Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan kelompok kelainan metabolik yang
memiliki fenotip yang sama, yaitu hiperglikemia. 1,2
Tergantung dari etiologi DM, faktor yang berkontribusi terhadap
hiperglikemia adalah sekresi insulin yang menurun, penurunan utilisasi glukosa dan
peningkatan produksi glukosa. 1,2,3

2.2. Klasifikasi
DM diklasifikasikan berdasarkan dari proses patogenik yang menyebabkan
hiperglikemia, berlawanan dengan kriteria sebelumnya yang mengelompokkan
berdasarkan onset usia atau tipe terapi. 1
Terdapat 2 kategori besar DM, yaitu tipe 1 dan tipe 2.

Gambar 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus1


Gambar 2. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi1

DM tipe 1 dan tipe 2 diawali dengan fase homeostasis glukosa abnormal


seiring dengan perjalanan proses patogenik. DM tipe 1 merupakan hasil dari
defisiensi insulin total atau hampir total. DM tipe 2 adalah kelompok kelainan
heterogen yang memiliki karakteristik resistensi insulin berbagai derajat, gangguan
sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa. 1
DM tipe 2 diawali oleh periode homeostasis glukosa abnormal yang
diklasifikasikan sebagai glukosa puasa terganggu (GPT) atau toleransi glukosa
terganggu (TGT). 1
Istilah DM tergantung insulin dan DM tidak tergantung insulin adalah tidak
tepat.Karena banyak individu dengan DM tipe 2 yang kemudian membutuhkan terapi
insulin untuk kontrol gulanya, sehingga instilah DM tidak tergantung insulin
menimbulkan kebingungan. Perbedaan kedua adalah usia atau modalitas terapi tidak
merupakan dasar kriteria. Walaupun DM tipe 1 banyak berkembang sebelum usia 30
tahun, proses kerusakan sel beta pancreas karena autoimun dapat timbul pada usia
berapa pun. Diperkirakan bahwa antara 5-10% individual yang terkena DM sesudah
usia 30 tahun memiliki DM tipe 1. Walaupun DM tipe 2 biasanya muncul sesuai
dengan meningkatnya usia, saat ini lebih sering terdiagnosis pada anak dan dewasa
muda, terutama pada remaja dengan obesitas. 1

2.3. Diagnosis
Toleransi glukosa diklasifikasikan menjadi 3 kategori luas: homeostasis
glukosa normal, DM atau homeostasis glukosa terganggu. 1
Gula darah puasa (GDP) >126 mg/dL, gula darah >200 mg/dL 2 jam sesudah
tantangan glukosa oral atau HbA1c ≥6.5% memastikan diagnosis DM. 1,2,4
The International Expert Committee dengan keanggotaan yang ditentukan
oleh American Diabetes Association (ADA), European Association for the Study of
Diabetes, dan International Diabetes Federation membuat kriteria diagnosis untuk
DM berdasarkan beberapa hal berikut: (1) GDS, respon dari tantangan glukosa oral
dan HbA1c dan (2) DM ditentukan berdasarkan level glikemia pada saat komplikasi
spesifik DM muncul daripada deviasi dari nilai rata – rata populasi. 1

Gambar 3. Kriteria diagnosis DM. 1,2,4


Gula darah sewaktu (GDS) >200 mg/dL disertai dengan gejala klasik DM
(polyuria, polydipsia, penurunan berat badan) juga cukup untuk mendiagnosis DM.
1,2,4

Homeostasis glukosa abnormal diartikan sebagai:


1. GDP 100-125 mg/dL yang disabut sebagai glukosa puasa terganggu (GPT)
2. Glukosa darah 140-199 mg/dL 2 jam setelah tantangan glukosa oral, disebut
sebagai toleransi glukosa terganggu (TGT)
3. HbA1c 5,7-6,4%.
Beberapa menggunakan istilah prediabetes, peningkatan resiko diabetes atau
hiperglikemia menengah untuk kategori kelainan ini. 1,4

