Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
Menurut Arif Mutaqqin (2011) Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk
luka-luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (escar) yang
tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Menurut Sunita Almatsia,
(2004) Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh yang disebabkan oleh suhu
tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metabolisme. Sedangkan menurut
Pierce dan Neil, (2006) Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap
trauma suhu atau termal.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa luka bakar merupakan respon
kulit terhadap suatu rangsangan dari luar berupa suhu panas yang mengakibatkan kerusakan
jaringan dan sitem metabolisme tubuh.

B.  ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, sinar ultraviolet, sinar X, radiasi nuklir, listrik,
bahan kimia, abrasi mekanik. Luka bakar yang disebabkan oleh panas api, uap atau cairan yang
dapat membakar merupakan hal yang lasim dijumpai dari luka bakar yang parah.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1. Fase akut
Pada fase ini problema yang adaberkisar pada gangguan saluran napas karena
adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik
2. Fase sub akut
Faseini berlangsungsetelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan
(kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsisi dan
penguapan cairan tubuh disertai panas/energi
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah
pada fase ini adalah timbiulnya penyulit dari luka bakar berupa parut, hipertrofik,
kontraktur, dan deformitas lainnya.
C. MANIFESTASI KLINIS
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)

D. KLASIFIKASI LUKA BAKAR

1. Kedalaman luka
Dalamnya luka bakar secara bermakna menentukan penyembuhannya, berdasarkan kedalaman
lukanya luka bakar diklasifikasinkan sebagai berikut :
a. Luka bakar derajat satu.
Hanya mengenai lapisan epidermis dan biasanya disebabkan oleh sinar matahari atau tersiram air
mendidih dalam waktu yang singkat, kerusakan jaringan pada luka bakar ini hanya minimal, rasa
sakit merupakan gejala yang menonjol, kulit yang terbakar berwarna kemerah-merahan dan
mungkin terdapat oedema ringan. Efek sistemik jarang sekali terjadi, rasa nyeri/sakit makin
terasa dalam 48-72 jam dan penyembuhan akan terjadi dalam waktu sekitar 5 – 10 hari.
b. Luka bakar derajat dua.
       Mengenai semua bagian epitel dan sebagian korium, luka bakar ini ditandai oleh warna
merah yang melepuh, luka bakar derajat dua superfisisal biasanya sembuh dengan menimbulkan
parut yang minimal dalam 10 – 14 hari kecuali kalau luka tersebut tercemar. Luka bakar yang
meluas ke dalam bagian korium dan lapisan mati yang meliputinya, menyerupai luka bakar
derajat tiga kecuali biasanya luka itu berwarna merah dan menjadi putih bilaman disentuh.
Penyembuhan terjadi dengan regenerasi epitel kelenjar keringan dan folikel, proses ini lamanya
25 – 35 hari, parut yang nyata sering ditemukan. Luka bakar derajat dua yang dalam tebalnya
meliputi seluruh tebal kulit bilaman terjadi peradangan, kehilangann cairan dan efek metabolik
adalah sama  seperti pada luka bakar derajat tiga.
c. Luka bakar derajat tiga
       Ditandai oleh suatu permukaan yang kering, liat dan kenyal yang biasanya berwarna
coklat, coklat kemerah-merahan atau hitam, walaupun luka ini  dapat berwarna putih. Luka-luka
ini anestetik karena reseptor rasa sakit telah hilang, bila kita menekan luka itu maka luka tidak
akan menjadi putih atau pecah dan melentur kembali karena jaringan mati dan pembuluh darah
terkena trombose.
2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar mayor
 Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada
anak-anak
 Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
 Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum
 Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan
luasnya luka
 Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi
b. Luka bakar moderat
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak
 Luka bakar fullthickness kurang dari 10 %
 Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, ,mata, telinga, kaki, dan perineum
c. Luka bakar minor
 Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10%
pada anak-anak
 Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
 Tidak terdapat luka bakar daerah wajah, tangan, dan kaki
 Luka tidak sirkumfer
 Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

