Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

MASALAH TERAPI TROMBOSIS VENA DALAM EKSTREMITAS


INFERIOR SINISTRA PADA SEORANG PENDERITA KANKER VULVA
YANG DISERTAI ADANYA TROMBOSITOPENIA

Pembimbing :
dr. Tjok Gde Dharmayuda, Sp.PD-KHOM

Nama Mahasiswa :
I Made Bayu Indratama

PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM


FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

TAHUN 2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Kasus yang berjudul “ Masalah Terapi Trombosis Vena Dalam
Ekstremitas Inferior Sinistra Pada Seorang Penderita Kanker Vulva Yang Disertai
Adanya Trombositopenia” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. . Dr. dr. Ketut Suega, SpPD-KHOM selaku Kepala Bagian SMF/ Ilmu
Penyakit Dalam yang telah menyediakan semua fasilitas sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. dr. Tjokorda Gde Dharmayuda, SpPD-KHOM selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan sampai laporan kasus ini bisa diselesaikan.
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, Januari 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
PENDAHULUAN 4
Kasus 5
Pembahasan 7
Tromboemboli Pada Pasien Kanker Vulva 8
Pasien Kanker Vulva dan Kemoterapi 9
Masalah Terapi DVT Pada Kanker Vulva dengan Trombositopenia 10
Ringkasan 12
Tinjauan Pustaka…………………………………………………………….12

3
Laporan Kasus

MASALAH TERAPI TROMBOSIS VENA DALAM EKSTREMITAS


INFERIOR SINISTRA PADA SEORANG PENDERITA KANKER VULVA
YANG DISERTAI ADANYA TROMBOSITOPENIA
I Made Bayu Indratama, Tjokorda Gde Dharmayuda. Program Studi Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan
Tromboemboli vena bisa jadi merupakan komplikasi dari kanker,
khususnya kanker vulva (1). Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
peningkatan risiko tromboemboli vena pada pasien dengan kanker vulva, yaitu
kanker itu sendiri, usia lanjut, tindakan operasi radikal, massa kanker yang
menekan vaskularisasi pelvik, regimen kemoterapi yang trombogenik dan
tindakan diseksi lymphnode yang dapat merusak lapisan intima pembuluh darah
(1).
Beberapa faktor risiko telah diasosiasikan dengan tromboemboli vena pada
kanker, yaitu faktor yang berhubungan dengan pasien (etnis, usia, dan faktor
komorbid), kanker itu sendiri (waktu setelah didiagnosis, tempat primer, dan tipe
histologi), dan faktor yang berhubungan dengan terapi (pembedahan dan
kemoterapi) (2). Kejadian tromboemboli vena sebesar 4-20% dari seluruh pasien
kanker dan kanker meningkatkan risiko trombosis sekitar 6,5 kali lipat (3).
Tromboemboli vena dapat bermanifestasi sebagai trombosis vena dalam
(DVT-deep vein thrombosis) ataupun emboli paru (PE-pulmonary embolism).
Angka kejadian DVT pada kanker ginekologi berkisar antara 11-18%. Sedangkan
pada kanker vulva didapatkan angka kejadian DVT sebesar 3,6% (4).
Pasien dengan trombositopenia sangat jarang mengalami DVT. DVT bisa
terjadi karena adanya stasis vena, trauma pada pembuluh darah, dan
hiperkoagulasi (2).
Tujuan dari penulisan laporana kasus ini adalah untuk memberikan
wawasan bahwa tidak selalu trombositopenia menjadi kontraindikasi pemberian

4
heparin. Pemberian heparin lebih lanjut harus melihat indikasi kuat efektivitas
terapi antikoagulan pada pasien (2).
Berikut akan disampaikan laporan kasus seorang penderita kanker vulva
yang telah mendapat kemoterapi Paxus Carboplatin sebanyak 6 seri dan external
radiasi sebanyak 22x dengan DVT pada ekstremitas inferior sinistra yang disertai
adanya trombositopenia

