Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN IMUNISASI

DEWASA

Jl. Tanjung Sari No. 481 Tiuh Balak Pasar Kec. Baradatu Kab. Way Kanan

Telp./Hp 0723 4760 022 / 0812 7857 9322

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
rahmat-Nya, kami dapat menyusun Panduan Imunisasi Dewasa.
Adapun maksud penyusunan Panduan ini untuk memenuhi syarat Akreditasi. Rasa terima
kasih kami tidak terkirakan kepada seluruh karyawan Rumah Sakit Bunda dalam pembuatan
Panduan ini, serta semua pihak yang telah mendukung dalam pembuatan panduan ini yang tidak
bisa kami sebutkan satu persatu.
Harapan kami bahwa Panduan Imunisasi Dewasa . Terkait ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk menambah Mutu di Rumah Sakit Bunda Way Kanan. Kami menyadari bahwa
Panduan Imunisasi Dewasa ini masih jauh dari sempurna dengan keterbatasan yang kami miliki.
Tegur sapa dari pembaca akan kami terima dengan tangan terbuka demi perbaikan dan
penyempurnaan Panduan Imunisasi Dewasa ini.

Ditetapkan di Baradatu
Pada tanggal
Direktur Rumah Sakit Bunda

dr. Meliza Agusti Artha

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Konsep pencegahan penyakit melalui vaksinasi sudah lama berkembang, sejak 1000 SM
sudah dimulai di Cina dan India. Istilah vaksinasi diambil dari kata ” Vacca” dari bahasa latin
yang berarti sapi, yang merupakan bentuk bentuk penghargaan untuk Edwar Jenner yang telah
berhasil membuktikan bahwa seseorang yang terserang /terpapar cowpox memiliki imunitas
terhadap pada tahun 1796. Perkembangan vaksinasi sendiri dibagi dalam tiga masa yakni, era pra-
Jenner, era Jenner dan era pasca-Jenner

Gambar 1. Perkembangan vaksin sejak tahun 1798-2010

Imunisasi merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit yang efektif, mudah, serta
murah untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi, mulai dari anak, orang dewasa hingga
orangtua. Imunisasi menjadi salah satu bentuk intervensi kesehatan yang paling sukses dan
efektif. Melalui imunisasi seseorang diharapkan memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit
infeksi tertentu, sementara tujuan akhir dari pemberian imunisasi missal adalah eradikasi suatu
penyakit

Secara umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kekebalan tubuh,


memberikan perlindungan dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu atau
toksin dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Pencegahan penyakit
infeksi dengan pemberian imunisasi merupakan kemajuan dalam usaha imunoprofilaksis.

3
Di Indonesia pada tahun 1990 pemberian imunisasi dasar pada anak sudah mencapai 90%
melalui program Universal Child Immunization. Tahun 2011-2020 telah dicanangkan oleh WHO
dan UNICEF bersama komunitas internasional lainnya telah sebagai “ Decades of vaccines
(DOV)”. Perkembangan imunisasi anak tersebut belum diikuti oleh perkembangan imunisasi pada
orang dewasa. Imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah kematian sepuluh kali lipat
dibandingkan pada anak, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh American Society of
Internal Medicine dalam pertemuannya di Atlanta. Kurang berkembangnya imunisasi pada orang
dewasa ini disebabkan oleh karena adanya keraguan dari masyarakat maupun petugas pelayanan
kesehatan terhadap keamanan vaksinasi, ganti rugi yang tidak memadai, akses yang sulit, fasilitas
yang kurang memadai dan vaksin yang tidak tersedia.

Indikasi pemberian imunisasi pada orang dewasa didasarkan pada riwayat paparan, resiko
penularan (baik bersifat individual maupun besrifat komunitas seperti petugas kesehatan), usia
lanjut, imunokompromais, serta adanya rencana bepergian seperti ibadah atau wisata

Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin
mendapat kekebalan. Pada usia lanjut juga dianjurkan untuk diiumunisasi karena pada usia diatas
60 tahun akan terjadi penurunan sistim imun nonspesifik, seperti penurunan produksi airmata,
mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan suhu, serta perubahan fungsi sel sistem
imun, baik selular maupun humoral.

4
BAB II

RUANG LINGKUP

Aspek Imunologi Imunisasi.


Imunitas atau kekebalan dapat terjadi secara alami setelah infeksi oleh kuman tertentu
maupun penyaluran antibodi pada bayi lewat plasenta. Imunitas buatan dapat berupa imunitas
buatan aktif dan imunitas buatan pasif. Imunitas aktif didapat dengan cara memaparkan suatu
antigen dari suatu mikroorganisme dan akan bertahan lebih lama karena adanya memori
imunologi, imunitas bautan pasif diperoleh dengan sengaja memasukkan antibodi, antitoksin atau
immunoglobulin kedalam tubuh dan tidak bertahan lama karena tidak memiliki memori imunologi

Terdapat dua kelompok besar respon imun yang merupakan respon tubuh untuk
mengeliminasi antigen:

1. Respon imun nonspesik (nonadaftip, innate) yang ditujukan tidak hanya pada 1
antigen , berupa komponen selular ( magropag, neutrofil, sel natural killer dan
komponen humoral (sitokin, interferon)).

2. Respon imun spesifik (adaptif, acquired) yang ditujukan spesifik hanya pada
komponen 1 antigen. Terdapat dua komponen, yaitu komponen seluler (limposit T)
dan komponen humoral (limposit B yang memproduksi antibodi). Respon imun
spesifik akan terpicu bila respon imun nonspesifik belum mampu mengatasi invasi
antigen.

