Hidrolika Fluida Pemboran PDF
Hidrolika Fluida Pemboran PDF
Disusun oleh :
S1 TEKNIK PERMINYAKAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2014
HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN
Gambar 3.1.
Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Air4)
Fungsi kedua fasa cair adalah sebagai suspensi reactive colloidal solid,
seperti bentonite, dan inert solid, seperti barite. Air juga bekerja sebagai media
transfer hydraulic horsepower dari permukaan untuk bit yang berada di bawah
lubang sumur, disebut sebagai fungsi ketiga fasa cair yang dikenal dengan istilah
jetting action. Air juga berfungsi sebagai penyerap (absorbing) panas massif yang
terjadi di borehole selama proses pemboran. Selain itu juga sebagai media pelarut
semua kondisi kimiawi yang ditambahkan dalam lumpur pemboran, terutama sifat
pH dan salinitas air sangat berpengaruh terhadap efektifitas kimia yang
ditambahkan.
Beberapa fungsi lumpur pemboran merupakan fungsi dari air sebagai fasa
cair. Seleksi dari tipe fasa cair yang digunakan untuk mengontrol lumpur adalah
sebagai berikut :
1. Ketersediaan air (availability).
Ketersediaan air sangat tergantung pada lokasi, seperti keberadaan fresh water
yang berlimpah pada suatu daerah yang tidak tersedia di daerah yang lainnya.
Misalnya pada pemboran offshore, air asin sangat sering sekali digunakan
untuk menggantikan fresh water, karena memerlukan biaya dan peralatan
yang banyak jika menggunakan fresh water.
2. Tipe formasi geologi.
Karena beberapa tipr formasi yang dibor sangat sensitive terhadap fresh water,
maka jika penggunaan fresh water masih terus digunakan akan menyebabkan
kerusakan formasi dan memperbesar kerusakan lubang sumur. Filtrate fresh
water juga menyebabkan partikel clay mengalami swelling dan bermigrasi
sehingga dapat mengurangi permeabilitas permanent.
3. Tipe kimiawi.
Kelarutan dan efektifitas kimiawi merupakan ukuran uatama untuk
mempetimbangkan efisiensi mud conditioning. Salinitas dan pH dari fasa
kontinyu cair yang berpengaruh besar tehadap kelarutan kimiawi mud
conditioning.
4. Tipe sebagai media data-collecting.
Beberapa peralatan logging umumnya bereferensi pada fasa kontinyu cair
lumpur sebagai media operasi, seperti SP dan elektrik log. Akurasi dari hasil
yang didapatkan adalah fungsi dari salinitas dan temperatur, sehingga kehati-
hatian dalam menyeleksi fasa kontinyu cair sangat penting.
Kriteria seleksi diatas harus berhati-hati dalam mempertimbangkan agar
tidak saling mengganggu. Faktor keekonomian merupakan faktor yang paling
memainkan peranan seleksi air dalam tipe lumpur.
dimana :
Wtf = berat fraksi clay dalam lumpur.
γm = berat jenis lumpur, lb/cuft.
Secara terperinci spesifikasi bentonite sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Spesifikasi Bentonite dari API
1.2.1. Densitas
Densitas lumpur pemboran atau berat lumpur didefinisikan sebagai
perbandingan berat per unit volume lumpur. Sifat ini berpengaruh terhadap
pengontrolan tekanan subsurface dari formasi, sehingga dalam operasi pemboran
densitas lumpur harus selalu dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh
performance atau kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan
terhadap formasi yang dibor.
Pengaturan densitas lumpur merupakan faktor penunjang keberhasilan
pemboran. Densitas lumpur yang relatif terlalu berat bagi suatu formasi
memungkinkan terjadinya lost circulation, sebaliknya densitas lumpur yang relatif
terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan densitas
lumpur dapat dilakukan dengan jalan penambahan zat-zat aditif yang umum
dipakai untuk memperbesar harga densitas antara lain yaitu : barite (SG = 4.3),
limestone (SG = 3.0), galena (SG = 7.0) dan bijih besi (SG = 7.0). sedangkan
untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur pada umumnya dipakai
aditif seperti air dan minyak. Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan
jalan pengurangan kadar padatan lumpur di pemukaan. Penambahan densitas
lumpur dilakukan pada satu siklus sirkulasi viscositasnya harus kecil karena
dengan penambahan berat lumpur ini akan terjadi kenaikan viscositas. Densitas
lumpur dipengaruhi oleh temperatur, densitas akan tururn jika temperaturnya naik.