Gambar 4. Faktor resiko DM tipe 2. 1,2,4

Setelah diagnosis DM dibuat, perhatian harus ditujukan untuk gejala yang


berkaitan dengan DM (akut dan kronis) dan klasifikasi tipe diabetes. 1
Individu dengan kelainan DM tipe 2 yang tidak terdeteksi sebelumnya, dapat
datang dengan komplikasi kronis DM pada saat diagnosis. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik harus mengakses gejala atau tanda dari hiperglikemia akut dan
harus memeriksa komplikasi kronis dan kondisi yang berkaitan dengan DM. 1

2.4. Patofisiologi
Resistensi insulin dan sekresi insulin abnormal merupakan inti dari
berkembangnya DM tipe 2. Walaupun kelainan primernya masih kontroversi,
kebanyakan studi mendukung bahwa resistensi insulin mengawali gangguan sekresi
insulin tapi diabetes baru muncul hanya ketika sekresi insulin menjadi tidak
adekuat.1,2
DM tipe 2 memiliki faktor genetik yang kuat.Angka kejadian DM tipe 2 pada
anak kembar identic antara 70-90%. Individu dengan orangtua dengan DM tipe 2
memiliki peningkatan resiko DM, bila kedua orang tua memiliki DM tipe 2 maka
resiko mencapai 40%.1
Penyakit ini merupakan kelainan poligenik dan multifactorial, karena selain
dari kelainan genetik, faktor lingkungan seperti obestias, nutrisi dan aktivitas fisik
mendukung terbentuknya fenotip DM. 1
DM tipe 2 memiliki karakter gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan
produksi glukosa hepar yang berlebihan, dan metabolisme lemak abnormal. Obesitas,
terutama visceral atau sentral (dibuktikan dengan hip-waist ratio) merupakan hal yang
sering ditemui pada penderita DM tipe 2 (>80% pasien adalah penderita obesitas). 1
Pada tahap awal kelainan, toleransi glukosa tetap mendekati normal, walaupun
telah ada resistensi insulin, karena sel beta pancreas mengkompensasi dengan
meningkatkan output insulin. 1
Seiring dengan peningkatan resistensi insulin dan hiperinsulinemia
kompensasi, sel pancreas pada beberapa individu tidak mampu mempertahankan
keadaan hiperinsulinemia. TGT selanjutnya muncul, ditandai dengan peningkatan
glukosa post prandial. Penurunan lebih jauh dari sekresi insulin dan peningkatan
produksi glukosa hepar menyebabkan munculnya gejala DM dengan hiperglikemia
puasa. 1
Akhirnya, terjadi kegagalan sel beta pancreas.Walaupun resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin berkontribusi terhadap pathogenesis DM tipe 2, kontribusi
masing – masing komponen bervariasi antara individual. 1
Gambar 5. Hubungan antara sekresi insulin dan sensitivitas insulin pada DM tipe 2. 1

