Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TEKNOLOGI MIXING FLUIDA

SIMULASI CFD TOP ENTERING MIXER


DENGAN IMPELLER JENIS PITCH BLADE EMPAT BLADE
MENGGUNAKAN MODEL TURBULENSI K-EPSILON

Disusun Oleh :

Irfan Hanif (02211646000002)

Wahyuningsih Indah K (02211646000003)

Ahmad Fayruz Abadi (02211540000124)

M Adya Saputra (02211540000142)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2018
SIMULASI CFD TOP ENTERING MIXER DENGAN IMPELLER JENIS PITCH
BLADE EMPAT BLADE MENGGUNAKAN MODEL TURBULENSI K-EPSILON

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil simulasi CFD top entering
mixer dengan impeller pitch blade 4 blade dengan model turbulensi K-Epsilon standar,
RNG dan realizable dilihat dari velocity vector, velocity contour, pressure contour dan
eddy viscosity contour. Penelitian ini dilakukan pada top entering mixer (tangki
berpengaduk atas). Pengaduk yang digunakan adalah pitch blade dengan empat blade.
Simulasi dilakukan menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) FLUENT 19.0
dengan permodelan turbulensi K-Epsilon. Aliran yang dihasilkan impeller jenis pitch blade
berupa aliran aksial dilihat dari pola vektor kecepatan yang terbentuk. Kecepatan terbesar
berada pada daerah sekitar impeller (zona bergerak) dan pada daerah shaft kecepatan
sebesar 0 m/s. Dilihat dari velocity vector, velocity contour, pressure contour dan eddy
viscosity contour model K-Epsilon realizable menunjukkan hasil yang paling berbeda.

Kata kunci: CFD, Top Entering Mixer, Pitch Blade, K-Epsilon


BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pengadukan bertujuan untuk mempercepat proses pencampuran fluida karena dapat
meningkatkan terjadinya perpindahan massa dan energi yang berupa panas, baik yang
disertai reaksi kimia maupun tidak. Top entering mixer (tangki berpengaduk atas) sering
tidak praktis karena kebutuhan struktur bantu besar dan biaya modal awal yang lebih
tinggi. Pembuatan desain pada skala industri lebih sulit dan lebih mahal jika dilakukan
dengan metode yang sama. Sehingga diperlukan simulasi desain tangki berpengaduk.
Dalam melakukan simulasi, diperlukan model yang valid melalui proses validasi dengan
data eksperimen.
Simulasi dapat dilakukan dengan metode Computational Fluid Dynamic (CFD).
Metode tersebut merupakan analisis sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan
panas, dan fenomena yang terkait lainnya seperti reaksi kimia dengan menggunakan
simulasi komputer. Penggunaan CFD lebih fleksibel dan mudah untuk memodifikasi
konfigurasi dan dimensi tangki, orientasi, dan kecepatan impeller serta properti fluida.
K-Epsilon merupakan salah satu jenis permodelan turbulensi yang sering digunakan.
Model ini tidak akan menunjukan kinerja yang baik apabila nilai gradasi yang digunakan
tekanan terlalu besar. Model ini menambahkan dua buah persamaan transport untuk
memodelkan suatu turbulensi, variabel pertama adalah energi kinetik turbulen (k) dan
variabel kedua adalah disipasi turbulensi (ε). Nilai k menunjukan jumlah energi dalam
turbulensi sedangkan nilai ε menunjukan ukuran dari turbulensi.
Terdapat setidaknya tiga buah jenis model K-Epsilon yang berbeda, yaitu Model
Standard K-Epsilon, Realizable K-Epsilon, dan RNG K-Epsilon. Pada simulasi CFD
tangki berpengaduk atas dengan impeller pitch blade ini digunakan ketiga jenis K-Epsilon
untuk melihat perbedaan hasil simulasi yang didapat.

I.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan hasil simulasi CFD top entering mixer
dengan impeller pitch blade 4 blade dengan model turbulensi k-epsilon standar, RNG dan
realizable dilihat dari velocity vector, velocity contour, pressure contour dan eddy viscosity
contour.
I.3. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai analisa perilaku
fluida di dalam top entering mixer (tangki berpengaduk atas) dengan menggunakan
simulasi CFD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Jenis Aliran


II.1.1 Axial Flow
Axial mixing merupakan pencampuran material yang melewati sebuah titik pada
waktu yang berbeda-beda, dan akhirnya mengarah ke backmixing. Impeller aliran aksial
memiliki pola aliran naik dan turun. Pola aliran yang dihasilkan oleh impeller aliran aksial
menghasilkan gerakan atas ke bawah yang sangat baik ketika pengaduk dipasang di
tengah, dan dipasang baffle (lihat Gambar 1B). Jika baffle dihilangkan, cairan dalam vessel
akan berputar dan membuat pusaran atau vortex (Gambar 1A), menghasilkan campuran
yang agak buruk (Peters, Sara : 2015).