Satuan densitas dapat pula dinyatakan dalam gradient tekanan dengan satuan-
satuan yang umum dipakai adalah :
o Pounds per gallon, ppg lb/gallon
o Pounds per cubic feet lb/cuft
o Psi per 100 feet depth psi/1000ft
o Specific gravity (SG)
Tiga jenis denistas lumpur yang biasa digunakan dalam perhitungan
lumpur yaitu : static, equivalent circulating dan annular. Static atau densitas
permukaan ditentukan pada kondisi permukaan dengan peralatan mud balance.
Sedangkan densitas equivalent circulating mengacu pada berat kolom lumpur
pada saat disirkulasi. Densitas ini pada kedalaman tertentu merupakan fungsi
kehilangan tekanan di annular yang berkaitan dengan faktor circulation rate dan
kondisi lubang lumpur. Perhitungan densitas equivalent circulating sebagai
berikut :
annularpressuredrop
equivalentcirculationweight = mudspecificweight + ....(3.2)
0.052 × depth
annularpressuredrop
staticspecificweight + ............................................(3.3)
depth
+ additionalpressureweightofcutting × ( 1 / depth )
dimana :
Pm = tekanan hidrostatik kolom lumpur, psi.
ρm = densitas lumpur, ppg.
D = Depth, ft.
Dan
Wmud ( ppg )
SGmud = ................................................................(3.6)
W freshwater ( ppg )
karena densitas air tawar adalah konstan, yaitu 8.33 ppg maka persamaan diatas
dapat berubah menjadi :
Wmud = 8.33 × SG mud ......................................................................(3.7)
1.2.2. Viskositas
Viskositas didefinisikan sebagai tahanan lumpur pemboran untuk mengalir
saat dipompakan yakni perbandingan tegangan (shear stress) dengan regangan
(shear strain) yang diukur dengan Marsh funnel atau rational viscometer.
Viskositas merupakan sifat penting bagi lumpur karena berpangaruh terhadap
efisiensi kemampuan pengangkatan. Karena cutting maupun material lainnya
secara kontinyu terproduksi bersama dengan lumpur selama operasi pemboran
sehingga diharapkan sesampainya di permukaan dapat dibersihkan sebelum
disirkulasikan kembali dengan perlatan mud screen, desanding devices,
centrifugal concentrator dan sebagainya yang sengaja dipasang untuk
membersihkan solid dalam lumpur.
Viskositas juga melibatkan perhitungan kehilangan tekanan (pressure
drop) di annulus pada aliran laminar dengan menggunakan persamaan Bingham.
Viskositas merupakan fungsi dari empat faktor, yaitu :
1. viskositas lumpur dasar.
2. ukuran, bentuk dan jumlah partikel solid per unit volume.
3. gaya antar partikel.
4. derajat emulsifikasi oil in water atau water in oil dan kestabilan emulsi.
Temperatur berpengaruh terhadap viskositas lumpur dasarnya, yaitu :
minyak, air atau keduanya. Disebabkan spasi ruang antar molekul kecil sedangkan
kohesi molekul sangat kuat, maka dengan adanya kenaikan temperatur, kohesi
molekul menurun sehingga menurunkan viskositas lumpur. Temperatur sangat
berpengaruh terhadap viskositas minyak dibandingkan dengan air yang memiliki
viskositas lebig rendah dari minyak.
Besaran area kontak antara partikel solud dengan fasa cair mempengaruhi
plastic viskositas akibat friksi mekanik. Plastik viskositas meningkat dengan
naiknya daerah permukaan yang dibasahi fasa cair. Total daerah yang dibasahi
meningkat dengan penurunan ukuran partikel, meningkatnya jumlah partikel solid
per satuan volume, dan perubahan bentuk partikel dari membulat menjadi flat.
Viskositas lumpur pemboran yang terlalu tinggi menyebabkan :
o Penetration rate menurun kerana viskositas yang tinggi memilki kohesi
partikel yang kuat sehingga menghalangi efektifitas penembusan oleh bit.
o Pressure loss karena sebagian distribusi tekanan digunakan untuk
memompakan dan menentang resistansi lumpur.
o Lumpur sukar melepaskan gas, cutting dan pasir dalam sirkulasi di
permuakaan.
o Beban pompa bertambah dengan bertambahnya luas kontak dengan
partikel sehingga efek friksi dan resistansi lumpur menjadi sangat besar.