Berkurangnya kemampuan insulin untuk berfungsi secara efektif pada target


organ (terutama otot, hepar dan lemak), merupakan tanda utama dari DM tipe 2 dan
merupakan hasil dari kombinasi kelainan genetik dan obesitas. 1,2
Resistensi insulin mengganggu utilisasi glukosa oleh jaringan sensitif insulin
dan meningkatkan produksi glukosa hepar; yang keduanya berkontribusi pada
hyperglikemia. 1,2
Peningkatan glukosa hepar berperan dalam peningkatan GDP, di mana
penurunan utilisasi glukosa perifer menyebabkan hiperglikemia post prandial. 1
Abnormalitas yang terjadi antara lain akumulasi lipid pada myosit skeletal,
yang selanjutnya mengganggu fosforilasi oksidatif mitokondria dan mengurangi
produksi ATP mitokondria yang distimulasi insulin. Gangguan oksidasi asam lemak
dan akumulasi lipid dalam myosit skeletal juga dapat menghasilkan reactive oxygen
species seperti lipid peroksida. 1
Tidak semua jalur transduksi signal insulin resistan terhadap efek insulin
(misal jalur yang mengontrol perkembangan sel dan diferensiasi dengan jalur
mitogenic-activated protein kinase pathway). Konsekuensinya, hiperinsulinemia akan
meningkatkan kerja insulin pada jalur tersebut, sehingga mempercepat kondisi
berkaitan dengan diabetes, seperti atherosclerosis. 1
Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokin dapat
menyebabkan resistensi insulin pada otot skeletal dan hepar.Sebagai contoh, asam
lemak bebas mengganggu utilisasi glukosa pada otot skeletal, menyebabkan produksi
glukosa di hepar dan mengganggu fungsi sel beta pankreas. 1
Pada DM tipe 2, sekresi insulin awalnya akan meningkat sebagai respon
terhadap resistensi insulin untuk menjaga kadar toleransi glukosa normal. Awalnya,
gangguan sekresi insulin ringan dan terbatas hanya pada sekresi insulin yang
distimulasi glukosa saja.Fungsi keseluruhan sel beta berkurang hingga 50% pada saat
onset DM tipe 2. 1
Alasan penurunan kapasitas sekresi insuin pada DM tipe 2 tidak begitu
jelas.Asumsi bahwa kelainan genetik kedua – bersamaan dengan resitensi insulin –
menyebabkan terjadinya kegagalan sel beta.Massa sel beta berkurang hingga sekitar
50% pada individu dengan DM tipe 2 yang sudah lama. 1
Hiperglikemia kronis secara paradoksikal mengganggu fungsi islet (toksisitas
glukosa) dan menyebabkan perburukan hiperglikemia.Peningkatan asam lemak bebas
(lipotoksisitas) dan konsumsi lemak dapat memperburuk fungsi islet. Pada DM tipe 2,
resistensi insulin pada hepar memperlihatkan kegagalan hiperinsulinemia untuk
menghambat gluconeogenesis, yang menyebabkan hiperglikemia puasa dan
mengurangi cadangan glikogen di hepar pada saat post prandial. 1,2
Sebagai hasil dari resistensi insulin pada jaringan adiposa, lipolisis dan
perpindahan asam lemak bebas dari adiposit yang meningkat, menyebabkan
peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserid) di hepatosis.Cadangan lemak ini
atau steatosis pada hepar dapat menyebabkan NAFLD.Hal ini juga berkontribusi
terhadap dyslipidemia pada DM tipe 2 (peningkatan trigliserida, penurunam HDL,
dan peningkatan partikel LDL). 1

2.5. Terapi
Sasaran terapi pada DM tipe 1 dan 2 adalah menghilangkan gejala yang
berkaitan dengan hiperglikemia, mengurangi atau menghilangkan komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular jangka panjang dari DM dan mendukung pasien
untuk mencapai gaya hidup senormal mungkin.Gejala DM biasanya hilang setelah
glukosa plasma <200 mg/dL.1
Tata laksana DM komprehensif pada tipe 1 dan 2 juga harus mendeteksi dan
menangani komplikasi spesifik DM dan memodifikasi faktor resiko untuk penyakit
berkaitan dengan DM.1