Gambar II.1 Pola Aliran Axial

II.1.2 Aliran Radial


Radial mixing terjadi antara elemen fluida melewati satu titik pada waktu yang
bersamaan, contohnya fluida yang dicampurkan pada pipeline. Pola ini menyebabkan
aliran liquid menjadi berputar baik di semua level ketinggian liquid. Impeller aliran radial
menghasilkan pola aliran sisi ke sisi. Seperti impeller aliran aksial, menambahkan baffle
mengurangi swirl dan vortexing dalam bejana (Gambar 2B), sehingga meningkatkan
tingkat agitasi di dalamnya (Peters, Sara : 2015).
Gambar II.2 Pola Aliran Radial

II.2 Jenis Impeller


II.2.1 Axial Flow Impeller
Axial flow impeller memiliki flow aliran lebih tinggi dari radial flow impeller,
memiliki kemiringan sudut pada bladesnya, dan memiliki pitch ratio yang menandakan
seberapa jauh jarak aliran yang dihasilkan dalam satu rotasi impeller (James : 2010).
Berikut merupakan impeller yang digunakan untuk aliran axial :
a) Propeller: Propeller biasanya digunakan dalam mixer yang kecil dan portabel.
Jenis impeller ini cenderung berat dan cukup mahal dalam ukuran yang lebih besar.
b) Pitched Blade: Pitched blade digunakan ketika keseimbangan aliran dan geser
diperlukan. Hal ini terutama berguna dalam aplikasi di mana 2 atau lebih cairan
dicampur, dan sangat cocok untuk situasi dengan clearance bawah rendah atau
rendemen cairan rendah.
c) Hydrofoil: Hydrofoil menawarkan desain aliran tinggi terbaik. Ia dikenal karena
turbulensinya yang rendah, dan sangat baik untuk aplikasi yang sensitif terhadap
geser.

Gambar A Gambar B Gambar C

Gambar II.3 Axial Flow Impeller (a. Propeller, b. Pitched Blade, c. Hydrofoil)
II.2.1.1 Pitch Blade Turbine
Merupakan turbine dengan blade cenderung 45 derajat. Dengan konstruksi 2 hingga
8 blade, namun biasanya digunakan 3 dan 4 blade. Digunakan untuk membuat aliran axial
dan efektif untuk pertukaran panas dengan dinding pembuluh atau kumparan internal.
Impeler ini dapat digunakan baik dalam mode memompa ke bawah atau ke atas.
Mempunyai aliran geser sedang dan viskositas pencampuran hingga 10000 cps. Intensitas
pencampuran tinggi. Impeller ini biasanya diaplikasikan untuk heat transfer, blending dan
solid suspension.

II.2.2 Radial Flow Impeller


Jenis impeller ini biasanya tersedia dalam 4 atau 6 desain blade. Impeller ini dikenal
untuk menyediakan lebih banyak shear dan lebih sedikit aliran per unit horsepower yang
diaplikasikan daripada desain aliran aksial. Mereka sensitif terhadap viskositas, yang
membuat mereka impeller yang sangat baik dalam aplikasi dispersi seperti pasta pigmen
atau senyawa caulking.

Gambar II.4 Radial Flow Impeller

II.3 Jenis Tangki Berpengaduk


Terdapat dua jenis tangki berpengaduk berdasarkan posisi pengaduknya, yaitu top
entering mixer (tangki berpengaduk atas) dan side entering mixer (tangki berpengaduk
samping). Tangki berpengaduk samping telah berhasil digunakan selama bertahun-tahun
dalam banyak aplikasi pencampuran viskositas rendah. Beberapa aplikasi termasuk
penyimpanan minyak mentah, bensin, aspal dan berbagai tugas di bidang produksi etanol
dan bidang pertanian lainnya. Sebagian besar aplikasi ini memanfaatkan tangki sangat
besar (lebih dari 20 sampai 30 meter dengan diameter). Tangki berpengaduk atas sering
tidak praktis karena kebutuhan struktur bantu besar dan biaya modal awal yang lebih
tinggi. Ukuran impeller yang digunakan tangki berpengaduk samping lebih kecil dibanding
tangki berpengaduk atas relatif terhadap ukurang tangki dengan memperhatikan jarak
impeller dari bagian atas dan dasar tangki, jarak dari dinding tangki serta sudut
pemasangan impeller.
Tangki berpengaduk samping membutuhkan daya lebih besar dibanding tangki
berpengaduk atas, tetapi dapat menghasilkan homogenitas dengan lebih sedikit biaya
modal selama waktu pencampuran dapat diterima (jam atau hari). Secara umum ketika
membandingkan pilihan tangki berpengaduk atas dengan tangki berpengaduk samping
dalam aplikasi pencampuran, tangki berpengaduk samping akan memerlukan sekitar dua
sampai empat kali daya dari tangki berpengaduk atas untuk menghasilkan hasil proses
yang serupa (Kehn, Richard Oliver : 2010).

