Anda di halaman 1dari 9

Memahami Kebersamaan Allah (Ma’iyatullah)

Ma’iyyah berasal dari kata ma’a, artinya bersama. Ma’iyatullah berarti


kebersamaan Allah U. Dengan menelaah ayat-ayat al-Quran diketahui
bahwama’iyyatullah itu ada dua kategori: al-ma’iyyah al-‘âmah dan al-ma’iyyah
al-khâshah.
a. Al-Ma’iyyatullah al-âmah
Al-ma’iyyatullah al-âmah (kebersamaan umum) artinya bahwa Allah U senantiasa
bersama dengan seluruh manusia. Baik tua atau muda, laki-laki maupun
perempuan, miskin atukah kaya, bodoh maupun pintar, tinggal di desa juga di kota,
taat ataukah membangkang, muslim ataupun kafir. Tidak ada bedanya ! Dengan
sifat-Nya yang Maha Mengetahui (al-‘Alîm), Maha Melihat (al-Bashîr), Maha
Mendengar (al-Samî’), Allah U akan senantiasa mengetahui dan melihat apa yang
dilakukan manusia dan apa yang dikatakannya.
‫ض َو َما‬ ِ ‫علَى ا ْلعَ ْر ِش يَ ْعلَ ُم َما يَ ِل ُج فِي األ َ ْر‬ َ ‫ست َ َوى‬ ْ ‫ست َّ ِة أَيَّ ٍام ث ُ َّم ا‬
ِ ‫ض فِي‬ َ ‫ت َواْأل َ ْر‬
ِ ‫س َم َوا‬َّ ‫ُه َو الَّذِي َخلَقَ ال‬
‫ج فِي َها َو ُه َو َمعَ ُك ْم أ َ ْينَ َما ُك ْنت ُ ْم َوهللاُ بِ َما ت َ ْع َملُونَ بَ ِصير‬ ُ ‫اء َو َما يَ ْع ُر‬ِ ‫س َم‬َّ ‫ج ِم ْن َها َو َما يَ ْن ِز ُل ِمنَ ال‬
ُ ‫يَ ْخ ُر‬
“Dia yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian istiwa’
di arsy. Dia mengetahui apa yang ada di bumi dan yang keluar dari bumi, apa
yang turun dari langit dan apa-apa yang naik padanya. Dia bersamamu
dimanapun kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” (TQS. al-Hadid [57]: 4)
‫س ٍة‬ َ ‫ض َما يَكُونُ ِم ْن نَجْ َوى ثَالث َ ٍة إِالَّ ُه َو َرابِعُ ُه ْم َوال َخ ْم‬ ِ ‫ت َو َما فِي األ َ ْر‬ ِ ‫س َم َوا‬َّ ‫أَلَ ْم ت َ َر أَنَّ هللاَ يَ ْعلَ ُم َما فِي ال‬
‫س ُه ْم َوال أ َ ْدنَى ِم ْن ذَ ِلكَ َوال أ َ ْكث َ َر إِالَّ ُه َو َمعَ ُه ْم أ َ ْينَ َما كَانُوا ث ُ َّم يُنَ ِبئ ُ ُه ْم ِب َما ع َِملُوا يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬ ُ ‫سا ِد‬َ ‫إِالَّ ُه َو‬
‫ع ِليم‬َ ٍ‫إِنَّ هللاَ بِك ُِل ش َْيء‬
“Tidakkah engkau ketahui bahwa Allah mengetahui apa-apa yang ada dilangit
dan apa-apa yang ada di bumi? Tiadalah berbisik tiga orang, melainkan dia
yang keempatnya dan tidak pula lima orang, melainkan Dia yang keenamnya
dan tiada kurang serta tiada lebih melainkan Dia bersama mereka dimana saja
mereka berada. Kemudian Dia kabarkan kepada mereka apa-apa yang mereka
kerjakan pada hari kiamat. Sungguh Allah Maha Mengetahui tiap-tiap
sesuatu.”(QS. al-Mujadilah [58]: 7)
َ ٌ‫ظ ِم ْن قَ ْو ٍل ِإ اَّل لَدَ ْي ِه َرقِيب‬
ٌ ‫عتِيد‬ ُ ‫َما يَ ْل ِف‬
“Tiadalah satu perkataanpun yang diucapkan seseorang melainkan disisinya
ada Raqîb dan ‘Atîd.” (TQS. Qaaf [50]: 18)
Karenanya, seorang muslim bertauhid lurus betul-betul sadar bahwa
Allah Umengetahui setiap gerak-gerik dia, ucapan dia, bahkan apapun yang
terlintas didalam hatinya. Tidak ada yang tersembunyi apapun bagi Allah Dzat
Maha Mengetahui. Dia bukan hanya mengetahui saat orang di masjid saja. Juga,
bukan hanya mengetahui apa yang dilakukan manusia di bulan Ramadlan saja. Dia
mengetahui apapun yang terjadi baik di langit maupun di bumi, siang maupun
malam, jauh maupun dekat, ditampakkan ataukah disembunyi-sembunyikan,
disengaja ataupun tidak. Karena itu, ia yakin bahwa setiap lintasan hati dan
perilakunya senantiasa diketahui oleh Allah U. Implikasinya, ia berupaya untuk