Respon Imun Spesifik Primer


Respon Imun Spesifik Primer Selular
Respon sel T terhadap invasi antigen (termasuk antigen vaksin) hanya dapat dimulai bila
antigen tersebut sudah diproses dan dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC). Hal itu
timbul karena sel T hanya dapat mengenali antigen yang terikat pada protein major
histocompability complex (MHC).

Terdapat 2 kelas MHC, yang masing-masing dapat dikenali oleh 1dari 2 subtipe sel T.
MHC kelas I diekspresikan oleh seluruh sel somatik, untuk mempresentasikan antigen pada sel T
sitotoksik (cytotoxic T lymphocytes, CTL) dengan petanda permukaan CD8 yang dapat
menyebabkan kematian sel terinfeksi atau patogen. Sedangkan MHC kelas II diekspresikan oleh

5
magropag dan beberapa sel lain untuk mempresentasikan antigen pada sel T helper (Th) dengan
petanda permukaan CD4.

Bersama dengan sinyal kostimulator, antigen yang terikat pada MHC kelas II akan
mengatifkan sel Th. Kemudian sel Th akan berdiffrensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 akan
memicu kerja CTL, berlawanan dengan sel Th2. Aktivasi sel Th juga menyebabkan sekresi
interleukin-2 (IL-2) dan ekspresi reseptor spesifik Il-2 pada permukaan sel Th. IL-2 bekerja
autokrin dengan memicu sel T agar lebih aktif melakukan proliferai dan memproduksi berbagai
sitokin yang dapat memicu pertumbuhan perkembangan sel B, magropag dan sel lainnya.

Gambar 2, Respon imun spesifik primer seluler pasca antigen vaksin


Kontak antigen dan Th juga menstimulasi pengeluaran IL-1 oleh APC. Kerja IL-1 sebagai
autokrin ini meningkatkan ekspresi MHC kelas II pada APC yang akan memperkuat ikatan APC
dan Th. Bersamaan dengan itu, IL-1 juga memicu sekresi IL-2 oleh Th. Dua sitokin lain juga
dihasilkan magrofag, yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan IL-6 bekerja secara sinergis dengan
IL-1. Sel Th yang teraktivasi juga menyebabkan difrensiasi sel T menjadi sel T memori yang
berperan pada respon imun spesifik sekunder.

Respon Imun Spesifik Primer Humoral


Terdapat perbedaan respon imun spesifik primer humoral ynag ditimbulkan oleh antigen
protein dan antigen polisakarida. Saat rangsangan oleh antigen protein, reseptor Ig pada
permukaan sel B akan mengenali dan berinteraksi dengan epitop dari antigen, baik secara
langsung ataupun dengan bantuan sitokin ( Il-2, Il-4, dan Il-6) yang dihasilkan sel Th . Sel B yang
tela teraktivasi akan berdifrensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori yang berperan pada
respon imun spesifik sekunder. Sel plasma inilah yang menghasilkan antibodi spesifik.

6
Perangsangan oleh antigen polisakarida turut mencetuskan reaksi serupa. Akan tetapi tidak terjadi
reaksi imunitas humoral yang dibantu oleh sel T Pada pusat germinal (germinal center).
Perbedaan lainnya adalah plasma yang timbul akibat perangsangan oleh antigen protein akan
bermigrasi dan tersimpan pada sumsum tulang, sedangkan sel plasma yang timbul akibat
perangsangan oleh antigen polisakarida akan tersimpan pada limpa.

Gambar 3, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein

Gambar 4, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen polisakarida
(PS)

7
Respon Imun Spesifik Sekunder
Sebagai bentuk memori imunologik, respon imun spesifik primer memicu difrensiasi sel
limposit baik sel B maupun sel T menjadi sel B memori dan sel T memori. E, dua subtipe sel
tersebut berperan pentimg dalam respon imun spesifik sekunder.

Respon Imun Spesifik sekunder Humoral


Sebagai respon terhadap adanya infeksi primer, terjadi difrensiasi sel B menjadi sel plasma
dan sel memori pada germinal center jaringan limpoid. Kemudian sel plasma bermigrasi kedalam
sumsum tulang dan sel memori bersirkulasi ke seluruh tubuh. Ketika sel memori beredar kembali
ke jaringan limpoid yang mengandung antigen serupa, siklus difrensiasi menjadi sel plasma
berlangsung lebih cepat. Diproduksilah antibodi dengan afinitas dan jumlah yang lebih tinggi7,8.

Berbeda dengan respon imun humoral primer yang awalnya menghasilkan IgM
dilanjutkan dengan IgG, respon imun humoral sekunder sejak awal menghasilkan IgG dalam
kadar lebih tinggi. Respon humoral ini dapat dinilai secara kuantitatif dengan mengukur kadar
antibodi spesifik dalam serum. Respon imun spesifik primer humoral akan menurun seiring
dengan proses metabolisme antibodi yang sudah terbentuk pascakontak dengan antigen. Meskipun
demikian, pemberian booster atau infeksi alamiah diharapkan dapat meningkatkan simpanan/depo
antigen pada germinal center, sebagai pemicu peningkatan respon imun humoral berupa sel
plasma dan sel B memori.

Respon Imun Spesifik Sekunder Selular.


Sel T memori dapat diaktifkan melalui 3 jalur:

1. Aktivasi oleh patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya.

2. Aktivasi oleh patogen dengan satu atau lebih antigen yang sama dengan patogen yang
sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. Hal tersebut dikenal sebgai imunitas
silang atau heterologus yang dapat menguntungkan karena eliminasi patogen
berlangsung lebih cepat atau merugikan seperti kasus imunopatologi.