E. PATOFISIOLOGI
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025m 2 pada dewasa. Bila kulit
terbakar akan terjadi peningkatan permeabilitas karena rusaknya pembuluh darah kapiler, dan
area-area sekitarnya. Sehingga terjadi kebocoran cairan intrakapiler ke intertisial sehingga
menimbulkan udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit.
Kulit terbakar juga berakibat kurangnya cairan intravaskuler. Bila kulit terbakar > 20% dapat
terjadi syok hipovolemik dengan gejala: gelisah, pucat, akral dingin, berkeringat, nadi kecil,
cepat, TD menurun, produksi urin berkurang dan setelah 8 jam dapat terjadi pembengkakan. Saat
pembuluh darah kapiler terpajan suhu tinggi, sel darah ikut rusak sehingga berpotensi anemia.
Sedangkan bila luka bakar terjadi di wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena
asap, gas, atau uap panas yang terhirup, oedema laring menyebabkan hambatan jalan napas yang
mengakibatkan sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak bewarna gelap. Selain itu
dapat juga terjadi keracunan gas CO2, karena hemoglobin tidak mampu mengikat O2 ditandai
dengan lemas, binggung, pusing, mual, muntah dan berakibat koma bahkan meninggal dunia.
Luka bakar yang tidak steril mudah terkontaminasi dan beresiko terkena infeksi kuman gram (+)
dan (-) contohnya pseudomonas aeruginosa di tandai dengan warna hijau pada kasa penutup luka
bakar. Infeksi ysng tidak dalam (non invasif) ditandai dengan keropeng dan nanah. Infeksi
invasif ditandai dengan keropeng yang kering, dan jaringan nekrotik.
Bila luka bakar derajat I dan II sembuh dapat meninggalkan jaringan parut. Sedangkan pada luka
bakar derajat III akan mengalami kontraktur. Pada luka bakar berat akan dapat ditemukan ileus
paralitik dan stress pada luka bakar berat ini akan mudah mengalami tukak di mukosa lambung
“tukak Curling” dan apabila ini berlanjut kan menimbulkan ulcus akibat nekrosis mukosa
lambung. Kecacatan pada luka bakar hebat terutama pada wajah beresiko mengalami beban jiwa
yang menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia.
F. PATHWAY

Radias Listrik petir


Bahan kimia Termis

LUKA BAKAR

Biologis Psikologis Gangguan citra tubuh

Kerusakan kulit
Di ruang tertutup
Pada wajah

Keracunan gas Penguapan Masalah keperawatan

Kerusakan mukosa Resiko infeksi


CO mengikuti HB Peningkatan Gangguan rasa nyaman
pembuluh darah
Oedema laring Kerusakan integritas kulit
HB tidak mampu
Gangguan mobilitas fisik
Obstruksi jalan nafas mengikat O2 Ekstravasasi cairan
(H2O2, elektrolit

Hipoksia otak
Gagal nafas
Tekanan onkotik
menurun
Ketidaefefektifan
pola nafas
Cairan intravascular
menurun Hipovolemia &
hemokonsentrasi
Msalah keperawatan

Kekurangan volume
cairan
Gngguan sirkulasi makro

Gngguan perfusi organ Gangguan sirkulasi


penting
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LED: mengkaji hemokonsentrasi.


2.   Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Initerutama
penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jampertama
karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot
pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif.
8.  Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
9. complete blood cell count (CBC)
10.  blood urea nitrogen (BUN),
11.  serum glucose
12.   Elektrolit
13. arterial blood gases
14. serum protein
15. albumin
16.  urine cultures
17. Urinalysis
18. pembekuan darah
19. pemeriksaan servikal
20.  kultur luka
H. PENATALAKSANAAN
a. Mematikan sumber api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh (menyelimuti,
menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke air).
b.    Merendam atau mengaliri luka
Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau
menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar ringan tujuan
ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan dan menurunkan suhu
jaringan agar memperkecil derajat luka dan mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu
berfoliferasi.
c.         Rujuk ke Rumah Sakit
Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang memiliki unit
luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus.
d.        Resusitasi
Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas . namun bila terjadi syok segera
di lakukan resusitasi ABC.

1. Airway Management
 Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada pasien tidak
sadar.
    Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
   Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma silafasial/gagal intubasi.
2. Breathing/Pernapasan
   Berikan supplement O2.
  Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
  Pantau oksimetri nadi dan observasi.
3.  Circulation
 Nilai frekuensi nadi dan karakternya
 Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
  Perawatan lokal
Untuk luka bakar derajat I dan II bias dilakukan perawatan lokal yaitu dengan pemberian
obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan:silver sulfadiazine, moist exposure
burn ointment, ataupun yodium providon.
4. Pemberian cairan intravena
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus yang
di rekomendasikan oleh Envans, yaitu:
  