tidak menyalahi segenap aturan-aturan Al Khaliq. Muslim bertauhid lurus akan
terikat dengan segenap hukum syara’ (aturan Allah U) dalam setiap aspek
kehidupannya. Dia tidak percaya kepada aturan selain Allah U, aturan thaghut,
termasuk pendapat ‘cendekiawan muslim’ dengan mengatasnamakan rasionalitas
dan ilmiah dengan menyatakan semua agama langit (Islam, Kristen, Yahudi) sama
saja, kebenaran itu relatif, jangan merasa hanya Islam yang benar, Islam ditafsirkan
dari sudut pandang liberalisme hingga muncul istilah ‘Islam liberal’ dan ungkapan
lainnya. Ia sadar bahwa segenap keyakinan dan perbuatannya akan
dipertanggungjawabkan oleh dirinya sendiri. Ia tidak akan gambling dengan
berbagai logika yang jauh dari bimbingan wahyu Allah U.
Untuk itu, seorang muslim yang sadar akan pengawasan Allah U senantiasa
terikat dengan hukum syara dimanapun ia berada. Sekalipun ia tidak dapat melihat
Allah U, namun ia yakin Allah Maha Melihat senantiasa menyaksikan apapun
yang dilakukannya. Karena itu, ia berupaya melakukan taat kepada-Nya di setiap
tempat.
Di masjid, misalnya. Ia akan senantiasa shalat berjamaah dengan khusyu’,
berdzikir dan membaca al-Quran. Di masjid pula tidak dibicarakan selain
menyangkut kepentingan umat. Begitu juga di rumah, seorang mukmin berupaya
untuk menunaikan kewajiban terhadap anak-anak dan isteri-isterinya. Mereka didik
dengan ajaran Islam. Ketika santai pun ia tidak menampakkan aurat sekalipun
kepada anak-anaknya. Apalagi, ia tidak pernah mandi ‘bugil’ bersama mereka
sekalipun orang-orang menganjurkannya atas nama pendidikan seks. Di jalan
menuju tempat kerja juga sama. Pandangan senantiasa ditundukkannya. Ketika ada
aurat orang lain di depannya, ia berupaya memalingkan pandangannya. Ia
melakukan ghadhul bashar. Bila di kendaraan umum terjadi kemungkaran, ia
berupaya untuk mencegahnya. Di kantor, ia bekerja dalam bidang yang
diperbolehkan oleh Islam. Hubungan dengan sesama pun
memperhatikan nizham ijtima’iy yang mengatur pergaulan antara laki-laki dengan
perempuan. Ia tidak berkhalwat (berduaan dengan bukan mahram, mojok). Apalagi
melakukan hal-hal yang mendekatkannya pada perzinahan seperti cumbu rayu,
saling menatap penuh hasrat, berbicara hal-hal porno, pelecehan seksual,
menjalin affair dengan perempuan atau laki-laki lain dan sebagainya. Ketika
hendak mencari makan pun selalu terikat dengan hukum Allah U. Ia tidak akan
mau makan di restauran, rumah makan, atau warung nasi yang di situ dijual juga
bir, babi atau barang haram lainnya. Begitu juga, ia akan memilih tempat makan
milik muslim, atau ahlul kitab yang terjamin kehalalannya. Di ruang pengadilan, ia
tidak akan pernah menjadi saksi palsu, tidak akan membela orang yang jelas-jelas
keliru. Dan, bila sebagai hakim, ia senantiasa akan memutuskan hukum sesuai
dengan syariat Islam. Ketika ia sebagai seorang pejabat pun akan selalu membela
rakyat dan umat Islam, mengurusi urusan mereka, menjauhkan dan menentang
musuh-musuh Islam dan umatnya, melawan imperialisme Amerika dan negara-
negara kafir sekutunya, serta menerapkan hukum Islam dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat. Demikianlah, keyakinan bahwa Allah Dzat Maha
Bijaksana senantiasa mengawasi dimana pun ia berada betul-betul mempengaruhi
perilakunya.
