Kelompok B-3
Daftar Isi................................................................................................................... 2
Skenario.................................................................................................................... 3
Kata sulit................................................................................................................... 4
Pertanyaan dan jawaban........................................................................................... 5
Sasaran Belajar......................................................................................................... 6
Pembahasan ............................................................................................................. 7
Daftar Pustaka......................................................................................................... 26
2
SKENARIO 1
Seorang gadis usia 23 tahun yang akan mendaftarkan rencana pernikahan di KUA
(Kantor Urusan Agama) harus mendapatkan Surat Layak Kawin dari Puskesmas berdasarkan
Peraturan Gubernur DKI No. 185 Tahun 2017 tentang Konseling dan Pemeriksaan bagi
Calon Pengantin. Salah satu proses memperoleh surat tersebut, yang bersangkutan harus
mendapatkan vaksinasi Toksoid Tetanus (TT) guna memberikan kekebalan tubuh terhadap
penyakit tetanus bagi bayi yang kelak akan dilahirkannya. Dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan hasilnya baik dan tetapi yang bersangkutan tetap harus vaksinasi TT.
3
Kata Sulit
4
Pertanyaan dan Jawaban
5
Sasaran belajar
6
Pembahasan
1. Memahami dan menjelaskan Antigen dan Antibodi serta peran dalam sistem imun
1.1 Definisi kekebalan tubuh
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel,
molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Reaksi yang
dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut
respons imun.
Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang
bekerja untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi yang disebut sebagai
sistem imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya
terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau non spesifik
(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired).
Respon imun diperantarai oleh berbagai sel dan molekul larut yang disekresi
oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi imun adalah limfosit
(sel B, sel T, dan sel NK), fagosit (neutrofil,eosinofil, monosit, dan makrofag), sel
asesori (basofil,sel mast, dan trombosit), sel-sel jaringan, dan lain-lain. Bahan larut
yang disekresi dapat berupa antibodi, komplemen, mediator radang, dan sitokin.
Walaupun bukan merupakan bagian utama dari respon imun, sel-sel lain dalam
jaringan juga dapat berperan serta dengan memberi isyarat pada limfosit atau
berespons terhadap sitokin yang dilepaskan oleh limfosit dan makrofag.
A. Sistem Humoral
Sel B atau Limfosit B berasal dari sel multipoten di sumsum tulang. Sel B
melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Sel B atau
Limfosit B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi
berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi
antibodi. Fungsi antibodi yaitu untuk pertahanan terhadap infeksi
ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralkan toksinnya.
B. Sistem Selular
7
Limfosit T berperan dalam Sistem imun seluler. Pada orang dewasa Sel T
dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasi terjadi di
dalam kelenjar timus. 5-10% Sel T dalam timus menjadi matang dan
selanjutnya meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi. Faktor timus
yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon
asli dan didapat mempengaruhi diferensiasi Sel t di perifer.
Sel T terdiri dari beberapa subset sel :
- Sel CD4+ (Th, Th2)
- CD8+
- Ts (Tr, Th3)
Fungsi sistem imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan terhadap bakteri
yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan.
1.2.2 Non-spesifik
Imunitas non spesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu
ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan
dengan cepat menyingkirkannya. Semua mekanisme pertahanan ini
merupakan bawaan (innate), artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada
dan tidak adanya pengaruh secara intrinsik oleh kontak dengan agen infeksi
sebelumnya. Mekanisme pertahanan ini berperan sebagai garis pertahanan
pertama dan penghambat kebanyakan patogen potensial sebelum menjadi
infeksi yang tampak.
a. Pertahanan fisik/mekanik Kulit, selaput lendir, silia saluran napas,
batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.
8
b. Pertahanan biokimia pH asam keringat, sekresi sebaseus, berbagai
asam lemak yang dilepas kulit, lisozim dalam keringat, ludah, air mata, dan air
susu ibu, enzim saliva, asam lambung, enzim proteolitik, antibodi, dan
empedu dalam usus halus, mukosa saluran nafas, gerakan silia.
c. Pertahanan humoral Pertahanan humoral terdiri dari komplemen,
protein fase akut, mediator asal fosfolipid, sitokin IL-1, IL-6, TNF-α.
Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons 9 inflamasi.
Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai
faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.
Protein fase akut terdiri dari CRP, lektin, dan protein fase akut lain α1-
antitripsin, amyloid serum A, haptoglobin, C9, faktor B dan fibrinogen.