Kasus
Seorang penderita wanita, 57 tahun, suku Bali, ibu rumah tangga, tidak
merokok, dengan riwayat penyakit sebagai berikut. Pasien merupakan rujukan
dari RS Undata, Palu dengan diagnosis awal Cancer Vulva stadium III B. Pasien
telah menjalani operasi TAH-BSO-Appendektomi pada tanggal 22 September
2015. Hasil PA berupa gambaran adenocarcinoma. Hasil dari laboratorium
trombosit 109x103/ul.
Empat bulan kemudian pasien menjalani kemoterapi dengan Paxus-
Carboplatin. Setelah mendapat kemoterapi sebanyak 3 seri, pasien mengeluh kaki
kiri terasa bengkak, panas, dan kadang-kadang terasa nyeri. Pasien kemudian
beristirahat untuk mengurangi keluhan yang dirasakan namun keluhan tidak
berkurang dan dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan nyeri awalnya
dirasakan hilang timbul, namun semakin lama nyeri dirasakan menetap,
bertambah berat dan tidak menghilang dengan istirahat. Nyeri dirasakan tidak
menjalar ke atas ataupun ke bawah. Tungkai kiri dirasakan bengkak, bengkak
tidak dipengaruhi oleh waktu maupun aktivitas, tidak berkurang dengan istirahat.
Tungkai kiri dirasakan berwarna kebiruan. Tidak ada rasa kesemutan dan mati
rasa. Bila dipegang terasa hangat dibandingkan dengan tungkai sebelah kanan.
Pasien didiagnosis sebagai DVT serta diobati dengan rivaroxaban dengan dosis
2x15 mg selama 3 minggu kemudian dilanjutkan dengan dosis 1x20 mg selama 2
bulan.
Setelah 3 bulan dengan pengobatan rivaroxaban, pasien kembali kontrol
dengan keluhan kaki bengkaknya yang masih belum berkurang seluruhnya dan
disertai adanya luka lecet di punggung yang meluas ke bawah. Dilakukan
pemeriksaan USG Doppler pada ekstremitas bawah kiri. Ditemukan adanya

5
hambatan aliran pada bagian distal vena femoralis superfisialis sampai vena
polplitea tibialis anterior dan posterior. Pemeriksaan D dimer 2,0 ug/ml (control <
0,5 ug/dl ), Fibrinogen 200 mg/ml (dalam batas normal), PPT 15,1 detik (control
14,2 detik); APTT 26,3 detik (control 32,6 detik); INR 1,29, Trombosit
99,27x103/ul
Pasien diberikan terapi enoxaparin 1x0,4 cc subcutan dan warfarin
sebanyak 1x2 mg intraoral. Kemudian dilakukan pengecekan serial faal
hemostasis setiap 5 hari. Pada hari kelima perawatan didapatkan nilai PPT 17,1
detik (control 14,4 detik), APTT 31,90 detik (control 36 detik), INR 1,49. Karena
terdapat trombositopenia yaitu 55,92x103/uL, pemberian warfarin dihentikan dan
dilanjutkan dengan pemberian Enoxaparin 1x0,4 cc subcutan saja. Dilakukan
pemeriksaan apusan darah tepi dan didapatkan kesan anemia normokromik
normositer dan trombositopenia.
Pada hari kesepuluh perawatan didapatkan nilai PPT 18,5 detik (control
14,4 detik), APTT 27,70 detik (control 36 detik), INR 1,63, trombosit
53,69x103/ul. Pada hari kelimabelas perawatan didapatkan nilai PPT 33,1
detik (control 14,4 detik), APTT 48,80 detik (control 36 detik), INR 3,43,
trombosit 33,49x103/ul. Kemudian pemberian Enoxaparin dinaikkan menjadi
2x0,4 cc subcutan.
Pada hari keduapuluh perawatan didapatkan nilai PPT 28,8 detik (control
14,4 detik), APTT 39,50 detik (control 36 detik), INR 2,87, trombosit
39,44x103/ul.
Pada hari keduapuluh lima perawatan didapatkan nilai PPT 30,8 detik
(control 14,4 detik), APTT 40,50 detik (control 36 detik), INR 2,95, trombosit
25,44x103/ul. Pasien saat ini dengan perawatan paliatif.
Saat ini pasien dirawat dengan diagnosis Cancer Vulva stadium III B
pascakemoterapi 6 seri Paxus Carboplatin, pasca-External radiation sebanyak 22x
dan DVT femoral distal sinistra, observasi trombosiopenia et causa suspek
radioterapi induced dd sepsis induced, ulcus decubitus grade IV region sacrum,
ulcus decubitus grade II region gluteal, Pneumonia, dan Sepsis.
Walaupun nilai INR pada pasien ini telah memenuhi target yang ingin
dicapai, DVT yang terjadi tidak mengalami perbaikan. Trombositopenia yang