Wujud lain dari al-ma’iyyatullah al-‘âmah adalah Allah U memberikan
kemuliaan dan rahmat-Nya berupa nyawa, rizki dan segenap nikmat kepada
manusia, baik ia beriman kepada Allah U ataupun ia ingkar kepada-Nya. Baik ia
selalu taat atau bergelimang maksiyat. Allah U berfirman :
َ‫اطنَةً َو ِمن‬
ِ َ‫علَ ْي ُك ْم نِعَ َمهُ َظا ِه َرةً َوب‬ ْ َ ‫ض َوأ‬
َ ‫سبَ َغ‬ ِ ‫ت َو َما فِي اْأل َ ْر‬ ِ ‫س َم َوا‬َّ ‫س َّخ َر لَ ُك ْم َما فِي ال‬ َ َ‫أَلَ ْم ت َ َر ْوا أَنَّ هللا‬
‫ير‬
ٍ ِ‫ب ُمن‬ ٍ ‫اس َم ْن يُ َجا ِد ُل فِي هللاِ بِغَي ِْر ِع ْل ٍم َوال ُهدًى َوال ِكتَا‬ ِ َّ‫الن‬
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Allah menundukkan (taskhir) untukmu apa-
apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin, Diantara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu, tanpa pertunjuk dan tanpa kitab yang
terang.” (TQS. Luqman [31]: 20)
ٍ ِ‫علَى َكث‬
‫ير ِم َّم ْن‬ َّ َ‫ت َوف‬
َ ‫ض ْلنَا ُه ْم‬ ِ ‫طيِبَا‬َّ ‫َولَقَ ْد ك ََّر ْمنَا بَنِي َءا َد َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم فِي ا ْلبَ ِر َوا ْلبَحْ ِر َو َر َز ْقنَا ُه ْم ِمنَ ال‬
ً ‫َخلَ ْقنَا ت َ ْف ِض‬
‫يال‬
“Sesungguhnya telah Kami muliakan Bani Adam dan Kami angkat mereka
dengan kendaraan di darat dan di laut serta Kami beri rizki mereka dengan
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang
Kami jadikan dengan kelebihan (yang sempurna).” (TQS. al-Isra’ [17]: 70)
Realitas menunjukkan bahwa orang ganteng itu tidak selalu mukmin, ada juga
orang kafir yang wajahnya tampan. Orang kaya juga sama, muslim tidak dijamin
kaya, tak sedikit orang kafir atau muslim banyak maksiyat hartanya melimpah
ruah. Koruptor banyak yang kaya, penipu banyak hartanya, namun juga muslim
shalih tidak sedikit yang dikurniai kekayaan melimpah. Jabatan pun tidak khusus
diperuntukkan bagi orang mukmin, tengok saja saat sekarang ini orang-orang kafir
imperialis dibawah pimpinan AS tengah berkuasa di seantero jagat. Demikian pula,
kalangan penguasa muslim munafiq yang menjadi kaki tangan mereka. Sementara
itu, belum ada orang muslim yang shalih dan sungguh-sungguh beriman sekarang
diberi kesempatan berkuasa oleh Allah U untuk menerapkan seluruh aturan-aturan
Islam. Tak sekedar itu, semua barang berupa oksigen, tumbuhan, air hujan, hewan,
angin sepoi-sepoi, desiran pantai, indahnya pemandangan laut dan hal-hal lain
diperuntukkan untuk semua manusia baik mukmin maupun kafir. Semuanya
bukanlah manusia yang membuatnya, tapi Allah-lah Penciptanya. Umur, rasa
senang, rasa tenang, nikmatnya hidup suami-isteri, sedih, marah, iba dan lainnya
juga diberikan Allah U kepada setiap manusia. Siapapun mereka ! Demikian
halnya dengan akal. Melalui akal manusia dapat membedakan mana yang baik
mana yang buruk, dapat juga mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, serta dapat mengkaji wahyu Allah U sebagai tuntunan hidup di dunia
demi kebahagiaan hakiki. Semua kenikmatan ini dirasakan oleh setiap manusia.
Inilah bentuk al-ma’iyyatullah al-amah. Semuanya merupakan pemberian
Allah U, Dzat Maha Pengasih Penyayang. Setiap orang –tanpa memandang suku,
agama, keimanan, tempat kelahiran atau apapun– mendapatkannya. Karenanya,
perkara-perkara tadi tidak menentukan baik buruknya seseorang di hadapan
Allah U. Alangkah ruginya seorang mukmin yang tidak sadar akan pengawasan
Allah Rabbul‘Izzati, atau hanya memperoleh kebersamaan Allah U yang bersifat
umum saja. Sebab, hewan pun mendapatkan hal tersebut.
Mensikapi kenyataan demikian, seorang mukmin bertauhid lurus menyadari
betul bahwa (1) Allah U. Maha Penyayang. Segala sesuatu apapun bentuk
kenikmatan berasal dari Allah Pencipta Semesta. Tidak ada secuil pun kenikmatan
dan fasilitas hidup berasal dari manusia atau makhluk lainnya. Tidak semuanya
berasal dari Allah U. Dan, (2) Ia yakin betul bahwa kemuliaannya di sisi
Allah UPemilik Kemuliaan tidak ditentukan oleh perkara yang bersifat fisik;
sebaliknya ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya-lah yang menjadikan
seseorang mulia di sisi Allah U:
‫َّللاِ أَتْقَا ُك ْم‬
َّ ‫إِنَّ أَك َْر َم ُك ْم ِع ْن َد‬
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian menurut Allah adalah
orang yang paling taqwa,” (QS. al-Hujurât [49]: 13)
Dalam pernyataan lain:
‫ت أُولَئِكَ ُه ْم َخي ُْر ا ْلبَ ِريَّ ِة‬ َّ ‫إِنَّ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َوع َِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakukan amal shalih mereka
itulah sebaik-baiknya makhluk (khairul bariyyah).” (TQS. al-Bayyinah [98]:
7)
Inilah keyakinannya ! Untuk apa terlihat senang di dunia kalau harus merasakan
kenestapaan tak terhingga kelak di akhirat. Untuk itu, ia akan terus
berbuat ihsankepada mereka. Dan selalu taat kepada segenap aturan Allah dan
takut berbuat maksiyat, oleh karena Allah U senantiasa bersama mereka.
َ‫َّللاُ ِإلَيْك‬
‫سنَ ا‬ َ ْ‫َوأَحْ س ِْن َك َما أَح‬
“Berbuatlah ihsan kamu sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepada
engkau…” (TQS. al-Qashash [28]: 77)
b. Al-ma’iyyatullah al-Khashah
Tidak semua manusia ternyata dapat
merespon muraqabatullah dan ihsanullahsebagaimana mestinya. Sangat banyak
manusia yang mudah sekali melakukan kemaksiyatan, padahal setiap saat
Allah U senantiasa mengawasi manusia. Juga, sangat mudah melakukan ke-
dzaliman kepada sesama manusia. Padahal Allah Usenantiasa berbuat baik
kepadanya. Cobalah kita tengokkan pikiran kita ke sekeliling kita. Aurat diobral
murah seperti pakaian loakan. Bukan hanya betis atau paha, udel bahkan secara
sengaja dan penuh kesadaran dipamerkan. Perjudian dibiarkan. Kejadian kemarin,
di Ngawi, kaum muslim yang menentang perjudian malah ditangkapi. Perjudian
dibela ! Saat Hari Natal tiba, 25 Desember 2001, ada orang muslim yang turut
merayakannya. Bahkan, turut menjaganya. Seakan-akan mereka rasakan hal itu
merupakan kebajikan atas nama toleransi. Padahal, Allah U dan
Rasulullah r mengharamkan turut merayakan hari raya agama lain. Dan, di negeri
muslim tidak dibenarkan propaganda hari raya Natal di TV, radio, toko-toko, jalan
raya, kantor, dan tempat umum lainnya. Pejabat muslim justru memelopori
kemaksiatan tersebut. Saat ada perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non
muslim tidak ditentang, alasannya ‘Itu hak asasi dia’. Bahkan, beberapa waktu lalu
seorang yang disebut ‘cendekiawan muslim’ menikahkan anak perempuannya
dengan laki-laki Yahudi di Amerika dan menggunakan aturan yang disebutnya
‘syariat Ibrahim’. Padahal, dalam al-Quran hal itu diharamkan, merupakan
kemaksiyatan (lihat: surat al-Mumtahanah [60]: 10, al-Baqarah [2]: 221). Ketika
Amerika hendak memecah belah kaum muslim, tidak jarang orang muslim turut
mengkampanyekan propaganda mereka dengan mengkotak-kotak umat Islam
sebagai tradisionalis, modernis dan fundamentalis. Umat Islam dikerat-kerat.
Dengan alasan kemajemukan, ada orang muslim yang turut mempropagandakan
‘agama madani’ sebagai gabungan kesamaan antara Islam, Kristen dan Yahudi.
“Orang Islam jangan merasa benar sendiri, kebenaran itu relatif, semua agama
sama-sama beriman,” kata mereka.Padahal, ini merupakan suatu kemaksiatan.
ِ ‫س َال ِم دِينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َو ُه َو فِي ْاْل ِخ َر ِة ِمنَ ا ْل َخا‬
َ‫س ِرين‬ َ ‫َو َم ْن يَ ْبت َ ِغ‬
ِ ْ ‫غي َْر‬
ْ ‫اْل‬
“Barangsiapa menjadikan selain Islam sebagai dîn (agama, sistem hidup) maka
tidak diterima apapun darinya dan ia di akhirat termasuk orang yang
rugi.”(TQS. Ali Imrân [3]: 85)
Demikian juga, ketika Oktober 2001 yang lalu Amerika menghujani muslim
Afghanistan dengan bom curah (cluster bomb), penguasa muslim malah
membiarkannya, bahkan mendukung AS. Sebagian umat Islam pun tertipu oleh
propaganda AS dan penguasa muslim hingga membiarkan ribuan anak-anak,
perempuan dan orang tua renta meninggal, serta 7,5 juta muslim Afghanistan
berada dalam kesengsaraan dan ketakutan. Banyak lagi hal-hal senada lainnya
yang merupakan kemaksiatan. Bila sikap ini yang terjadi, maka seorang muslim
hanya akan mendapatkan al-ma’iyyah al-amah, persis seperti yang diperoleh
manusia yang tidak beriman dan hewan. Tidak lebih !
Sebaliknya, mereka yang merespons kasih sayang Allah U tadi dengan ketaatan,
ketundukan dan keterikatan terhadap aturan Allah U saja, selain mendapatkan al-
ma’iyyah al-amah, juga akan mendapatkan al-ma’iyyah al-khashah yang
bentuknya berupa ta’yidullah (dukungan Allah U) dan nashrullah (pertolongan
Allah U).
Dulu Rasulullah r bersama Abu Bakar mengalaminya saat keduanya berada di gua
Tsur untuk menghindari kejaran kaum Quraisy dalam hijrahnya ke Madinah.
Orang Quraisy tidak menyangka sama sekali bahwa Rasul dan Abu Bakar berada
di dalam gua karena di mulut gua ada burung merpati yang bertelur serta sarang
laba-laba yang masih utuh. Logika mereka, bila ada orang masuk, tentu semua itu
akan rusak. Tidak mungkin ada sarang laba-laba utuh, tidak mungkin burung tetap
di sarangnya, tidak terbang. Padahal, kalaupun ada di goa, baru saja keduanya
masuk. Mereka tidak menyadari bahwa Allah-lah yang menciptakan itu semua
demi menolong dua hamba terkasihnya. Hal ini diabadikan oleh Allah U:
‫اح ِب ِه َال تَحْ َز ْن‬ ِ ‫ص‬َ ‫َّللاُ ِإ ْذ أ َ ْخ َر َجهُ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا ثَانِ َي اثْنَي ِْن ِإ ْذ ُه َما فِي ا ْلغَ ِار ِإ ْذ يَقُو ُل ِل‬ َّ ُ‫ص َره‬ َ َ‫ص ُروهُ فَقَ ْد ن‬ ُ ‫ِإ َّال ت َ ْن‬
َّ ُ‫س ْفلَى َو َك ِل َمة‬
ِ‫َّللا‬ ُّ ‫او َجعَ َل َك ِل َمةَ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا ال‬َ ‫علَ ْي ِه َوأَيَّ َدهُ بِ ُجنُو ٍد لَ ْم ت َ َر ْو َه‬
َ ُ‫س ِكينَتَه‬ َّ ‫َّللاَ َمعَنَا فَأ َ ْن َز َل‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ َّ‫إِن‬
‫َّللاُ ع َِزيز َح ِكيم‬ َّ ‫ِه َي ا ْلعُ ْليَا َو‬
“Jika kamu tiada menolong Nabi, sesungguhnya Allah telah menolongnya,
ketika orang-orang kafir mengusirnya, sebagai orang kedua dari dua orang,
ketika keduanya berada dalam gua (Tsur), ketika ia berkata kepada
sahabatnya: ‘Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah bersama
kita.’ Lalu Allah menurunkan ketenangan diatas dirinya dan menguatkannya
dengan bala tentara yang tiada kamu lihat (malaikat) dan Allah menjadikan
perkataan orang-orang kafir rendah dan kalimat Allah tinggi. Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (TQS. at-Taubah [9]: 40)
Atau seperti yang dialami oleh Nabi Musa dan saudaranya Harun saat menghadapi
kekejaman penguasa diktator Fir’aun.
‫طغَى‬ْ َ‫علَ ْينَا أ َ ْو أ َ ْن ي‬َ ‫ط‬ َ ‫َاف أ َ ْن َي ْف ُر‬
ُ ‫قَ َاَّل َربانَا ِإنانَا نَخ‬
“Berkatalah mereka berdua: ‘Yaa Rab kami, sesungguhnya kami khawatir
bahwa ia akan segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui
batas.” (TQS. Thaha [20]: 45)
Lalu Allah Dzat Maha Gagah menghibur mereka seraya mengatakan,
‫قَا َل ََّل تَخَافَا ِإنانِي َم َع ُك َما أ َ ْس َم ُع َوأ َ َرى‬
“Jangan kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua. Aku
mendengar dan Aku melihat.” (TQS. Thaha [20]: 46)
‫اف د ََركًا َو َال‬ ُ ‫سا َال ت َ َخ‬ً َ‫ض ِر ْب لَ ُه ْم َط ِريقًا فِي ا ْلبَحْ ِر يَب‬ ْ ‫س ِر بِ ِعبَادِي فَا‬ ْ َ ‫سى أ َ ْن أ‬َ ‫َولَقَ ْد أ َ ْو َح ْينَا إِلَى ُمو‬
!ْ ‫شيَ ُهم‬ َ ‫شيَ ُه ْم ِمنَ ا ْليَ ِم َما‬
ِ ‫غ‬ ِ َ‫ت َ ْخشَى ! فَأَتْبَعَ ُه ْم فِ ْرع َْونُ ِب ُجنُو ِد ِه فَغ‬
“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: ‘Pergilah kamu
dengan hamba-hamba-Ku di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan
kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut
(akan tenggelam)’. Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka,
lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.” (QS. Thaha
[20]: 77-78)
Ditinjau dengan logika, sulit dibayangkan Nabi Musa beserta sahabat-sahabatnya
dapat selamat. Di depan terbentang lautan tanpa biduk, di belakang pasukan
Fir’aun mengepung. Terbang? Tidak bisa. Hendak sembunyi tak ada tempat
berlindung. Sungguh, tak dapat dimungkinkan selamat. Secara rasional mustahil
selamat. Namun, realitas mengatakan sebaliknya. Mereka selamat, mereka
menang. Allah Maha Penolong memberikan dukungan dan pertolongan kepada
hamba-Nya yang beriman sebenar-benarnya.
Seorang muslim yakin bahwa dukungan dan pertolongan Allah U pasti
diberikan kepada manusia yang senantiasa beriman dan konsekwen dengan
keimanannya itu. Bukan kepada mereka yang sekedar ‘mengaku dan merasa’
beriman. Karenanya, ia senantiasa akan berusaha mewujudkan keimanannya dalam
keta’atan pada semua aturan Allah U baik menyangkut kehidupan individu,
keluarga maupun dalam bermasyarakat dan bernegara. Ketika dilihatnya bahwa di
tengah keluarga, masyarakat dan negara belum tegak aturan Allah U, ia akan
berjuang hingga aturan itu tegak secara sempurna. Ia tidak takut untuk senantiasa
taat dan tidak takut pula dalam berjuang karena Allah U pasti akan menolong dan
mendukungnya. Baik dukungan berupa kemudahan dalam urusan, jalan keluar atas
persoalan yang dihadapi maupun tambahan rizki yang tiada diduga-duga arahnya.