3. Aktivasi oleh sitokin dalam kadar yang tinggi di darah, yang terinduksi oleh patogen
lain yang sama sekali berbeda dengan patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh
sebelumnya.

8
Selain memiliki perbedaan penyebab aktivasi, beberapa karakteristik sel T memori
menyebabkan respon imun primer berlangsung lebih cepat dibanding dengan respon imun
sekunder7.

Vaksin membantu mengembangkan kekebalan dengan meniru/mirip infeksi. Jenis infeksi


seperti ini tidak menyebabkan seseorang sakit, tetapi menyebabkan sistem kekebalan

tubuh untuk memproduksi T-limfosit dan antibodi. Kadang-kadang, setelah mendapatkan vaksin,
akan terlihat seperti terkena infeksi dan menyebabkan gejala ringan, seperti demam. Gejala ringan
seperti ini adalah normal dan diharapkan sebagai respon tubuh membangun kekebalan. Setelah
infeksi tiruan hilang, tubuh akan mendapat pasokan "memori" T-

limfosit, serta B-limfosit yang akan ingat bagaimana untuk melawan penyakit yang di masa
depan. Namun, biasanya memakan waktu beberapa minggu bagi tubuh untuk memproduksi T-
limfosit dan B-limfosit setelah vaksinasi.

Gambar 5. Skema cara kerja vaksin menimbulkan kekebalan tubuh9

9
BAB III
TATA CARA PEMBERIAN IMUNISASI

Untuk mencapai efektivitas yang baik pada pemberian imunisasi diperlukan cara
pemberian imunisasi yang tepat. Tata cara pemberian yang tepat dapat berupa tempat
penyuntikan, cara pemberian, dan dosis vaksin yang akan diberikan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan mulai dari persiapan dan penyuntikan vaksin.

1. PERSIAPAN PASIEN
Persiapan pasien dapat dinilai dengan HALO yakni: health atau kondisi kesehatan pasien
tersebut apakah pasien sedang menderita sakit kronis, hamil atau riwayat penyakit seksual atau
penurunan imun, Age: umur, apakah pasien masih dewasa muda atau diatas 50tahun, Lifestyle:
bagaimana pola hidup apakah paisen tersebut memiliki riwayat seks bebas, homoseksual,
pengguna narkoba atau hobi wisata ke luar negeri, Occupation: pekerjaan apakah pelajar atau
pekerja kesehatan dan jenis pekerjaan lainnya. Menentukan riwayat vaksinasi pasien sebelumnya
juga harus dilakukan untuk dapat menetukan status kekebalan pasien tersebut. Penyaringan
kontraindikasi vaksin dapat dilakukan dengan mengisi kuesioner. Resiko dan keamanan imunisasi
harus disampaikan terhadap pasien.

2. PERSIAPAN VAKSIN
Persiapan vaksin dapat dimulai dari pemeriksaan vaksin dapat diperiksa secara visual
mulai tanggal kadaluarsa dan juga apakah ada perubahan warna dari vaksin tersebut. Pengenceran
vaksin dilakukan sesuaidengan petunjuk yang diberikan oleh produsen vaksin tersebut seperti
jenis pelarut, jumlah pelarut dab berapa lama vaksin yang sudah diencerkan dapat dipakai lagi.
Vaksin yang sudah diencerkan dan dimasukkan kedalam alat suntik harus diberikan label
sehingga tidak mengalami kesulitan dalam memgidentifikasi vaksin tersebut.

3. TEKNIK PENYUNTIKAN
Pada orang dewasa, penyuntikan dilakukan pada lengan pasien bagian atas. Penyuntikan
dilakukan secara intramuscular dan subkutan. Vaksin yang mengandung adjuvan harus
disuntikkan secara intramuscular untuk menghindari iritasi local, indurasi, perubahan warna kulit,
inflamasi serta pembentukan granuloma.

10
Gambar 6.Cara penyuntikan vaksin subkutan dan Intramuskular

4. PENYIMPANAN VAKSIN
Cara penyimpanan vaksintergantungpada karakteristik vaksin tersebut. Vaksin dapat dapat
dibagi dalam dua jenis yakni live attenuated dan inactivated. Vaksin live attenuated yang berisi
virus hidup yang dilemahkan meliputi: vaksin varicella dan zoster dapat di simpan di dalam
freezer (-15 s.d -250C), MMR dapat di simpan di frezer dan kulkas, tifoid oral, yellow fever dan
janesse encephalitis dapat disimpan di kulkas. Vaksin inactivated seperti vaksin tetanus, difteri,
pertusis (Td/Tdap) HPV, trivalent inactivated influenza vaccine (TIV), hepatitis A, hepatitis B,
haemophilus influenza tipe b (Hib), pneumococcal polisakarida, meningococcal polisakarida dan
tifoid vi polisakarida , dapat disimpan di kulkas (2-80C).

Imunisasi Pada Orang Dewasa


Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin mendapat
kekebalan.Ada beberapa lasan mengapa orang dewasa memerlukan imunisasi, yakni: pemberian
imunisasi pada waktu anak-anak tidak memberikan jaminan kekebalan yang tetap untuk seumur
hidup, dan imunisasi telah terbukti memiliki peran yang samapentingnya dengan diet dan olehraga
dalam menjaga kesehatan.

