DHF
DHF
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Definisi
Demam Dengue dikenal juga dengan “break bone fever” ditandai dengan
demam onset akut 3-14 hari setelah terinfeksi nyamuk3. Demam Dengue (DD)
dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah DBD disertai
dengan renjatan/shock 2.
1.3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk kedalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus yang memiliki diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x10^6 1.
Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabakan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 yang terbanyak.
Terdapat reaksi silang antar serotipe dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever,
Japanese encephalitis, dan West NiLe Virus 1.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survei epidemiologi pada
hewan ternak didapatkan antibodi dengue pada kuda, sapi, dan babi. Penelitian
pada arthropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus
Aedes (Stegomyia) dan Toxorhyncites 1.
3
1.4. Epidemiologi
Setiap tahun, diperikirakan 50-100 juta kasus demam dengue dan 500.000
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia, dengan kematian
mencapai 20.000 kasus setiap tahunnya (kebanyakan pada anak-anak).
Diperkirakan 2,5-3 miliar jiwa (tepatnya 40% dari seluruh populasi dunia) yang
terdapat pada 112 negara tropis dan subtropis memiliki risiko untuk terjadinya
infeksi virus dengue. Benua yang tidak ada sejarah infeksi virus dengue hanya
Eropa dan Antartika4.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
Indonesia. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk
(1998-1995), dan pernah meningkat tajam menjadi kejadian luar biasa sampai 35
per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung
menurun 2% pada tahun 1999 1.
Indonesia adalah salah satu daerah endemis DBD. Dari data tahun 1968-
2007 diperoleh kecendrungan peningkatan insidens DBD. Sejak tahun 2004,
Indonesia merupakan negara dengan laporan kasus infeksi virus dengue
terbanyak. Peningkatan ini diiringi dengan penurunan mortalitas DBD dari 3,4%
(1985) menjadi 1% (2006). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2007, prevalensi DBD tersebar di Indonesia dengan nilai 0,6%. Prevalensi
tertinggi diperoleh pada kelompok umur dewasa muda (25-34 tahun) sebanyak
0,7% dan terendah pada bayi (0,2%) 2.
1.5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk Aedes ke aliran darah.
Virus ini secara tidak langsung mengenai sel epidemis dan dermis sehingga
menyebabkan sel Langerhans dan keratinosit terinfeksi. Sel-sel yang terinfeksi
bermigrasi ke nodus limfe, dimana makrofag dan monosit menjadi target
selanjutnya. Selanjutnya akan terjadi amplifikasi infkesi dan virus tersebar
keseluruh tubuh (viremia primer). Viremia primer ini menginfeksi makrofag dan
jaringan beberapa organ seperti limpa, sel hati, sel stromal, sel endotel dan
sumsum tulang. Infeksi makrofag hepatosit, dan sel endotel mempengaruhi
hemostasis dan respon imun sel penjamu terhadap virus dengue. Sel – sel yang
terinfeksi kebanyakan mati melalui apoptosis dan hanya sedikit yang melalui
nekrosis. Nekrosis mengaktivasi sistem fibrinolitik dan koagulasi. Bergantung
berapa luasnya infeksi pada sumsum tulang dan kadar IL-6,IL-8, IL-10 dan IL-18,
hemopoiesis ditekan sehingga menyebabkan penurunan trombogenitas darah.
Produk toksik juga menyebabkan peningkatan koagulasi dan konsumsi trombosit
sehingga terjadi trombositopenia2. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti
5
disfungsi sel endotel dan terjadinya kebocoran plasma. Peningkatan Ca3a dan C5a
terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatka
terjadinya kebocoran plasma 1.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1).
Supresi sumsum tulang, dan 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infkesi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan frgamen C3g, terdapatnya antiboi VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
Trombosit memiliki interaksi yang dekat dengan sel endotel. Sejumlah trombosit
fungsional diperlukan untuk mempertahankan stabilitas vaskular2. Gangguan
fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 (trombosit factor 4) yang
merupakan pertanda degranulasi trombosit1.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur instrinsik juga berperan melalui aktivasi fakto Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalirein CI-inhibitor complex). Bersamaan
dengan tingginya kadar virus dalam darah, trombositopenia, serta disfungsi
trombosit, keempat faktor tersebut menyebabkan petekie, memar, dan perdarahan
mukosa saluran cerna 2.
7
Sakit kepala.
Nyeri retro-orbital.