Apapun, Allah Upasti akan menjadi penolong orang-orang yang istiqamah dijalan-
Nya.
َ‫صابِ ِرين‬ َّ َّ‫ص َال ِة إِن‬
َّ ‫َّللاَ َم َع ال‬ َّ ‫صب ِْر َوال‬ َّ ‫ست َ ِعينُوا بِال‬ ْ ‫يَاأَيُّ َها الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ا‬
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan
shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (TQS. al-
Baqarah [2]: 153)
َّ َّ‫َّللاَ َوا ْعلَ ُموا أَن‬
َ‫َّللاَ َم َع ا ْل ُمت َّ ِقين‬ َّ ‫َواتَّقُوا‬
“Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
bersama dengan orang-orang yang bertakwa.” (TQS. al-Baqarah [2]: 194)
! ُ‫سبُه‬ ْ ‫َّللاِ فَ ُه َو َح‬
َّ ‫علَى‬ َ ‫ِب َو َم ْن يَت َ َو َّك ْل‬ ُ ‫ْث َال يَحْ تَس‬ ُ ‫َّللاَ يَجْ عَ ْل لَهُ َم ْخ َر ًجا ! َويَ ْر ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬ َّ ‫ق‬ ِ َّ ‫َو َم ْن يَت‬
“Dan barang siapa yang benar-benar bertaqwa kepada Allah, akan diberikan
kepadanya (makhrajan) jalan keluar dan akan diberinya rizki dari arah yang
tiada diduga-duga, Dan barang siapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya.” (TQS. at-Thalaq [65]: 2-3)
ْ ُ‫َّللاَ يَجْ عَ ْل لَهُ ِم ْن أ َ ْم ِر ِه ي‬
‫س ًرا‬ َّ ‫ق‬ ِ َّ ‫َو َم ْن يَت‬
“Dan barang siapa yang benar-benar bertaqwa kepada Allah akan dijadikan
untuknya kemudahan urusannya.” (TQS. at-Thalaq [65]: 4)
‫علَي ِْه ُم ا ْل َم َالئِكَةُ أ َ َّال ت َ َخافُوا َو َال تَحْ َزنُوا َوأ َ ْبش ُِروا ِبا ْل َجنَّ ِة الَّتِي‬
َ ‫ستَقَا ُموا تَتَنَ َّز ُل‬ َّ ‫ِإنَّ الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّنَا‬
ْ ‫َّللاُ ث ُ َّم ا‬
! ‫ع ُدونَ ! نَحْ نُ أ َ ْو ِليَا ُؤ ُك ْم فِي ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوفِي ْاْل ِخ َر ِة‬ َ ‫ُك ْنت ُ ْم تُو‬
“Sesungguhnya orang-orang yang istiqamah menyatakan Rab kami Allah, akan
turun kepada mereka malaikat seraya mengatakan janganlah engkau takut dan
khawatir. Dan berikan khabar gembira untuk mereka dengan surga yang
dijanjikan. Kami-lah pelindungmu didalam kehidupan dunia dan
akhirat.”(TQS. Fushilat [41]: 30-31)
Pertolongan Allah U seperti itu bukan hanya berlaku untuk para Nabi, Rasul r dan
sahabatnya saja. Sebaliknya, hal itu akan diterima juga oleh mereka yang beriman
dan membela agama Allah Pencipta Semesta. Dia telah berjanji:
َ‫علَ ْينَا نَص ُْر ا ْل ُم ْؤ ِمنِين‬
َ ‫َوكَانَ َحقًّا‬
“Dan adalah hak Kami untuk menolong kaum mukmin” (TQS. ar-Rûm [30]:
47)
Jelaslah, kebersamaan Allah U yang khusus berupa ta`yîdullâh dan nashrullâh tadi
hanya diberikan kepada mereka yang taat kepadanya. Oleh sebab itu, ikrar
syahadat yang diungkapkan diikuti dengan ketundukan kepada-Nya akan
menjadikan pelakunya senantiasa dilindungi, didukung dan diberi pertolongan oleh
Allah Dzat Maha Penolong.

Anda mungkin juga menyukai