Jenis vaksin

Berdasarkan produksinya dapat dibedakan beberapa jenis:

a. Vaksin hidup dilemahkan (live attenuated vaccines). proses melemahkan antigen tersebut
dilakukan melalui pembiakan sel, pertumbuhan jaringan embrionik pada suhu rendah atau
pengurangan gen pathogen secara selektif. vaksin ini memberikan imunitas jangka
panjang.

11
b. Vaksin Dimatikan ( Killed Vacciine/Inactivated vaccine). mengandung organisme yang
tidak aktif setelah melalui pemanasan dan penambahan bahan kimia.

c. Vaksin rekombinan. Susunan vaksin ini (misal hep B) memerlukan epitop organisme yang
patogen. sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen
epitop bagi sel penerima vaksin.

d. Vaksin plasma DNA (Plasmid DNA vaccines). dibuatkan berdasarkan isolasi DNA miroba
mengandung kode antigen yang patogen, masih dalam penelitian.

Indikasi
Indikasi dari penggunaan vaksin didasarkan pada didapatkannya riwayat pajanan, resiko
penularan, usia lanjut, imunokompromais13.



Riwayat Pajanan: Tetanus toksoid, Rabies


Resiko Penularan : Influenza, Hepatitis A, Tipoid, MMR


Usia lanjut: Pneumokokus, Influenza



Resiko Pekerjaan: Hepatitis B, Rabies


 Imunokompromais : Pneumokokus, Influenza, Hepatitis B, Hemofilus Influenza tipe

B
 
 Rencana bepergian: japenese B ensefalitis, Tifoid, Hepatitis A, Yellow fever


Jemaah haji: Meningokous, Influenza.

Jenis dan Jadwal Pemberian Imunisasi pada orang Dewasa:

1. Tetanus dan difteri,pertusis aselular ( Td/Tdap)

Tetanus merupakan gangguan neurologis akut yang ditandai oleh meningkatnya tonus otot
dan spameakibat tetanospasmin, suatu toksinprotein kuat yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani. Difteri merupakan suatu penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diphtheria.

Indikasi : Wanita post partum, orang yang kontak erat dengan bayi, petugas kesehatan
yang kontak langsung dengan pasien, orang dengan usia diatas 65tahun yang belum
pernah mendapat imunissai Tdap.

Kontraindikasi: adanya reaksi alergi pada pemberian sebelumnya.


12
Kewaspadaan: syndrome gullain-Barre
Jadwal pemberian: diberikan pada orang dewasa dengan riwayat vaksinasi yang tidak
mendapatkan vaksinasi primer sejumlah tiga dosis. Dua dosis pertama vaksinasi diberikan
dengan jarak 4 minggu, dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Tdap
digunakan pada salah satu dosis dari vaksinasi primer tersebut, dua dosis yang lain
menggunakan Td. Setelah vaksinasi primer , dosis penguat diberikan setiap 10 tahun
sekali. Cara pemebrian dengan Intramuskular (IM) daerah deltoid dengan dosis 0,5mL.

Jenis Vaksin: toksoid, sediaan : Tdwp (pediacel®), Tdap (tripacel ®, infanrix®, infanrix-

Hib®)

2. Measles, Mumps, Rubella ( MMR)3,7,16

Di masyarakat, measles dikenal sebagai campak yang disebabkan oleh virus RNA genus
Morbilivirus family paramyxovirus. Mumps atau gondongan atau parotitis epidemika
penyakitakibat virus genus paramyxovirus yang ditandai dengan pembesaran kelnjar
ludah, terutama kelenjar parotis.Rubella atau campak disebabkan oleh virus rubella jenis
RNA.

Indikasi ; seseorang yang lahir 1957 atau setelahnya dan tidak memiliki bukti sudah
divaksin MMR.

a.Campak : diberikan dalam 2 dosis, dosis ke-2 diberikan minimal 28 hari dari dosis

pertama, direkomendasikan untuk: mereka yang terpapar campak pada keadaan outbreak,
pelajar SMU, Pekerja difasilitas kesehatan, orang berencana bepergian ke luar negeri.

b.Rubella: diberikan pada wanita (berapapun usianya), wanita yang tidak hamil dan tidak
memiliki bukti kekebalan, wanita hamil yang tidak memiliki bukti kekebalan diberikan
saat akhir kehamilan, petugas kesehatan

Kontraindikasi: adanya reaski alergi pada pemberian vaksin tetanus, wanita hamilatau
akan hamil dalam waktu satu bulan, imunodefisiensi berat.

Kewaspadaan: seseorang yang baru (<11bulan)mendapat produk darah yang mengandung


antibody, riwayat trombositopenia atau ITP.

13
Jadwal imunisasi: diberikan sebanyak 1 dosis, dosis kedua perlu diberikan pada kelompok
orang yang beresiko besar terkena paparan.

Cara pemberian dengan Subkutan (SC) didaerah deltoid dengan dosis 0,5mL
Jenis vaksin; live-attenuated , Sediaan: Trimovax®, M-M-R II®

3. Influenza

Influenza merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan virus influenza. virus
tersebut sering menyebabkan kejadian luar biasa seperti kasus flu burung (avian Influenza)
H5N1, dan Flu babi (swine Flu) H1N1.

Indikasi : orang yang berusia diatas 50tahun, orang yang berusia 6 bulan-50tahun yang
dirawat lama dipasilitas kesehatan, orang yang bekerja atau tinggal dengan orang yang
berisiko selama lebih dari 6 bulan, wanita hamil yang memiliki masalah kesehatan, wanita
hamil yang akan memasuki musim influenza, semua petugas

kesehatan, orang yang akan bepergian kedaerah kejadian influenza, dan siapapun yang
ingin memperkecil terkena influenza.

