas/bergumam dan 1 jika tidak ada
respon) serta motorik (6 bila pasien dapat mengikuti perintah
dengan baik, 5 bila pasien mampu melokalisasi nyeri, 4 bila
pasien menghindari nyeri, 3 bila fleksi abnormal, 2 bila ekstensi
abnormal dan 1 bila tanpa respon) (Kartika, 2011: 58).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan penurunan
kesadaran yaitu nyeri pada respon membuka mata, gangguan
verbal, dan gangguan motorik karena adanya cedera (Lalani,
2013).

b. Sistem respirasi
Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas adanya t
anda-tanda distress pernafasan seperti penggunaan otot aksesori,
keteraturan retraksi dada, keteraturan pola nafas, dan suara nafas
abnormal (Kartika, 2011: 61).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan adanya batuk,
suara serak, stridor, takipne, dispnea, agitasi adanya sputum
mengandung karbon, penggunaan otot bantu pernafasan, pasien
sulit bernafas, RR lebih atau kurang dari 24x/menit, irama nafas
tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas
wheezing(Pamela, 2011).
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada, normalitas
tanda-tanda vital, dan denyut jantung yang cepat, pelan atau
tidak teratur (Kartika, 2011).
Dalam pengkajian sistem kardiovaskuler pada kasus luka
bakar akan terjadi peningkatan curah jantung dalam beberapa
menit cedera, dan nadi sulit diraba (Pamela, 2011).
d. Sistem pencernaan
Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya luka.
Auskultasi keempat kuadran dan pastikan status peristaltik usus.
Palpasi adanya nyeri, hepatomegali, dan limpa. Perkusi untuk
mngetahui ukuran organ dan memeriksa daerah cairan atau
rongga intra abdominal (Kartika, 2011).
Pada luka bakar akan ditemukan adanya penurunan
metabolik sebagai akibat dari respon sistemik pada 24 jam
pertama cedera (Gurnida, 2011).
e. Sistem muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat
berhubungan dengan trauma dan infeksi. Kaji luka atas adanya
edema, eritema, jejas, dan nyeri. Periksa pergerakan dan status
neurovaskular pasien untuk mendeteksi masalah. Lepaskan
semua perhiasan dan pakaian ketat dari daerah luka (Kartika,
2011: 62).
Pada pasien luka bakar dapat ditemukan edema jaringan
dan nekrosis (Lalani, 2013: 357).
f. Sistem perkemihan
Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa panas,
atau bau aneh dan status nyeri pada sistem urinaria.
Pada pasien luka bakar akan ditemukan urine berwarna
kemerahan yang menunjukkan adanya hemokromogen dan
mioglobin akibat kerusakan otot karena luka bakar yang dalam
(Muttaqin dan Kumala, 2012: 207).
g. Sistem integumen
Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu,
kepucatan, sianosis dan kekuningan (Kartika, 2011: 62).
Pada sistem integumen pasien luka bakar mengalami
gangguan integritas kulit seperti kulit berwarna abu-abu dan
pucat, dan adanya krustal (Pamela, 2011, Nurarif dan Hardhy,
2015).
h. Sistem endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa
sering lelah, lemah, terjadi penurunan BB, poliuri, polidipsi dan
polifagi (Kartika, 2011:64).

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pada luka bakar meliputi laboratorium
meliputi kadar elektrolit serum yang mungkin normal pada
awalnya tetapi akan berubah selama program tindakan awal,
BUN (nitrogen urea darah) dan kreatinin mungkin meningkat
palsu berkaitan dengan kekurangan cairan, glukosa darah yang
mungkin meningkat sebagai akibat respon stres, gas darah arteri
awalnya Po2 mungkin normal pada cedera inhalasi tetapi penting
untuk mendokumentasikan pH pada pasien yang menderita luka
bakar listrik karena umumnya akan mengalami asidosis
metabolik ringan yang akan membaik dengan resusitasi secara
adekuat, hitung darah lengkap dimana pada awalnya hemoglobin
dan hematokrit mungkin meningkat sebagai akibat pergeseran
cairan intraseluler, albumin serum kadarnya mungkin rendah
karena protein plasma terutama albumin hilang ke dalam jaringan
yang cedera sekunder akibat peningkatan permeabilitas kapiler,
skrining obat dan alkohol serum serta skrining obat dalam urine
secara khusus apabila pasien tidak sadar atau tingkat
kewaspadaannya menurun, karboksihemoglobin serum pada
pasien dengan dugaan cedera inhalasi dengan peningkatan kadar
>10%, mioglobulin urine harus dilakukan untuk pasien luka
bakar listrik karena mioglobulin dilepaskan ketika jaringan otot
mengalami kerusakan dimana mioglobulin dapat menyebabkan
kerusakan pada tubulus ginjal bila ginjal tidak dibilas dengan
baik dan urine akan berubah menjadi merah terang atau berwarna
teh, radiografi dada untuk mengetahui perubahan radiograf dada
yang biasanya terlihat sekitar 48 jam setelah cedera inhalasi,
elektrokardiogram terutama di indikasikan pada luka bakar listrik
karena disertai komplikasi disritmia jantung dan juga CT scan
untuk menyingkirkan hemoragi intrakranial pada pasien dengan
penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik (Pamela,
2011: 200).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada luka bakar, yaitu:


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya cedera
alveolar yang ditandai dengan sputum berkarbon, suara serak, rambut
nasal terbakar, penurunan PO2 atau peningkatan PCO2.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya edema dan efek
inhalasi.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema
seluruh tubuh, jaringan vaskular, penurunan curah jantung, dan
hipovolemia.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
akibat peningkatan evaporasi (Nurarif dan Hardhy, 2015: 216, Pamela,
2011: 199, Nugroho, 2011: 165)
3. Perencanaan & Tindakan Keperawatan

Diagnosa Intervensi
Keperawatan NOC & KH NIC

Ketidakefektifa NOC: a. Kaji kepatenan jalan


n bersihan jalan jalan nafas.
i. Respiratory status:
nafas
ventilation. b. Lakukan pembebasan
berhubungan
jalan nafas.
dengan adanya j. Respiratory status:
cedera alveolar airway patency. c. Berikan O2 sesuai
yang ditandai resep.
KH:
dengan sputum
a. Suara nafas bersih, d. Siapkan untuk intubasi
berkarbon,
tidak ada dyspnea. endotrakea
suara serak,
rambut nasal b. Tidak ada sputum. e. Pasang slang
terbakar, nasogastrik untuk
c. Irama dan frekuensi
penurunan PO2 mencegah aspirasi
nafas dalam rentang
atau pada pasien tidak
normal (RR=16-
peningkatan sadar.
24x/menit, irama nafas
PCO2.
teratur). f. Kolaborasi pemberian
bronkodilator jika
perlu.

Ketidakefektifa
n pola nafas
berhubungan
dengan adanya
edema dan efek NOC:
a. Kaji karakteristik pola
inhalasi.
a. Respiratory status: nafas (frekuensi,
ventilation. kedalaman, irama).

b. Respiratory status: b. Kaji adanya


airway patency. penggunaan otot bantu
c. Vital sign status pernafasan.

KH: c. Berikan posisi kepala


lebih tinggi 30˚
a. Pola nafas pasien
regular(RR=16- d. Kolaborasi pemberian
24x/menit), irama nafas O2
teratur.

b. Tidak tampak adanya


retraksi dinding dada

c. Tanda vital dalam


rentang normal (TD:
sistole <130, diastol
<90 mmHg, S: 36,5-
37,5˚C, RR: 16-
24x/menit, HR: 60-
100x/menit).

a. Kaji keadaan umum


NOC: dan TTV.
Ketidakefektifa a. Circulation status
b. Observasi perubahan
n perfusi
b. Tissue perfusion: pasien dalam merespon
jaringan perifer
cerebral stimulus.
berhubungan
dengan edema KH: c. Kolaborasi pemberian
seluruh tubuh, a. Tidak ada tanda-tanda obat.
jaringan peningkatan tekanan
d. Batasi gerakan pada
vaskular, intrakranial (tidak lebih
kepala, leher dan
penurunan dari 15 mmHg).
punggung.
curah jantung,
b. TTV dalam batas
dan e. Sambungkan monitor
normal(TD:
hipovolemia. jantung, monitor
sistole<130, diastol<90
saluran oksigen, dan
mmHg, S: 36,5-37,5˚C, manset TD otomatis ke
RR: 16-24x/menit, HR: pasien.
60-100x/menit).

c. Komunikasi jelas.

d. Menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi.
a. Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat.

b. Monitor status hidrasi


NOC:
(kelembapan membran
a. Fluid balance
mukosa dan nadi
Kekurangan
b. Hydration adekuat).
volume cairan
berhubungan c. Nutritional Status: food c. Monitor status cairan
dengan and fluid intake dan output.
kehilangan
d. Intake d. Dorong pasien untuk
cairan aktif
menambah intake oral.
akibat
peningkatan KH: e. Kolaborasi pemberian
evaporasi a. Urine output sesuai cairan IV
dengan usia dan BB

b. Tanda-tanda vital
dalam batas normal

c. Elastisitas turgor kulit


baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus berlebihan.
Referensi :

 Adhy A Syuma dkk, 2014, “Manfaat Suplementasi Ekstrak Ikan Gabus


Terhadap Kadar Albumin, MDA pada Luka Bakar Derajat II”, Jurnal JST
Kesehatan, Vol.4 No.4 Oktober: 385 – 393.
 Artawan, IK dkk, 2013, “Efek Ekstrak Gel Daun Pegangan (Centella Asiatica)
dalam Mempercepat Waktu Penyembuhan Luka pada Tikus Putih (Rattus
Norvegicus Strain Wistar)”, Jurnal Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
 Lalani,MD Amina dan Suzan Schneeweiss, MD. 2013. Kegawatdaruratan
Pediatri. EGC: Jakarta.
 Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nusa Medika: Yogyakarta.
 Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Salemba Medika: Jakarta.
 Pamela S. Kidd,2011, “Pedoman Keperawatan Emergensi”. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
 Pitoyo, 2013, “Efektivitas Perawatan Luka Bakar Derajat Dua Dalam Antara
Meggunakan Madu dan Minyak Zaitun pada Punggung Tikus Galur Wistar”,
Naskah Publikasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
 Wolters dkk. 2013. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
 Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata:

Anda mungkin juga menyukai