II.4 Aliran Turbulen


Aliran ini biasanya terjadi pada kecepatan air yang tinggi dengan kekentalan yang
relatif tinggi serta memiliki dimensi linear yang tinggi, sehingga mempunyai pola aliran
yang tidak teratur dan memiliki NRe > 4000.
Bilangan Reynolds adalah bilangan tidak berdimensi yang menentukan apakah suatu
aliran termasuk dalam kategori aliran laminar, turbulen atau transisi. Bilangan ini
didefiniskan dari rasio gaya dinamik dari masa yang mengalir terhadap shear stress yang
diakibatkan oleh viskositas dengan persamaan :
𝐷𝑣𝜌
𝑅=
𝜇
Dimana R = bilangan Reynolds, D = diameter pipa bagian dalam, ρ = denstas cairan,
v = kecepatan aliran, dan μ = viskositas cairan (Geankoplis : 1997).

II.5 Turbulence Model


Turbulence model adalah prosedur komputasi untuk memecahkan dan menganalisis
aliran fluida yang memperkenalkan beberapa perkiraan dalam mengatur persamaan
diferensial sehingga diperlukan solusi yang diperoleh kira-kira memakan memori
komputasi yang layak dan juga waktu. Turbulence model didasarkan pada asumsi bahwa
medan aliran nyata dapat digantikan oleh bidang imajiner fungsi kontinu yang ditentukan
secara matematis. Tujuan dari permodelan turbulensi adalah untuk mengembangkan satu
set hubungan konstitutif, berlaku untuk setiap masalah aliran turbulen umum yang
menghasilkan prediksi yang cukup andal dan menawarkan tingkat universalitas yang cukup
untuk membenarkan penggunaannya dalam hal usaha dan akurasi komputasi (Soe, Khaing
: 2017).
Untuk prediksi aliran turbulen, pendekatan yang tersedia dari permodelan adalah
Direct Numerical Simulation (DNS), Large Eddy Simulation (LES), dan Reynolds
Averaged Navier Stokes solution (RANS). Pendekatan paling umum di CWE adalah
RANS. Persamaan model RANS menghitung persamaan transport hanya untuk rata-rata
jumlah aliran udara, yang semua skala turbulensi disimulasikan.
Pada awal 1950an, empat kategori utama turbulence model telah dikembangkan :
1. Algebraic (Zero-Equation) Models
2. One-Equation Models
3. Two-Equation Models
4. Second-Order Closure Models
Dengan berkembangnya kemampuan komputer yang dimulai pada tahun 1960an,
pengembangan lebih lanjut dari keempat model turbulensi ini terjadi, dimana model dua
persamaan menjadi model paling popular untuk berbagai macam analisis dan penelitian
teknik. Model ini menyediakan persamaan perpindahan independen untuk kedua skala
panjang turbulensi, beberapa parameter setara, dan energi kinetic turbulen (Soe, Khaing :
2017).

II.6 K-Epsilon
K-Epsilon merupakan salah satu jenis permodelan turbulensi yang sering digunakan.
K-Epsilon termasuk model dua persamaan. Model ini tidak akan menunjukan kinerja yang
baik apabila nilai gradasi yang digunakan tekanan terlalu besar. Model ini menambahkan
dua buah persamaan transport untuk memodelkan suatu turbulensi, variabel pertama adalah
energi kinetik turbulen (k) dan variabel kedua adalah disipasi turbulensi (ε). Nilai k
menunjukan jumlah energi dalam turbulensi sedangkan nilai ε menunjukan ukuran dari
turbulensi (Soe, Khaing : 2017).
Untuk mengeliminasi kebutuhan dalam menentukan skala panjang turbulen , selain
persamaan -k, persamaan transportasi untuk satu lagi kuantitas turbulensi dapat digunakan.
Jenis model ini disebut model dua-persamaan dan model standar k − epsilon. Dalam model
ini, persamaan transportasi diselesaikan untuk epsilon (). Persamaan yang tepat untuk 
dapat diturunkan dengan cara yang sama seperti persamaan-k, tetapi ini bukan titik awal
yang berguna untuk persamaan model. Karena  paling baik dilihat sebagai laju aliran
energi yang bturbulen di awal kaskade energi, yaitu transfer energi dari pusaran terbesar
dalam aliran. Sebaliknya, persamaan tepat untuk  milik proses dalam rentang disipatif, di
ujung kaskade. Jadi model standar persamaan untuk  paling baik dilihat sebagai
sepenuhnya empiris (Furbo, Eric : 2010).
Suatu persamaan model untuk ε diperoleh dengan mengalikan persamaan k dengan (ε
/ k) dan memasukkan konstanta model. Persamaan model (disederhanakan) berikut untuk ε
yang umum digunakan.
𝜕(𝜌𝜀) 𝜇𝑡 𝜀 𝜀2
+ 𝑑𝑖𝑣(𝜌𝜀𝑈) = 𝑑𝑖𝑣 [ 𝑔𝑟𝑎𝑑𝜀] + 𝐶1𝜀 2𝜇𝑡 𝐸𝑖𝑗 . 𝐸𝑖𝑗 − 𝐶2𝜀 𝜌
𝜕𝑡 𝜎𝜀 𝑘 𝑘
Angka Prandtl (σε) menghubungkan difusivitas ε ke viskositas eddy. Biasanya nilai 1,30
digunakan. Nilai yang digunakan untuk model konstan C1ε dan C2ε mulai dari 1,44 dan
1,92.
Keuntungan dari model k-epsilon yaitu relatif sederhana untuk diterapkan, menuntun
ke perhitungan stabil yang relatif mudah konvergen, dan prediksi yang masuk akal untuk
banyak aliran. Sedangkan untuk kekurangan dari model k-epsilon yaitu prediksi buruk
untuk swirling dan rotating flow, aliran dengan pemisahan yang kuat, jet axisymmetric,
aliran tanpa batas tertentu, dan aliran yang sepenuhnya berkembang di saluran tidak
sirkuler. Selain itu k-epsilon hanya berlaku untuk aliran turbulen sepenuhnya dan
persamaan ε yang sederhana (Bakker, Andre : 2002).
Terdapat setidaknya tiga buah jenis model K-Epsilon yang berbeda, yaitu Model
Standard K-Epsilon, Realizable K-Epsilon, dan RNG K-Epsilon.