Kontraindikasi: reaksi alergi serius pada pemberian vaksin sebelumnya atau alergi
terhadap komponen protein telur, individu dengan penyakit kronik. Kewaspadaan: pasien
dengan penyakit akut sedang atau berat.

Jadwal pemberian: diberikan 1dosis pertahun

Cara pemberian: Intramuskular (IM) didaerah deltoid dengan dosis 0,5mL

Jenis Vaksin: inactivated dan live-attenuated, Sediaan : Afluria®, Agriflu®,


Fluarix®,Flulava®l, Fluvirin®, Fluzone®, FluMist®

4. Pneumokok

Pneumonia pneumokokus merupakan 36% kasus dari pneumonia komunitas dan 50% dari
pneumonia nosokomial. Vaksinasi penumokok dilakukan dengan pemberian vaksin
polisakarida pneumokokal, yang dapat dipakai untuk mencegah pneumonia, bakteremia
dan mengitis pneumokok. terdapat 23 serotipe dari vaksin pneumokok yakni:
1,2,3,4,5,6b,7F,8,9N,9V,10A, 11A,12F,14,15B,17F,18C,19A,19F,20,22F dan 33F.

14
Indikasi: orang yang berusia 65tahun keatas, orang yang berusia 2-64tahun yang
mempunyai penyakit kronik atau faktor resiko lain.

Kontraindikasi: reaksi alergi

Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat

Jadwal pemberian: vaksinasi diberikan sebanyak 1dosis dan diulang dalam jangka waktu 5
tahun, pada splenektomi elektif vaksinasi diberikan setidaknya 2 minggu sebelum
pembedahan.

Cara pemberian: Intramuskular/Subkutan (IM/SC) dengan dosis 0,5mL

Jenis vaksin: Polisakarida , sediaan: Pneumo-23®

5. Hepatitis A

Virus Hepatitis A merupakan Enterovirus RNA tipe 72 yang termasuk dalam kelompok
virus picorna. Pencegahan infeksi dalam bentuk imunisasi dapat diberikan dalam bentuk
iumisasi pasif dan aktif. Indikasi: Food handlers, orang yang bepergian selain ke AS,
Eropa, Australia, New Zealand, Canada dan Jepang, orang dengan penyakit hati kronik
termasuk hepatitis C dan Hepatitis B, kelainan pembekuan darah, peneliti hepatitis A.
Kontraindikasi: reaksi alergiKewaspadaan: wanita hamil, pasien dengan penyakit akut
sedang atau berat.Jawdal pemberian: diberikan dalam dua dosis

dengan jarak antara kedua dosis 6-12bulan. Pada kombinasi hepatitis A dan B vaksinasi
diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6 bulan.

Cara pemberian: Intramuskular (IM), dengan dosis ( imunisasi Pasif dengan pemberian
immunoglobulin 0.02-0.06ml/kgBB), (imunisasi aktif dengan dosis 1ml) Jenis vaksin:
Virus inactivated, Sediaan: Havrix®, Vaqta®, Twinrix®

6. Hepatitis B

Pencegahan hepatitis B dalam betuk imunisasi dapat diberikan dalam dua bentuk yaitu
imunisasi pasif ( imunoglobin anti-HBs atau HBIG), dan imunisasi aktif yang mengadung
HBsAg.

Indikasi: semua orang Dewasa, dewasa dengan resiko tinggi, anggota keluarga yang
kontak dengan individu HbsAg positif dan kontak seksual, heteroseksual yang fre sex,
baru didiagnosis penyakit menular seksual, pengguna narkoba

15
suntik, pasien hemodialisis, penerima produk darah tertentu, petugas
kesehatan, orang yang berpergian ke luar negeri, Pengungsi.

Kontraindikasi: reaksi alergi

Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat

Jadwal pemberian: diberikan dalam tiga dosis yaitu bulan 0,1-2 dan 4-6, Pada kombinasi
hepatitis A dan B vaksinasi diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6 bulan.

Cara pemberian: Intramuskular (IM) daerah deltoid, dosis remaja 5µg/mL


(recombivaxHB®) atau 10µg/mL (engerix B), dewasa 10µg/mL (recombivaxHB®) atau
10µg/mL (engerix B®), pasien hemodialisis 40µg/mL (recombivaxHB®) atau 40µg/mL
(engerix B®), pasien imunokompromais 10µg/mL (recombivaxHB®) atau 40µg/mL
(engerix B®) Jenis Vaksin: DNA rekombinan.

7. Meningokokus

Meningitis meningokok disebabkan oleh neisseria meningitis, jenis vaksin untuk


meningitis meningokok ada dua yakni : Plain polysaccharide vaccines dan Conjugated
vaccines.

Indikasi: calon jemaah haji, individu dengan gangguan sistem imun, pasien asplenia
anatomic dan fungsional, individu yang akan bepergian ke daerah yang terdapat eoidemi
meningikokus, pelajar yang tinggal diasrama, tentara, ahli mikrobiologi yang serig
terekspos dengan bakteri meningokous.

Kontraindikasi: reaksi alergi

Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat

Jadwal pemberian: pemberian dapat diulang dengan jarak 3 tahun bila memiliki resiko
tinggi infeksi meningokok.