Mediator asal fosfolipid diperlukan untuk produksi prostaglandin dan
leukotrien. Keduanya meningkatkan respons inflamasi melalui peningkatan
permeabilitas vaskular dan vasodilatasi.
d. Pertahanan seluler Fagosit, sel NK, sel mast, dan eosinofil berperan
dalam sistem imun non spesifik seluler. Sel-sel imun tersebut dapat ditemukan
dalam sirkulasi atau jaringan. Contoh sel yang dapat ditemukan dalam
sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel
darah merah, dan trombosit. Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil,
sel mast, makrofag, sel T, sel plasma, dan sel NK.2
1. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan di kulit pada daerah
terbatas hanya menggunakan sedikit nutrien, sehingga kolonisasi mikroorganisme
patogen sulit terjadi
2. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat sehingga
agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah dari asam laktat yang
terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat
3. Sekret di permukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim yang
menghancurkan dinding sel bakteri
4. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan mukosa secara
terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring
5. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas
6. Sekresi mukosa saluran nafas dan saluran cerna mengandung peptida antimicrobial
uang dapat memusnahkan mikroba patogen
7. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan
dibawahnya dapat dimusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh fago
9
Sistem imun spesifik sangatlah penting untuk melawan patogen yang resisten
terhadap sistem imun non-spesifik. Sistem imun spesifik bekerja dengan
menggunakan reseptor limfosit atau antibodi untuk mengenal dan mengingat
molekul-molekul berbahaya atau yang dapat disebut juga antigen dan juga
yang tidak yang diproduksi oleh patogen tertentu. Selain itu, sistem imun
spesifik juga sering menggunakan sel dan molekul pada sistem imun non-
spesifik untuk mengeliminasi mikroba patogen dan berperan sebagai
antimikroba pada sistem imun non-spesifik. Seperti halnya saat mikroba
patogen menempel pada antibodi, mikroba tersebut akan mengaktivasi fagosit
yang dapat menghancurkan dan mencerna mikroba tersebut.
2. Memahami dan menjelaskan antigen dan antibodi serta peran dalam sistem imun
2.1 Definisi Antigen dan Antibodi
Antigen
Antigen sebuah zat yang merangsang respon imunitas,terutama dalam
menghasilkan antibodi. Antibodi yang dihasilkan berupa zat molekul besar seperti
protein dan polisakarida, contohnya permukaan bakteri. Antigen dapat berupa
bakteri,virus,protein dan karbohidrat
Antibodi (immunologin)
Antibodi atau imunoglobulin adalah protein larut yang dihasilkan oleh sistem
imunitas sebagai respon terhadap keberadaan suatu antigen dan akan bereaksi dengan
antigen tersebut.
10
Epitop merupakan bagian antigen yang dapat membangkitkan respons
imunitas, atau dengan kata lain, dapat menginduksi pembentukan antibodi.
Satu antigen tersusun dari 2 atau lebih molekul epitop.
2. Hapten
Hapten adalah molekul kecil yang hanya bisa menginduksi produksi
antibodi jika bergabung dengan carrier yang bermolekul besar. Oleh karena
itu, hapten memiliki sifat imunogenik. Hapten dapat berupa obat, antibiotik,
dan kosmetik.
Antibodi
Antibodi atau imunoglobulin adalah protein larut yang dihasilkan oleh
sistem imunitas sebagai respons terhadap keberadaan suatu antigen dan akan
bereaksi dengan antigen tersebut.
● IgG
IgG berjumlah paling banyak (80%) dan akan lebih besar pada kontak
ke 2, 3, dan seterusnya. IgG dapat menembus plasenta dan memberikan
imunitas pada bayi. Selain itu, IgG juga merupakan pelindung terhadap
mikroorganisme dan toksin, dapat mengaktivasi komplemen, dan dapat
meningkatkan efektivitas sel fagositik.
● IgA
Berjumlah 15%, IgA dapat ditemukan pada zat sekresi seperti keringat,
ludah, air mata, ASI, dan sekresi usus. IgA berfungsi untuk melawan
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.
● IgM
IgM adalah antibodi yang pertama kali tiba di lokasi infeksi, menetap
di pembuluh darah dan tidak masuk ke jaringan. IgM berumur pendek dan
berfungsi untuk mengaktivasi komplemen dan memperbanyak fagositosis.
● IgD
IgD memiliki fungsi memicu respons imunitas dan banyak ditemukan
di limfosit B. Meskipun demikian, IgD berjumlah sedikit pada limpa dan
serum darah.
● IgE
Antibodi ini terikat pada reseptor sel mast dan basofil. IgE
menyebabkan pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya. Selain itu, IgE
banyak ditemukan dalam darah dengan konsentrasi rendah dan kadarnya
meningkat ketika bereaksi terhadap alergi.