Sebaliknya viskositas yang terlalu kecil dapat menimbulkan :
o Pengangkatan cutting menjadi tidak efektif karena lifting capacity partikel-
partikel lumpur terlau kecil untuk menahan berat cutting.
o Terjadinya flokulasi padatan.
Treatment lumpur yang dilakukan untuk mengontrol viskositas lumpur
pemboran dilakukan dengan penambahan zat-zat aditif. Untuk mempertinggi
viskositas lumpur, zat-zat aditif yang digunakan antara lain : bentonite pada water
base mud dan asphalt pada oil base mud. Sedangkan untuk menurunkan viskositas
lumpur pemboran digunakan zat-zat aditif seperti air atau thinner yang berfungsi
untuk mengencerkan lumpur.
o Natural Mud
Natural mud dibentuk dalam bentuk pecahan-pecahan cutting dalam fase air.
Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya tipe
lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada
surface casing (permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran
sifat-sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini di treated
dengan zat-zat kimia dan additive-additive koloidal. Beratnya sekitar 9.1 –
10.2 ppg, dan viscositasnya 35-40 detik.
o Bentonite – Treated Mud
Lumpur jenis ini mencakup hampir semua jenis lumpur air tawar. Bentonite
adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat koloid
inorganis untuk mengurangi filter loss dan mengurangi ketebalan mud cake.
Bentonite juga menaikkan viscositas dan gel strength yang dapat dikontrol
dengan thinner.
o Phospate –Ttreated Mud
Mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas dan gel strength.
Penambahan zat ini akan berakibat terdispersinya fraksi-fraksi clay cooid
padat sehingga densitas lumpur cukup besar tetapi viscositas dan gel
strengthnya rendah. Ia mengurangi filter loss dan mud cake dapat tipis.
Tannim biasa ditambahkan bersama-sama polyphospate untuk pengontrolan
lumpur.
Polyphospate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur dalam) dan
akan kehilangan efeknya sebagai thinner (polyphonspate akan rusak pada
o
kedalaman 10.000 ft dan temperatur 160-180 F, karena berubah ke
orthophospate yang malah menyebabkan terjadinya flokulasi). Phospate mud
juga sulit dikontrol pada densitas lumpur tinggi (yang sering berhubungan
dengan pemboran dalam). Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, densitas
lumpur dapat dijadikan 9-11 ppg. Polyphospate mud juga menggumpal jika
terkena kontaminasi NaCl, Calcium sulfate dan kontaminasi semen dalam
jumlah cukup banyak.
c. Calcium Salt
Selain hydrate salt dan gypsum telah digunakan tetapi tidak
meluas, juga zat-zat kimia yang memberi suplai kation multivalent
untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba
(OH)2 telah digunakan.
Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain dapat
pula berada disitu dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water mud
dapat digunakan untuk membor formasi-formasi garam dirongga-rongga yang
terjadi karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur, dicegah
dengan penjenuhan garam terlebih dahulu pada lumpurnya.
Lumpur ini juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh untuk
pengenceran dan pengaturan volume.
Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organik colloid mud
menyebabkan tidak perlunya memasang casing di atas salt beds (farmasi
garam). Filtrate lossnya bisa dikontrol sampai 1 cc API dengan organic
colloid. Saturated salt water mud dapat dibuat berdensitas lebih dari 19 ppg.
Dengan menambahkan organic colloid agar filtration lossnya kecil, lumpur ini
bisa untuk membor formasi dibawah salt beds, walaupun restivitinya yang
rendah buruk untuk electical log. Gabungan dari non-ionic surfactant
menyebabkan pengontrolan filtrasi dan flow propertiesnya lebih mudah dan
murah, terutama pada densitas tinggi.
Saturated salt water mud dapat pula dibuat dari fresh water atau brine
mud. Jika dari fresh water mud maka paling tidak separoh dari lumpur harus
dibuang, diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar dan penambahan
lebih kurang 125 Ibs garam/bbl lumpur. Jika dikehendaki pengontrolan
filtration loss, suatu organic colloid dan presentative dapat ditambahkan.
Jika lumpur dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh) sekitar 20
Ib/bbl attapulgite ditambahkan bersama dengan organic colloid dan mungkin
presentative. Densitas lumpur ini 103 ppg dan akan naik sekitar 11 ppg selama
pemboran berlangsung.