Nyeri pada seluruh tubuh (arthalgia, myalgia) General body pain (arthralgias,
myalgias)
8
1.7. Diagnosis
1.7.1 Diagnosis Berdasarkan Gejala Klinis7,8
Beberapa pasien dengan demam berdarah akan mengembangkan menjadi
demam berdarah dengue (DBD). Apabila demam mulai mereda (biasanya 3-7 hari
setelah gejala onset), pasien dapat mendapatkan gejala warning sign. Tanda-tanda
warning sign adalah sakit perut, muntah terus-menerus, ditandai perubahan suhu
(demam hipotermia), manifestasi perdarahan, atau perubahan mental status
(mudah marah, bingung). Pasien juga mungkin memiliki tanda-tanda awal syok,
termasuk gelisah, berkeringat dingin, denyut nadi lemah dan cepat, dan tekanan
darah menjadi rendah. Pasien dengan demam berdarah harus kembali ke rumah
sakit jika mendapat tanda-tanda berikut.
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma.
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
1.9. Penatalaksanaan7
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama
adalah terapi supportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi
secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi
dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Indonesia telah menyusun
protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang
dibuat sesuai dengan indikasi.
Praktis dalam penatalaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Ht, Leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
• Hb, Ht normal tetapi trombosit<100.000 dianjurkan untuk dirawat.
• Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
untuk
dirawat.
sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat
diberikan obat inotropik/vasopresor.
1.11. Edukasi9
Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan
spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah
langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita
tinggal di atau bepergian ke area endemik. Jalan terbaik untuk mengurangi
nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/ wadah
yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan
malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat
menggunakan losion antinyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana
panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan. Penggunaan
insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara
penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau
pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan
golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid.
1.12. Pencegahan11,12
Pencegahan DBD dapat dibagikan menjadi tiga tingkatan yaitu pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkatan
19
pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat tetap
menjadi sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan Primer
1. Surveilans Vektor
Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan
distribusi kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan
waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat
kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan
wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan
memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian
vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan
yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat
atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk
mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan
dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil
jentiknya.
Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes
aegypti adalah :
a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan
atau pupa.
I. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan
populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara
pengendalian vektor yaitu :
c. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain
dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat
kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah.
Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di
tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.
Pencegahan Sekunder
Pada pencegahan sekunder dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
berikan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta
segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.
2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan
pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan segaera melaporkan penemuan
penderita atau tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian
pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah
disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.
3. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan
kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tingkat ketiga ini dimaksudkan untuk mencegah kematian
akibat penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini
dapat dilakukan dengan :
1.13. Prognosis13
Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi
dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan. Angka
kematian secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif.
Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok
berkepanjangan atau perdarahan intracranial
26
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
Dokter Muda :
Dokter : dr. Fransiscus Ginting, SpPD
Tanggal Masuk : 28 Mei 2015
ANAMNESIS
√
Autoanamnese Alloanamnese
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit Ringan Sedang Berat
Gizi BB = 160 kg
TB = 169 cm
IMT = 27,34 Kesan = Obese class I
TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran CM
Komunikasi Baik
Nadi Frekuensi 100x/i Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah Berbaring: 140/90 mmHg -
Temperatur Aksila : 38 oC Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 24 x/menit Deskripsi: Torako abdominal
Penilaian Nyeri :
Intensitas Nyeri : -
Lokasi Nyeri :-
KEPALA :
MATA : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor, ki=ka Ø 3mm, refleks cahaya direk (+), indirek (+), kesan normal.
TELINGA : Dalam batas normal
HIDUNG : Dalam batas normal
MULUT DAN TENGGOROKAN : Dalam batas normal
29
LEHER : Struma tidak membesar, pembesaran KGB (-), Trakea medial, TVJ R-2
cm H2O
THORAX :
Depan Belakang
Inspeksi Simetris fusiformis Simetris fusiformis
Palpasi Sf ka=ki, teraba di ICR V 1cm Sf ka=ki
medial LMCS
Perkusi Batas paru hati R: ICR V LMCD. Sonor
A: ICR VI LMCD.
Peranjakan: 1cm
Batas atas jantung: ICR III LMCS
Batas kiri jantung: ICR V 1cm
lateral LMCS
Batas kanan jantung: ICR I linea
parasternal dextra
Auskultasi SP: vesikuler SP: vesikuler
ST: (-) ST: (-)
JANTUNG :
Batas Jantung Relatif: Atas : ICS III LMCS
Kanan : ICS IV 1 cm latral LMCS
Kiri : ICR IV linea parasternal dextra
HR: 100 x/menit, reguler, M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (+),
tingkat : 3/6, desah diatolis (-).
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
30
PINGGANG :
Tapping pain (-), ballotement (-)
INGUINAL :
Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS :
Superior : edema (-), pucat (-)
Inferior : edema (-)
GENITALIA :
Dalam batas normal
NEUROLOGI :
Refleks fisiologis (+) Normal
Refleks Patologis (-)
BICARA :
Komunikasi baik
HASIL LAB
Darah : Hb 13.60 gr%, Eritrosit 4,40 x106/mm3,
Leukosit 5.44 x103/mm3, Trombosit 91
x103/mm3, Ht 38,50 %, Eosinofil 2.90%,
Basofil 0.01%, Neutrofil 76,90%, Limfosit
11.90%, Monosit 8.30%.
