4. Sebuah Integrasi
Masjid, kampus, dan parlemen adalah tiga ruang berbeda yang dari ketiganya memiliki
khas dan otoritas sendiri untuk mengatur manusia. Manusia adalah subjek, dari ketiga ruang
tersebut adalah kosong. Tidak akan berarti dan berfungsi tanpa ada isi. Tentu dalam hal ini yang
penulis maksud adalah manusia. Manusialah yang akan membuat tiga ruangan itu hidup dan
menghidupkan kehidupan.
Masjid adalah tempat pemberangkatan, tempat pengenalan.
Kampus adalah tempat pemupukan, tempat pembentukan.
Parlemen adalah tempat pengamalan, tempat pembaktian.
Islam adalah agama yang universal, adagium tersebut harus dapat diterjemahkan dalam
bentuk gerakan. Tentunya, gerakan yang diperuntukkan dakwah islam. Masjid sebagai simbol
transcendental, harus dijadikan alat peramu atau dapur dalam menciptakan kader-kader
intelektual islam yang kemudian mengakselerasi gerakan islam pada ruang taktis dan strategis.
Kampus, sampai kemudian parlemen. Kampus yang hari ini mulai diambil alih perannya,
dipaksa masuk pada ruang kenyamanan, mulai harus disigug, sampai sadar bahwa kuliah adalah
titipan tuhan, yang tentunya apabila memperkecil otoritas tuhan akan menjadi dosa yang berlipat
ganda. Tuhan menganjurkan kita untuk saling bisa merasakan apa yang saudara kita rasa,
menangisi, sampai harus berlari saat ketidakadilan hadir depan kelopak mata. Tuhan tidak pernah
mengajarkan membohongi diri. Dan yang terakhir, parlemen adalah ruang yang harus dan wajib
diisi oleh mereka yang lahir dari peradaban masjid. Inilah yang penulis maksud, "POLITIK
PROFETIK".