Pemeliharaannya jenis lumpur ini, termasuk penambahan air asin untuk
mengurangi viscositas, attapulgite untuk menambah viscositas, gel dan filtrasi
dapat diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate solution atau sedikit
lime (kapur).
o Sodium Silicate Mud
Fasa cair Na-Silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan Na
silicate dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk pemboran
heaving shale, tetapi telah terdesak penggunaannya oleh lime treated mud,
gypsum lignosilfonate, shale control dan surfactant muds (lumpur yang diberi
DAS dan DME) yang lebih baik, murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.
zat dan adanya kontaminasi sama seperti lumpur aslinya. Semua minyak (crude)
dapat digunakan, tetapi lebih baik bila digunakan minyak refinery (refinery oil)
Rentang
Luas Permukaan (surface
Jenis Cation Exchange
area) (m2/gram)
Capacity (CEC)
Montmorillonite 82 80 – 150
Illite 113 10 – 40
Kaolinite 22 3 – 15
Chlorite - 10 – 40
Kemampuan mengembang (swelling) yang besar diantara tipe lempung yang
lainnya, Montmorillonite clay akan membentuk suatu larutan dengan viscositas
yang cukup besar, hal ini penting untuk pembersihan dasar.
Fresh water sebagai fasa kontinyu dalam water base mud, invasi mud
filtrat menyebabkan lempung mengembang di dalam pori batuan sehingga pori-
pori batuan mengalami clay blocking.
Telah dijelaskan sebelumnya, jika dengan fresh water akan bereaksi.
Untuk ini maka diperlukan pengertian dan lempung. Lempung (clay) adalah
material dan tanah dengan ukuran colloid yang mengembang bila basah dan
bersifat mengabsorbsi terhadap air. Oleh karena itu disebut “hydrophilic”.
Sedangkan perbedaan clay dengan shale adalah kalau clay bersifat hydrophilic
sedangkan shale bersifat hydrophobic yang kurang bisa menghidrat. Bentuk
partikel lempung adalah mirip timbunan dan plat-plat datar yang tipis yang
bentuknya menyerupai mika.
Plat-plat ini terdiri atas lapisan molekul yang terikat satu di atas lainnya.
Kisi-kisinya terikat secara kovaleri dan sulit terputuskan. Untuk berbagai kation
Na dan Ca atau ion-ion lainnya terikat lemah diantara plat-plat tersebut. Ikatan
antar ion terjadi karena adanya gaya Van Der Wall yang begitu lemah dan mudah
berputar sehingga menyebabkan molekul-molekul air masuk ke dalam ruang antar
plat-plat. Hal ini menyebabkan partikel-partikel clay akan terdispersi bila bertemu
dengan air. Proses ini menyebabkan terhidrasi dan mengembang pada clay. Air
yang terperangkat di antara plat-plat, begitu terikat akan mengandung sebagian
besar dari total air yang ditahan oleh sistem colloid clay. Banyaknya air yang
diserap oleh pertikel clay tergantung pada sifat-sifat ikatan ionnya. Na adalah
kation monovalen oleh karena itu, ion-ion ini terikat begitu lemah pada batas-
batas permukaan sehingga memungkinkan masuknya air lebih banyak bila ikatan
lebih kuat seperti ikatan divaleri pada kalsium.
3.9. Kondisi-kondisi yang Mempengaruhi Lumpur Pemboran
Kondisi-kondisi disini merupakan suatu keadaan yang mungkin timbul dan
sangat mempengaruhi proses pemboran, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan lumpur pemboran. Dengan kata lain dapat disebut sebagai jenis-jenis
permasalahan pemboran yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain bisa
disebabkan oleh pengaruh karakteristik batuan dan kondisi formasi atau bisa juga
disebabkan oleh proses-proses pemboran itu sendiri. Sehingga sebelumnya
diperlukan suatu study secara menyeluruh tentang sifat-sifat maupun perilaku
formasi yang akan ditembus juga akibat-akibat yang mungkin timbul selama
dilakukannya proses pemboran dalam rangka optimasi dari fungsi lumpur
pemboran yang sesuai dengan kondisi-kondisi lapangan yang sebenarnya.
Berdasarkan pada pengaruh utama dari kondisi yang berperan terhadap
perencanaan lumpur pemboran, maka dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
kondisi, yaitu yang dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan yang dipengaruhi
oleh proses pemboran.