II.6.1 Standard K-Epsilon


Model turbulensi dua persamaan memungkinkan penentuan keduanya, skala
panjang dan waktu turbulen dengan menyelesaikan dua persamaan perpindahan berbeda.
Model k - ε standar dalam ANSYS FLUENT termasuk dalam kelas model ini dan telah
menjadi dasar teknis perhitungan aliran disaat itu sejak diusulkan oleh Launder dan
Spalding.
Diusulkan pada tahun 1974 oleh Launder and Sharma [16], ini adalah salah satu
model turbulensi yang paling umum dan tertua yang digunakan. Ini adalah model semi-
empiris dengan energi kinetik turbulen (k) dan laju disipasi (ε) berdasarkan persamaan
transportasi model. Telah diamati bahwa model Standar k-ε berkinerja buruk jika terjadi
gradien tekanan yang merugikan. Karena penelitian lebih lanjut memberikan bukti
konklusif tentang kekuatan dan kelemahan model k-ε standar; modifikasi dibuat untuk
meningkatkan kinerjanya. Modifikasi semacam itu telah menyebabkan terciptanya
beberapa variasi, di mana dua model adalah model k-ε RNG dan model k-ε realizable.
Energi kinetik turbulensi, k, dan laju disipasinya, ε, diperoleh dari persamaan
transportasi berikut:

Dalam persamaan ini, Gk mewakili generasi energi kinetik turbulensi karena gradien
kecepatan rata-rata, dihitung sebagai dijelaskan dalam modeling turbulent production
dalam model k- ε. Gb adalah generasi energi kinetik turbulensi karena daya apung,
dihitung seperti yang dijelaskan dalam pengaruh daya apung pada turbulensi dalam model
k- ε. YM mewakili kontribusi dari fluktuasi dilatasi dalam turbulensi kompresibel ke
tingkat disipasi keseluruhan, dihitung seperti yang dijelaskan dalam efek kompresibilitas
turbulensi dalam Model k- ε. C1ε, C2ε, dan C3ε adalah konstanta. σk dan σε adalah nomor
Prandtl turbulen untuk k dan ε, masing-masing. Sk dan Sε adalah istilah sumber yang
ditetapkan pengguna.Viskositas turbulen (atau eddy), μt, dihitung dengan menggabungkan
k dan ε sebagai berikut :

Dimana, Cµ adalah konstanta. Konstanta model C1ε, C2ε, Cµ, σk dan σε memiliki nilai-
nilai standar berikut: C1ε = 1,44, C2ε = 1,92, Cµ = 0,09, σk = 1,0 dan σε = 1,3 (Soe, Khaing
: 2017).