Cara pemberian: intramuscular (IM) dosis 0.5mL

16
Jenis Vaksin: Virus dilemahkan, terdapat dua jenis vaksin polisakarida: 1. plain
olysaccharide vaccines, vaksin bivalen A&C. 2 Conjugated vaccines, serogroup C-
conjugated. Sediaan :Menactra®, Menveo®

8. Varisela

Virus Varicella dapat menyebar secra airborne melalui batuk dan bersin, serta melalui
kontak langsung terhadap cairan didalam vesikel. penularannya dapat dicegah dengan
pemberian vaksinasi varisela.

Indikasi: dewasa dan remaja yang beresiko, petugas kesehatan dan anggota keluarga yang
kontak dengan individu imunokompromais, individu yang beresiko tinggi terpapar
varisela, seseorang yang tidak memiliki data mengenai serologis infeksi varisela.

Kontraindikasi: reaksi alergi, wanita hamil atau akan hamil pada 1 bulan kemudian

Kewaspadaan: individu yang baru mendapar donor darah, pasien dengan penyakit akut
sedang atau berat.

Jadwal pemberian: diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu antara kedua dosis.

Cara pemberian: Subkutan (SC) dosis 0.5mL

Jenis vaksin: live-attenuated : sediaan : Varivax®

9. Demam Tifoid7,19

Demam Tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, penularannya sebagian besar
melalui makan dan minuman yang terkontaminasi.

Indikasi: pekerja jasa boga, wistawan yang berkunjung kedaerah endemik

Kontraindikasi: injeksi ( demam >38.50C), oral ( peradangan saluran cerna )

Kewaspadaan: individu yang mendapat terapi antimalaria, antibiotic dan vaksin kolera
oral. Diberikan secara intramuscular atau subkutan dengan dosis 0.5mL

Jenis vaksin: Virus dilemahkan dan virus mati , Sediaan: Typherix®, Typhim Vi®

17
10. Yellow Fever

merupakan penyakit infeksi virus akut dengan masa inkubasi yang singkat dalam berbagai
stadium, ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan haemogogus sp atau
sabethes sp.

Indikasi: wajib bagi wisatawan yang bepergian ke afrika dan Amerika Selatan, petugas
laboratorium.

Kontraindikasi: alergi terhadap telur, ayam atau gelatine, sakit berat

Kewaspadaan: wanita hamil dan menyusui. Diberikan subkutan 0.5mL dosis tunggal dan
ulangan dapat diberikan dengan interval 10tahun, pasien yang sudah di-booster mendapat
kekebalan menetap 30-35tahun atau seumur hidup.

Jenis vaksin: live-attenuated, Sediaan : Arilvax®, YF-VaX®

11. Japanese Encephalitis (belum memiliki izin edar di Indonseia)

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh Flavivirus dan ditularkan melalui nyamuk
Culex tritaeniorhynchus.

Indikasi : Wisatawan yang aakan bepergian kedaerah endemis (Asia), yang tinggal lebih
30 hari atau tinggal ala terutama di pedesaan.

Kontraindikasi: alergi timerosal

Cara pemberian pada anak lebih dai 3tahun dan dewasa , dosis primer diberikan 1ml
subkutan diberikan pada hari-0,7,30 dan booster 1mL diberikan dengan interval 2tahun.

Jenis Vaksin: Live-attenuated. Sediaan JE-Vax® ( belum tersedia di Indonesia)

12. Rabies

Penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan saraf tepid an pusat akibat
masuknya virus rabieskedalam tubuh melalui gigitan hewan penular rabies. Di udara
terbuka virus dapat mati jika dicuci dengan zat pelarut lemak, misalnya sabun, detergen
dan eter. Sediaan vaksin rabies diIndonesia adalah Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV).
Indikasi: petugas yang bekerja dengan hewan, pekerja laboratorium, peneliti gua,

18
wisatawan yang bepergian ke daerah endemis, individu yang tergigit, tercakar atau
terpapar mukosa binatang tersangka rabies. Diberikan secara intramuscular atau
intradermal. Intramuscular di daerah deltoid atau paha anterolateral, dengan metode
Zagreb 2-1-1 ( 2 dosis@ 0.5cc pada hari ke-0; 1 dosis @0.5cc pada hari ke-7; dan 1 dosis
@0.5cc pada hari ke-21 ). Intradermal dengan dosis 0.1ml berupa twoside intradermal
regimen (2-2-20-1-1) pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-28 dan hari ke-90.

Jenis vaksin: Live-attenuated, Sediaan: RabAvert®

13. Human Papiloma Virus (HPV)7,19

HPV merupakan penyebab utama kanker serviks pada perempuan, menempati urutan
kedua setelah kanker payudara. terdiri dari 130tipe dan 30 tipe diantaranya ditularkan
melalui hubungan seksual.Indikasi: semua wanita usia 19-26tahun, wanita dengan riwayat
kutil kelamin, wanita dengan hasil tes papanicolau abnormal, seseorang dengan postif
HPV-DNA tetapi dengan strain yang berbeda dibandingkan vaksin.

Kewaspadaan: seseorang dengan sakit sedang dan berat.

Jadwal pemberian : diberikan dalam tiga dosis, dengan jadwal pemberian bulan ke-0,1
atau 2 dan 6 tergantung jenis vaksinnya

Cara pemberian: Intramuskular (IM)

Jenis vaksin: vaksin quadrivalen (Gardasil®), Bivalen (Cervarix®)

14. Herpes zoster

Merupakan bentuk reaktivasi virus varicella-zoster di ganglion radiks dorsalis. Indikasi


vaksin ini meliputi: diberikan pada orang dewasa 60 tahun keatas, tetapi skarang ini sudah
diberikan pada orang dewasa diatas umur 50tahun (belum menjadai

rekomendasi). Kontraindikasi: adanya riwayat anafilaksis terhadap gelatine, antibiotic


neomisin, imunodefisiensi, kehamilan.

