REFERAT Anestesi Umum
REFERAT Anestesi Umum
ANESTESI UMUM
Pembimbing :
Penyusun :
Bassam
1102009054
iii
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya
saya dapat menyelesaikan referat berjudul anestesi umum ini tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu
tercurah kepada kita.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian Anestesi
RSUD Arjawinangun. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepadaDr. Uus Rustandi. Sp. Andan Dr. Ruby Satria Nugraha, Sp. An, Mkes selaku
dokter pembimbing dalam kepanitraan klinik Anestesi ini dan rekan-rekan koas yang ikut
membantu memberikan semangat dan dukungan moril.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat
ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Anestesi khususnya dan bidang
kedokteran yang lain pada umumnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
2.1 Definisi 2
2.4.1.2 Premedikasi 9
iii
2.6.3 Intubasi Endotrakeal dengan Napas Kendali 15
2.10 Ekstubasi 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Namun,
obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan
kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan
lancer.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal (trias
anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum, penggunaan
anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan obat-obatan yang
iii
BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM
2.1 DEFINISI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes
Srpada tahun 1846.
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang
tak tertahankan,mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan
kenangan yang tidak menyenangkan.
Umur
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan
iii
o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah
dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi
anestesia umum.
o Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya
sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia
Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paru-paru
(alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat
iii
anestesika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel alveolus bukan
penghambat disfusi zat anestesika, sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama
dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal yang mempengaruhi hal
tersebut adalah:
Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi konsentrasinya,
vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan sebagian
darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang diambil dari alveolus,
konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang
kecuali halotan.
3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal.
zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak
iii
c) Lemak : jaringan lemak
d) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah :
(respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi
pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan
bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan
A. Anamnesis
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca
bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa
iii
sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam
waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh
pasien.
C. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada
usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
iii
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik
ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak
batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.Contohnya: pasien tua dengan perdarahan
iii
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
F. Masukan oral
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-
pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien
yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-
Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat
air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
2.4.1.2 Premedikasi
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan
iii
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung
a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis
6. Mengurangi rasa sakit
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara
intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai
menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi
1. Analgesik narkotik
a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
iii
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001
mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur
pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang.
T :Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >
iii
A :Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I :Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dimasukkan.
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia
sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4
sampai henti napas dan henti jantung.
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik
sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan
terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan
gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.Stadium ini berakhir dengan
ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba
bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan
pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata
tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss
menelan dan kelopak mata.
iii
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya
pernapasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya
reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti
kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak
mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.
Indikasi :
Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)
Keadaan umum baik (ASA I – II)
Lambung harus kosong
Prosedur :
Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek
sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll
Induksi
Pemeliharaan
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
iii
3. Pemeliharaan
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit
ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat
epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas( alat resusitasi )
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :
iii
Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya
dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x permenit.Setelah operasi selesai pasien dipancing
dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.
Teknik sama dengan diatas
Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)
Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan hati-hati,
perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-
60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan
sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml =
25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada
dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah
otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat kekurangan
iii
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan
kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-
12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh
dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
C. Ketamin (ketalar)
kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium)
dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01
mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan
untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis
iii
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskulardengan
(gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak
berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian
harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering
digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti
halotan.
B. Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil
dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi,
bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi refleks
baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding
halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.
iii
D. Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan
tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi
teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
E. Desfluran (suprane)
menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
F. Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat
dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping
halotan.
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
iii
2.6.8 Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya sungkup
muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter,
Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau
Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis) sekedar tidak
sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB.
Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal
memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis
iii
biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan
anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4%
1. Hidung
Menuju nasofaring
2. Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan palatum molle dan
dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring dipisahkan
oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas
iii
A. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-
faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-
pharyngeal airway).
B. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan
napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke
seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop:
iii
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan
bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas,
dan lain-lainnya.
iii
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
2.10 Ekstubasi
lainnya.
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan
general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah
pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery
room (RR).
Merah muda, 2
iii
Pucat, 1
Sianosis, 0
B. Pernapasan
C. Sirkulasi
D. Kesadaran
E. Aktivitas
iii
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Obat yang
digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini
dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal.
Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama Narkose Umum
(NU).Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,
analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu ;
1. Anastetik Inhalasi
2. Anastetik Intravena
Terlepas dari cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus
memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai “Trias Anestesia”, yaitu efek
hipnotik (menidurkan), efek analgesia, danefek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi kalau
terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan oleh eter.
Sebelum dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada psien yang mencakup
beberapa hal yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta
menentukan klasifikasi status fisik menurut The American Society of Anaesthesiologist (ASA).
Selama proses anestesi, dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat kesulitan selama melaksanakan anestesi
umum, seperti jalan nafas dan intubasi, harus ditangani dengan benar.
iii
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Zuhardi, T.B, Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia
Kedokteran no. 33, 1984 : 3-5
2. Rahardjo, E., Rahardjo, P., Sulistiyono, H., Anestesi untuk pembedahan darurat
dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 6-9.
4. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi, EGC, 1994, Jakarta.
5. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI, Anestesiologi, 1989,
Jakarta.
6. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2009.
iii