II.6.2 Realizable K-Epsilon


Model k-ε realizable telah dimodifikasi untuk memprediksi secara akurat tingkat
penyebaran planar dan round jet. T.-H. Shih et al. menegaskan bahwa efek rotasi pada
kedua energi kinetik turbulen (k) dan tingkat disipasi eddy (ε) telah dituliskan dengan baik
dalam model k-ε realizable. Hal ini diklaim menjadi alasan untuk hasil lebih baik dari
model k-ε realizable bila dibandingkan dengan model k-ε standar. Kondisi realizability
menyiratkan turbulen shear stress menebus ketidaksetaraan Schwarz dan nilai-nilai non-
negatif untuk normal stress. Juga, model k-ε realizable menggunakan variabel untuk
koefisien model Cµ daripada menggunakan konstanta seperti model k-ε standar
(Gopalakrishnan, Raj Narayan : 2017).
Model k- ε realizable berbeda dari model k-ε standar dalam dua hal:
a) Model k-ε realizable mengandung formulasi alternatif untuk viskositas turbulen.
b) Sebuah persamaan perpindahan yang dimodifikasi untuk tingkat disipasi, ε, telah
diturunkan dari persamaan transport of the mean-square vorticity fluctuation.
Istilah "realizable" berarti bahwa model tersebut memenuhi batasan matematika
tertentu pada Reynolds menekankan, konsisten dengan fisika arus turbulen. Baik model k-ε
maupun model RNG k-ε tidak dapat direalisasikan. Model k-ε yang direalisasikan
diusulkan oleh Shih et al dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan model k-ε tradisional
dengan acuan berikut:
a) Rumus eddy-viskositas baru yang melibatkan variabel yang awalnya diusulkan oleh
Reynolds.
b) Sebuah persamaan model baru untuk disipasi (ε) berdasarkan pada persamaan dinamis
fluktuasi vortisitas kuadrat-persegi.
Persamaan transport yang dimodelkan untuk k dan ε dalam model k-ε yang
direalisasikan adalah :

Dalam persamaan ini, Gk mewakili generasi energi kinetik turbulensi karena gradien
kecepatan rata-rata, dihitung sebagai dijelaskan dalam Modeling Turbulent Production
dalam Model k-ε. Gb adalah generasi energi kinetik turbulensi karena daya apung, dihitung
seperti yang dijelaskan dalam Pengaruh Daya Apung pada Turbulensi dalam Model k- ε.
YM mewakili kontribusi dari fluktuasi dilatasi dalam turbulensi kompresibel ke tingkat
disipasi keseluruhan, dihitung seperti yang dijelaskan dalam Efek Kompresibilitas
Turbulensi dalam Model k-ε. C2 dan C2ε adalah konstanta. σk dan σε adalah angka Prandtl
turbulen untuk k dan ε, masing-masing. Sk dan Sε adalah istilah sumber yang ditetapkan
pengguna. Seperti pada model k-e lainnya, viskositas eddy dihitung dari :

Perbedaan antara model k-ε realizable dengan model standar dan RNG k-ε adalah
bahwa Cμ tidak lagi konstan. Ini dihitung dari :
Dimana; ij  adalah rata-rata tingkat-rotasi tensor dilihat dalam bingkai referensi
bergerak dengan kecepatan sudut ωk. Model konstanta A0 dan As diberikan oleh :

Dapat dilihat bahwa Cμ adalah fungsi dari rata-rata regangan dan tingkat rotasi,
kecepatan sudut rotasi sistem, dan bidang turbulensi (k dan ε) .Cμ dalam dapat ditunjukkan
untuk memulihkan nilai standar 0,09 untuk sublapisan inersia dalam lapisan batas
ekuilibrium. Model konstanta C2, σk dan σε telah ditetapkan untuk memastikan bahwa
model berjalan dengan baik untuk aliran kanonik tertentu. Model konstanta adalah C1ε =
1,44, C2 = 1,9, σk = 1,0 dan σε = 1,2 (Soe, Khaing : 2017).

II.6.3 RNG K-Epsilon


Model RNG k – ε diturunkan menggunakan teknik statistik yang disebut teori grup
renormalization. Bentuknya mirip dengan standar k-ε model, tetapi mencakup
penyempurnaan berikut:
a) Model RNG memiliki istilah tambahan dalam persamaan ε yang meningkatkan akurasi
untuk aliran tegang cepat.
b) Pengaruh putaran pada turbulensi termasuk dalam model RNG, meningkatkan akurasi
untuk aliran berputar.
c) Teori RNG memberikan rumus analitis untuk nomor Prandtl yang bergolak, sedangkan
model standar k-ε menggunakan pengguna yang ditentukan, nilai konstan.
Model k-ε RNG dikembangkan menggunakan metode Re-Normalisasi Group (RNG)
oleh Yakhot et al untuk menormalkan kembali persamaan Navier-Stokes, untuk
memperhitungkan efek gerak skala kecil. Dalam model -epsilon standar, eddy viskositas
ditentukan dari skala panjang turbulensi tunggal, sehingga difusi turbulen terhitung adalah
yang hanya terjadi pada skala tertentu, sedangkan pada kenyataannya semua skala gerak
akan berkontribusi pada difusi turbulen. Pendekatan RNG, yang merupakan teknik
matematika yang dapat digunakan untuk menurunkan model turbulensi yang mirip dengan
k-epsilon, menghasilkan bentuk modifikasi dari persamaan epsilon yang mencoba
menjelaskan berbagai skala gerak melalui perubahan pada bentuk produksi (Yakhot, V. :
1992).
Meskipun teknik untuk menurunkan persamaan RNG cukup revolusioner pada saat
itu, penggunaannya lebih rendah. Beberapa pekerja mengklaim itu menawarkan
peningkatan akurasi dalam memutar arus, meskipun ada hasil yang beragam dalam hal ini:
Ini telah menunjukkan hasil yang lebih baik untuk pemodelan rongga berputar, tetapi tidak
menunjukkan perbaikan atas model standar untuk memprediksi evolusi vortex (kedua
contoh dari pengalaman individu) . Ini disukai untuk simulasi udara dalam ruangan.
Model RNG k-ε memiliki bentuk yang mirip dengan model k-ε standar :

