Oleh:
Pembimbing
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan telaah jurnal ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Deli Serdang Lubuk
Pakam dengan judul “Four percent formalin application for the management of
radiation proctitis in carcinoma cervix patients: An effective, safe, and
economical practice”
Telaah jurnal ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu
Obstetri dan Ginekologi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dan
mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dr. Masjuanda, Sp. OG yang telah
membimbing penulis dalam telaah jurnal ini.
Penulis
Artikel Asli
Abstrak
Konteks: Radioterapi adalah modalitas pengobatan yang sangat efektif untuk kasus
keganasan panggul seperti karsinoma serviks. Namun, sering terjadi kasus radiasi proctitis
kronis (CRP) setelah radioterapi radikal. CRP adalah penyebab morbiditas yang signifikan
dan terdapat kekurangan modalitas mengenai pengobatan yang efektif pada kasus ini. Selain
itu, belum ada pedoman umum tentang manajemen CRP.
Tujuan: untuk menilai manfaat dari aplikasi formalin 4% untuk pengobatan Grade > 2 CRP
di antara pasien sebelumnya yang diobati dengan radioterapi radikal pada karsinoma serviks.
Pengaturan dan Desain: Penelitian deskriptif retrospektif ini melibatkan 29 pasien yang
memenuhi syarat yang dirawat dari November 2010 - November 2015 untuk CRP dengan
menggunakan aplikasi formalin 4%.
Bahan dan Metode: Dari 1.864 pasien karsinoma serviks selama pasien dirawat, 29 pasien
memenuhi kriteria inklusi. Pasien yang memenuhi syarat diundang melalui telepon untuk
ditindak lanjuti dan dinilai untuk dilihat respon dan komplikasi dari prosedur ini.
Sitasi artikel ini dari: Sharma B, Gupta M, Sharma R, Gupta A, Sharma N, Sharma M, et al. Aplikasi formalin empat persen
untuk penatalaksanaan radiasi proctitis pada pasien karsinoma serviks: Berdasarkan tingkat efektif, keamanan, dan
ekonomi. J Can Res Ther 2019;15:92-5.
PENDAHULUAN
Radioterapi (RT) adalah modalitas pengobatan yang sangat efektif untuk kasus
keganasan panggul seperti kanker serviks. Penggunaan dosis radikal radiasi, mengarah ke
proporsi yang signifikan yaitu pasien dapat sembuh. Namun, dengan dosis yang tinggi justru
dapat menyebabkan perkembangan toksisitas secara signifikan pada seseorang untuk jangka
panjang.
Radiasi Proctitis Kronis (CRP) merupakan salah satu kasus toksisitas yang paling
mengganggu di antara pasien yang diobati dengan RT radikal panggul. Insidensi dilaporkan
mencapai angka 20%. CRP dapat terjadi baik saat kelanjutan dari gejala akut 3 bulan setelah
penyelesaian RT atau gejala yang dimulai 3 bulan setelah dimulainya RT. Rata-rata onset
terjadi 8-12 bulan, tetapi onset dapat terjadi paling lama 30 tahun. Gejala yang terjadi
umumnya diare, tenesmus, lendir / darah perectum, urgensi, inkontinensia, dan nyeri.
Terdapat kesepakatan umum bahwa insiden ini kemungkinan terkait dengan dosis
radiasi, metode penyinaran pada area yang dituju, dan radiosensitivitas intrinsik. Standar
penatalaksanaan untuk karsinoma serviks secara lokal melibatkan dosis sinar eksternal dan
brachytherapy. Sementara komponen sinar eksternal menghasilkan sekitar 45-50 Gray (Gy),
itu, komponen sinar eksternal menghasilkan dosis yang signifikan pada rektum, komponen
brachytherapy juga memberikan kontribusi yang lebih kecil tetapi tepat untuk dosis rektum.
Walaupun dosis tinggi tersebut berkorelasi dengan tingkat kesembuhan yang tinggi,
sayangnya hal ini tidak sebanding dengan proporsi yang signifikan dengan insidensi
terjadinya CRP.
Meskipun merupakan komplikasi yang sangat umum, namun jarang literatur yang
mencari hubungan mengenai terapi CRP. Karena karsinoma serviks sebagian besar adalah
penyakit yang terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah seperti India, sebagian besar
pasien diterapi dengan teknik RT non-konformal, yang berhubungan dengan toksisitas rektal
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan RT intensitas termodulasi
( IMRT).
Karena lembaga kami telah menggunakan formalin secara bertahap untuk mengobati
CRP sejak 2010, kami mengakui peluang retrospektif untuk menggambarkan keefektifan
Kami melakukan analisis retrospektif dari pasien yang telah menerima aplikasi
formalin untuk terapi CRP setelah RT sebelumnya pada karsinoma serviks dari November
2010 hingga November 2015. Catatan rumah sakit dari semua pasien karsinoma serviks yang
dirawat selama periode tersebut disaring untuk mencari pasien yang cocok dengan kriteria
inklusi [Tabel 1]. Dari 1.864 pasien karsinoma serviks yang dirawat selama periode yang
disebutkan, 29 pasien (sesuai dengan kriteria inklusi) didapatkan telah mendapat pengobatan
dengan aplikasi formalin untuk CRP [Tabel 2]. Pada saat analisis retrospektif, masing-masing
29 pasien dihubungi melalui undangan telepon untuk dapan hadir, dan menyetujui dari hasil
penelitian diperoleh.
terhadap kondisi usus dilakukan pada semua pasien, 4 jam sebelum prosedur, dengan 137,15
Prosedur ini dilakukan dengan sedasi ringan dengan kombinasi pentazocine intravena (15
mg) dan promethazine (25 mg). Pasien diposisikan lateral kiri atau tengkurap. Lignocaine
jelly diaplikasikan di sekitar daerah perianal, dan kolonoskop dimasukkan sampai area batas
proksimal segmen yang sakit. Selanjutnya, 50 ml larutan formalin 4% diambil dalam jarum
suntik dan perlahan-lahan dituangkan melalui saluran selang. Sambil melakukan hal itu,
saluran secara bertahap diputar dan ditarik untuk memastikan tidak ada noda mukosa yang
ikut dengan formalin. Kemudian larutan disedot setelah 3 menit dan dilakukan irigasi cairan
saline. Perineum dilindungi dengan cara ditutup untuk mencegah tumpahan. Prosedur yang
sama diulangi 3 kali dalam satu sesi. Total waktu kontak mukosa berkisar 9-10 menit. Setiap
pasien diamati selama 4 jam setelah dilakukan prosedur sebelum dipulangkan untuk
ditindaklanjuti setiap bulan. Aplikasi selanjutnya direncanakan pada pasien, yang masih
terdapat memiliki gejala setelah jeda 4 minggu. Maksimal tiga aplikasi dilakukan pada
kanker serviks) yang telah dirawat dengan RT. Usia rata-rata pasien adalah 50 tahun. Semua
pasien ini awalnya dirawat dengan terapi sinar eksternal RT dan / atau brachytherapy
intrakavitas. Semua pasien ini awalnya telah dirawat secara konservatif, untuk CRP pertama
diberikan dalam bentuk steroid retensi enema tetapi ketika tidak ada perbaikan klinis yang
formalin 4%. Durasi rata-rata waktu dari penyelesaian RT sampai timbulnya perdarahan per
Dua puluh pasien memperlihatkan mengalami anemia dan lima belas dari pasien ini
sebelumnya telah menerima transfusi darah. Aplikasi formalin dilakukan setelah rata-rata 17
bulan setelah dilakukan RT. Gejala yang muncul pada semua pasien ini adalah perdarahan
per rektum. Pada tujuh pasien, terjadi tenesmus dan diare. Satu pasien mengeluhkan
keluarnya cairan dari dubur dan nyeri pada daerah perianal yang bersamaan dengan
perdarahan per rektum. Satu pasien menggunakan antikoagulan untuk trombosis vena dalam.
Rata-rata follow-up pasien (dihitung dari selesainya pengobatan hingga follow-up terakhir)
Pada delapan pasien, perdarahan mereda dengan aplikasi formalin tunggal. Sembilan
belas pasien membutuhkan dua aplikasi untuk mengendalikan gejala mereka. Dua pasien
memerlukan tiga aplikasi formalin [Gambar 1]. Tidak ada efek samping yang signifikan dari
Pada follow-up terakhir, 62% (n = 18) dari pasien ini dilaporkan bahwa pendarahan
berhenti. 34,5% lebih lanjut (n = 10) pasien telah melaporkan perdarahan ringan intermiten,
yang merupakan penurunan dari baseline [Gambar 2]. Hanya satu pasien yang harus
menjalani diversi colostomy untuk pendarahan yang tidak terkontrol. Penerapan formalin 4%
Radiasi proctitis umumnya terdiri dari dua jenis, didefinisikan sebagai akut atau
kronis sesuai onset sementara antara keduanya. Radiasi proktitis akut adalah efek samping
awal dari RT, dan terjadi selama dan sampai 3 bulan setelah selesai RT pada panggul. Radiasi
proktitis akut berhubungan dengan hilangnya sel yang dipicu oleh radiasi pada mukosa
rektum superfisial, dan biasanya mereda setelah pergantian sel untuk menggantikan epitel.
CRP jelas berbeda dari proktitis radiasi akut karena merupakan efek radiasi yang terlambat.
Meskipun gejalanya mungkin hampir sama dengan proktitis radiasi akut, CRP memiliki
patogenesis mendasar yang berbeda. Patologi yang mendasari CRP melibatkan perubahan
vaskular yang dapat menyebabkan iskemia, fibrosis, dan perdarahan. Terlalu umum untuk
mengamati telangiectasia, striktur, ulserasi, dan fistula. Secara mikroskopis, terjadi kelainan
secara fokal dari arteriol kecil dan fibrosisintimal vaskular yang dapat dilihat.
Di negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti India, ada beban yang sangat
besar dari penyakt karsinoma serviks ini. Sebagian besar pasien diobati dengan RT
konvensional yang memungkinkan terjadinya toksisitas yang jauh lebih tinggi pada jaringan
normal dibandingkan dengan teknik RT konformal seperti IMRT. Penelitian mengenai sinar
radiasi eksternal menunjukan bahwa angka kejadian proktitis radiasi berkisar dari 2% hingga
39% tergantung pada tingkat keparahan / tingkat proctitis, sedangkan penelitian mengenai
Sementara itu, CRP dapat menyebabkan kumpulan gejala seperti tenesmus, diare,
konstipasi, dan perdarahan, gejala yang paling sulit diatasi secara klinis adalah pendarahan.
Karena anemia merupakan masalah salah satu masalah di negara India, karena faktor nutrisi
CRP ini, hingga dapat memperburuk keadaan. Tidak jarang pasien dengan CRP mengalami
anemia berat yang membutuhkan beberapa transfusi darah. Sementara CRP grade-1 dapat
diobati dengan obat-obatan seperti sukralfat, antidiare, steroid enema, dan oksigen hiperbarik,
perlu dicatat bahwa CRP grade> 2 dengan terapi ini kurang merespon.
Meskipun belum ada penelitian besar, dapat disebutkan bahwa teknik seperti Argon
Plasma Coagulation (APC), seperti Yttrium Aluminium Garnet (YAG)-laser koagulasi dan
penelitian yang melibatkan pembekuan laser APC dan YAG dilaporkan bahwa tingkat
keberhasilannya dikatakan layak, penelitian ini menunjukan bahwa beberapa gejala pasien
masih tetap ada aplikasi dan prosedur yang melibatkan resiko seperti cedera usus.
Berbeda dengan pembekuan laser APC dan YAG, penggunaan aplikasi formalin
untuk CRP melibatkan biaya yang terjangkau. Dasar biologisnya adalah formalin pada
prinsipnya menyegel telangiectatic neovaskularisasi yang diinduksi oleh radiasi pada jaringan
yang dirusak melalui proses kauterisasi kimia. Dalam berbagai laporan tingkat keberhasilan
yang dilaporkan berkisar dari 60% hingga 100%. Sementara penelitian yang telah
menggunakan aplikasi formalin dengan konsentrasi mulai dari 3,6% hingga 10%, harus
dicatat bahwa konsentrasi yang lebih rendah sama efektifnya dengan konsentrasi yang lebih
tinggi, sementara efek toksisitasnya cenderung lebih rendah. Contohnya, toksisitas yang
dilaporkan dalam beberapa literatur yaitu kolitis akut, yang biasanya bersifat sementara.
Satu-satunya alternatif selain teknik yang disebutkan di atas yaitu teknik melibatkan
reseksi bedah di lokasi perdarahan. Ini mungkin melibatkan reseksi-anastomosis, dan kadang-
morbiditas yang tinggi, teknik bedah ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak
merespon terhadap teknik endoskopi seperti APC, koagulasi YAG-laser, dan aplikasi
formalin.
Penelitian saat ini penggunaan aplikasi formalin 4% fokus pada kasus telangiectasia
intrarectal. Berdasarkan beberapa laporan pasien bahwa terdapat respon pada aplikasi
pertama, beberapa pasien selanjutnya merespon dengan hasil yang memuaskan setelah satu
atau dua aplikasi lagi. Hanya satu pasien yang tidak menikmati respons apa pun dan harus
menjalani reseksi bedah dan diversi kolostomi. Secara keseluruhan, tidak ada efek toksisitas
Ini menjadi penelitian retrospektif yang melibatkan pasien dari satu institusi, kita
harus mengakui beberapa kekurangan. Meskipun kami tidak dapat mengklaim bahwa hasil
kami dapat diaplikasikan secara universal, namun kami menyatakan bahwa pengamatan ini
untuk penanganan CRP. Kenyataannya, ini adalah suatu kebutuhan saat mengingat bahwa
sejumlah besar pasien yang diterapi dengan RT panggul konvensional untuk karsinoma
sebagian besar dari pasien ini dapat menjadi masalah jangka panjang, pasien ini cenderung
menderita CRP dan konsekuensi dari anemia karena kehilangan darah. Pengalaman kami
dengan penggunaan formalin 4% telah sangat efektif dengan tingkat respons keseluruhan
Dari pengamatan dalam penelitian ini, dapat diklaim bahwa aplikasi formalin 4%
dapat menjadi alternatif yang aman, efektif dan ekonomis untuk koagulasi APC dan YAG-
laser. Ketersediaan formalin 4% yang murah dan mudah menambah daya tarik untuk teknik
ini, terutama untuk pengobatan lini pertama di negara miskin sumber daya sebagai alternatif
2. Eifel PJ, Levenback C, Wharton JT, Oswald MJ. Time course and incidence of late
complications in patients treated with radiation therapy for FIGO stage IB carcinoma
of the uterine cervix. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1995;32:1289-300.
3. Denton A, Forbes A, Andreyev J, Maher EJ. Non surgical interventions for late
radiation proctitis in patients who have received radical radiotherapy to the pelvis.
Cochrane Database Syst Rev 2002;1:CD003455.
4. Coia LR, Myerson RJ, Tepper JE. Late effects of radiation therapy on the
gastrointestinal tract. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1995;31:1213-36.
5. Haas EM, Bailey HR, Faragher I. Application of 10 percent formalin for the treatment
of radiation-induced hemorrhagic proctitis. Dis Colon Rectum 2007;50:213-7.
7. Cotti G, Seid V, Araujo S, Souza AH Jr., Kiss DR, Habr-Gama A, et al. Conservative
therapies for hemorrhagic radiation proctitis: A review. Rev Hosp Clin Fac Med Sao
Paulo 2003;58:284-92.
8. Willett CG, Ooi CJ, Zietman AL, Menon V, Goldberg S, Sands BE, et al. Acute and
late toxicity of patients with inflammatory bowel disease undergoing irradiation for
abdominal and pelvic neoplasms. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2000;46:995-8.
9. Beard CJ, Propert KJ, Rieker PP, Clark JA, Kaplan I, Kantoff PW, et al.
Complications after treatment with external-beam irradiation in early-stage prostate
cancer patients: A prospective multiinstitutional outcomes study. J Clin Oncol
1997;15:223-9.
11. Kochhar R, Patel F, Dhar A, Sharma SC, Ayyagari S, Aggarwal R, et al. Radiation-
induced proctosigmoiditis. Prospective, randomized, double-blind controlled trial of
oral sulfasalazine plus rectal steroids versus rectal sucralfate. Dig Dis Sci
1991;36:103-7.
12. Sharma B, Pandey D, Chauhan V, Gupta D, Mokta J, Thakur SS. Radiation proctitis.
JIACM 2005;6:146-51.
13. Samalavicius NE, Dulskas A, Kilius A, Petrulis K, Norkus D, Burneckis A, et al.
Treatment of hemorrhagic radiation-induced proctopathy with a 4% formalin
application under perianal anesthetic infiltration. World J Gastroenterol
2013;19:4944-9.
14. Biswal BM, Lal P, Rath GK, Shukla NK, Mohanti BK, Deo S, et al. Intrarectal
formalin application, an effective treatment for grade III haemorrhagic radiation
proctitis. Radiother Oncol 1995;35:212-5.
15. Saclarides TJ, King DG, Franklin JL, Doolas A. Formalin instillation for refractory
radiation-induced hemorrhagic proctitis. Report of patients. Dis Colon Rectum
1996;39:196-9.
17. Henson C. Chronic radiation proctitis: Issues surrounding delayed bowel dysfunction
post-pelvic radiotherapy and an update on medical treatment. Therap Adv
Gastroenterol 2010;3:359-65.
18. Vanneste BG, Van De Voorde L, de Ridder RJ, Van Limbergen EJ, Lambin P, van
Lin EN, et al. Chronic radiation proctitis: Tricks to prevent and treat. Int J Colorectal
Dis 2015;30:1293-303.