11
mencari antigen yang telah ditumpangi dan menghancurkannya. Sel T juga membantu
memberi sinyal pada sel-sel lain (seperti fagosit) untuk melakukan tugasnya.
Begitu dihasilkan, antibodi akan berada dalam tubuh seseorang selama
beberapa waktu, sehingga apabila antigen atau bibit penyakit kembali, antibodi sudah
tersedia untuk melakukan misinya. Antibodi juga dapat menetralkan racun yang
dihasilkan oleh organisme dan mengaktifkan sekelompok protein yang disebut
komplemen. Komplemen adalah bagian dari sistem imun yang membantu membunuh
bakteri, virus atau sel-sel yang terinfeksi. Bersama, semua sel-sel khusus dan bagian
sistem imun menghasilkan perlindungan bagi tubuh terhadap penyakit. Proteksi inilah
yang disebut imunitas.
3.1 Definisi
3.2 Klasifikasi
1. BCG
a. BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak
berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena
keberhasilannya diragukan.
b. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk
bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL
dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak
0,1 mL.
c. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin
hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000
partikel/dosis.
d. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita
gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia,
penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang,
penderita infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi:
12
Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat
penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba
keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula
(gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka
terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan
dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan
parut.
13
terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan
DPT.
g. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya
diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian
setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan
selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan
yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh
perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
h. DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan, seperti
demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama
i. beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin.
j. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan
komplikasi berikut: demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius),
kejang, kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang
sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat
kejang dalam keluarganya), syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak
memberikan respon).
k. Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius daripada flu
ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika
anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda
sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
l. 1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan
terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di
tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan
demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk
mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan
kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan
maupun tungkai yang bersangkutan
3. DT
a. memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan
oleh kuman penyebab difteri dan tetanus.
b. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak
yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis,
tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.
c. Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan
imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha
sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak
yang sedang sakit berat atau menderita demam inggi. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan
pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung selama 1-2 hari.
4. TT
a. Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan
aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum)
14
juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif)
maupun pengobatan penyakit tetanus.
b. Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali,
yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin
ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL.
Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada
tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan
dan rasa nyeri.
5. Polio
f. Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah
satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot
untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
g. Terdapat 2 macam vaksin polio :
1. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk),
mengandung virus polio yang telah dimatikan dan
diberikan melalui suntikan
2. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung
vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan
dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen
(MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV)
dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio
ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian
pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan
SD (12 tahun).
d. Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini
diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak
atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
e. Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
1. Diare berat
2. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan,
kemoterapi, kortikosteroid)
3. Kehamilan
f. Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan
kejang-kejang.
g. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan
respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada
tingkat yang tertinggi.
h. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada
orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara
rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio
masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum
pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani
imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang
pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
15
pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak
boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada
penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita
AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan
untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang
sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker,
kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.
i. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika
anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya
pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar
pulih.
j. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat
penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama
beberapa hari.
6. Campak
a. Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan
sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.
Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan
diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan
dalam sebanyak 0,5 mL.
b. Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
1) Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celcius
2) Gangguan sistem kekebalan
3) Pemakaian obat imunosupresan
4) Alergi terhadap protein telur
5) Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
6) Wanita hamil
c. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit,
diare, konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis
(jarang).
7. MMR
a. Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak,
gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2
kali.
b. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler
dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan
pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang
lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan
pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur
utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan
meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan
pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam
kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella
juga bisa menyebabkan pembengkakan otak atau gangguan
perdarahan.
16
c. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi
keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya
(buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa
menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa
tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin
MMR.
d. Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak
terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin
tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada
keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan
imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.
e. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15
bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan
seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan
kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD)
atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk
SMP).
f. Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang
berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan
tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali
suntikan MMR sebelum masuk SD.
g. Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956,
diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka
yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak.
Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan
memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak,
campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan
untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat
dipenuhi oleh suntikan pertama.
h. Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing
komponen vaksin:
1. Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani
imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini
terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima
suntikan MMR. Demam 39,50 Celcius atau lebih tanpa
gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang
menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul
dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan
berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping
tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
2. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada
kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung
selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2
minggu setelah menerima suntikan MMR.
3. Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar
getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung
selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 minggu setelah
menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15%
anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau
kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari,
17
timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima
suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1%
anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi
pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan
MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus
berlangsung selama beberapa bulan (hilang- timbul).
4. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri)
berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada kurang
dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang
dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi
kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa
pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering
ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah
menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur
dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang
(misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam
waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan
biasanya berhubungan dengan demam tinggi.
i. Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan
dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak,
gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa
menimbulkan komplikasi yang sangat serius.
j. Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih.
Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
a. Anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik
neomisin
b. Anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
c. Anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh
akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat
prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau
obat imunosupresan.
d. Wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian
hamil.
8. Hib
a. Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus
influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis,
pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa
menyebabkan anak tersedak.
b. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada
saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan.
9. Imunisasi Varisella
a. Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar
air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk
lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk
keropeng yang akan mengelupas.
b. Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita
cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-
anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13
tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak
yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah
18
mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita
cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang
waktu 4-8 minggu.
c. Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat
menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat
fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat
serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan
beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa
cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
d. Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air.
Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air
meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya
biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus
yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang
terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.
e. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang,
diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.
f. Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu
berupa :
1. Demam
2. Nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
3. Ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
g. Efek samping yang lebih berat adalah :
1) Kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6
minggu setelah penyuntikan pneumonia.
2) Reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa
menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut
jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa
terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah
suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi.
3) Ensefalitis
4) Penurunan koordinasi otot.
19
10. HBV
a. Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan
kanker hati dan kematian.
b. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika
ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi
berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali
dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan
HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II
dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah
suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan
dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan
pada otot lengan atau paha.
c. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif,
diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG
(hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu
12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak
berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak
berumur 6 bulan.
d. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak
diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir.
Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk
menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera
diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya
ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat
diberikan kepada ibu hamil.
e. Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di
tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan
tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam
beberapa hari.
11. Pneumokokus Konjugata
a. Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap
sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga.
Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius,
seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
b. Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini
juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang
memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.
3.3 Prinsip
3.3.1 Aktif
20
rupa sehingga tidak menimbulkan sakit, namun dapat memproduksi limfosit
yang peka, antibodi, maupun sel memori.
3.3.2 Pasif
Setiap pemberian vaksin memiliki waktu yang berbeda, misalnya DT diberikan pada
bayi. Lokasi yang ditentukan untuk injeksi yaitu otot paha dan anterolateral. Vaksin ini juga
bisa disuntikkan ke otot deltoid jika dibutuhkan. Pemberian DTaP bagi anak diperlukan 4
dosis. Pemberian dosis pertama dilakukan pada usia 2 bulan, kedua usia 4 bulan, ketiga 6
bulan dan keempat usia 15-19 bulan. Adapun untuk dosis yang kelima diberikan untuk usia 4-
6 tahun.
Selanjutnya pemberian vaksin DT dan TDap untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa.
Dengan cara menyuntikkan ke dalam otot deltoid. Dosis lanjutan ini dinamakan booster atau
dosis penguat. Dosis ini wajib diberikan sekali dalam 10 tahun.
21
terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat
tatkala terkena penyakit.
2. Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.
Di antara dalil mereka adalah sabda Nabi: “Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan
obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan benda haram” (ash-
Shohihah:4/174). Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur
ulama, dan karena sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin.
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari penyakit
sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang
memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan
sihir”(HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi
wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala
terkena penyakit.
Boleh dalam kondisi darurat dalil firman Allah : “… Sesungguhnya Allah telah menjelaskan
kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya….” (QS. Al- An’am [6]:119)
Dhorurat (darurat) adalah suatu keadaan terdesak untuk menerjang keharaman, yaitu
ketika seorang memilki keyakinan bahwa apabila dirinya tidak menerjang larangan
tersebut niscaya akan binasa atau mendapatkan bahaya besar pada badanya, hartanya atau
kehormatannya. Dalam suatu kaidah fiqhiyyah dikatakan: “Darurat itu membolehkan
suatu yang dilarang”
Namun kaidah ini harus memenuhi dua persyaratan: tidak ada pengganti lainya yang boleh
(mubah/halal) dan mencukupkan sekadar untuk kebutuhan saja. Oleh karena itu, al-Izzu
bin Abdus Salam mengatakan : “Seandainya seorang terdesak untuk makan barang najis
maka dia harus memakannya, sebab kerusakan jiwa dan anggota badan lebih besar
daripada kerusakan makan barang najis.”
Perlukah Vaksin?
Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang dewasa
yang mengalami gangguan system imun dan syaraf, interaktif, kelemahan daya ingat,
22
asma, sindrom keletihan kronis, lupus, arthritis reumatiod, sklerosis multiple, dan bahkan
epilepsy. Hal itu disampaikan oleh Presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional Amerika,
Barbara Loe.
Sementara itu, dr. Muhammad Ali Toha Assegaf, Anggota IDI, Anggaota Ikatan Dokter
Akupuntur Indonesia menyatakan kegelisahannya terhadap vaksin, Halalkah vaksin yang
ada di negeri ini/perlukah vaksinasi? Dan amankah? Ini adalah kegelisahan saya sebagai
dokter dan kegelisahan jutaan orang yang menyakini sabda Rasulullah SAW., : “Allah
tidak menciptakan kesembuhan dari hal yang diharamkan atas kalian”. Juga Allah SWT
tidak menjadikan barang haram sebagai obat bagi umatku”.
Pendapat Kontra :
a. Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah orang
tretular penyakit infeksi yang pengguna alkohol, obat bius, dll.
b. Efek samping yg membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal, aluminium,
benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autism, cacat otak,
dll.
c. Lebih banyak bahaya daripada manfaatnya, banyak efek sampingnya.
d. Konspirasi & akal-akalan Negara barat untuk memperbodoh dan meracuni negara
berkembang dan Negara muslim dengan menghancurkan generasi muda.
e. Menyingkirkan metode pengobatan & pencegahan dari Negara-negara berkembang dan
Negara muslim seperti minum madu, minyak zaitun, kurma, & habbatussauda.
Pendapat Pro :
a. Mencegah para bayi tertular dari sang ibu, yang membawa virus toksoplasma, rubella,
hepatitis B yang dapat membahayakan ibu dan janin.
b. Vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah penyakit infeksi berkembang menjadi wabah
seperti kolera, diphteri, & polio.
c. Efek samping yang membahayakan bisa diminimalisirkan dengan tanggap terhadap
kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu tentang jenis merek vaksin
serta jadwal yg benar sesuai kondisi setiap orang.
d. Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi. Contoh fatwa MUI yg menyatakan
halal. Dan jika haram, maka tetap diperbolehkan karena mengingat keadaan darurat,
daripada penyakit infeksi mewabah.
“Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” (Bulughul Maram, Bab miyah no.2)
“Jika air mencapai dua qullah tidak mengandung najis –diriwayat yang lain- tidak najis” (Bulughul
Maram, Bab miyah no.5)
23
Maka enzim babi vaksin yang hanya sekedar katalisator yang sudah hilang melalui proses pencucian,
pemurnian dan penyulingan sudah minimal terkalahkan sifatnya.
Jika kita masih berkeyakinan bahwa vaksin haram, mari kita kaji lebih lanjut. Bahwa ada kaidah
fiqhiyah,
Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita kaji sesuai dengan syarat:
• Saat itu belum ada pengganti vaksin lainnya
Adapun yang berdalil dengan daya tahan tubuh bisa dengan jamu, habbatussauda, madu (bukan
berarti kami merendahkan pengobatan nabi dan tradisional), maka kita jawab itu adalah pengobatan
yang bersifat umum tidak spesifik, sebagaimana jika kita mengobati virus tertentu, maka secara teori
bisa sembuh dengan meningkatkan daya tahan tubuh, akan tetapi bisa sangat lama dan banyak faktor.
Bisa saja ia mati sebelum daya tahan tubuh meningkat. Apalagi untuk jamaah haji syarat satu-satunya
adalah vaksin.
o Enzim babi pada vaksin hanya sebagai katalisator, sekedar penggunaannya saja.
Maka, pendapat terkuat bahwa pada pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram
kecuali dalam kondisi darurat, dengan syarat:
1 Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati
2 Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
3 Tidak ada pengganti lainnya yang mubah
Hal ini berlandaskan pada kaidah fiqhiyah,
” Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan “
24
Daftar Pustaka
Dari artikel Pro Kontra Hukum Imunisasi dan Vaksinasi — Muslim.Or.Id – Memurnikan Aqidah
Menebarkan Sunnah dan https://kesehatanmuslim.com/imunisasi-dalam-pandangan-syariat/
Baratawidjaja, Karnen Garna dan Iris Rengganis. (2014) Imunologi Dasar Edisi ke-11.
Jakarta, Badan Penerbit FKUI.
Sherwood, Lauralee. (2015) Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta, EGC.
Abbas, Ak, Lichtmen, AH & Pillai, S 2016, Basic Immunology: Functions and Disorders of
the Immune System, 5th edn, Elsevier, Missouri.
25