Dalam persamaan ini, Gk mewakili generasi energi kinetik turbulensi karena gradien
kecepatan rata-rata, dihitung sebagai dijelaskan dalam Modeling Turbulent Production
dalam Model k-ε. Gb adalah generasi energi kinetik turbulensi karena daya apung, dihitung
seperti yang dijelaskan dalam Pengaruh Daya Apung pada Turbulensi dalam Model k- ε.
YM mewakili kontribusi dari fluktuasi dilatasi dalam turbulensi kompresibel ke tingkat
disipasi keseluruhan, dihitung seperti yang dijelaskan dalam Efek Kompresibilitas
Turbulensi dalam Model k-ε. C1ε, C2ε, dan C3ε adalah konstanta. Kuantitas αk dan αε
adalah nomor Prandtl turbulen untuk k dan ε, masing-masing. Sk dan Sε adalah istilah
sumber yang ditetapkan pengguna. Prosedur eliminasi skala dalam teori RNG
menghasilkan persamaan diferensial untuk viskositas turbulen:
Persamaan diatas terintegrasi untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang
bagaimana perpindahan turbulen yang efektif bervariasi dengan efektif Reynolds number
(atau skala eddy), memungkinkan model untuk menangani Reynolds number rendah dan
aliran dinding yang lebih rendah dengan lebih baik. Dalam batas jumlah Reynolds tinggi,
Persamaan menjadi :

Dengan Cμ = 0,0845, berasal menggunakan teori RNG. Sangat menarik untuk dicatat
bahwa nilai Cμ ini sangat dekat dengan yang ditentukan secara empiris nilai 0,09
digunakan dalam standar k - ε model. Inverse effective Prandtl number , αk dan αε
dihitung menggunakan rumus berikut yang diturunkan secara analitis oleh teori RNG:

Perbedaan utama antara RNG dan model standar k-e terletak pada istilah tambahan
dalam persamaan yang diberikan oleh :

Sehingga persamaan k-ε standar dapat ditulis ulang sebagai :

Di wilayah di mana 0 , istilah R memberikan kontribusi positif, dan C*2 menjadi
lebih besar dari C2. Di lapisan logaritmik, untuk misalnya, dapat ditunjukkan bahwa η ≈
3.0, memberikan C*2  2.0, yang mendekati nilai C2 dalam model standar k-ε. Akibatnya,
untuk aliran yang lemah sampai sedang, model RNG cenderung memberikan hasil yang
sebanding dengan standar model k -ε. Di daerah dengan tingkat regangan besar (0 ),
bagaimanapun, istilah R membuat kontribusi negatif, membuat nilai C*2 kurang dari C2
dibandingkan dengan model k-ε standar, penghancuran ε augments ε lebih kecil,
mengurangi k dan, akhirnya, viskositas efektif. Akibatnya, dalam aliran tegang cepat,
model RNG menghasilkan viskositas turbulen yang lebih rendah daripada model k-ε
standar. Konstanta model C*2 dan C2 dalam memiliki nilai yang diturunkan secara analitis
oleh teori RNG. Nilai-nilai ini, digunakan secara default di ANSYS FLUENT, adalah
konstanta C1 = 1,42, C2 = 1,68 (Soe, Khaing : 2017).
BAB III
METODOLOGI

Proses pembuatan sistem dalam simulasi ini menggunakan piranti lunak


SOLIDWORKS 2017 dan ANSYS® 19.0 Academic Package. Pada sistem ini digunakan
top entering mixer menggukan impeller jenis pitch blade dengan empat blade. Bentuk
geometri dari pitch blade ditunjukkan pada Gambar III.1.