6
terjadi juga mengalami perburukan dibandingkan sebelum pasien terdiagnosis
dengan DVT. Pemberian kemoterapi paxus carboplatin juga telah selesai.
Apakah pemberian enoxaparin pada pasien ini akan diteruskan, dosis
diturunkan, atau akan dihentikan pemberiannya?

Gambar 1. DVT Pada Ekstremitas Inferior Kiri

Gambar 2. USG Doppler

Pembahasan
Pasien kanker vulva stadium III B berusia 57 tahun dari keluarga ekonomi
lemah. Hasil PA pasien ini adenocarcinoma vulva yang berkisar 10% dari semua
kanker vulva. Squamous cell carcinoma merupakan 90% dari semua kejadian
kanker vulva. Umumnya terjadi setelah menopause yaitu di atas 45 tahun (4).

7
Adenocarcinoma vulva gejala yang ditimbulkan lebih berat, lebih nyeri,
menimbulkan immobilisasi, resisten terhadap kemoterapi, dan hasil terapi pada
umumnya kurang (4).
Pasien ini mengalami immobilisasi lama lebih dari 3 bulan. Kemoterapi
yang diberikan yaitu paxus carboplatin sebanyak 6 seri dengan respon terapi kecil.
Kemoterapi bisa memberikan komplikasi berupa vaskulitis yang berisiko
terjadinya DVT, yaitu sebesar 57%. Pemberian kemoterapi juga bisa
menyebabkan trombositopenia lebih buruk (4).

Tromboemboli Pada Pasien Kanker Vulva


Perkembangan pasien kanker vulva ini dari diagnosis hingga terapi
memerlukan waktu sekitar 3 bulan untuk terjadinya DVT. Pada kasus ini juga
ditemukan adanya trombositopenia yang seharusnya jarang atau tidak ditemukan
pada pasien dengan DVT (2).
Kejadian DVT pada pasien ini diinduksi oleh imobilisasi yang
berkepanjangan selama 3 bulan yang disebabkan karena faktor nyeri dan letak
kanker vulva di pangkal paha sehingga menyebabkan gerakan kaki pasien
terbatas. Gerakan yang terbatas akan menjadi faktor predisposisi aliran darah yang
lambat dan memudahkan terjadinya infeksi. Lambatnya aliran darah di vena kaki
ke jantung akan terjadi sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya DVT pada
ekstremitas inferior (3).
DVT yang terjadi pada pasien ini menyebabkan trombosis lebih lanjut.
Sehingga sumsum tulang tidak dapat mengimbangi penggunaan trombosit yang
terjadi dan bersifat konsumtif ini sehingga menyebabkan terjadinya
trombositopenia. Pemberian kemoterapi pada pasien ini juga dapat menekan
trombosit lebih jauh sehingga pasien ini mutlak memerlukan konservasi trombosit
(3).
DVT paling sering dijumpai (70-80%) pada vena proksimal (di atas atau
proksimal dari lutut), terutama vena poplitea dan vena femoralis. DVT pada
daerah ini merupakan resiko tinggi untuk terjadinya emboli paru. Selain itu, DVT
juga dapat terjadi di bawah atau distal dari lutut (vena di daerah betis), yaitu pada
vena tibialis anterior, vena perineal, dan vena tibialis posterior (3).