Jadwal pemberian: diberikan dosis tungal secara subkutan pada region deltoid.

Jenis Vaksin: Virus hidup, Sediaan : Zostavax®


19
Gambar 6. Berbagai penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan vaksinasi

Vaksinasi Pada Keadaan Khusus

a. Vaksinasi Pada usia Lanjut:

diberikan pada orang yang berusia diatas 60 tahun, diaman produksi dan proliferasi limosit
T berkurang. Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi Influenza, Pneumokok dan
herpes zoster.

b. Vaksinasi Pada Ibu hamil dan menyusui.

pada wanita hamil terdapat perubahan pada seluru tbuh termasuk pada system imun.
vaksinasi bermanfaat menjaga kesehatan wanita sebelum, selama dan setelah hamil dan
juga melindungi bayi saat kehamilan sampai bulan pertama kelahiran bayi. Imunisasi pada
kelompok ini berupa: tetnus, difteri, influenza dan hepatitis B. vaksin meningokok dan

20
rabies dapat diberikan sesuai indikasi. vaksin yang tidak boleh diberikan; MMR, Varicella
dan BCG.

c. Vaksinasi pada tenaga Kesehatan

tenaga kesehatan memiliki potensi yang tinggi terpajan oleh pasien ataupun material
infeksius,peralatan medis yang terkontminasi, lingkungan dan udara yang terkontaminasi.
Penyakit akibat kerja pada tenaga kesehatan dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi.
Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi hepatitis B, Influenza, MMR, varicella,
Difteri, pertusis, tetanus dan menigokokal.

d. Vaksinasi untuk Traveller ( Imunisasi Perjalanan, termasuk untuk Jemaah Haji dan
Umroh)

Vaksin yang diberikan berupa: Vaksin Meningokok dan Vaksin Influenza, Yellow Fever,
Antraks.

e. Vaksinasi pada Imunokompromais.

Kondisi yang termasuk pada imunokomprmais adalah malnutrisi, HIV, Pasienn Dialisis ,
Usia lanjut, asplenia, Penyakit metabolic, trauma dan pembedahan, infeksi berat dan
radiasi. pada kondisi tertentu pemberian vaksin hidup harus ditunda samapi keadaanimun
membaik. pasien dialysis dapat diberikan vaksinhepatitis B, Influenza

danPneumokok. Pasien HIV dengan CD4 yang rendah (<200sel/mm3) merupakan


kontraindikasi pemebrian vaksin hidup seperti Polio, varisela, yellow fever dan MMR,

pemberian vaksin dapat diberikan setelah CD4 >200sel/mm3. vaksin yang dpat diberikan
pada pasien HIV:hepatitis a, hepatitis B, HPV, Influenza, antraks, MMR, meningokok,
pneumokok, rabies, tifoid, tetanus, varisela.

21
Gambar 7.Jadwal imunisasi pada orang dewasa

Gambar 7.Jadwal imunisasi pada orang dewasa

22
Gambar 9.Jadwal imunisasi pada orang dewasa di Indonesia

Imunisasi masa depan


Saat ini pengembangan vaksin terus dilakukan beberapa yang sedang dilakukan
tidak hanya pada penyakit infeksi bakteri tetapi juga pada infeksi protozoa dan keganasan
seperti:

a. Vaksin terhadap kanker, yang didasarkan pada bahwa sel kanker tersebut
memiliki antigen yang dapat dikenali system pertahan tubuh manusia. Antigen
kanker atau non-diri, akan menyebabkan sel B dan sel T terstimulasi untuk
melakukan serangan terhadap kanker. vaksin kanker sekarang ada dua jenis
yaitu pencegahan (profilaksis) dan vaksin pengobatan. Baru-baru ini, vaksin
pengobatan untuk kanker prostat (Provenge Dendreon) telah disetujui oleh
FDA24.

b. Vaksin Dengue: penyakit dengue disebabkan oleh satu dari empat virus dengue
(DENV) yang sangat terkait erat namun berbeda secara antigenik dari family
Flaviviridae. Beberapa kesulitan dalam pengembangan vaksin dengue
adalah:vaksin dengue harus tetravalent, respon yang dihasilkan vaksin
tetravalent harus seimbang dan tahan lama, imunitas protektif yang terbentuk

23
belum dimengerti dan kurangnya model hewan yang tepat dalam percobaan
vaksin. vaksin yang ada saat ini masih sampai pada tahap uji fase preklinik25
c. Vaksin Ebola,

vaksin untuk virus ebola saat ini sudah diujicoba terhadap simpanse dan
marmut. terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin live-attenuated dan rekombinan
protein26

d. Vaksin Malaria.

Vaksin malaria yang diinginkan yaitu vaksin yang dapat bekerja semua siklus
hidup parasit. Tantangan yang paling berat para ilmuwan vaksin malaria hadapi
adalah kurangnya pemahaman tentang respon imun spesifik yang terkait dengan
perlindungan terhadap penyakit parasit. Karena parasit malaria sangat kompleks,
para ilmuwan mengejar keragaman pendekatan

pengembangan vaksin. saat ini ,vaksin malaria yang sedang dikembangkan


meliputi tiga tipe yaitu27:


Vaksin yang bekerja pada tahap sbelum masuk darah (Pre-erythrocytic

vaccine candidates)
 
Vaksin pada tahap darah (Blood-stage vaccine candidates)

Transmission-blocking vaccine candidates

Fenomena Responder dan Nonresponder pada Vaksinasi.