Gambar III.1 Geometri dan dimensi pitch blade impeller


Simulasi yang dilakukan melalui beberapa tahapan proses yaitu :
1. Membuat geometri pada SOLIDWORKS 2017 dan menyimpan dalam bentuk
parasolid.
2. Meng-import geometri dan membuat dua zona yang terdiri dari stationary zone dan
moving zone pada Geometry® ANSYS® 19.0.
a) Stationary zone :
1) Membuat boolean 1 dan memilih operation ”unite” dengan memilih dua body
(bagian shaft dan impeller, serta moving zone).
2) Membuat boolean 2 dan memilih operation ”substract” dengan target bodies
bagian luar dan tools bodies bagian dalam (bagian yang tadi telah di-unite).
b) Moving zone :
1) Melakukan suppress body dengan cara klik kanan bagian terluar tangki dan
memilih “suppress body”.
2) Membuat boolean dan memilih operation ”substract” dengan memilih target
bodies bagian luar (interface static) dan tools bodies merupakan bagian yang
dalam (impeller).
3. Melakukan meshing pada kedua zona.
a) Memberi nama untuk setiap bagian dengan cara klik kanan pada bagian yang akan
diberi nama dan memilih create named selection dengan ketentuan berikut :
1) Stationary zone : static zone, dinding tangki, dinding bawah, permukaan,
interface static, dan shaft.
2) Moving zone : moving zone, interface belakang, interface depan, interface
keliling, dan impeller.
b) Memilih CFD untuk physics preference pada bagian defaults.
c) Memilih skewness untuk mesh metrics pada bagian quality.
d) Memilih All Faces in Chosen Named Selection untuk use automatic inflation pada
bagian inflation. Untuk Named Selection dipilih dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Stationary zone : shaft
2) Moving zone : impeller
4. Melakukan setup dengan pengaturan sebagai berikut :
Tabel III.1. Set Up yang Digunakan pada Solving

Setup Singlephase-steady
General
Solver Pressure-based
Time Steady
Gravity (m/s2) -9,8
Models
Multiphase Off
Viscous k-epsilon, Standard/RNG/Realizable
Materials
Water-liquid 
Cell Zone Conditions
Moving zone Frame motion
Material name Water-liquid
Rotation-axis origin x=0;y=0;z=0
Rotation-axis direction x=0;y=1;z=0
Rotational velocity (rpm) -400
Tabel III.1. Set Up yang Digunakan pada Solving (Lanjutan)

Setup Singlephase-steady
Static zone -
Material name Water-liquid
Rotation-axis origin x=0;y=0;z=0
Rotation-axis direction x=0;y=0;z=1
Boundary Condition
Belakang-moving Interface
Depan-moving Interface
Keliling-moving Interface
Static-static Interface
Permukaan-static Symmetry
Impeller-moving (wall)
Wall motion Moving wall
Motion Relative to Adjacent Cell Zone - Rotational
Speed (rpm) -400
Rotation-axis origin x=0;y=0;z=0
Rotation-axis direction x=0;y=0;z=1
Shear condition No slip
Shaft-static (wall)
Wall motion Moving wall
Motion Absolute - Rotational
Speed (rpm) -400
Rotation-axis origin x=0;y=0;z=0
Rotation-axis direction x=0;y=1;z=0
Shear condition No slip
5. Melalukan run calculation hingga tercapai konvergen.
6. Melihat dan menyimpan hasil simulasi berupa contour velocity, contour eddy viscosity,
contour pressure dan vector velocity pada result.
BAB IV
HASIL DAN DISKUSI

Hasil hasil diperoleh melalui simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) dengan
menggunakan FLUENT 19.0. Simulasi dilakukan dengan metodologi yang telah dijelaskan
pada Bab III. Analisa hasil meliputi velocity vector, velocity contour, pressure contour dan
eddy viscosity contour.

IV.1 Velocity Vector

(a)

(b)
(c)

Gambar IV.1. Velocity Vector dengan Model Turbulensi k-


(a) Standard, (b) RNG, (c) Realizable

Berdasarkan Gambar IV.1 dapat dilihat bahwa velocity vector (vektor kecepatan) yang
dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan pola vektor kecepatan yang terlalu signifikan jika
dibandingkan antara K-Epsilon standart, RNG, dan Realizable. Vektor kecepatan yang
dihasilkan berupa aliran axial ditunjukkan dengan discharge stream yang turun dari bagian
impeller kemudian naik dan kembali lagi ke daerah impeller. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyebutkan bahwa pitch blade merupakan salah satu axial flow impeller (James :
2010). Kecepatan terbesar terdapat pada daerah di dekat impeller dan di daerah shaft
memiliki aliran yang lebih kecil (0 m/s).

IV.2 Velocity Contour

(a)
(b)

(c)
Gambar IV.2. Velocity Contour dengan Model Turbulensi k-
(a) Standard, (b) RNG, (c) Realizable

Berdasarkan Gambar IV.2 dapat dilihat bahwa velocity contour yang dihasilkan pada
K-Epsilon realizable lebih terpusat pada impeller dengan kecepatan lebih besar dibanding
K-Epsilon standar dan RNG. Kecepatan terbesar berada pada daerah dekat impeller (zona
bergerak). Kecepatan semakin kecil mencapai 0 m/s di daerah yang jauh dari impeller (zona
statis).
IV.3 Pressure Contour

(a)

(b)

(c)