Kemih : Warna kuning pekat, P/R/B/U : +2/+2/-/+
Sedimen: Eritrosit 2-3/lpb, Leukosit 2-3/lpb,
Silinder : -/lpb, Epitel >100/lpb
Tinja Tidak dilakukan pemeriksaan
31
BAB 3
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
28/05/2015 Demam (-), Sens : CM - DHF grade II - Tirah Baring - DR serial /
– Sakit kepala TD : 110/70 mmHg - CHF fc I ec - Diet MM 24 jam
29/05/2015 (+), HR : 100 x/i MR mild + rendah garam - Konsul
Nyeri RR : 28 x/i
AS severe + - IVFD NaCl Kardiologi
seluruh Temp : 37,1 oC
sendi-sendi AR mild- 0,9% 20 gtt/i
tubuh (+) PD : moderate + - Inj. Ranitidine
Mata: anemis (-/-) TR mild 50 mg/12jam
ikterus (-/-) - Paracetamol 3
H/T/M : t.a.k x 500 mg
Leher : TVJ R- - Concor 1 x 5
2cmH2O, pem
mg
KGB (-)
Thorax : SP : - Furosemide 1
vesikuler ST: (-) x 40 mg
Jantung : - Spironolakton
auskultasi : desah 1 x 25 mg
sistolik (+) Katup - Ramipril 1 x
Aorta, Trikuspid 2.5
Abdomen:
simetris, soepel,
H/L/R ttb, timpani,
peristaltik (+) N
Eks :
sup : ptechie (+/+),
oedem (-/-)
inf : ptechie (+/+),
oedem (-/-)
Lab :
Hb : 13.10
g%
Eritrosit : 4.34 x
106/mm3
Leukosit : 2.88 x
103/mm3
Trombosit : 51 x
103/mm3
Ht : 37.40 %
Kesan :
Leukopenia +
33
Trombositopenia
KGD sewaktu :
244 mg/dL
Imunoserologi :
Anti DHF IgM : -
Anti DHF IgG : -
Lab :
Hb : 12.40
g%
Eritrosit : 3.92 x
106/mm3
Leukosit : 8.25 x
103/mm3
Trombosit : 98 x
103/mm3
Ht : 37.40
%
Kesan :
Trombositopenia
KGD puasa : 172
mg/dL
KGD 2 jam PP :
217 mg/dL
HbA1c : 8.2 %
Elektrolit :
Na : 130 mEq/L
K : 3.4 mEq/L
Cl : 102 mEq/L
BAB 4
DISKUSI
NO TEORI KASUS
1. Epidemiologi
Terdapatnya penderita dilingkungan OS tinggal di daerah Pancur Batu
keluarga, serta mobilisasi sebagai faktor merupakan salah satu daerah endemis
penjamu. demam berdarah. Anak OS, dan
beberapa tetangga OS juga
mengeluhkan hal yang sama seperti OS.
2 Manisfestasi Klinis
Demam atau riwayat demam akut, Demam sudah 5 hari berlangsung, naik
antara 2-7 hari, yang diikuti oleh fase secara tiba-tiba.
kritis selama 2-3 hari.
Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,
antralgia.
3 Diagnosis
a. Terdapat satu dari manifestasi Terdapat bercak-bercak kemerahan pada
perdarahan berikut: kedua lengan OS
- Uji bendung positif Tidak ada riwayat gusi berdarah,
- Petekie, ekimosis, atau purpura epistaksis
- Perdarahan mukosa (tersering Berdasarkan hasil pemeriksaan
epistaksis atau perdarahan gusi), Radiologi ditemukan efusi Pleura
atau perdarahan dari tempat lain Bilateral
b. Tanda kebocoran plasma lainnya Hematokrit 37,7%
seperti: efusi pleura, asites, atau Ditemukan jumlah Trombosit
hiponatremia. 91x103/mm3
c. Trombosit: umumnya terdapat
trombositopenia pada hari ke 3-8
d. Hematokrit: kebocoran plasma
dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan Hematokrit ≥ 20% dari
hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.
4. Pemeriksaan Penunjang
Imonoserologi dilakukan pemeriksaan Imunoserologi virus: IgM anti DHF
IgM, dan IgG terhadap dengue dan NS1 negative (-), IgG anti DHF negative (-)
37
5 Terapi
Penatalaksanaan yaitu berupa pemberian Terapi yang diberikan pada OS yaitu
caiaran isotinik seperti NaCl 0,9%, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i makro
ringer lactate, sesuai rumus 1500 + {20
x (BB dalam kg -20}
38
BAB 5
KESIMPULAN
BAB 6
DAFTAR PUSTAKA