Individu sehat yang mendapat vaksin akan menginduksi respon humoral dan seluler, sehingga
tercapai respon imun yang mampu untuk memproteksi diri dari penyakit. Untuk mencapai respon
tersebut kadang vaksin harus diberikan dalam beberapa dosis dan juga adanya pemberian booster
atau ulangan. Fenomena responder dan nonresponder ini dicetuskan oleh Chiaramonte at al, yang
terjadi akibat tidak terbentuknya respon imun humoral. fenomena responder dan nonresponder ini
difokuskan pada vaksin hepatitis B . setelah pemberian vaksin hepatitis B sebanyak 3 dosis akan
tercapai titer antibody >10IU, tetapi pada beberapa orang , sekitar 10% pada orang dewasa dan
5% pada anak-anak hal tersebut tidak tercapai.

24
BAB IV
DOKUMENTASI

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


Tindakan pemberian imunisasi tidak terlepas dari suatu reaksi yang bias saja terjadi
setelah pemeberian vaksinasi berupa reaksi lokal maupun sistemik dapat terjadi. Seiring dengan
cakupan imunisasi yang makin tinggi maka penggunaan imunisasi juga makin tinggi dan angka
kejadian KIPI juga meningkat. Secara definsi KIPI adalah sebagai reaksi simpang yang dikenal
sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi atau adverse events following immunization (AEFI)
adalah kejadian medis yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek samping maupun
efek vaksin, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau kesalahn program, koinsidensi,
reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pelaksana dari imunisasi
tersebut harus mengetahui berapa besar dan hal apa saja insidean dan bentuk kejadian yang tidak
diharapkan dari suatu imunisasi. Sebelum melakukan tindakan imunisasi harus dilakukan
pemberian informasi mengenai resiko dan keuntungan imunisasi yang akan diberikan, dan
dilakukan pencatatan di kartu imunisasi

Komite Nasional Pengkajian Penanggulangan (Komnas PP) KIPI dibentuk sebagai badan
yang mewadahi berbagai efek samping dari imunisasi tersebut. Pelaporan kejadian dari efek
samping imunisasi tersebut harus selalu dibuat dan dilaporkan ke Komnas/Komda KIPI untuk di
cermati.

KIPI yang terjadi dalam menghadapinya perlu diketahui apakah kejadian tersebut
berhubungan dengan vaksin ayang diberikan ataukah secara kebetulan. Efek tidak langsung dari
vaksin dapat disebabkan kesalahn teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi vaksin, kesalahn
prosedur, kesalahan teknik imunisasi atau kebetulan.

Klasifikasi KIPI

Komnas KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi28.

1. Klasifikasi lapangan menurut WHO western Pacific (1999) untuk petugas kesehatan
lapangan. Klasifikasi ini meliputi kesalahan program, reaksi suntikan, reaksi vaksin,
koinsidensi, dan sebab tidak diketahui.

2. Klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah Komnas PP KIPI.

a. Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated)

25
b. Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely)

c. Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (probable)

d. Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain)

Gejala KIPI dapat timbul cepat maupun lambat dan bias berupa gejala local, sistemik,
reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumny amakin cepat terjadi KIPI makin
berat gejalanya. Reaksi ikutan pasca imunisasi disebabkan allergen yang terdapat pada vaksin,
mekainsmenya dapat berupa reaksi melalui Ig E ( Ig E Mediated) berupa eritema, pruritus,edema,
nyeri, urtikaria, spasme bronkus, hipotensi, aritmia, dan reaksi non Ig E ( Non Ig E mediated)28

Herd Imunity
Merupakan suatu kekebalan pada populasi yang memiliki persentase vaksinasi yang
tinggi , dengan angka vaksinasi yang tinggi tersebut akan terjadi penularan penyakit karena
banyak orang tidak dapat terinfeksi penyakit. Sebagai contoh, jika seseorang dengan campak
dikelilingi oleh orang-orang yang divaksinasi campak, penyakit ini tidak dapat dengan mudah
diteruskan kepada siapa pun, dan dengan cepat akan menghilang lagi. Ini disebut 'kawanan
kekebalan', dan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang rentan seperti bayi yang baru
lahir, orang tua dan orang-orang yang terlalu sakit untuk divaksinasi29,30.31.

Kekebalan Herd ini tidak dapat melindungi terhadap semua penyakit yang dapat
dicegah dengan vaksin. Contoh terbaik dari hal ini adalah tetanus, yang terinfeksi oleh bakteri
dalam lingkungan, tidak dari orang lain yang memiliki penyakit. Tidak peduli berapa banyak
orang di sekitar Anda yang divaksinasi terhadap tetanus, tidak akan melindungi Anda dari tetanus.

Kesimpulan
Untuk keberhasilan pencegahn penyakit infeksi dapat dilakukan banyak hal, salahsatunya
adalah dengan imunisasi. Imunisasi diberikan tidak hanya pada anak tetapi juga dapat diberikan
pada orang dewasa. Saat ini pemberian imunisasi pada orang dewasa belum sepopuler pada anak
sehingga perlu adanya perhatian ekstra untuk hal tersebut, berupa penyediaan fasilitas, tenaga
kesehatan yang kompeten dan penyediaan vaksin yang diperlukan. Saat ini banyak jenis imunisasi
yang dapat diberikan pada orang dewasa sesuai dengan HALO pasien tersebut, dan juga sedang
dikembangkan berabgai jenis vaksin lainnya selain untuk pencegahan infeksi bakteri. .

26
27
28

Anda mungkin juga menyukai