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
2000 cc gluksosa 5%/24 jam
 

Separuh jumlah 1+2+3 diberikan 8 jam pertama sisanya 16 jam berikutnya.Hari kedua diberikan
setengah dari jumlah cairan hari pertama.
Hari ketiga diberikan setengah dari jumlah cairan hari kedua.
Penderita mula-mula dipuasakan karena keadaan syok menyebabkan peristaltik usus terhambat.
Dan di berikan minum setelah fungsi usus normal kembali. Jika diuresis pada hari ketiga
memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infuse dapat dikurangi, bahkan
dihentikan.
 Pemberian obat-obatan
Pemberian obat seperti antibiotic spectrum luas bertujuan untuk mencegah infeksi terhadap
pseudomonas yang dipakai adalah golongan aminoglikosida. untuk mengatasi nyeri
diberikan opiate dalam dosis rendah melalui intravena

 Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen
yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-3.000 kalori sehari dengan kadar
protein tinggi.
I. KONSEP KEPERAWATAN
A. pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh, semua
data atau informasi klien yang di butuhkan dikumpulkan untuk menentukan masalah
keperawatan pengkajian pada klien bronkitis.
Menurut Arif Mutaqqin (2011) Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan luka bakar adalah
sebagai berikut:
a.       Fase darurat luka bakar
1)      Perawatan menginventaris data-data melalui petugas luar rumah sakit (petugas penyelamat
atau petugas gawat darurat)
2)      Bila pasien mampu berbicara lakukan pertanyaan tentang proses dan mekanisme cedera
secara ringkas dan cepat.
b.      Tanda-Tanda Vital (TTV)
1)      Melakukan pemeriksaan secara sering.
2)      Status respirasi, suhu dipantau ketat.
3)      Denyut nadi apikal, karotid, dan femoral dievaluasi.
4)      Pemantauan jantung dilakukan bila memiliki riwayat penyakit jantung.
c.       Riwayat Kesehatan
1)      Riwayat luka bakar.
2)      Riwayat alergi.
3)      Riwayat imunisasi tetanus.
4)      Riwayat medis serta bedah masa lalu.
d.      Intake dan Output
1)      Dipantau dengan cermat dan diukur tiap satu jam.
2)      Mencatat jumlah urine yang pertama kali keluar ketuka dipasang kateter untuk menentukan
fungsi ginjal dan status cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Urine kemerahan
menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobulin karena kerusakan otot.
e.       Pengkajian Fisik
1)      Head to toe.
2)      Berfokus pada tanda dan gejala, cedera atau komplikasi yang timbul.
f.       Pengkajian Luas Bakar
1)      Mengidentifikasi daerah-daerah luka bakar terutama derajat II dan III.
2)      Ukuran , warna, bau, eskar, eksudat, pembentukkan abses, perdarahan, pertumbuhan epitel,
penampakkan jaringan granulasi pada luka bakar.
g.      Pengkajian Neurologik
1)      Berfokus pada tingkat kesadaran
2)      status fisiologik
3)      tingkat nyeri
4)      kecemasan
5)      perilaku
6)      pemahaman pasien dan keluarga terhadap cedera serta penanganannya

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d edema & efek inhalasi asap
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (evaporasi akibat luka bakar)
3. Resiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune
4. Kerusakan intrgritas kulit b.d luka bakar terbuka
5. Gngguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh
6. Hambatan mobilitas fisik b.d proses penyakit
No Diagnosa NIC NOC
1 Ketidakefektifan  Respiratory status: ventilation Airway manajemenn
pola nafas  Respiratory status: Airway patency  Bebaskan jalan nafas dengan posisi
 Vital sign Status
leher ekstensi jika memungkinkan
Kriteria Hasil
 mengeluarkan Mendemonstrasikan  .Posisikan pasien untuk
batuk efektif dan suara nafas yang
bersihm tidak ada sianosis dan memaksimalkan ventilasi
dyspneu (mampu mengeluarkan    Identifikasi pasien secara actual
sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips) atau potensial untuk membebaskan
 Menunjukkan jalan nafas yang jalan nafas.
paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan  Pasang mayo bila perlu
dalam rentang normal, tidak ada  Lakukan terapi dada jika
suara nafas abnormal
 Tanda-tanda vital dalam rentang memungkinkan
normal  Keluarkan lendir dengan suction
 Asukultasi suara nafas
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan pelembab udara kassa
basah NaCl lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
 Monitor respirasi dan status O2
oksigen therapy
 Bersihkan mulutm hidung dan
secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi vital sign
monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
      