Gambar 7. Target terapi pada pasien dewasa dengan DM.1,2,3,4

Pencegahan primer dari MNT (Medical Nutrition Therapy) ditujukan untuk


mencegah atau memperlambat onset DM tipe 2 pada individu dengan resiko tinggi
(obesitas atau prediabetes) dengan mendukung terjadinya penurunan berat badan.1
Pencegahan sekunder dari MNT ditujukan untuk mencegah atau
memperlambat komplikasi terkait DM pada individu dengan diabetes dengan cara
meningkatkan kontrol glikemik.1
Diet hipokalorik dan penurunan berat badan sedang (5-7%) menghasilkan
penurunan glukosa yang cepat dan dramatis pada individu dengan DM tipe 2 onset
baru.1
Pada pasien dengan diabetes, ADA merekomendasikan 150 menit/minggu
(dibagi dalam minimal 3 hari) aktivitas fisik aerobik intensitas sedang dengan selang
tidak lebih dari 2 hari.Regimen olahraga juga harus termasuk latihan resistensi.1,4
Secara umum, ADA merekomendasikan target untuk mencapai HbA1c
sedekat mungkin dengan normal tanpa adanya hipoglikemia signifikan. Pada
kebanyakan individu, target HbA1c sebaiknya <7% dengan target yang lebih ketat
pada beberapa pasien. Sebagai contoh, target HbA1c pada dewasa muda dengan DM
tipe 1 mungkin 6,5%. Target yang lebih tinggi mungkin digunakan untuk pasien
dengan usia sangat muda atau tua atau pada individu dengan usia harapan hidup
terbatas atau kondisi komorbid. Sebagai contoh, HbA1c yang sesuai untuk lansia
dengan penyakit beberapa penyerta yang kronis dan mengalami gangguan aktivitas
sehari – hari mungkin sekitar 8,0 atau 8,5%.1,4

Gambar 9. Tatalaksana DM tipe 2 secara individual.1


Gambar 10. Daftar obat DM oral.1

Insulin perlu dipertimbangkan sebagai terapi awal pada DM tipe 2, terutama


pada individu yang kurus atau individu dengan penurunan berat badan yang parah,
individu dengan gangguan hepar atau ginjal yang menghalangi penggunaan obat
penurun glukosa oral, atau pada individu yang dirawat di rumah sakit atau sakit
akut.1,3
Pada semua regimen, insulin kerja panjang (NPH, glargine, atau detemir)
mensuplai insulin basal, di mana insulin regular, aspart, glulisine atau lispro
mensuplai insulin prandial. Analog insulin kerja pendek harus disuntikkan sebelum
(<10 menit) atau sesaat sesudah makan; insulin regular diberikan 30-45 menit
sebelum makan.1,3
Secara umum, individu dengan DM tipe 1 memerlukan 0,5-1 U/kg per hari
insulin yang dibagi menjadi beberapa dosis dengan 50% dosis sebagai insulin basal.1
Untuk menentukan dosis insulin preprandial, pasien dapat menggunakan
perbandingan insulin terhadap karbohidrat (rasio yang biasa digunakan untuk DM tipe
1 adalah 1-1,5 U/10 gr karbohidrat, namun perlu disesuaikan dengan masing – masing
individual).1
Salah satu rumus menggunakan 1 unit insulin untuk setiap 50 mg/dL glukosa
di atas target glukosa pre prandial; rumus lain menggunakan berat badan dalam kg x
(glukosa darah – target glukosa dalam mg/dL)/1500.1