Gambar IV.3. Pressure Contour dengan Model Turbulensi k-


(a) Standard, (b) RNG, (c) Realizable
Berdasarkan Gambar IV.3 dapat dianalisa bahwa pressure contour model turbulen K-
Epsilon memiliki bentuk yang berbeda-beda jika dibandingkan antara standar, RNG, dan
realizable. Gambar IV.3 (a) menunjukkan bahwa tekanan di daerah dinding tangki lebih
besar dibanding pada daerah shaft dan impeller dimana tekanan di daerah dinding tangki
sekitar 1.65e+002 Pa sampai dengan 3.1e+002 Pa. Pada gambar IV.3 (b) tekanan terbesar
berada pada daerah sudut tangki ditunjukkan dengan warna kuning (1.65e+002 Pa sampai
dengan 3.1e+002 Pa). Sedangkan pada gambar IV.3 (c) menunjukkan bahwa tekanan merata
pada seluruh bagian tangki ditunjukkan dengan warna hijau (-1.25e+001 Pa sampai dengan
2.00e+001 Pa).

IV.4 Eddy Viscosity Contour

(a)

(b)
(c)

Gambar IV.4. Contour Eddy Viscosity dengan Model Turbulensi k-


(a) Standard, (b) RNG, (c) Realizable

Berdasarkan Gambar IV.4 dapat dianalisa eddy viscosity contour model turbulen K-
Epsilon memiliki bentuk yang berbeda-beda jika dibandingkan antara standar, RNG, dan
realizable. Di mana pada gambar IV.4 (b) tidak terlihat eddy viscosity ditunjukkan dengan
warna biru tua pada seluruh tangki. Gambar IV.4 (a) dan (c) menunjukkan contour yang
serupa hanya saja untuk model K-Epsilon realizable lebih detail dan akurat jika
dibandingkan dengan K-Epsilon standar. Dilihat dari velocity vector, velocity contour,
pressure contour dan eddy viscosity contour, model K-Epsilon realizable menunjukkan
hasil yang paling berbeda. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa hasil dari
K-Epsilon realizable lebih baik jika dibandingkan dengan K-Epsilon standar
(Gopalakrishnan, Raj Narayan : 2017).
BAB V
KESIMPULAN

Dari penelitian “Simulasi CFD Top Entering Mixer dengan Impeller Jenis Pitch Blade
Empat Blade Menggunakan Model Turbulensi K-Epsilon” yang dilakukan dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1) Aliran yang dihasilkan impeller jenis pitch blade berupa aliran aksial dilihat dari
pola vektor kecepatan yang terbentuk.
2) Kecepatan terbesar berada pada daerah sekitar impeller (zona bergerak) dan pada
daerah shaft kecepatan sebesar 0 m/s.
3) Pada hasil K-Epsilon realizable tekanan merata pada seluruh bagian tangki. Berbeda
dengan hasil K-Epsilon standar dan RNG dimana tekanan pada daerah impeller dan
shaft lebih kecil dibanding daerah disekelilingnya.
4) Eddy viscosity contour pada hasil K-Epsilon realizable lebih detail dibanding
dengan K-Epsilon standar dan RNG.
5) Dilihat dari velocity vector, velocity contour, pressure contour dan eddy viscosity
contour model K-Epsilon realizable menunjukkan hasil yang paling berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Bakker, André. 2002. “Lecture 10 Turbulence Models Applied Computational Fluid


Dynamics”. Fluent Inc.
Furbo, Eric. 2010. “Evaluation of RANS turbulence models for flow problems with
significant impact of boundary layers”. Ångströmlaboratoriet : Uppsala Universitet.
Geankoplis, Chistie J. 1997. “Transport Processes and Unit Operations, 3rd Edition”. New
Delhi : Prentice-Hall of India Private Ltd.
Gopalakrishnan, Raj Narayan., Disimile, Peter J.. 2017. Effect of Turbulence Model in
Numerical Simulation of Single Round Jet at Low Reynolds Number. International
Journal of Computational Engineering Research (IJCER), Vol. 7.
Kehn, Richard Oliver . 2010. “A Comparison of Top Entry vs. Side Entry Agitator
Performance in Low Viscosity Blending”. Mixing XXII North American Mixing Forum
June 20 – 25, 2010 Victoria, BC CANADA.

Oldshue, James Y. 1983. “Fluid Mixing Technology”. New York : McGraw-Hill


Peters, Sara. 2015. “Introduction to Mixer Impellers & Flow Patterns”. [online] .
(https://blog.craneengineering.net/introduction-mixer-impellers-flow-patterns diakses 10
Desember 2018)
Soe, Thet Mon., & San Yu Khaing. 2017. “Comparison of Turbulence Models
for Computational Fluid Dynamics Simulation of Wind Flow on Cluster of Buildings in
Mandalay”. Mandalay Technology University.
Yakhot, V., Orszag, S.A., Thangam, S., Gatski, T.B. & Speziale, C.G. 1992. "Development
of turbulence models for shear flows by a double expansion technique". Physics of
Fluids A, Vol. 4, No. 7, pp1510-1520.

Anda mungkin juga menyukai