8
Pada pasien ini didapatkan gambaran trombus pada vena femoralis
superfisial distal sampai vena poplitea kiri. Serta kolaps vena-vena tibialis anterior
dan posterior kiri. Hal ini menunjukkan adanya DVT pada ekstremitas inferior
sinistra. Pada kanker vulva diperkirakan prevalensi DVT sebesar 3,6% (4).
Dalam waktu 3 bulan terdiagnosis kanker, risiko DVT tertinggi dengan
rasio odds 54, pada periode antara 3 bulan hingga 12 bulan terdiagnosis rasio
odds-nya 14, dan pada periode 1-4 tahun terdiagnosis rasionya 4. Pada pasien ini
terdiagnosis sebagai DVT setelah 6 bulan tegak dengan diagnosis kanker vulva
(5). Jadi pasien ini mempunyai kemungkinan terkena DVT lebih tinggi daripada
orang yang tidak terkena kanker

Pasien Kanker Vulva dan Kemoterapi


Pada pasien ini dengan kanker vulva stadium III B dengan penyebaran ke
parametrium atau dinding pelvis. Penyebaran ke dinding pelvis mempengaruhi
kemungkinan kompresi vena dan stasis (6). Stasis vena dapat meningkatkan risiko
DVT pada pasien ini (6).
Perawatan kanker meningkatkan risiko terjadinya DVT. Pembedahan
dapat menjadi faktor risiko mayor untuk terjadinya DVT. Insiden DVT pada
kanker vulva postoperasi bervariasi antara 0% hingga 17% (7). Pada pasien ini
telah dilakukan operasi TAH-BSO 6 bulan sebelum terdiagnosis DVT. Sehingga
pasien ini memiliki kemungkinan terkena DVT hingga 17%.
Mekanisme terjadinya DVT postoperasi meliputi kerusakan pembuluh
darah. Trauma pembedahan berakibat ke subendotelium dan jaringan, dan
menginduksi pelepasan sitokin, yang pada akhirnya akan mengaktifkan kaskade
koagulasi (7).
Pada pasien ini diberikan kemoterapi paxus carboplatin sebanyak 6 seri.
Carboplatin diasosiasikan dengan kejadian efek toksik pada pembuluh darah,
meliputi trombosis arteri dan vena (8). Mekanisme DVT yang berhubungan
dengan kemoterapi meliputi peningkatan konsentrasi protein prokoagulan,
penurunan konsentrasi antikoagulan natural, supresi aktivitas fibrinolitik,
peningkatan aktivitas dan reaktivitas platelet, adesi neutrofil, pelepasan
prokoagulan dan sitokin dari sel tumor (8). Trombositopenia terjadi pada 82%

9
pasien yang mendapat carboplatin saja dan 59% jika dikombinasi dengan paxus
(12). Trombositopenia grade III (nilai trombosit 25.000-49.000/μL) terjadi
sebanyak 3,6% dan trombositopenia grade IV ( nilai trombosit < 25.000/μL)
terjadi sebanyak 3,3% (9). Pasien ini juga mendapatkan transfusi trombosit count
(TC). Pada pasien yang mendapatkan kemoterapi berbasis platinum, 1%
memerlukan transfusi TC (9).
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi dan
didapatkan hasil gambaran morfologi sel darah merah yang normal dan ukuran
trombosit yang normal. Sehingga dapat dipikirkan kemungkinan penyebab
memburuknya trombositopenia pasien ini adalah karena pengaruh pemberian
kemoterapi. Kemoterapi dapat menyebabkan supresi sumsum tulang dan
menginhibisi megakariosit secara langsung (10). Pasien ini diberikan kemoterapi
carboplatin yang mempunyai efek samping supresi sumsum tulang sehingga dapat
menyebabkan trombositopenia (11). Meskipun kemoterapi dan radiasi merupakan
penyebab utama trombositopenia pada pasien kanker, etiologi lain tetap harus
dipikirkan.
Kanker metastase ke sumsum tulang bisa meyebabkan trombositopenia.
Pasien ini tidak didapatkan gambaran metastase kanker ke sumsum tulang, yang
ditandai dengan tidak adanya pansitopenia (12). Pemeriksaan antibodi
antitrombosit negatif. Sehingga diagnosis ITP dapat disingkirkan.
Pada pasien ini juga diberikan radioterapi eksternal sebanyak 22 kali.
Radioterapi juga merupakan faktor risiko terjadinya DVT. Radioterapi dapat
menyebabkan disrupsi sel endotel, pelepasan sitokin, peningkatan agregasi
platelet, dan akumulasi leukosit (11). Faktor risiko yang telah dibentuk dapat
mengidentifikasi pasien kanker yang berisiko tinggi untuk kejadian DVT dengan
menggabungkan beberapa variable klinis dan laboratorium. Skor risiko tinggi ≥ 3,
skor risiko menengah 1-2, dan skor risiko rendah 0 (12).
Pada pasien ini didapatkan risiko tinggi yaitu adanya kanker vulva, kadar
hemoglobin < 10 g/dl, dan hitung leukosit prakemoterapi > 11.000/mm3. Sehingga
total nilainya adalah 3, yaitu risiko tinggi terjainya DVT.

Masalah Terapi DVT Pada Kanker Vulva dengan Trombositopenia

10
Penggunaan antikoagulan pada pasien DVT dan trombositopenia harus
hati-hati. Hal ini disebabkan adanya trombosis yang terjadi secara berlebihan
sehingga sumsum tulang tidak mengimbangi konsumtif.dan akan terjadi
trombositopenia (14). Sehingga pemberian antikoagulan akan menjadi
kontroversial.
Pemberian antikoagulan profilaksis biasanya diberikan pada pasien
imobilisasi lama atau postoperasi (13). Pemberian antikoagulan dipertimbangkan
jika berisiko perdarahan pada pasien dengan trombositopenia. Untuk pasien
kanker yang menjalani pembedahan, low molecular weight heparin (LMWH)
menjadi pilihan untuk profilaksis (15). Pasien ini diberikan profilaksis enoxaparin
1x0,4 ml subcutan 12 jam postoperasi.
Pasien ini mendapatkan subkutan LMWH diikuti pemberian warfarin,
dengan target INR di antara 2,0-3,0. Pemberian LMWH tidak menyebabkan
kejadian perdarahan secara signifikan (16). Pada pasien ini didapatkan kadar INR
sudah memenuhi target. Walaupun kadar INR pada pasien ini telah memenuhi
target terapi, DVT yang terjadi pada pasien ini tidak mengalami perbaikan. Hal ini
bisa disebabkan karena kanker vulva yang menekan vena sehingga DVT pada
pasien ini tidak mengalami perbaikan.
Antikoagulan harus dimulai dengan dosis standar pada kadar trombosit ≥
50.000/μL, atau dengan setengah dosis standar jika trombosit < 50.000/μL. Pada
pasien dengan perdarahan yang mengancam nyawa atau perdarahan yang
memerlukan transfusi (trombositopenia grade III/IV), antikoagulan sebaiknya
tidak diberikan (17).
Perbedaan hasil penanganan antara pemberian LMWH dengan UFH yang
mendukung keunggulan LMWH. Karakteristik ini mencakup (18):
1. Angiogenesis neoplasma mungkin dapat dihambat lebih luas dengan
penggunaan LMWH daripada UFH.
2. LMWH merangsang megakaryiposesis, yang dapat meredam
trombositopenia yang disebabkan kemoterapi.
3. Efek aktivasi osteoklas lebih sedikit pada LMWH dibandingkan dengan
UFH dan dengan demikian osteoporosis lebih sedikit terjadi.

11
Pada pasien ini pemberian enoxaparin terus diberikan walaupun terdapat
adanya trombositopenia. Hal ini dikarenakan indikasi kuat terhadap efektivitas
terapi antikoagulan dan untuk mencegah terjadinya kejadian emboli paru serta
antikoagulan tidak memperberat terjadinya trombositopenia dan tidak
menyebabkan perdarahan (17). Pemakaian enoxaparin lebih mudah diberikan dan
tidak memerlukan pemantauan ketat seperti halnya pemakaian heparin standar.

Ringkasan
Telah dilaporkan kasus seorang pasien kanker vulva, trombositopenia
dengan DVT ekstremitas inferior sinistra. Pasien ini telah memperoleh kemoterapi
paxus carboplatin sebanyak 6 seri dan eksternal radiasi sebanyak 22x dengan hasil
parsial remisi. Penyebab trombositopenia yang memburuk pada pasien ini karena
kemoterapi. Pemberian heparin pada pasien dengan trombositopenia harus melihat
efektivitas terapi antikoagulan pada pasien. LMWH digunakan sebagai profilaksis
DVT pada penderita kanker daripada UFH. Walaupun terjadi trombositopenia
pada pasien ini, LMWH tetap diberikan karena untuk mencegah terjadinya emboli
paru dan LMWH tidak memperberat terjadinya trombositopenia serta tidak
menyebabkan perdarahan.

Daftar Pustaka
1. Suzuki N, Yoshioka N, Ohara T, Yokomichi N, Nako T, Yahagi N, et al. Risk
factors for perioperative venous thromboembolism: A retrospective study in
Japanese women with gynecologic diseases. Thrombosis Journal. 2010; 8(17):
1-9
2. Bagot CN, Arya R. Virchow and his triad: a question of attribution. Br J
Haematl. 2008;143(2):180-190.
3. Bates SM, Jaeschke R, Stevens SM, Goodacre S, Wells PS, Stevenson MD, et
al. Diagnosis of DVT: antithrombotic therapy and prevention of thrombosis, 9th
ed: American College of Chest Physicians evidence based clinical practice
guidelines. Chest. 2012; 141(2 Suppl): e315S-418S.

12
4. Wang X, Wang E, Kavanagh JJ, Freedman RS. Ovarian cancer, the
coagulation pathway, and inflammation. Journal of Translational Medicine.
2005; 25(3):1-20.
5. Wun T, White RH. Epidemiology of cancer related venous thromboembolism.
Best Pract Res Clin Haematol. 2009; 22(1): 9-23.
6. Caprini J. Management of Thromboembolism in Cancer Patients, A Case
Presentation and Discussion. A Continuing Medical Education Program
produced by The Bio Continuum Group Inc. 2003:1-11.
7. Lijfering WM, Rosendaal FR, Cannegeiter SC. Risk factors for venous
thrombosis, current understanding from an epidemiological point of view.
British Journal of Hematology. 2010;149:824-833.
8. Blann AD, Dunmore S. Arterial and Venous Thrombosis in Cancer Patients.
Cardiology Research and Practice. 2011;20:11-20.
9. Kawaguchi R, Furukawa N, Kobayashi H. Cut-off value of D-dimer for
prediction of deep venous thrombosis before treatment in ovarian cancer.
Journal of Gynecologic Oncology. 2011;23(2):98-102.
10. Louzada ML, Majeed H, Wells PS. Efficacy of low molecular weight heparin
versus vitamin K antagonists for long treatment of cancer associated venous
thromboembolism in adults: a systematic review of randomized controlled
trials. Thromb Res. 2009;123(6):837-844.
11. Meissner MH, Gloviczki P, Comerota AJ, Dalsing MC, Eklof BG, Gillespie
DL, et al. Early thrombus removal strategies for acute deep venous
thrombosis: clinical practice guidelines of the Society for Vascular Surgery
and the American Venous Forum. J Vasc Surg. 2012;55(5):1449-1462.
12. Warkentin TE. Heparin-induced thrombocytopenia. Consultative hemostasis
and thrombosis. 2002:355-372.
13. Nicolaides AN, Fared J, Kakkar AK, Breddin HK, Goldhaber SZ, Hull R, et al.
Prevention and treatment of venous thromboembolism International Consensus
Statement. International Angiology. 2013;32(2):111-260.
14. Kearon C, Akl EA, Comerota AJ, Prandoni P, Bounameaux H, Goldhber SZ, et
al. Antithrombotic therapy for VTE disease: antithrombotic therapy and

13
prevention of thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians
evidence based clinical practice guidelines. Chest. 2012;141(2):419-494.
15. Garcia P, Ruiz W, Loza Munarriz C. Warfarin initiation nomograms for
venous thromboembolism. Cochrane Database Syst Rev. 2013;7:76-99.
16. Lee AYY, Peterson EA. Cancer Associated Thrombosis. BLOOD. 2013;
122(14):2310-2316
17. Kuter DJ. Managing thrombocytopenia associated with cancer chemotherapy.
Oncology Journal. 2015;4:1-17.
18. Deitcher SR, Kessler CM, Merli G, Rigas JR, Lyons RM, Fareed J. Secondary
prevention of venous thromboembolic events in patients with active cancer:
enoxaparin alone versus initial enoxaparin followed by warfarin for a 180-day
period. Clin Appl Thromb Hemost. 2006;12(4):389-396.

14

Anda mungkin juga menyukai