Gambar 12. Beberapa regimen penggunaan insulin.1

Pada DM tipe 2, karena sekresi insulin endogen tetap berlanjut dan dapat
berfungsi untuk glukosa prandial, insulin biasanya diberikan pada dosis tunggal
insulin kerja panjang (0,3-0,4 U/kg per hari), diberikan pada sore hari (NPH) atau
sebelum tidur (NPH, glargine, detemir).1
Karena hiperglikemia puasa dan peningkatan produksi glukosa hepar adalah
tanda mencolok pada DM tipe 2, insulin malam hari lebih efektif menurut penelitian
dibandingkan dengan dosis tunggal insulin pagi.1
Beberapa ahli lebih menyukai dosis awal yang tetap dan dosis rendah dari
insulin kerja panjang (5-15 unit) atau berdasarkan berat badan (0.2 unit/kg).Dosis
insulin selanjutnya disesuaikan terus – menerus sebanyak 10% sesuai dengan hasil
pemeriksaan gula darah perifer mandiri.1
Insulin kerja panjang pagi dan sebelum tidur dapat digunakan dalam
kombinasi dengan OHO. Pada awalnya, insulin basal mungkin sudah cukup, namun
seringkali insulin prandial dengan injeksi multiple diperlukan seiring dengan
perjalanan penyakit diabetes.1
2.6. Komplikasi
Komplikasi terkait diabetes biasanya tidak muncul hingga decade kedua dari
hiperglikemia. Karena DM tipe 2 seringkali memiliki periode hiperglikemia
asimptomatik yang panjang sebelum diagnosis, banyak individu dengan DM tipe 2
sudah memiliki komplikasi pada saat diagnosis ditegakkan.1
Komplikasi terkait diabetes dapat dibagi menjadi vaskular dan non-
vaskular.Komplikasi vaskular dari DM dibagi lagi lebih jauh menjadi mikrovaskular
(retinopathy, neuropathy, nephropathy) dan komplikasi makrovaskular (penyakit
jantung coroner, penyakit arteri perifer dan gangguan cerebrovascular).1

Gambar 14. Komplikasi terkait DM.1

Hipotesis yang banyak dianut adalah hiperglikemia menyebabkan


terjadinya perubahan epigenetic yang mempengaruhi ekspresi gen pada sel yang
terpengaruh.1
4 teori, yang tidak saling mendukung, mengenai bagaimana hiperglikemia
dapat menyebabkan komplikasi kronis dari DM antara lain melalui beberapa jalur
berikut:1
(1) Peningkatan glukosa intraselular menyebabkan formasi produk akhir
glikosilasi lanjut, yang berikatan dengan reseptor permukaan sel, melalui
glikosilasi non enzimatik protein intra atau ekstraselular, menyebabkan reaksi
silang protein, mempercepat terjadinya atherosclerosis, disfungsi glomerular,
disfungsi endoterl dan mengganggu komposisi matriks ekstraselular.

(2) Hiperglikemia meningkatkan metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol


berkaitan dengan enzim aldose reduktase. Akan tetapi, percobaan teori ini
pada manusia, menggunakan penghambat aldose reductase, tidak
menunjukkan efek yang bermanfaat.

(3) Hiperglikemia meningkatkan formasi diacylglycerol, menyebabkan aktivasi


protein kinase C, yang selanjutnya merubah transkripsi gen dari fibronectin,
kolagen tipe IV, protein kontraktil dan protein matriks ekstraselular pada sel
endotel dan neuron.

(4) Hiperglikemia meningkatkan pergerakan jalur hexosamine, yang


menghasilkan fruktosa-6-fosfat, substrat pada glikosilasi dan produksi
proteoglikan, menyebabkan gangguan fungsi glikosilasi protein seperti
sintesis NO atau dengan perubahan ekspresi gen dari TGF- β atau
plasminogen activator inhibitor-1