2 Kekurangan volume  Fluid balance Fluid Management
cairan  Hydration  Pertahankan catataan intake dan
 Nutritional status : food dan fluid output yang akura
 Intake  Monitor satatus dehidrasi
Kriteria Hasil (kelembaban membran mukosa,
 Mempertahankan urine output nadi adekuat tekanan darah
sesuai dengan usia dan BB, BJ ortostatik) jika diperlukan
urine normal, HT normal  Monitor vital sign
 TTV dalam batas normal  Monitor masukan makanan/cairaan
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi dan hitung intake kalori harian
 Elastisitas turgor kulit baik,  Kolaborasikan pemberian cairan IV
membran mukosa lembab, tidak  Monitor status nutrisi
ada rasa haus yang berlebihan
 Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian nasogatrik
sesuai output
 Dorong kelurga untuk membantu
pasien makan
 Kolaborasi dengan dokter
Hypovolemia Management
 Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk menambah
intake oral
 Monitor adanya tandagagal ginjal

3 Resiko infeksi  Immune status Infection control (kontrol infeksi)


 Knowledge : Infection control  Pantau tanda dan gejala infeksi
 Risk control primer & sekunder
Kriteria Hasil :  Bersihkan lingkungan setelah
 Klien bebas dari tanda dan gejala dipakai pasien lain.
infeksi  Batasi pengunjung bila perlu.
 Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
 Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
 Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
 Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
 Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
 Amati keadaan luka dan sekitarnya
dari tanda – tanda meluasnya
infeksi
 Tingkatkan intake nutrisi.dan
cairan
 Berikan antibiotik sesuai program.
 Monitor hitung granulosit dan
WBC.
 Ambil kultur jika perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
 Dorong istirahat yang cukup.
 Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
 Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
4 Kerusakan integritas  Tissue integrity : skin and mucous         Pressure Management
kulit  Membranes  Anjurkan pasien untuk
 Hemodyalis menggunakan pakaian yang
Kriteria Hasil longgar
 Integritas kulit yang baik bisa 
Hindari kerutan pada tempat tidur
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 
Jaga kebersihan kulit agar tetap
temperatur, hidrasi, pigmentasi) bersih dan kering
 Perfusi jaringan baik  Mobilisasi pasien (ubah posisi
 Menunjukkan pemahaman dalam pasien) setiap dua jam sekali
proses perbaikan kulit dan
 Monitor kulit akan adanya
mencegah terjadinya cedera kemerahan
berulang  Oleskan lation atau minyak beby
 Mampu melindungi kulit dan oil pada daerah yang tertekan
mempertahankan kelembaban kulit  Monitor aktivitas dan mobilisasi
dan perawatan alami pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
Insision site care
 Membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan
jahitanm klip atau straples
 Monitor proses kesembuhan area
insisi
 Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
 Bersihkan area sekitar jahitan atau
staples menggunakan lidi kapas
steril
 Ganti balutan pada intravena waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai
program
5 Gangguan citra  Body image Body image enhancement
tubuh  Self esteem  kaji secara verbal dan non verbal
Kriteria Hasil respon klien terhadap tubuhnya
 Body image positif  monitor frekuensi mengkritik
 Mampu mengidentifikasi dirinya
kekuatan personal  jelaskan tentang pengobatan,
 Mendiskripsikan secara faktual perawatan, kemajuan dan
perubahan fungsi tubuh prognosisi penyakit
 Mempertahankan intraksi sosial  dorong klien mengungkapkan
perasaannya
 identifikasi arti pengurangan
melalui pemakaian alat bantu
 fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil
6 Hambatan mobilitas  Joint movement:Active Exercise therapy : ambulation
fisik  Mobility level  Memonitoring vital sign
 Self care :ADLs sebelum/sesudah latihan dan
 Transfer performance lihat respon pasien saat latihan
Kriteria Hasil  Konsultasikan dengan terapi
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik tentang rencana ambulasi
fisik sesuai dengan kebutuhan
 Mengerti tujuan dari peningkatan  Bantu klien untuk
mobilitas menggunakan tongkat saat
 Memverbalisasikan perasaan berjalan dan cegah terhadap
dalam meningkatkan kekuatan cedera
dan kemampuan berpindah  Ajarkan pasien atau tenaga
 Memperagakan penggunaan alat kesehatan lain tentang teknik
 Baru untuk mobilisasi ambulasi
 Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
 Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps
 Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
Daftar pustaka

Arif Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta. Salemba Medika

DR. Sunita Almatsia, M.SC. 2004. Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama

Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At Glace Ilmu Bedah. Surabaya. Erlangga

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan Nanda Nic Noc.
Yogyakarta. Nuha Medika

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaandan


Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

R. Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC

Nanda, 2009. Pedoman Diagnosa Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai