Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

Four percent formalin application for the management of radiation proctitis in


carcinoma cervix patients: An effective, safe, and economical practice

Oleh:

Eka Mura 18360063


Ery Rizaldy 18360068
Fahmy Zaeni Dahlan 18360071
Muhammad Farouq Hilmi H 1708320061

Journal ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di

SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

Pembimbing

dr. Masjuanda, Sp. OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
UNIVERSITAS MALAHAYATI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan telaah jurnal ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Deli Serdang Lubuk
Pakam dengan judul “Four percent formalin application for the management of
radiation proctitis in carcinoma cervix patients: An effective, safe, and
economical practice”

Telaah jurnal ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu
Obstetri dan Ginekologi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dan
mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dr. Masjuanda, Sp. OG yang telah
membimbing penulis dalam telaah jurnal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telaah jurnal ini masih memiliki


kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah
jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk Pakam, 13 April 2019

Penulis
Artikel Asli

Aplikasi formalin empat persen untuk


penatalaksanaan radiasi proctitis pada pasien
karsinoma serviks: Berdasarkan tingkat efektif,
keamanan, dan ekonomi

Abstrak

Konteks: Radioterapi adalah modalitas pengobatan yang sangat efektif untuk kasus
keganasan panggul seperti karsinoma serviks. Namun, sering terjadi kasus radiasi proctitis
kronis (CRP) setelah radioterapi radikal. CRP adalah penyebab morbiditas yang signifikan
dan terdapat kekurangan modalitas mengenai pengobatan yang efektif pada kasus ini. Selain
itu, belum ada pedoman umum tentang manajemen CRP.

Tujuan: untuk menilai manfaat dari aplikasi formalin 4% untuk pengobatan Grade > 2 CRP
di antara pasien sebelumnya yang diobati dengan radioterapi radikal pada karsinoma serviks.

Pengaturan dan Desain: Penelitian deskriptif retrospektif ini melibatkan 29 pasien yang
memenuhi syarat yang dirawat dari November 2010 - November 2015 untuk CRP dengan
menggunakan aplikasi formalin 4%.

Bahan dan Metode: Dari 1.864 pasien karsinoma serviks selama pasien dirawat, 29 pasien
memenuhi kriteria inklusi. Pasien yang memenuhi syarat diundang melalui telepon untuk
ditindak lanjuti dan dinilai untuk dilihat respon dan komplikasi dari prosedur ini.

Hasil: Pengobatan radiasi proctitis hemoragik secara berangsur-angsur menggunakan


formalin lokal adalah prosedur yang efektif, dapat ditoleransi dengan baik dan aman.
Prosedur ini murah, sederhana secara teknis dan dapat dilakukan secara rawat jalan. 62%
pasien terhindar dari perdarahan rektum, sementara 34,5% pasien memiliki manfaat parsial.
Hanya satu pasien yang memerlukan pengalihan kolostomi untuk perdarahan persisten.

KATA KUNCI: formalin 4%, karsinoma serviks, proktitis radiasi

Sitasi artikel ini dari: Sharma B, Gupta M, Sharma R, Gupta A, Sharma N, Sharma M, et al. Aplikasi formalin empat persen
untuk penatalaksanaan radiasi proctitis pada pasien karsinoma serviks: Berdasarkan tingkat efektif, keamanan, dan
ekonomi. J Can Res Ther 2019;15:92-5.
PENDAHULUAN

Radioterapi (RT) adalah modalitas pengobatan yang sangat efektif untuk kasus

keganasan panggul seperti kanker serviks. Penggunaan dosis radikal radiasi, mengarah ke

proporsi yang signifikan yaitu pasien dapat sembuh. Namun, dengan dosis yang tinggi justru

dapat menyebabkan perkembangan toksisitas secara signifikan pada seseorang untuk jangka

panjang.

Radiasi Proctitis Kronis (CRP) merupakan salah satu kasus toksisitas yang paling

mengganggu di antara pasien yang diobati dengan RT radikal panggul. Insidensi dilaporkan

mencapai angka 20%. CRP dapat terjadi baik saat kelanjutan dari gejala akut 3 bulan setelah

penyelesaian RT atau gejala yang dimulai 3 bulan setelah dimulainya RT. Rata-rata onset

terjadi 8-12 bulan, tetapi onset dapat terjadi paling lama 30 tahun. Gejala yang terjadi

umumnya diare, tenesmus, lendir / darah perectum, urgensi, inkontinensia, dan nyeri.

Keluhan yang paling dikhawatirkan adalah pendarahan rectum.

Terdapat kesepakatan umum bahwa insiden ini kemungkinan terkait dengan dosis

radiasi, metode penyinaran pada area yang dituju, dan radiosensitivitas intrinsik. Standar

penatalaksanaan untuk karsinoma serviks secara lokal melibatkan dosis sinar eksternal dan

brachytherapy. Sementara komponen sinar eksternal menghasilkan sekitar 45-50 Gray (Gy),

brachytherapy digunakan untuk meningkatkan dosis hingga sekitar 90 Gy ke Titik A. Selain

itu, komponen sinar eksternal menghasilkan dosis yang signifikan pada rektum, komponen

brachytherapy juga memberikan kontribusi yang lebih kecil tetapi tepat untuk dosis rektum.

Walaupun dosis tinggi tersebut berkorelasi dengan tingkat kesembuhan yang tinggi,

sayangnya hal ini tidak sebanding dengan proporsi yang signifikan dengan insidensi

terjadinya CRP.
Meskipun merupakan komplikasi yang sangat umum, namun jarang literatur yang

mencari hubungan mengenai terapi CRP. Karena karsinoma serviks sebagian besar adalah

penyakit yang terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah seperti India, sebagian besar

pasien diterapi dengan teknik RT non-konformal, yang berhubungan dengan toksisitas rektal

yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan RT intensitas termodulasi

( IMRT).

Karena lembaga kami telah menggunakan formalin secara bertahap untuk mengobati

CRP sejak 2010, kami mengakui peluang retrospektif untuk menggambarkan keefektifan

teknik yang sederhana dan ekonomis ini.

SUBYEK DAN METODE

Kami melakukan analisis retrospektif dari pasien yang telah menerima aplikasi

formalin untuk terapi CRP setelah RT sebelumnya pada karsinoma serviks dari November

2010 hingga November 2015. Catatan rumah sakit dari semua pasien karsinoma serviks yang

dirawat selama periode tersebut disaring untuk mencari pasien yang cocok dengan kriteria

inklusi [Tabel 1]. Dari 1.864 pasien karsinoma serviks yang dirawat selama periode yang

disebutkan, 29 pasien (sesuai dengan kriteria inklusi) didapatkan telah mendapat pengobatan

dengan aplikasi formalin untuk CRP [Tabel 2]. Pada saat analisis retrospektif, masing-masing

29 pasien dihubungi melalui undangan telepon untuk dapan hadir, dan menyetujui dari hasil

penelitian diperoleh.

Para pasien pada awalnya di follow-up terlebih dahulu di departemen RT dan

kemudian dirujuk ke departemen gastroenterologi di mana mereka diambil untuk

kolonoskopi. Setelah diagnosis CRP, tingkat keparahan penyakit dinilai berdasarkan

frekuensi perdarahan dan temuan endoskopi [Grading sesuai Tabel 3].


Tabel 1: kriteria inklusi dan eksklusi
kriteria inklusi (ketiganya harus dipenuhi)
Menerima radikal RT / kemoradioterapi untuk karsinoma serviks uterus, dan
Menderita setidaknya kelas 2 proctitis radiasi kronis, dan
Diperlakukan dengan 4% formalin berangsur-angsur untuk pengobatan hemoragik CRP
Kriteria eksklusi (salah satu dari ini akan menyebabkan pengecualian)
catatan pengobatan tidak lengkap
Pasien yang diobati dengan dosis paliatif dari RT
catatan pengobatan tidak meyakinkan menyingkirkan penyebab lain dari perdarahan dubur
Kurangnya informasi kontak pasien valid
Kehilangan pasien untuk menindaklanjuti karena sebab apapun
Kekambuhan selama masa tindak lanjut
Pasien membutuhkan pengobatan dengan modalitas lainnya untuk CRP
RT = Radioterapi, CRP = kronis proctopathy radiasi

Tabel 2: Karakteristik dasar dari pasien dengan proctitis radiasi kronis


Karakteristik dasar dari pasien dengan radiasi kronis
Proktitis
Karakteristik Nilai
Umur (tahun) median (rata-rata) 50 (29-69)
Jenis Kelamin (perempuan: laki-laki) 29: 0
situs utama: Leher Rahim 29
Kelas keparahan penyakit
grade I 0
grade II 10
Grade III 19
Tabel 3: Grade dari proktitis radiasi kronis
Kelas Gejala temuan endoskopi
I perdarahan rektum Telangiectasia
intermiten
II pendarahan rektum persisten Kontak perdarahan dengan atau tanpa
ulserasi
III perdarahan sebesar- darah intraluminal segar, sering
besarnya dengan dengan ulserasi superfisial
penurunan hemoglobin

Pasien-pasien ini telah direncanakan untuk menggunakan aplikasi formalin. Persiapan

terhadap kondisi usus dilakukan pada semua pasien, 4 jam sebelum prosedur, dengan 137,15

g bubuk Polyethyleneglycol (PEGLEC, Tablet - India Ltd.) dilarutkan dalam 2 L air.

Prosedur ini dilakukan dengan sedasi ringan dengan kombinasi pentazocine intravena (15

mg) dan promethazine (25 mg). Pasien diposisikan lateral kiri atau tengkurap. Lignocaine

jelly diaplikasikan di sekitar daerah perianal, dan kolonoskop dimasukkan sampai area batas

proksimal segmen yang sakit. Selanjutnya, 50 ml larutan formalin 4% diambil dalam jarum

suntik dan perlahan-lahan dituangkan melalui saluran selang. Sambil melakukan hal itu,

saluran secara bertahap diputar dan ditarik untuk memastikan tidak ada noda mukosa yang

ikut dengan formalin. Kemudian larutan disedot setelah 3 menit dan dilakukan irigasi cairan

saline. Perineum dilindungi dengan cara ditutup untuk mencegah tumpahan. Prosedur yang

sama diulangi 3 kali dalam satu sesi. Total waktu kontak mukosa berkisar 9-10 menit. Setiap

pasien diamati selama 4 jam setelah dilakukan prosedur sebelum dipulangkan untuk

mengobservasi komplikasi. Semua pasien dirawat secara rawat jalan. Kemudian

ditindaklanjuti setiap bulan. Aplikasi selanjutnya direncanakan pada pasien, yang masih

terdapat memiliki gejala setelah jeda 4 minggu. Maksimal tiga aplikasi dilakukan pada

interval masing-masing 4 minggu.


HASIL

Analisis deskriptif retrospektif ini melibatkan 29 pasien (pasien wanita penderita

kanker serviks) yang telah dirawat dengan RT. Usia rata-rata pasien adalah 50 tahun. Semua

pasien ini awalnya dirawat dengan terapi sinar eksternal RT dan / atau brachytherapy

intrakavitas. Semua pasien ini awalnya telah dirawat secara konservatif, untuk CRP pertama

diberikan dalam bentuk steroid retensi enema tetapi ketika tidak ada perbaikan klinis yang

diamati, kemudan dirujuk ke departemen gastroenterologi untuk penilaian dan mengaplikasi

formalin 4%. Durasi rata-rata waktu dari penyelesaian RT sampai timbulnya perdarahan per

rektum adalah 13 bulan (mulai dari 5 hingga 27 bulan).

Dua puluh pasien memperlihatkan mengalami anemia dan lima belas dari pasien ini

sebelumnya telah menerima transfusi darah. Aplikasi formalin dilakukan setelah rata-rata 17

bulan setelah dilakukan RT. Gejala yang muncul pada semua pasien ini adalah perdarahan

per rektum. Pada tujuh pasien, terjadi tenesmus dan diare. Satu pasien mengeluhkan

keluarnya cairan dari dubur dan nyeri pada daerah perianal yang bersamaan dengan

perdarahan per rektum. Satu pasien menggunakan antikoagulan untuk trombosis vena dalam.

Rata-rata follow-up pasien (dihitung dari selesainya pengobatan hingga follow-up terakhir)

adalah 17 bulan (mulai dari 1 bulan hingga 24 bulan).

Pada delapan pasien, perdarahan mereda dengan aplikasi formalin tunggal. Sembilan

belas pasien membutuhkan dua aplikasi untuk mengendalikan gejala mereka. Dua pasien

memerlukan tiga aplikasi formalin [Gambar 1]. Tidak ada efek samping yang signifikan dari

terapi yang telah dilaporkan.

Pada follow-up terakhir, 62% (n = 18) dari pasien ini dilaporkan bahwa pendarahan

berhenti. 34,5% lebih lanjut (n = 10) pasien telah melaporkan perdarahan ringan intermiten,

yang merupakan penurunan dari baseline [Gambar 2]. Hanya satu pasien yang harus
menjalani diversi colostomy untuk pendarahan yang tidak terkontrol. Penerapan formalin 4%

per se tidak berhubungan dengan komplikasi apa pun.


DISKUSI

Radiasi proctitis umumnya terdiri dari dua jenis, didefinisikan sebagai akut atau

kronis sesuai onset sementara antara keduanya. Radiasi proktitis akut adalah efek samping

awal dari RT, dan terjadi selama dan sampai 3 bulan setelah selesai RT pada panggul. Radiasi

proktitis akut berhubungan dengan hilangnya sel yang dipicu oleh radiasi pada mukosa

rektum superfisial, dan biasanya mereda setelah pergantian sel untuk menggantikan epitel.

CRP jelas berbeda dari proktitis radiasi akut karena merupakan efek radiasi yang terlambat.

Meskipun gejalanya mungkin hampir sama dengan proktitis radiasi akut, CRP memiliki

patogenesis mendasar yang berbeda. Patologi yang mendasari CRP melibatkan perubahan

vaskular yang dapat menyebabkan iskemia, fibrosis, dan perdarahan. Terlalu umum untuk

mengamati telangiectasia, striktur, ulserasi, dan fistula. Secara mikroskopis, terjadi kelainan

secara fokal dari arteriol kecil dan fibrosisintimal vaskular yang dapat dilihat.

Di negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti India, ada beban yang sangat

besar dari penyakt karsinoma serviks ini. Sebagian besar pasien diobati dengan RT

konvensional yang memungkinkan terjadinya toksisitas yang jauh lebih tinggi pada jaringan

normal dibandingkan dengan teknik RT konformal seperti IMRT. Penelitian mengenai sinar

radiasi eksternal menunjukan bahwa angka kejadian proktitis radiasi berkisar dari 2% hingga

39% tergantung pada tingkat keparahan / tingkat proctitis, sedangkan penelitian mengenai

IMRT menunjukan tingkat kejadian hanya berkisar dari 1% hingga 9%.

Sementara itu, CRP dapat menyebabkan kumpulan gejala seperti tenesmus, diare,

konstipasi, dan perdarahan, gejala yang paling sulit diatasi secara klinis adalah pendarahan.

Karena anemia merupakan masalah salah satu masalah di negara India, karena faktor nutrisi

CRP ini, hingga dapat memperburuk keadaan. Tidak jarang pasien dengan CRP mengalami

anemia berat yang membutuhkan beberapa transfusi darah. Sementara CRP grade-1 dapat
diobati dengan obat-obatan seperti sukralfat, antidiare, steroid enema, dan oksigen hiperbarik,

perlu dicatat bahwa CRP grade> 2 dengan terapi ini kurang merespon.

Meskipun belum ada penelitian besar, dapat disebutkan bahwa teknik seperti Argon

Plasma Coagulation (APC), seperti Yttrium Aluminium Garnet (YAG)-laser koagulasi dan

aplikasi formalin menunjukan manfaat dalam penelitian retrospektif kecil. Sementara

penelitian yang melibatkan pembekuan laser APC dan YAG dilaporkan bahwa tingkat

keberhasilannya dikatakan layak, penelitian ini menunjukan bahwa beberapa gejala pasien

masih tetap ada aplikasi dan prosedur yang melibatkan resiko seperti cedera usus.

Selanjutnya, teknik-teknik ini melibatkan penggunaan peralatan yang mahal.

Berbeda dengan pembekuan laser APC dan YAG, penggunaan aplikasi formalin

untuk CRP melibatkan biaya yang terjangkau. Dasar biologisnya adalah formalin pada

prinsipnya menyegel telangiectatic neovaskularisasi yang diinduksi oleh radiasi pada jaringan

yang dirusak melalui proses kauterisasi kimia. Dalam berbagai laporan tingkat keberhasilan

yang dilaporkan berkisar dari 60% hingga 100%. Sementara penelitian yang telah

menggunakan aplikasi formalin dengan konsentrasi mulai dari 3,6% hingga 10%, harus

dicatat bahwa konsentrasi yang lebih rendah sama efektifnya dengan konsentrasi yang lebih

tinggi, sementara efek toksisitasnya cenderung lebih rendah. Contohnya, toksisitas yang

dilaporkan dalam beberapa literatur yaitu kolitis akut, yang biasanya bersifat sementara.

Satu-satunya alternatif selain teknik yang disebutkan di atas yaitu teknik melibatkan

reseksi bedah di lokasi perdarahan. Ini mungkin melibatkan reseksi-anastomosis, dan kadang-

kadang memerlukan teknik diversi kolostomi sebagai penanganan terakhir. Mengingat

morbiditas yang tinggi, teknik bedah ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak

merespon terhadap teknik endoskopi seperti APC, koagulasi YAG-laser, dan aplikasi

formalin.
Penelitian saat ini penggunaan aplikasi formalin 4% fokus pada kasus telangiectasia

intrarectal. Berdasarkan beberapa laporan pasien bahwa terdapat respon pada aplikasi

pertama, beberapa pasien selanjutnya merespon dengan hasil yang memuaskan setelah satu

atau dua aplikasi lagi. Hanya satu pasien yang tidak menikmati respons apa pun dan harus

menjalani reseksi bedah dan diversi kolostomi. Secara keseluruhan, tidak ada efek toksisitas

terkait prosedur yang diamati.

Ini menjadi penelitian retrospektif yang melibatkan pasien dari satu institusi, kita

harus mengakui beberapa kekurangan. Meskipun kami tidak dapat mengklaim bahwa hasil

kami dapat diaplikasikan secara universal, namun kami menyatakan bahwa pengamatan ini

dapat dijadikan penelitian prospektif di masa depan menggunakan aplikasi formalin 4%

untuk penanganan CRP. Kenyataannya, ini adalah suatu kebutuhan saat mengingat bahwa

sejumlah besar pasien yang diterapi dengan RT panggul konvensional untuk karsinoma

serviks terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Mengingat bahwa

sebagian besar dari pasien ini dapat menjadi masalah jangka panjang, pasien ini cenderung

menderita CRP dan konsekuensi dari anemia karena kehilangan darah. Pengalaman kami

dengan penggunaan formalin 4% telah sangat efektif dengan tingkat respons keseluruhan

lebih dari 90% tanpa efek samping yang serius.

Dari pengamatan dalam penelitian ini, dapat diklaim bahwa aplikasi formalin 4%

dapat menjadi alternatif yang aman, efektif dan ekonomis untuk koagulasi APC dan YAG-

laser. Ketersediaan formalin 4% yang murah dan mudah menambah daya tarik untuk teknik

ini, terutama untuk pengobatan lini pertama di negara miskin sumber daya sebagai alternatif

yang lebih mahal atau lebih merugikan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Swaroop VS, Gostout CJ. Endoscopic treatment of chronic radiation proctopathy. J


Clin Gastroenterol 1998;27:36-40.

2. Eifel PJ, Levenback C, Wharton JT, Oswald MJ. Time course and incidence of late
complications in patients treated with radiation therapy for FIGO stage IB carcinoma
of the uterine cervix. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1995;32:1289-300.

3. Denton A, Forbes A, Andreyev J, Maher EJ. Non surgical interventions for late
radiation proctitis in patients who have received radical radiotherapy to the pelvis.
Cochrane Database Syst Rev 2002;1:CD003455.

4. Coia LR, Myerson RJ, Tepper JE. Late effects of radiation therapy on the
gastrointestinal tract. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1995;31:1213-36.

5. Haas EM, Bailey HR, Faragher I. Application of 10 percent formalin for the treatment
of radiation-induced hemorrhagic proctitis. Dis Colon Rectum 2007;50:213-7.

6. Do NL, Nagle D, Poylin VY. Radiation proctitis: Current strategies in management.


Gastroenterol Res Pract 2011;2011:917941.

7. Cotti G, Seid V, Araujo S, Souza AH Jr., Kiss DR, Habr-Gama A, et al. Conservative
therapies for hemorrhagic radiation proctitis: A review. Rev Hosp Clin Fac Med Sao
Paulo 2003;58:284-92.

8. Willett CG, Ooi CJ, Zietman AL, Menon V, Goldberg S, Sands BE, et al. Acute and
late toxicity of patients with inflammatory bowel disease undergoing irradiation for
abdominal and pelvic neoplasms. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2000;46:995-8.

9. Beard CJ, Propert KJ, Rieker PP, Clark JA, Kaplan I, Kantoff PW, et al.
Complications after treatment with external-beam irradiation in early-stage prostate
cancer patients: A prospective multiinstitutional outcomes study. J Clin Oncol
1997;15:223-9.

10. Mathai V, Seow-Choen F. Endoluminal formalin therapy for haemorrhagic radiation


proctitis. Br J Surg 1995;82:190.

11. Kochhar R, Patel F, Dhar A, Sharma SC, Ayyagari S, Aggarwal R, et al. Radiation-
induced proctosigmoiditis. Prospective, randomized, double-blind controlled trial of
oral sulfasalazine plus rectal steroids versus rectal sucralfate. Dig Dis Sci
1991;36:103-7.

12. Sharma B, Pandey D, Chauhan V, Gupta D, Mokta J, Thakur SS. Radiation proctitis.
JIACM 2005;6:146-51.
13. Samalavicius NE, Dulskas A, Kilius A, Petrulis K, Norkus D, Burneckis A, et al.
Treatment of hemorrhagic radiation-induced proctopathy with a 4% formalin
application under perianal anesthetic infiltration. World J Gastroenterol
2013;19:4944-9.

14. Biswal BM, Lal P, Rath GK, Shukla NK, Mohanti BK, Deo S, et al. Intrarectal
formalin application, an effective treatment for grade III haemorrhagic radiation
proctitis. Radiother Oncol 1995;35:212-5.

15. Saclarides TJ, King DG, Franklin JL, Doolas A. Formalin instillation for refractory
radiation-induced hemorrhagic proctitis. Report of patients. Dis Colon Rectum
1996;39:196-9.

16. Pironi D, Panarese A, Vendettuoli M, Pontone S, Candioli S, Manigrasso A, et al.


Chronic radiation-induced proctitis: The 4% formalin application as non-surgical
treatment. Int J Colorectal Dis 2013;28:261-6.

17. Henson C. Chronic radiation proctitis: Issues surrounding delayed bowel dysfunction
post-pelvic radiotherapy and an update on medical treatment. Therap Adv
Gastroenterol 2010;3:359-65.

18. Vanneste BG, Van De Voorde L, de Ridder RJ, Van Limbergen EJ, Lambin P, van
Lin EN, et al. Chronic radiation proctitis: Tricks to prevent and treat. Int J Colorectal
Dis 2015;30:1293-303.

Anda mungkin juga menyukai