Neuropathy DM terjadi pada ~50% individu dengan DM tipe 1 dan 2 yang


lama.Kelainan ini dapat bermanifestasi sebagai polyneuropathy, mononeuropathy,
dan atau neuropathy autonom.1
Perkembangan neuropathy berkorelasi dengan durasi diabetes dan kontrol
glikemik.Faktor resiko tambahan adalah BMI (semakin besar BMI, semakin tinggi
resiko neuropathy) dan merokok.1
Serat saraf bermyelin dan non-myelin keduanya terpengaruh. Karena
kareakteristik dari neuropathy DM mirip dengan neuropathy lain, diagnosis dari
neuropathy DM hanya dibuat setelah etiologi lain yang mungkin telah dieksklusi.1
Bentuk yang paling sering dari neuropathy DM adalah polyneuropathy
distal simetris. Paling sering muncul dalam bentuk hilangnya sensorik distal dan
nyeri. Hyperestesia, paresthesia, dan dysesthesia juga dapat muncul.Gejala juga dapat
mencakup sensasi baal, rasa tersetrum, rasa tajam, atau rasa terbakar yang dimulai
dari kaki dan menyebar secara proksimal.Nyeri neuropatik dapat muncul pada
individu ini, terkadang didahului oleh perbaikan kontrol glikemik.1
Seiring dengan neuropathy DM berkembang, nyeri akan berkurang dan
menghilang dengan sendirinya, namun defisit sensorik pada ekstrimitas bawah akan
bertahan. Pemeriksaan fisik memperlihatkan hilangnya sensorik, hilangnya refleks
ankle deep-tendon, dan sensasi posisi abnormal.1
Individu dengan DM tipe 1 dan 2 yang sudah lama dapat mengalami gejala
disfungsi autonom seperti gangguna kolinergik, noradrenergic dan peptidergik.1
Neuropathy autonom terkait dengan DM dapat mencakup beberapa sistem,
seperti kardiovaskular, gastrointestinal, genitourinary, dan sistem
metabolik.Neuropathy autonom yang mempengaruhi sistem kardiovaskular dapat
menyebabkan takikardia istirahat dan hipotensi ortostatik.1
Hiperhidrosis pada ekstrimitas atas dan anhidrosis pada ekstrimitas bawah
merupakan hasil dari disfungsi sistem saraf simpatik.Anhidrosis pada kaki dapat
menyebabkan kulit kering dengan pecah – pecah, yang meningkatkan resiko dari
ulkus kaki.1,5
Ulkus pada kaki dan infeksi merupakan sumber morbiditas pada individu
dengan DM. Alasan dari meningkatnya kejadian ini pada DM adalah interaksi
beberapa faktor patogenik: neuropathy, biomekanik kaki abnormal, PAD dan
penyembuhan luka yang jelek. 1,5
Neuropathy sensorik perifer mengganggu mekanisme proteksi normal dan
menyebabkan pasien mengalami trauma berulang pada kaki, seringkali tanpa rasa
sadar terhadap luka tersebut.1,5
Gangguan propioseptif menyebabkan gangguan tumpuan berat bada pada
kaki sewaktu berjalan dan menyebabkan terbentuknya kalus atau ulserasi.1
Neuropathy motorik dan sensorik menyebabkan kelainan pada mekanis
otot kaki dan perubahan struktural dari kaki (hammer toe, claw toe deformity,
prominent metatarsal heads, Charcot joint).1
Neuropathy autonom menyebabkan anhidrosis dan perubahan dari aliran
darah superfisial di daerah kaki, yang menyebabkan kulit kering dan terbentuknya
fisur. PAD dan gangguan penyembuhan luka selanjutnya menghambat resolusi luka
kecil, yang selanjutnya berkembang menjadi besar dan terinfeksi.1,5

Edukasi terhadap pasien harus meliputi1,5


1. Pemilihan hati – hati dari alas kaki
2. Pemeriksaan setiap hari terhadap kaki untuk mendeteksi adanya alas kaki yang
tidak cocok atau adanya trauma minor
3. Menjaga kebersihan kaki setiap hari untuk menjaga kulit kaki tetap bersih dan
lembab
4. Menghindari tindakan mengobati sendiri luka pada kaku dan menghindari
tindakan resiko tinggi (berjalan tanpa alas kaki)
5. Konsultasi segera terhadap tenaga kesehatan bila muncul abnormalitas

Ulkus dapat secara primer meruparakan ulkus neuropatik (tidak ada infeksi
yang menemani) atau juga dapat disertai dengan selulitis atau osteomyelitis.Selulitis
tanpa ulserasi juga sering terjadi dan harus diobati dengan antibiotik yang
menyediakan spektrum luas, termasuk anaerob.1
Infeksi yang mengelilingi ulkus DM seringkali bersumber dari organisme
multipel, dengan coccus gram positif (staphylococci termasuk MRSA, grup A dan B
streptococcus) adalah yang paling sering dan dengan basil gram negatif aerob dan
atau anaerob obligat sebagai co-patogen.1,5
Kultur yang diambil dari permukaan ulkus tidak banyak berguna; kultur
yang diambil dari dasar ulkus yang sudah didebridemen atau dari drainase purulen
atau aspirasi luka merupakan yang paling berguna untuk kultur.1
Antibiotik IV harus menyediakan spektrum luas yang ditujukan untuk
staphylococcus aureus, termasuk MRSA, streptococcus, aerob gram negatif, dan
bakteri anaerob.Regimen antimikroba awal adalah vancomycin ditambah dengan β-
lactam/β-lactamase inhibitor atau carbapenem atau vancomycin ditambah dengan
kombinasi dari quinolone ditambah metronidazole.Daptomycin, ceftaroline, atau
linezolid dapat digunakan sebagai pengganti vancomycin.1,5
Individu dengan DM memiliki frekuensi yang lebih tinggi dan keparahan
yang lebih tinggi terhadap infeksi.Alasan dari hal ini adalah abnormalitas dari
imunitas yang dimediasi oleh sel dan gangguan dari fungsi fagosit yang diasosiasikan
dengan hiperglikemia, begitu pula dengan hilangnya vaskularisasi.Hiperglikemia
meningkatkan kolonisasi dan perkembangan berbagai macam organisme (candida dan
berbagai spesies jamur lain).1
Pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi kulit dan jaringan lunak
semuanya sering terjadi pada populasi pasien DM. Kerentanan terhadap furunkulosis,
infeksi candida superfisial, dan vulvovaginitis meningkat. Kontrol glikemik yang
buruk merupakan denominator yang sering muncul pada individu dengan infeksi
ini.Individu dengan DM memiliki peningkatan kolonisasi S. aureus pada lipatan kulit
dan nares.Pasien DM juga memiliki resiko yang lebih tinggi dalam mengalami luka
infeksi post operasi.1
Manifestasi kulit yang paling sering pada DM adalah xerosis dan pruritus
dan biasanya dapat membaik dengan menggunakan pelembab kulit.Penyembuhan
luka yang terlambat dan ulkus kulit juga merupakan komplikasi yang sering terjadi.1
Adanya gas pada jaringan lunak menandakan adanya infeksi pada jaringan
yang dalam dan perlunya debridement jaringan segera.Pada infeksi dengan hanya
selulitis dan tidak ada keterlibatan jaringan lunak, pasien hanya diterapi dengan
antibiotik secara IV.Bila selulitis tidak membaik dalam beberapa hari, mungkin
antibiotik yang diberikan tidak cukup atau ada keterlibatan jaringan yang dalam. Pada
pasien dengan infeksi jaringan yang dalam, diperlukan terapi debridement, yang
dilanjutkan dengan terapi luka yang agresif dengan mengganti pembalut luka terus
menerus, dan pemberian antibiotik spektrum luas terus menerus hingga hasil kultur
dan sensitivitas intraoperatif selesai dilakukan, yang kemudian dilanjutkan ke
antibiotik sesuai hasil kultur.5
Daftar Pustaka

1. Powers AC. Diabetes mellitus: Diagnosis, Classification, and Pathophysiology . In:


Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J, editors.
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 19th ed. U.S.A. : McGraw-Hill
Companies, Inc., 2015; p.2399-2435
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.Jakarta, PB Perkeni; 2015
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien
Diabetes Melitus.Jakarta, PB Perkeni; 2015
4. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes – 2015.
Diabetes Care. 2015;38 (suppl 1): S1-S93
5. Barie PS. Surgical Infection and Antibiotic Use. In: Townsend CM, Beauchamp
RD, Evers BM, Mattox KL, editors. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological
Basis of Modern Surgical Practice, 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, Inc.,
2012

Anda mungkin juga menyukai